Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN
Hernia inguinal dikenali paling awal sejak 1500 SM. Dimana tampak
sebagai suatu hernia inguinal digambarkan pada sebuah patung yunani kuno dan
orang mesir menuliskan penjelasan bahwa pembengkakan pada paha ditambah
oleh batuk (manuskrip Eber, circa 1552 SM). Terdapat juga bukti bahwa
pembedahan hernia dilakukan sejak 1200 SM. Seorang tenaga medis Romawi
Ceicus dianggap sebagai orang yang melakukan pembedahan hernia pertama,
yang dilakukan sekitar tahun 50 Masehi. Pada waktu yang hampir bersamaan,
Galen menjelaskan anatomi prossesus vaginalis, namun dia berpikir bahwa hernia
merupakan suatu robekan peritoneum dengan penarikan otot dan fascia. Ini
merupakan asal dari istilah harian untuk hernia: robek.
Pada abad 19 ditemukan pemahaman yang akurat dari anatomi kanal
inguinal, pembedahan hernia modern termasuk Richter, Camper dan Scarpa
berkontribusi pada bidang ini selama periode tersebut. Cooper pada 1804
menjelaskan fascia transversali sebagai pectineal atau ligament Cooper. Pada 1811
Colles menjelaskan ligament inguinalis dan Cloquet pada 1817 mengamati bahwa
prosesus vaginalis jarang tertutup saat lahir.
Pada 1870 Lister memperkenalkan konsep antiseptic pada pembedahan
dan Halsed mulai melakukan operasi dengan sarung tangan pada 1896. Von
Mikulicz mengembangkan konsep ini satu langkah lebih jauh, dengan melakukan
aseptic pembedahan pada 1904. Perkembangan ini memberikan perkembangan
yang signifikan yang dapat diaplikasikan pada pembedahan hernia. Pada 1871
Marcy menjelaskan suatu operasi yang masih digunakan oleh ahli bedah anak
hingga kini yaitu ligasi tinggi dari suatu kantung yang tidak terbuka melalui cincin
eksternal dan cincin internal. Namun teknik ini menyebakkan

suatu tingkat

rekurensi tinggi yang tidak dapat dilakukan pada dewasa. Pada 1887 Bassini,
bersama Hastel dipuji atas perkembangan repair hernia modern, melaporkan hasil
menggunakan suatu teknik yang melibatkan pembukaan otot obliq eksterna, ligasi
tinggi, pengencangan cincin eksterna dan rekonstruksi dasar inguinal posterior.

Repair hernia anak modern terus berkembang berkisar pada prinsip


standar: pembukaan otot obliq eksternal, pemaparan cincin interna, ligasi tinggi
kantung, dan repair dinding anterior dari kanal inguinal. Hal ini tampak seperti
operasi yang sederhana, namun memiliki variasi yang begitu besar dari tiap ahli
bedah. Di AS, Ladd dan Gross dianggap sebagai bapak bedah anak. Dalam buku
teks mereka Abdominal Surgery of Infancy and Childhood, mereka memberikan
suatu penjelasan yang jelas mengenai metode mereka terhadap repair hernia,
dimana yang begitu penting yaitu Ferguson. Langkahnya sebagai berikut: otot
obliq eksterna dan cincin eksterna dibuka. Cincin eksterna dibuka dengan gunting
dari cincin eksternal memanjang ke proksimal. Otot kremaster dipisahkan secara
terus menerus, dan kantung hernia dibelah dari struktur sekitar. Kantung dibuka
dan sebuah jari yang ditutupi kasa tetap membuka belahan leher kantung di
fiksasi dengan suatu jahitan, dan kelebihan dari kantung dipotong. Leher kantung
kemudian dijahit dibawah otot obliq eksterna dan obliq eksterna menggunakan
jarum ganda yang dicocokkan dengan pengikat, yang diteruskan ke arah belakang
melalui obliq eksterna dan interna. Obliq eksterna ditutup oleh imbrikasi. Pinggir
atas dijahit ke ligament inguinal dan pinggir bawah dijahit ke bagian atas obliq
eksterna. Fascia Scarpa kemudian ditutup dan diikuti oleh penutupan kulit.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
.
2.2. INSIDENSI
Seperti pernyataan sebelumnya, repair hernia inguinal merupakan operasi
yang paling sering dilakukan oleh ahli bedah anak. Persentase anak dengan hernia
inguinal memiliki rentang 0,8%- 4,4%.
Usia
Laki-laki lebih besar mengalami hernia dengan laporan rasio laki-wanita
antara 3:1 dan 10:1, meskipun bayi premature memiliki insidensi yang lebih tinggi
untuk hernia, tidak tampak ada perbedaan signifikan diantara kelompok ini.
Sekitar 60% hernia berada sebelah kanan. Ini sama pada pria dan wanita.
Pada pria, hal ini mungkin karena hasil dari penurunan yang terlambat dari testis
kanan daripada yang kiri, namun tidak menjelaskan mengenai wanita, hernia
bilateral muncul pada sekitar 10% kasus. Hal ini menunjukkan bahwa pasien
dengan hernia sebelah kiri lebih akan menderita hernia sebelah kanan daripada
sebaliknya. Data terkini menunjukkan hal ini mungkin tidak benar.
Riwayat keluarga
Sekitar 11,5% pasien memiliki riwayat hernia. Terdapat peningkatan
insidensi pada kembar, sekitar 10,6% pada pria kembar dan 4,1% pada wanita
kembar.
2.3.EMBRIOLOGI
Hernia inguinal indirek merupakan kegagalan menutupnya prosesus
vaginalis. Prosesus vaginalis melalui cincin interna yang dapat pertama kali
dikenali pada

bulan ke 3 usia fetus. Beberapa ahli mengemukakan bahwa

pembentukan prosesus vaginalis merupakan hasil dari tekanan intraabdomen.


Testis melewati prosesus tersebut selama bulan ke 7 hingga 9 dari gestasi dan
prosesus tersebut memanjang, porsio dari prosesus vaginalis berada di atas testis

obliteran, menutup cincin inguinal interna, sementara bagian distal bertahan


sebagai tunika vaginalis. Ketika gagal untuk menutup, patensi dari prosesus
vaginalis muncul, berpotansi menciptakan hernia inguinal indirek (jika usus atau
organ lain bisa masuk prosesus) atau hidrokel (hanya cairan peritoneal). Pada
wanita, kanal Nuck menyesuaikan dengan prosesus vaginalis dan berhubungan
dengan

labia mayor, homolog wanita dari skrotum. Kanal Nuck biasanya

menutup sekitar bulan ke 7 gestasi, lebih awal dari pria.


