ABSTRACT
A research was conducted in Jakarta and Bogor and during January 2011 until
February 2011. The objective of research were to measure effects of critical
temperature (air temperature and humidity) on indicate physiological responses for
critical temperature of Fries Holland Heifer.They were fed twice daily with grass and
concentrate. Six dairy heifers were used in the research. The Indicate physiological
responses were skin temperature, rectal temperature, and body temperature for 14
days. The results show that critical temperature on physiogical responses were
significantly better on cattle for ANN which for critical temperature in Jakarta and
Bogor that with the same and significantly better too on cattle which rectal
temperature and skin temperature in Jakarta and Bogor.
Key words: critical temperature, heifer, indicate physiological responses, ANN
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan di Jakarta dan Bogor dari bulan Januari hingga Pebruari
2012.Penelitian ini bertujuan untuk menentukan suhu kritis (suhu dan kelembaban
udara) pada sapi dara peranakan Fries Holland berdasarkan indikator respon
fisiologis.Pakan diberikan dua kali setiap hari dengan rumput dan konsentrat.Enam
ekor sapi dara yang digunakan dalam penelitiannya.Parameter respon fisiologis
yang diamati meliputi suhu kulit, suhu rektal, dan suhu tubuh selama 14 hari. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan suhu kritis pada sapi dara yang
dihitung dengan program Artificial Neural Network (ANN) di dareah Jakarta dan
Bogor. Berdasarkan indikator respon fisiologis untuk menentukan suhu kritis
dengan program ANN yang paling sensitif melalui suhu rektal dan suhu kulit baik
di Jakarta maupun Bogor
Kata kunci: suhu kritis, sapi dara, indikator respon fisiologis
121
PENDAHULUAN
Lingkungan merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi
produktivitas ternak sapi perah.
Keunggulan genetik seekor ternak
sapi perah tidak akan ditampilkan
optimal apabila faktor lingkungannya
tidak sesuai. Salah satu faktor
lingkungan yang menjadi kendala
tidak terekspresinya sifat genetik
ternak
adalah
lingkungan
mikro(Esmay 1978). Faktor-faktor
lingkungan mikro yang menjadi
kendala terutama adalah suhu udara,
kelembaban udara, radiasi matahari,
dan kecepatan angin (Gebremedhin
1985; Santosoet al. 2003), sehingga
perlu upaya pengendalian lingkungan
mikro agar produktivitas ternak sapi
perah dapat ditingkatkan.
Sapi perah dapat hidup dengan
nyaman dan berproduksi secara
optimum bila faktor-faktor internal
dan eksternal berada dalam batasanbatasan normal yang sesuai dengan
kebutuhan
hidupnya.
Suhu
lingkungan merupakan salah satu
factor
eksternal
yang
dapat
mempengaruhi kenyamanan dan
produktivitas sapi perah. Lingkungan
suhu kritis dan cekaman panas pada
peternakan sapi perah menjadi salah
satu masalah utama karena dapat
menyebabkan kerugian ekonomi
akibat penurunan produktivitas (StPierre et et al. 2003). Pada saat akhir
abad 19 dan abad 20 ditandai dengan
meningkatnya rataan temperatur
122
subtropis
belum
tentu
cocok
diterapkan di daerah tropis, akibat
lingkungan mikro berbeda sehingga
diduga memberikan hasil berbeda.
Di daearah tropis, daya tahan
ternak terhadap panas merupakan
salah satu faktor yang sangat penting
agar ternak berproduksi optimal
sesuai kemampuan genetis yang
dimiliki. Ternak yang tidak tahan
terhadap panas, produktivitasnya
akan turun akibat dari menurunnya
konsumsi pakan. Sementara itu ternak
yang tahan terhadap panas dapat
mempertahankan suhu tubuhnya
dalam kisaran yang normal tanpa
mengalami perubahan status fisiologis
dan
produktivitas
(Tyler
danEnseminger 2006).