Waktu pasti penutupan tidak jelas. Studi menunjukkan bahwa sebanyak 80%
hingga 100% dari infan terlahir

dengan prosesus vaginalis yang paten dan

menutup, jika hal tersebut terjadi, maka akan terjadi dalam masa 6 bulan
kehidupan. Juga tampak bahwa sebelah kiri menutup lebih awal daripada sebelah
kanan. Tidak diketahui dimana pada prosesus (proksimal, medial, atau distal)
penutup dimulai. Setelah penutupan, prosesus bertahan sebagai kord, dimana
kemudian menghilang. Tingginya derajat patensi berhubungan dengan undesensus
testis menunjukkan bahwa penutupan dapat terjadi hanya setelah testis dan
prosesus ini terhubung.
Mekanisme biologis yang menunjukkan dan mengarahkan penurunan testis
melalui kanal inguinal dan obliterasi proses dalam banyak bagian tidak diketahui.
Androgen tampaknya memainkan peran, karena patensi dari prosesus sering pada
sindrom insensitivitas androgen. Namun, prosesus sendiri tidak memiliki reseptor
androgen. Karya dari Clarnette dan Hutson berhubungan dengan saraf
genitofemoral dan calcitonin gen-related peptide (CGRP) baik pada penurunan
testis dan obliterasi dari prosesus vaginalis. Tampak penurunan CGRP dari nervus
genitofemoral prenatal dapat menjadi undesensus testis, dimana penurunan
pelepasan postnatal dapat menjadi hernia dan hidrokel.

Table 74-1 memberikan daftar faktor yang berkontribusi dan dapat


diidentifikasi.

2.4.KLINIS
Hernia inguinal biasanya ditemukan oleh orang tua saat mandi atau dokter
ahli anak saat melakukan pemeriksaan yang baik. Ada riwayat pembengkakan
hilang timbul daerah inguinal, labia atau skrotum. Paling sering muncul ketika
meningkatnya tekanan intra abdomen, seperti menangis atau mengedan. Ketika
mendapatkan riwayat tersebut penting untuk membedakan hernia inguinal dari
hidrokel, undensensus testis dan adenopati inguinal. Hernia dapat ditemukan saat
lahir atau dapat tampak pada minggu, bulan atau tahun kemudian, tapi defek telah
ada sejak lahir.
Hernia biasanya asimtomatik, karena hernia sering tampak selama episode
distress infant, orang tua sering berpikir bahwa hernia merupakan akibat dari
distress. Anak yang lebih tua sering mengeluhkan di paha atau inguinal yang tidak
nyaman ketika beraktifitas.
Hernia inkarserata adalah terperangkapnya usus atau organ visera dalam
kantung hernia. Apakah perangkap tersebut terjadi pada cincin interna atau
eksterna, meskipun dapat terjadi pada keduanya, perangkap pada cincin interna
lebih sering terjadi. Ini dapat menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan yang
hilang timbul, ditambah lagi adanya tanda obstruksi usus seperti distensi, muntah
dan obstipasi. Jika hernia tidak berkurang, dapat terjadi strangulasi, dan suplai
darah akan terganggu. Organ dapat dapat terganggu hingga level infark. Pasien
bisa peritonitis. Proses ini dapat terjadi paling singkat selama 2 jam. Inkarserasi

terjadi paling sering pada usia 6 bulan pertama kehidupan dan sangat jarang pada
usia 5 tahun.
2.5.PEMERIKSAAN
Untuk memeriksa hernia inguinal, pasien diletakan dalam posisi supine,
pemeriksa pertama kali memperhatikan masa inguinal pada region pubis. Testis
harus dipegang dengan jari tangan di skrotum untuk menilai kedua terstis dan
memastikan tonjolan inguinal dari testis retraktil. Jika tidak ada masa yang dapat
teridentifikasi, anak yang lebih besar harus berdiri dan dilakukan maneuver
valsava, sedangkan pada bayi dapat diajak untuk mengedan atau menangis untuk
memicu timbuknya tonjolan inguinal. Jika suatu masa masih tidak muncul, korda
spermatika dapat dipalpasi untuk menentukan penebalan (silk string sign). Ini
dilakukan dengan meletakkan sabuah jari diatas korda spermatika pada kevel
tuberkel pubis. Jari tersebut berputar sedikit dari sisi ke sisi (gambar 74-2). Tnada
positif mengindikasikan penebalan struktur korda dalam kanal inguinal
dibandingkan dengan sisi sehat. Pemeriksa mendaptkan sensasi meraba 2 potong
sutra bersamaan atau sensai sebuah plastic denfan beberapa tetes air di atasnya
(plastic baggie sign), tapi tanda-tanda tersebut tidak akurat sepnuhnya.
Jika suatu hernia tidak tampak pada pemeriksaan fisik, bebrapa ahli bedah
masih mengoperasi jika hernia tampak sebelumnya dilihat sebelumnya oleh
dokter atau jika orang tua memberikan suatu riwayat yang baik. Namun, dengan
pengetahuan orang tua, follow up pemeriksaan fisik, teknik radiologi moder,
pembedahan yang tidak perlu dapat dihindarkan pada kasus-kasus yang samarsamar

2.6.PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Pada kebanyakan kasus, diagnose hernia inguinal dapat dibuat berdasarkan


riwayat dan pemeriksaan saja. Namun, dalam jumlah kecil pasien, pemereiksaan
radiologi dapat bermanfaat. Sebelumnya, teknik yang paling sering digunakan
adalah herniografi, tapi kini telah digantikan oleh USG selangkangan.
Herniografi dilakukan dengan menyuntikkan material kontras larut dalam
air kedalam kavum peritoneum via suntikan yang dipandu flouroskpi
infraumbilikus. Gravitasi menyebabkan material kontras mengisi kantung hernia,
dimana foto polos diambil dalam interval 5-10 menit dan 45 menit. Hidrokel
dapat diketahui dengan teknik ini, dan hernia femoralis dapat dibedakan dari
hernia inguinal. Tes ini juga berguna untuk mendeteksi hernia kontralateral atau
pada pasien postoperative dengsan gejala pada selangkangan ipsilateral. Namun
tidak bermanfaat untuk hernia inkarserrata, karena leher kantung terhambat pada
kasus ini. Komplikasi dari teknik jarang dan meliputi perforasi intestinal,
hematom intestinal intramural, dan reaksi alergi terhadap media kontras.
Meskipun begitu, herniografi sudah tidak digunakan lagi secara luas.
USG kini telah meningkatkanpopularitasnya sebagai penunjang dari
pemeriksaan fisik. Karena memiliki kelebihan cepat dalam kecepatannya, non
invasive dan bebas komplikasi. Chen dkk, melakukan USG bilateral pada 244
anak yang muncul dengan hernia unilateralmaupun bilateral. Mereka mencatat
suatu akurasi 97% saat menggunakan 4 mm sebagai batas atas dari diameter
normal dari kanal inguinal. Pada suatu seri 642 anak, Erez dkk mencatat ukuran
kanal inguinal 4,9 1mm dihubungkan dengan suatu paten prosesus vaginalis
dan 7,2 2,0 mm atau lebih besar dihubungkan dengan true hernia. Sehingga
dengan penggunaan pengukuran yang tepat, USG merupakan alat yang terpercaya
untuk diagnose hernia ketika ada riwayat yang baik namun pemeriksaan fisik yang
samar , dan potensi penggunaanya untuk evaluasi preoperative pada selangkangan
kontralateral pada pasien dengan hernia unilateral (gambar 74-3). Namun, USG
tidak digunakan secara lebih kanjut.
2.7.MANAGEMENT
Suatu true hernia tidak akan remisi secara spontan, sehingga penutupan
secar bedah selalu diindikasikan. Karena tingginya resiko inkarserasi, khususnya

pada bayi muda, repair harus dilakukan secepatnya. Beberapa laporan


menunjukkan bahwa 90% komplikasi dapat dicegah jika repair dilakukan dalam 1
bulan setelah diagnose. Kebanyakan pasien dapat dirawat pada klinik rawat jalan
pengecualian termasuk bayi premature dan bayi yang lebih besar dengan factor
resiko yang lebih signifkan seperti masalah jantung atau paru.
Anestesi
Tipe anestesi bervariasi pada tiap pasien. Piliha meliputi teknik lokal, umum
atau regional dan pilihan tergantung pada beberapa factor, meliputi umur pasien
dan adanya komorbiditas. Kebanyakan pasien mendapatkan anestesi umum
dengan intubasi endotrakeal dan ini diketehui sangat aman. Namun khususnya
bayi premature (<36 minggu usia gestasi dan <60 minggu usia ditambah usia
kronologi), memerlukan pendekatan yang lebih bervariasi. Teknik regional
(anestesi spinal, epidural atau kaudal) sering dipilih pada keadaan ini dan
semuanya efektif. Review terkini dari database Cochrane menemukan beberapa
percobaan kecil membandingkan

anestesi regional dengan umum. Tidak ada

perbedaan statistic yang tampak dalam hal apnea posoperatif atau bradikardi, laju
pernapasan atau desaturai oksigen posoperatif. Namun jumlah pasien yang
terdaftar pada percobaan ini hanya 108 orang.
Control nyeri post-operatif juga merupakan hal penting yang diperdebatkan.
Blok kaudal secara rutin dilakukan diman center yang lain menggunakan anestesi
local pada lapangan operasi. Suatu percobaan random prospektif membandingkan
bupivacaine 0,25 % tanpa epinefrin (2,5 mg/kg) dengan blok kaudal dan
menemukan tidak ada perbedaan pada tingkat control nyeri posoperatif. Local
anestesi ( juga dinamakan teknik splash/percikan) sama efektifnya dengan injeksi
kedalam luka.
Usia untuk rawat inap
Kebanyakan bayi dan anak yang lebih besar menjalani pembedahan hernia
pada hari yang sama. Usia pada bayi eks premature dapat menjalani pembedahan
di hari yang sama (One day care) masih dalam perdebatan. Suatu studi
menunjukkan bahwa bayi preterm kurang dari 41- 46 minggu usia pasca konsepsi

dan dengan riwayat apnea memiliki resiko lebih besar terhadap apnea post
operatif. Studi lain yang lebih besar menggunakan tekni yang rumit untuk
monitoring gangguan bernafas post operatif menemukan bahwa bayi yang kurang
dari 44 minggu pasca konsepsi memiliki resiko yang meningkat terhadap episode
klinis yang signifikan akan apnea post operatif. Pada 1995 suatu kombinasi
analisa dari 8 studi prospektif dilakukan, kesimpulannya adalah insidensi post
operatif tidak menurun dibawah 1% (dengan kepercayaan statistic 95%) hingga 56
minggu untuk bayi premature 32 minggu dan 54 minggu untuk bayi premature 34
minggu. Pada center kami, kami keliru pada sisi yang dicurigai dan menggunakan
secara rutin usia 60 minggu pasca konsepsi sebagai pembedahan.
Waktu pembedahan
Kebanyakan ahli bedah secara khusus merekomendasikan repair hernia
segera setelah diagnose. Prektik ini dapat menciptakan penurunan yang signifikan
dari komplikasi hernia dan dapat dilakukan karena keamanan dari anestesi
modern. Pada bayi premature, kebanyakan ahli bedah kini merekomendasikan
repair sebelum bayi pulang, setelah bayi mencapai berat sekitar 2 kg. Ini
merupakan suatu kontradiksi pembedahan hingga 1996, dimana hanya 33% ahli
bedah akan mengoperasi bayi premature. Satu kekurangan dari pembedahan awal
bayi premature adalah rekurensi yang lebih sering pada bayi yang lebih kecil.
Pada suatu percobaan random prospektif di Eropa sedang dilakukan
membandingkan repair bayi pada 2,5 kg dengan 5 kg.
Teknik pada laki-laki
Prinsip dasar memandu repair hernia inguinal yaitu ligasi tinggi dari
kantung. Suatu repair Ferguson yang dimodifikasi merupakan prosedur pilihan
dari Ladd dan Gross. Mereka lebih memilih tipe ini daripada repair MitchellBanks yang popular di Inggris Raya, yang merupakan ligasi tinggi sederhana dari
kantung via cincin interna tanpa membuka

otot obliq eksterna. Pada repair

Ferguson, obliq ekstrena dibuka, dan rekonstruksi kanal inguinal dilakukan tanpa
merusak hubungan korda spermatika ke

kanal inguinal. Kemudian kami

menggambarkan teknik kami untuk repair inguinal dan memperlihatkan variasi


yang signifikan (gambar 74-4).

Dengan pasien pada posisi supine, midline tuberkel pubis dan SIAS
ditandai. Tuberkel pubis secara khusus penting sebagai penanda karena cincin
eksterna terletak inferior dan lateral daripadanya. Suatu insisi dibuat dengan akhir
medial dan lateral ke tuberkel pubis. Karena usia anak-anak cincin interna terletak
lebih ke lateral, dimana pada bayi cincin interna dan cincin eksterna tumpang
tindih. Pada anak yang lebih besar, jarak antara keduanya bertambah, memerlukan
10

insisi yang lebih ke lateral.membuat insisi terlalu medial pada anak menyebabkan
resiko cedera robekan pada struktur korda karena struktur tersebut keluar dari
cincin eksterna sebelum menemukan ligamentum inguinal.
Insisi dilakukan hingga dermis untuk membuka lemak subkutan atau fasia
Camper. Fasia Camper dibentangkan dengan gunting untuk membuka lebih fasia
Scarpa. Diperhatikan cedera vena epigastrik inferior, yang berada diatas fasia
Scarpa. Fasia Scarpa kemudian dipegang dan dipotong dan dibuka dengan
lebarkan untuk membuka otot obliq eksterna. Sekali obliq eksterna teridentifikasi,
ligament inguinal dibersihkan dari lateral ke medial hingga ke cincin eksterna.
Perhatian harus diberikan untuk tetap berada di atas ligementum inguinal untuk
mencegah cedera struktur pembuluh darah femoral. Suatu insisi dibuat pada obliq
eksterna sepanjang garis seratnya dan diperpanjang pembukaan dengan gunting.
Hemostat langsung dapat dilakukan pada tepi potongan obliq eksterna, dekat
cincin eksterna, untuk memfasilitasi

indentifikasi berikutnyadan penutupan.