Proses mempertahankan suhu
tubuh tersebut dikenal dengan proses
termoregulasi atau pengaturan panas.
Proses ini terjadi bila sapi perah mulai
merasa tidak nyaman.
Proses
termoregulasi pada prinsipnya adalah
keseimbangan panas antara produksi
panas dan pelepasan panas (Yousef
1985). Ternak akan memproduksi
panas dalam tubuhnya sebagai upaya
menghasilkan energi yang diperlukan
untuk kehidupannya (beraktifitas dan
penyesuaian terhadap lingkungan).
Panas yang diproduksi tergantung
dari aktifitas ternak dan intake pakan,
feed intake dinyatakan dalam TDN
yang menunjukkan total bahan pakan
dapat dicerna oleh ternak (Rahardja
2007). Perolehan panas dari energi
pakan akan menambah beban panas
bagi ternak bila suhu udara lebih
tinggi dari suhu nyaman dan
123
yang
dihasilkan.
Penentuan
lingkungan suhu kritis berdasarkan
kemampuan produksi dan manajemen
pakan pada sapi perah diharapkan
sebagai dasar
untuk menentukan
respon fisiologis dan kehilangan panas
melalui penguapan dari permukaan
kulit, sehingga akan memperbaiki
keseimbangan panas, selanjutnya
akan meningkatkan konsumsi pakan
dan produksi.
Suhu dan kelembaban udara
berpengaruh
langsung
terhadap
perubahan fisiologis sapi perah,
sehingga akhirnya akan berdampak
pada produksi. Pada keadaan suhu
dan kelembaban tinggi akan terjadi
penentuan antara imbangan proses
perolehan panas (produksi panas
metabolisme dan perolehan dari
lingkungan) dengan pembuangan
panas dalam rangka memelihara
tingkat suhu tubuh normal. Semakin
tinggi suhu lingkungan di atas
Thermoneural zone akan menyebabkan
perolehan panas lebih banyak
daripada
pembebasan
panas,
akibatnya peningkatan suhu tubuh.
Bila suhu tubuh meningkat, akan
terjadi
usaha
ternak
untuk
mengeluarkan panas dengan cara
radiasi, konduksi, konveksi, dan
evaporasi,
yang
mengakibatkan
terjadinya peningkatan konsumsi air
minum dan menurunkan konsumsi
pakan, serta energi yang digunakan
untuk
mengatur
suhu
tubuh
meningkat. Peningkatan suhu tubuh
tersebut akan meningkatkan laju
metabolisme dalam sel. Namun
adanya
pengaturan
homeostasi
124
waktu
dan
suhu
petak
kandang.
Sapi-sapi
Temperature
Humidity
kelembaban
dalam
kandang
(Tb).
Pencatatan
suhu
125
126
127
128
Suhu
(m/s)
Kecepatan angin
Udara (0C)Indeks
Kelembaba
Suhu
n Udara (%)
Kelem
baban
0.6
100
0.5
0.4
0
0.3
0.2
Jakarta
6
10 11 12Waktu
13 (WIB
14 15
) 16 17 18 19 20
Jakarta
100
80
60
0.1
50
00
Bogor
Jakarta
7
8 Waktu
9 10 pengamatan
11 12 13 (WIB)
14 15 16 17 18 19 20
Waktu (WIB)
5 5 6 6 7 7 8 8 9 9 1010 1111 1212 1313 1414 1515 1616 1717 1818 1919 2020
Bogor
Jakarta
Bogor
Gambar 1.Rataan Fluktuasi suhu udara, kelembaban udara, indeks suhu kelembaban dan
Kecepatan angin.
pembuangan
utama
melalui
panas
proses
yang
radiasi,
darah
(vasodilatasi)
darah
(vasokonstriksi)
mengurangi
pengeluaran
129
panas
oleh
tubuh.