Bagian bawah permukaan obliq eksterna, superior dan inferior, dibersihkan


dengan forcep dan kasa untuk mengenali fasia transversalis, nervus iliofemoralis
dan ilioinguinalis dan serat otot kremaster. Potongan kecil dibuat pada kremaster
dan dibuka untuk menyingkapkan kantung hernia. Kantung hernia dipengang,
ambil suatu bagian besar, tinggikan struktur korda ke dalam luka hingga suatu
bentuk V terbalik membuka bagian bawah kantung tampak jelas. Suatu forsep
ditempatkan melalui pembukaan ini. Fasia spermatika kemudian dibuka terus dan
vas deferen dan pembuluh darah dipisahkan dari kantung. Kantung diperiksa isi
dan vas deferen serta pembuluh darah kembali diidentifikasi. 2 klem kemudian
ditempatkan diseberang kantung berdekatan, dan kantung diidentifikasi. Kantung
proximal dibersihkan hingga tingkat cincin interna, diputra dan diligasi pada
tingkta cincin interna dengan benang absorbable monofilame. Ladd dan Gross
menggunakan benang silk untuk meligasi kantung, namun kami telah melihat
benang sutra merusakluka bertahun setelah repair dan berganti ke benang yang
dapat diserap untuk menghidari masalah ini.kantung distal tidak dipisahkan
karena dapat menyebabkan orchitis iskemik atau hematom post operatif. Hidrokel
non komunikan mungkin dapat terbuka namun seharusnya tidak sepenuhnya
dibuang, untuk alasan yang sama. Inspeksi testis tidak direkomendasikan, namun

11

jika dilakukan, perhatian wajib diberikan untuk tidak merusak insersi normak
gubernaculums ke fasia dartos. Testis kemudian dikembalikan pada posisi scrotal
normal dengan menarik pada kulit scrotal dan fasia dartos. Luka ditutup lapis
demi lapisan. Fasia Scarpa ditutup dengan suatu jahitan interrupted yang
absorbable. Kami lebih memilih penutupan kulit subkutiler tapi penutupan
interrupted sama baiknya. Steri-strips ditempatkan dan plastic impermeable
ditempatkan diatas luka untuk melindunginya dari kotoranatau urin (pada anak
yang menggunakan popok). Kita harus meninggalkan penggunaan kolloidion
karena masalah keamanan.
Tehnik pada perempuan
Repair pembedahan hernia pada perempuan bagaimanpun lebih sederhana
dari laki-laki karena tidak perlu mengidentifikasi dan mempertahnkan korda
spermatikus. Pendekatan pembedahan untuk kanlis inguinalis sama seperti pada
pria. Kantung hernia diidentifikasi dan dilihat isinya. Sering ovarium, tuba atau
mesosalping berada dalam kantung (gambar 74-5).

Jika kantung kosong, maka dipisahkan dengan klem. Kantng distal


dijatuhkan kembali ke luka setelah pinggirnya dikauter. Kantung proksimal
dipisahkan ke tingkatan cincin interna, diputar dan diligasi dua kali.
Kamikemudian menutup cincin dengan satu atau dua jahitan dan menutup luka
dengan cara yang standar.
12

Sebelum mempelintir dan meligasi, kami secara rutin membuka kantung


karena

sebanyak 40% hernia inguinal pada wanita memili komponen yang

bergeser. Tidak biasa jika ovarium, tuba falopi atau uterus berada di dinding
kantung dan tidak berkurang ke dalam kavum abdomen, jika tuba falopi tidak
tampak, beberapa ahli bedah menempatkan traksi pada ligament yang bundar
untuk mengidentifikasi tuba sebelum ligasi kantung. Kami tidak secara rutin
mengaitkan kantung dan ligament ke tendon conjoint dalam hal untuk
membentuk ulang pendukung normal untuk uterus ( maneuver Bastionelli).
Jika

tuba

falopi

diidentifikasi

pada

dinding

kantung

sebagai

herniayangbergeser, kami tidak membuat usaha untuk memisahkannya dari


kantung. Namun kami menempatkan jahitan tali tas (purse string)pada kantung di
atas tuba falopi, memindahkan kantung ke cincin interna dan kemudian menutup
cincin interna dengan satu atau dua jahitan seperti dijelaskan Bevan.
Sebagaalternative prosedur flap yang dijelaskanGoldstein dan Potts mungkin bisa
digunakan.
Repair laparoskopi
Repair laparoskopi hernia inguinal telah diterpakan pada dewasa dalam
beberapa tahun. Dinyatakan beberpa kelebihan meliputi nyeri yang kurang dan
kembali bekerja lebih dini, repair hernia bilateral melalui portal yang sama dan
mudah untuk repair hernia rekuren. Kerugian meliputi meningkatnya biaya, waktu
operasi yang lebih lama dan memanjangnya usaha belajar melengkungkan badan.
Berbagai teknik telah diajukan, seperti repair transabdomen dan repair
ekstraperitonial, untuk alasan tersebut kebanyakan ahli bedah anak menganggap
laparoskopi tidak perlu untuk repair hernia pada anak karena menggunakan insisi
kecil dan relative mudah untu direpair dibandingkan dengan dewasa, sama juga
nyeri minimal yang dirasakan anak dengan prosedur terbuka.
El-Gohary melaporkan suatu seri repair hernia pada 28 perempuan. Dalam
serinya kantung hernia dimasukkan ke dalam kavitas abdomen dan ikatan loop
endoskopi ditempatkan pada dasar kantung yang dimasukkan. Karena teknik ini
tidak mengecualikan struktur pada laki-laki, Schier melaporkan sebuah seri repair

13

hernia pada 14 perempuan. Pada tekniknya, 2 hingga 3 jahitan Z ditempatkan


intracorporeal digunakan untuk menutup prosesus vaginalis.
Montupet dan Esposito melaporkan repair hernia laparoskopi pertama yang
berhasil pada anak laki-laki. jahitan tali tas (purse string) ditempatkan di sekitar
leher kantung dan perhatian diberikan untuk memisahkan

vas deferen dan

pembuluh spermatikum. Tidak ada komplikasi pembedahan pada 45 laki-laki,


namun ada 2 yang mengalami rekuren dini memerlukan repair laporskopi yang
kedua. Dia juga merusak tekniknya dengan menggunakan beberapa jahitan
interrupted daripada jahitan Z untukmenutup kanutung. Prosedur ini dilakukan
pada 129 pasien (81 anak laki-laki), dengan 1 rekurensi dini. Lebih baru
lagi,Schier mengadopsi jahitan tali tas (purse string)sebgai usaha mengurangi
rekurensi.
Kelompok lain telah menggunakan

alat yang digunakan khusus untuk

melewatkan jahitan ekstraperitoneal disekitar leher kantung. Lee dan Liang


melaporkan pada 450 pasien dimana alat semacam ini digunakan dan ditemukan
tingkat rekurensi 0,088%, dibandingkan dengan repair terbuka. Prasad dkk
melaporkan suatu seri kecil dimana suatu jarum besi penusuk melengkung untuk
membantu melintasnya jahitan.
Teknik repair hernia laparoskipi masih berkembang dan bermasalah dengan
tingginya tingkat rekurensi. Kami telah berhenti untuk melakukan prosedur
laparoskopi pada laki-laki karena tingginya tingkat rekurensi dan pertimbangan
kami bahwa struktur korda tidak dapat dilihat dan melindungi juga sama baiknya
dengan trknik terbuka. Namun, perubahan signifikan pada teknik tersebut akan
berlanjut.
Pembedahan hernia laparoskopi pada laki-laki dilakukan pada pasien
dibawah anestesi umum pada posisi supine dan NGT serta kateter folley
dipasangkan. Suatu trocar 5 mm ditempatkan transumbilical. Kemudian inspeksi
laparskopi dilakukan. Hernia bilateral atau yang tidak biasa seperti hernia femoral
atau hernia direk mudah dinilai. 2 tusukan insisi 3 mm dibuat di kuadran kiri
bawah kiri dan kanan memberikan jalan awal bagi instrument 3 mm.
menempatkan portal pada jalur ini sehingga kedua sisi dapat diperbaiki dengan
mudah. jahitan tali tas (purse string)ditempatkan pada leher

kantung

14

menggunakan suatu jarum laparoskopi 3mm. struktur korda secara mudah


diidentifikasi dan dipisahkan dari jahitan tali tas (purse string). Pembentukan
hematom harus dihindari karena akan menghalangi struktur korda dan akan
menyebabkan cedera. Ketika tautan ditempatkan, maka diikatkan intracorporea.
Portal 3mm tidakperlu jahitan penutup dan dan portal umbulikal ditutupdengan
benang absorbable.
Seperti disebutkan sebelumnya, beberapa teknik alternative tersedia. Teknik
yang paling langsung mungkin adalah Prasad dkk. Pada teknik mereka, portal
umbilical ditempatkan kamera dan hanya itu portal yang digunakan. Tingkat
cincin ring pada kulit dinding abdominal ditentukan dengan palpasi dan insisi
kulit kecil dibuat dengan sebuah pisau. Dibawah panduan laparoskopi direk,
jahitan tali tas (purse string)ditempatkan melalui
kavum

peritoneum

sekitar

cincin

interna

kulit ke dalam pertengahn

menggunakan

suatu

jarum

ekstrakorporeal dan jarum di tinggal di dalam perut. Sebuah besi penusuk


digunakan disekitar setengah cinci yang lain melalui pembukaan kulit yang sama,
perhatian

untuk tidak mencederai struktur korda. Penusuk digunakan untuk

memegang jarum dan menariknya kembali. Simpul diikat ektrakorporeal dan


penutupan cincin interna dikonfirmasi secara laparoskopi.
Pada wanita kami lebih memilih untuk menggunakan teknik ligasi kebalikan
laparoskopi (LIL) karena tidak ada keperluan untuk mempertimbangkan struktur
korda. Suatu klem pemegang usus atau Maryland ditempatkan ke dalam kantung
hernia dan apeks di dikembalkan ke kavum abdomen (gambar 74-6). Kantung
dipelintir dan 2 endoloop ditempatkan pada dasar untuk meligasi kantung.
Perhatian diperlukan untuk memastikan bahwa saat memelintir kantung, struktur
adneksa tidak terperangkap pada ligasi tinggi. Kami tidak memelliki rekurensi
pada seri kami dan komplikasi pembedahan cukup rendah.
2.8. EKSPLORASI KONTRALATERAL
Pada 1995 Rothenberg dan Barnett melaporkan bahwa anak dengan hernia
inguinal, 100% lebih muda dari 1 tahun dan 68,5% dari yang lebih tua dari 1
tahun memliki hernia bilateral. Sejak laporan tersebut, ekplorasi bilateral menjadi

15

salah satu perdebatan yang paling sering pada bedah hernia anak. Aplikasi terkini
dari laparoskopi sebagai diagnose hernia bilateral telah menambah perdebatan.
Karena tingginya tingkat hernia bilateral, Rothenberg dan Barnett
merekomendasikan

eksplorasi kontralateral, namun beberapa temuan mereka

bukan benar-benar hernia namun lebih pada patent prosesus vaginalis. Meskipun
banyak ahli bedah mendukung eksplorasi rutin, yang lainnya mencatat bahwa
terdapat tingkat eksplorasi negative yang tinggi karena tidak setiap patent
prosesus bekembang menjadi hernia klinis. Eksplorasi rutin memberika resiko
baik pada kedua testis dan kedua vas deferen. Meskipun begitu, pada sebuah
survey ahli bedah anak pada 1981, Rowe dan Marchildon menemukan bahwa
80% ahli bedah melakukan secara rutin eksplorasi kontralateral pada anak lakilaki dan 90% dilakukan pada perempuan lebih muda dari 1 tahun. Suatu survey
terbaru menunjukkan tren yang menjauh dari eksplorasi rutin kontralateral : 40%
responden mengeksplorasi secara rutin lak-laki lebih muda dari 2 tahun dan hanya
13% eksplorasi rutin laki-laki antara 2 dan 5 tahun, 39% eksplorasai rutin
perempuan dan 51% eksplorasi rutin bayi premature. Survey ini juga
memperlihatkan tren lain: 24% ahli bedah menggunakan laparoskopi untuk
mengeksplorasi sisi kontralateral.
Kami percaya bahwa eksplorasi rutin sisi kontralateral menciptkan banyak
prosedur tidak perlu, penempatan vas deferen dan testis kontralateral yang tidak
perlu pada resiko, dan pengeluaran biaya yang bertambah. Kami mendasarkan
penilaian oada fakta bahwa meskipun sebanyak 60% hingga 80% bayi yang ebih
muda dari 1 tahun dan 40% dari anak yang lebih besar memiliki paten prosesus,
hanya sekitar 20% pasien yang muncul dengan hernia unilateral akan mengalami
hernia klinis pada sisi yang lain. Beberapa studi menunjukkan bahwa insidensi
hernia pada sisi yang asimptomatik serendah 7%. Sehingga banyak ahi bedah
melakukan eksplorasi kontralateral selektif berdasrkan usia dan jenis kelamin
dari pasien atau sisi dair hernia.
Jenis kelamin
Banyak ahli bedah melakukan eksplorasi bilateral pada perempuan
khususnya karena sangat sedikit memberikan resiko kepada pasien karena relative
langkan menemukan struktur reproduksi dalam kanutung . Pada survey 1981,
16