sangat
cuaca
kontak
Suhu
bervariasi
karena
langsung
Kulit
mengalami
dengan
cuaca.
permukaan
tubuh
berdasarkan
kadar
air
kandang
2009).
lingkungan,
uap
lokasi
terjadi
melalui
mekanisme
untuk
kulit
yang
berdekatan
(lingkungan
dengan
luar)
memungkinkan
panas
dibebaskan
masih
dibebaskan
adalah
meningkat
ke
susunan
karena
udara
syaraf
pusat
dan
seiring
disebabkan
optic.
tersebut
(Isnaeni
130
Rangsangan
2006).
suhu
Suhu
tubuh
oleh
meningkatnya
produksi
dan
mempertahankan
suhu
tubuhnya
16.00 (33,400C).
dengan
menyeimbangkan
disebabkan
pakan.
Pengaturan
suhu
tubuh
karena
perubahan
air,
pusat
kontrolnya.
Tubuh
akan
dapat
menyebabkan
keseimbangan
keseimbangan
panas
energi
dan
Gambar 2 Rataan fluktuasi suhu rektal (Tr) sapi dara PFH tiap jam dari pukul 05.00
hingga pukul 20.00 antara daerah Bogor dengan Jakarta
36
34
32
30
Panitan bogor
28
pondok rangon
26
5
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Waktu pengamatan (WIB)
Gambar 3 Rataan fluktuasi suhu kulit sapi dara PFH tiap jam dari pukul 05.00 -pukul
20.00 antara daerah Bogor dengan Jakarta
131
39
38.5
38
37.5
Panitan bogor
37
pondok rangon
36.5
5
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Waktu pengamatan (WIB)
Gambar 4 Rataan fluktuasi suhu tubuh (Tb) sapi dara PFH tiap jam dari pukul 05.00
hingga pukul 20.00 antara daerah Bogor dengan Jakarta
program
ANN
balik
yang
dilakukan
prediksi
terhadap
output
132
ANN
dibandingkan
sama
perhitungan
antara
data
hasil
ANN
dan
hasil
error
terendah,
kemudian
validasi
kecenderungan
hasil
menunjukkan
perhitungan
dapat
simulasi
mendekati
Nilai
yang
rendah
bahwa
hasil
nilai
persentase
error
menunjukkan
aktualnya.
mengetahui
dapat
menggunakan
berapa
respon
digunakan
ANN
untuk
tertera
pada
Tabel 3
Hasil
prediksi
dari
simulasi
Simulasi
merupakan
teknik
semakin
mengakibatkan
nilai
minimum
meningkat
kelembaban
peningkatan
suhu
sampai
nilai
terukur
pada
dengan
maksimum
penelitian.
yang
Pada
simulasi
133
dikatakan
bahwa
sapi
perah
kritis
sensitif
terhadap
perubahan
suhu
rektal
meskipun
perubahan
kritis
tetapi
rektal
panas tubuh.