Rowe dan Marchildon melaporkan bahwa 90% dari ahli bedah secara rutin
mengeksplorasi selangkangan kontralateral pada anak perempuan lebih muda dari
1 tahun. Wiener dkk mensurvey ahli bedah pada 1996 dan menemukan bahwa
84% melakukan eksplorasi rutin pada anak perempuan lebih muda dari 4 tahum.
Tampak bahwa tren ini menrun, karena pada 2002 Levitt dkk menemukan bahwa
hanya 39% ahli bedah melakukan eksplorasi bilateral pada anak permpuan lebih
muda dari 5 tahun, meskipun temuan yang langka struktur reproduksi pda kantung
hernia, kerusakan dasar inguinal dan nervus

ilioinguinal dan iliofemoral

mungkin terjadi. Karena kekurangan dari data follow up pada sumber, membuat
sulit untuk menjumlahkan resiko tersebut. Kami hanya mengetahui sekitar 20%
deari perempuan engan hernia unilateral akanmengalami hernia kontralateral
sehingga eksplorasi dalam jumlah besar diperlukan untuk mencegah hernia
muncul. Chertin dkk baru ini merevie 300 anak perempuan yang menjalani repair
hernia unilateral. Dalam rentang follow up 1-4 tahun, hanya 8% mengalami
hernia kontralateral, dan ini tidak dipengaruhi oleh usia pada saat operasi atau sisi
awal hernia.
Usia
Berdasarkan temuan Rothenberg dan Barnett bahwa 100% bayi lebih muda
dari 1 tahun dengan hernia inguinal memiliki paten prossesus vaginalis, banyak
ahli bedah secara rutin melakuakn eksplorasi kontralateral pada bayi. Pada survey
ahli bedah 2002, 51 % responden menyatakan

bahwa mereka secara rutin

melakukan eksplorasi kontralateral pda bayi premature, dan 40% melakukan


eksplorasi kontralateral pada anak laki-laki lebihn muda dari 2 tahun. Ini dianggap
lebih rendah dari 80% responden yang secar rutin melakukan eksplorasi sisi
kontralateral pada aanak laki-laki pada survey 1981. Pada suatu seri dari 1052
pasien yang diikuti selama 11 tahun, hernia kontralateral tampak pada 13,1%
anak laki-laki lebih muda dari 1 tahun dan 13,7% dari mereka lebih mmuda dari 2
tahun. Pada akan perempuan, hernia kontralateral pada 9,6% pasien lebihmuda
dari 1 tahun dan 13,9% dari mereka lebih muda dari 5 tahun. Seri lain yang
tekini memperhatikan 181 bayi yang lebih muda dari 1tahun yang menjalani
repair unilateral. Dalam follow-up rentang 5-10 tahun, 7,7% mengalami hernia
kontralateral. Berdasrkan hasil ini, dipertanyakan apakah anak yang lebih muda

17

memiliki resiko yanglebih tinggi

mengalami hernia inguinal kontralateral di

kemudian hari.
Sisi
Suatu spekulasi bahwa hernia sisi kanan lebih sering daripada sisi kiri
karena prosesus vaginalis kanan menutup lebih lambat. Sehingga pasien dengan
hernia sisi kiri akan cenderung mengalami hernia bilateral daripada yang awalnya
hanya dengan hernia sisi kiri. McGregor dkk mereview sebuah pengalaman 20
tahun dan menemukan bahwa 41% pasien dengan inisial hernia inguinal kiri
kemudian akan mengalami hernia kanan, dimana hanya 14% pasien yang awalnya
memiliki hernia sisi kanan akan mengalami hernia kiri. Seri

yang lain

melaporkan tingkat yang jauh lebih rendah kejadian kontralateral setelah repair
sisi kiri. Sebagai contoh, Kemmotsu dkk mereview 1052 psein yang menjalani
repair unilateral dan menemukan bahwa sisi yang awalnya direpair tidak
mempenaruhi rekurensi kontralateral. Pada suatu meta analisa, Miltenburg dkk
menemukan bahwa dengan repair kiri, resiko rekurensi kontralateral 11% lebih
tinggi daripada repair kanan. Keseluruhan, tampak bahwa sisi awal hernia tidak
berhubungan denganresiko hernia kontralateral.
Teknik eksplorasi alternatif
Dalam usaha membatasi jumlah eksplorasi kolateral negative, teknik
alternative telah digunakan untuk menentukan patensi dari prosesus vaginalis.
Salah satunya adalah
abdomen dikembangkan

pneumoperitonium diagnostic (Goldstein tes) dimana


via kantung hernia dan selangkangan kontralateral

dipalpasi untuk melihat krepitasi, mengindikasikan patensi prosesus vaginalis.


Pada suatu studi dari 62% pasien, 7 (11%) merupakan postif. Masing-masing
menjalani eksplorasi dan ditemukan memiliki hernia kontralateral. Dari 55 pasien
lainnya, hanya 3 (5%) memiliki hernia klinis. Pada opini kami, teknik ini aman
dan terpercaya, namun yang lain menemukan tidak dapat dipercaya dan cenderung
meleatkan suatu paten prosesus. Dilator Bakes telah digunakan untuk
menyelidikiselangkangan kontralateral, namun teknik sering sulit dan juga tidak
realible. Herniogram sebelumnya didiskusikan dan jarang digunakan sekarang.

18

USG juga didiskusikan lebih awal dan cukup sensitive unutk mendeteksi adanya
paten prosesus vaginalis ketika criteria ukuran sesuai digunakan.
Laparoskopi
Pada awal 1990 laparoskopi diperkenalkan dengan tujuan menilai
selangkangan kontralateral. Laparoskopi memiliki kelebihan secara teknik mudah
dan memberikan visualisasi langsung cincin interna kontralateral dan sekarang
sudah tersedia secara luas. Laparoskopi dapat dilakukan dalam beberpa cara.
Mungkin teknik yang paling sering adalah menempatakan suatu portal melaluii
kantung hernia ipsilateral untuk mengembangkan abdomen dan memasukkan
kamre. Evaluasi sisi kontralateral lebih mudah dengan penggunaan bagian sudut
(misalnya 70 derajat). Yang lain memasukkan kamrea kecil melalui penempatan
angiokateter melalui dinding abdomen untukmemberi visualisasi segaris. baik
skop fleksibel maupun kaku juga telah digunakan.
Yerkes dkk menggunakan laparoskopi untuk mengevaluasi 627 pasien yang
lebih muda dari 10 tahun dengan hernia unilateral selama periode 5 tahun pada
munculnya paten prosesus vaginalis kontralalteral (CPPV). Diantara pasien yang
lebih muda dari 1 tahun, 46% didiagnosa dengan CPPV, 39% daripadanya lebih
besar dari 1 tahun memiliki CPPV. Geisler dkk mengevaluasi 358 pasien berusia
1 bulan hingga 13 tahun dan menemukan bahwa keseluruhan insiensi CPPV
adalah 33%. Berdasrakan usia, insidensi sbb : 50% lebih muda dari 1 tahun, 45 %
lebih muda dari 2 tahun, 37% lebih muda dari 5 tahun dan 15% lebih besar dari 5
tahun. Pelligrin dkk mempelajari 50 pasien dan menenmukan bahwa keseluruhan
insidensi CPPV adalah 315, Rescorla dkk melaporkan 48% seluruh insiden.
Secara keseluruhan laparoskopi menunjukkan tingkat yang cukup konsisten
terhadap CPPV sekitar 30%-45%.
Pertanyaan menjadi apakah CPPVakhirnya akan

menjadi hernia klinis?

Jawabannya tidak diketahui dan cenderung memerlukan percobaan prospektif dan


follow-up sepanjang hidup-secara praktik tidak mungkin. Namun, Kiesewater dan
Parenzan melakukan eksplorasi kontralateral rutin pada bayi 100 bayi lebih kecil
dari 2 tahun dan menemukan 61% insidensi CPPV mereka kemudian mengikuti
secara ketat 231 pasien yang hanya menjalani repair unilateral dan menemukan

19

bahwa 31% mengalami hernia kontralateral, sekitar setengah dari yang


diperkirakan. Berdasarkan pada data ini dan data dari Rowe dan Clatworthy,
diharapkan laparoskopi dapat menurunkan jumlah prosedur yang tidak diperlukan
secara signifikan. Lebih jauh saat meninmbang factor waktu dan peraltan terdapat
peningkatan dalam jumlah biaya yang signifikan, namun denganpenggunaan alat
yang bisa dipakai berulang (reuseable), maka factor waktu dan biaya dapat
dihilangkan.
Pada usia anak, tingkat CPPV jelas meningkat. Pertanyaan muncul, adakah
titik usia dimana laparoskopi tidak bernilai lagi? Bhatia dkk mempelajari 101 anak
antara 2-8 tahun dan 171 anak lebih muda dari 2 tahun. Diantara kelompok yang
kedua, 38% memiliki CPPV, dimana 20% dari anak yang lebih besar memiliki
CPPV. dalam suatu kelompok terdiri dari 12 pasien yang lebih besar dari 8 tahun,
hanya 1 yang positif CPPV. penulis menyimpulkan bahwa laparoskopi dibenarkan
pada anak lebih besar dari 2 tahun namun tidak dapat mencapai kesimpulan pada
anak yang lebih besar dari 8 tahun karena kecilnya ukuran sampel. Pada studi
Geisler dkk, ada 15 % insidensi CPPV pada pasien yang lebih besar dari 5 tahun.
Tampaknya antara usia 5 hinga 8 tahun terdapat

penurunan yang signifikan

daripenggunaan laparoskopi.
2.9.HERNIA YANG TIDAK TEREDUKSI (inkarserasi)
Kebanyakan hernia inguinal bisa dimasukkan ke dalam kavum abdomen.
Pada yang sulit dimasukkkan akan mengalami inkarserasi. Terjadinya hernia yang
tercekik

(strangulasi) saat ada gangguan vascular dari jeratan visera, yang

diakibatkan konstriksi dari cincin

interna atau eksterna. Kebanyakan anak

mengalami progresifitas yang cepat untuk strangulasi jika hernia tidak berkurang.
Awalnya konstriksi oleh cincin menyebabkan obstruksi limfatik dan vena dan
selanjutnya pembengkakan visera. Diikuti terganggunya arteri dan jika proses
tidak dikoreksi akan menyebabkan gangrene dan perforasi usus dan organ visera
lain. Strangulasi dapat juga merusak testis dengan menggangu suplai darah dan
pasien dengan hernia hernia inkarserata cenderung memiliki testi atropi setelah
repair hernia.

20

Beberapa seri melaporkan bahwa insidensi inkarserasi berkisar dari 12%


hingga 17% dan sama pada pria dan wanita. Inkarserasi cenderung terjadi pada
tahun pertama dari kehidupan, dan insidensi menurun setelahnya (gambar 74-7).
Pada 2 seri yang lebih besar bayi aterm yang lebih muda dari 2-3 bulan,
ditemukan memiliki tingkat inkarserasi 28% - 31%, dalam laporan lain tingkatan
adalah 24% pada bayi yang lebih muda dari 6 minggu. Menarik bahwa bayi
premature memiliki insidensi yang lebih rendah dibandingkan dengan bayi aterm
(13% dan 18%). Hal ini dapat merupakan hasil dari cincin yang lebih besar dan
otot yang lebih lemah. Banyak dari bayi ini berada di NICU dibawah pengawasan
ketat dan hernia inkarserata dapat dicegah dengan reduksi dini atau mungkin tidak
terlaporkan.

Diagnosa strangulasi
Jika usus terperangkap di hernia, pasien sering kali sangat gelisah dan
mengalami nyeri yang intens, diikuti tanda dari obstruksi (distensi abdomen,
muntah muntahm tidak ada flatus dan feses). Massa non fluktuatif ditemukan di
selangkangan, mungkin dapat mencapai ke dalam skrotum. Karena visera terstrangulasi, massa menjadi lebih bengkak. Kadan massa bersifat transilumasi dan
dapat tampak seperti hidrokel. Massa harus diaspirasi dengan tujuan untuk
mendiagnosa dan memperlakukan seperti hidrokel.
Tanda lambat dari strangulasi adalah syok darah di feses dan peritonitis. Tes
biasanya dengan mempalasi namun mungkin sulit untukmembedakannnya dengan
torsio testis. Radiologi abdomen menunjukkan obstruksi

usus komplit atau

21

parsial. Udara usus mungkin tampak di skrotum. Pada beberapa kasus, USG
bermanfaat dalam membedakan usus dengan cairan hidrokel atau torsio testis.

Managemen non operatif


Pasien tanpa tanda yang jelas dari syok atau peritonitis, manajemen non
operatif dicoba terlebih dahulu. Pada beberapa contoh usus yang inkarserasi yang
terletak di anterior dari cincin eksterna dan terperangkap disana, kami lebih
memilih teknik berikut gambar 74-8) : baringkan anak dan cobalah
menenangkannya tanpa memberi makan, dengan kaki ditinggikan jika mungkin.
Berdiri pada sisi ipsilateral anak, atau pada kaki bayi, tempatkan jari kedua dan
ketiga pada SIAS dan telusuri jari sepanjang kanal inguinal kea rah skrotum
ipsilateeral, jaga tekanan pada testis, massa inguinal atau kulit skrotum dengan
tangan kiri. Tarikan gentel konstan pada skrotum membantu meluruskan jalur
kantung hernia dengan jalur kanal inguinal. Kemudian pada level cincin interna
lateral, tempatkan tekanan dengan jari telunjuk kanan dan jempol pada sisi lain
leher hernia. Sepanjang tarikan skrotum,ini membantu meluruskan cincin interna
dan eksterna dan menjaganya terbuka, dan mencegah kantung hernia tumpang
tindih atau terperangkap

selama reduksi. Akhirnya, dengan tangan kiri pada

massa apeks, dan dengan tekanan konstan pada level cincin interna dari jari
telunjuk dan jempol, gerakkkan jari tangan kiri kea rah atas selangkangan menuju
cincin interna, jaga tekanan

tetap konstan pada dasar isi hernia. Teknik ini

membutuhkan beberapa menit. Jika berhasil. Isi hernia secara perlahan akan
masuk ke dalam cincin interna. Untuk memastikan nahwa hernia terredukso,
bandingkan sisi kontralateral. Jika teknik tidak berhasil atau anak memiliki waktu
toleransi

yang

menyulitkan,

sedasi

dapat

berguna.