berbeda
134
terjadi
sangat
mempengaruhi
(cekaman)
suhu
panas
rektal
dipengaruhi
lebih
baik
dengan
sensitif
dari
Tabel 1. Hasil simulasi ANN perkiraan suhu rektal (Tr) dan suhu kulit (Ts) pada
suhu dan kelembaban udara yang berbeda di daerah Bogor dan Jakarta
Bogor
Suhu udara Kelembaba Suhu rektal
n udara (%)
(oC)
(oC)
Jakarta
Suhu kulit
(oC)
Suhu kulit
(oC)
24
24
24
26
26
26
28
28
28
30
30
30
32
32
86
84
82
86
84
82
86
84
82
86
84
82
86
84
38,86
38,88
38,89
39,11
38,83
38,83
39,23
39,15
39,01
39,14
39,11
38,87
39,26
39,17
31,52
31,14
30,74
32,23
32,12
31,86
35,35
33,71
32,61
35,15
33,02
32,89
37,26
34,76
24
24
24
26
26
26
27,50
27,50
27,50
29
29
29
33
33
88
86
84
88
86
84
88
86
84
88
86
84
66
64
38,75
38,80
38,85
39,13
38,98
38,94
39,11
38,93
38,84
39,11
38,96
38,93
39,13
39,20
30,10
30,73
30,86
31,13
31,67
31,08
32,00
31,85
31,81
31,88
31,80
31,76
32,32
32,32
32
82
38,89
31,76
33
62
39,27
32,33
Tabel 2 Suhu dan kelembaban udara pada saat sapi perah mulai mengalami suhu
kritis (cekaman panas) dengan indikator suhu rektal (Tr) dan suhu kulit (Ts)
di daerah Bogor dan Jakarta
Bogor
o
Suhu udara ( C)
Kelembaban udara
(%)
22,50 25,5
26
27
28
29
30
31
31
32
32
60
86
84
84
84
84
86
84
84
86
Jakarta
Indikator
cekaman
panas
Tr
Tr
Tr
Tr
Tr
Ts
Tr
Tr
Ts
58
88
88
88
88
84
82
88
66
78
Indikator
cekaman
panas
Tr
Tr
Tr
Tr
Tr
Tr
Ts
Tr
Ts
135
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
136
performance,
behavior,
physiology,
and
the
environment of heifers.J Dairy
Sci 92: 506-517.
McDowell RE. 1972. Improvement of
Livestock Production in Warm
Climate. WH Freeman and Co.
San Fransisco.
McLean JA, Downie AJ, Jones CDR,
Strombough DP, Glasbey CA.
1983.Thermal adjustments of
stress (Bos Taurus) to abrupt
changes
in
environments
temperature.Camb J Agric Sci
48:81-84.
McNeilly AS. 2001. Reproduction,
fertility,
and
development.
CSIRO Publishing 13:583-590.
Ominski KH et al. 2002. Physiological
and production responses to
feeding schedule in lactating
dairy cows exposed to shortterm, moderate heat stress. J
Dairy Sci 85:730-737.
Pennington JA, VanDevender K. 2004.
Heat
Stress
in
Dairy
Cattle.http://www.uaex.edu/oth
er areas/publication/html [19
Mei 2004].
Purwanto BP et al. 1993. Effect of
standing and lying behaviours
on heat production of dairy
heifers differing in feed intake
levels.AJAS 6: 271-274.
Rahardja DP. 2007. Ilmu Lingkungan
Ternak. Makassar: Citra Emulsi.
Santoso AB et al. 2003. Pengaruh
lingkungan mikro terhadap
137
138
Intensif.
Cetakan
ke-2.
AgroMedia Pustaka, Bogor.
Tucker CB, Rogers AR, Schutz KE.
2008. Effect of solar radiation on
dairy cattle behaviuor, use of
shade and body temperature in a
pasture-based system.Appl Anim
Behav Sci 109:141-154.
Tyler HD, Enseminger ME. 2006.
Dairy Cattle Science. Pearson
edution, Inc. Upper Saddle
River, New Jersey.
Velasco NB, Arguzon JA, Briones JI.
2002. Reducing heat stress in
dairy cattle:
Phlippines.International
Training on Strategies for
Reducing Heat Stress in Dairy
Cattle.Taiwan Livestock
Research Institute (TLRI-COA)
August 26-31, 2002, Tainan,
Taiwan, ROC.
West JW. 2003. Effects of heat stress
on production in dairy cattle. J
Dairy Sci 86:2131-2141
Wheelock JB et al. 2010. Effects of heat
stress on energetic metabolism
in lactating Holstein cows. J
Dairy Sci 93: 644-655.
Yousef MK. 1985. Thermoneutral Zone.
In: Stress Physiology of Livestock.
Volume II, Basic Principle.
Florida: CRC Press Inc.