Kami

tidak

merekeomendasikan reduksi usus dibawah anestesi umum, karena mungkin


mencederai usus atau ganggren usus dapat kembali ke kavum peritoneum dan
tidak diketahui. Sering sedasi sendiri mencetuskan reduksi spontan. Reduksi atau
ganggren usus telah dilaporkan, namun kami merekomendasikan observasi anak

22

24 jam di rumah sakit setelah reduksi yang sulit. Kami menunda repeir definitive
hernia selama paling sedikit 24-48 jam untuk membiarkan edem pulih.

Managemen operatif
Ketika managemen non operatif gagal atau pasien memiliki tanda syok atau
peritonitis diindikasikan. Pasien disiapkan untuk pembedahan dalam cara yang
standar. Cairan intravena diberikan dan urin output dimonitor. Anti biotic
spectrum luas diberikan dan jika tanda obstruksi muncul, NGT dipasangkan.
Setelah resusitasiyang adekuat, pasien dipindahkan ke ruang operasi. Jika hernia
berkurang setelah anestesi umum diberikan namun sebelum operasi, ope4rasi
harus tetap dilanjutkan. Beberapa pendekatan operasi telah diajukan untuk hernia
inkarserata, termasuk pendekatan inguinal dan preperitonium. Laparoskopi bisa
juga berguna pada manageemn hernia inkarserata.
Pendekatan inguinal
Pendekatan standar untuk repair hernia inguinal digunakan, kecuali insisi
lebih panjang. Cicnin eksternal dibuka dan kantung hernia diidentifikasi. Jika isi
hernia masih ada, diinspeksi dan jika viable reduksi kembali ke kavum
peritoneum. Hernia kemudian direpair dengan cara yang standar. Jika usus tidak
dapat direduksi, pembuluh epigastrikinferior diligasi dan porsio lantai kanal

23

inguinal diturunkan untuk memperlebar cincin interna. Suatu repair lantai kanal
perlu pada kasus ini.
Jika usus dalam kantung hernia diragukan viabilitasnya, maka dapat ditutup
dengan busa hangat dan diinspeksi kembali beberapa menit. Jika cincin interna
berkonstriksi, dapat diperlebar. Perhatikan usus agar tidak masuk kembali ke
kavum peritoneum. Jika usus dianggap tidak viable, maka bisa direseksi dan
dianastomose melalui insisi inguinal, dengan suatu insisi melalui fasia
transversalis (insisi La Roque) atau dengan insisi yangm emisahkan abdominal.
Jika usus viable, makan ditempatkan ke kaveum peritoneum dan repair hernia
selesai.
Kesulitan muncul jika isi hernia reduksi sebelum dapat diinspeksi, dimana
kantung hernia diinspeksi dan dibuka. Jika tidak ada bukti dari infark usus
ditremukan, seperti isi usus atau cairan berwarna darah, banyak ahli bedah
melanjutkan untuk repair. Laparoskopi dapat berguna untuk kasus seperti ini
untuk menentukan viabilitas usus, dengan kamere ditempatkan di posisi umbilical
atau melalui kantung hernia. Faktanya sebuah kamera ditempatkan pada
permulaan proses, dan isi hernia dapat direduksi di bawah visualisasi laparoskopi.
Jika isi konten viable, repair hernia standar dilakukakan. Jika usus dipertanyakan,
maka dapat dinspeksi ulang dengan laparoskopi setelah repair hernia. Jika jelas
tidak viable, usus bisa dibawa keluar melalui portal umbilical.
Pendekatan preperitonium
Beberapa ahli bedah lebih memilih pendekatan preperitonium untuk hernia
inkarserata. Pendekatan ini dijelaskan pada dewasa oleh Cheatle pada 1921,
dengan sukses telah digunakan pada anak. Kamledeen dan Shanbhogue pada suatu
laporan 24 pasien, dan Turnock dkk dalam laporan 12 pasien menemukan
pendekatan preperitoneum lebih mudah dalam hal mereduksi iai hernia dan
melakukan herniotomi. Jika perlu, peritoneum dapat dibuka untuk menentukan
usus viabilitas.
Pendekatan preperitonial dilakukan melalui suatu insisi lipatan kulit pada
level SIAS dan pendekatan gridion standar dilakukan untuk mencapaibidang
datar peritoneum. Cincin interna dan kantung hernia diidentifikasi lateral ke

24

pembuluh epigastrik inferior. Peritoneum kemudian dibuka pada dasar kantung


hernia dan dan isinya diinspeksi. Usus yang tidak viable dapat dengan mudah
diatasi dengan insisi. Sebaliknya, isi usus direduksi kembali ke dalam kavum
peritoneum dan herniotomi dilakukan. Cincin eksterna dapat mencegah reduksi,
maka dapat dipisahkan secara superficial dengan otot obliq eksterna diturunkan
ke cincin eksterna dan diperluas. Ketika herniotomi dilakukan, luka ditutup
dengan cara yang standar. Inisisi ini menyerupai suatu parut apendektomi pada
sisi kanan,sehingga orang tua harus diingatkan mengenai ini. Pendekatan
preperitonium bisa juga dilakukan transperitonium dan lebih disukai oleh
beberapa ahli bedah.
Pendekatan Pfanenstiel
Koga

dkk

baru-baru

ini

mengajukan

pendekatan

transperitonium

Pfannenstiel untuk hernia inkarserata. Mereka melakukan insisi kulit Pfannenstiel


diikuti oleh fasiotomi garis tengah. Usus direduksi dan diinspeksi dan jika reseksi
diperlukan, kantung hernia dapat juga denganmudah direpair melalui insisi ini.
Penulis menunjukkan bahwa pendekatan ini meninggalkan parut yang dapat
diterima secar kosmetik.
Pendekatan yang disukai penulis
Pendekatan yang kami sukai yaitu melakukan laparoskopi melalui portal
umbilicus, mereduksi isi hernia dibawah visualisasi laparoskopi dan melakukan
herniotomi dengan suatu insisi standar.

Tidak ada laporan mengenai repair

laparoskopi komplit hernia innkarserata pada anak.


Ovarium inkarserata
Perhatian khusus haru dibuat pada pasien wanita dengan ovarium
inkarserata asimtomatik. Banyak ahli yang percaya bahwa inkarserata ini, mobile,
dan tidak beresiko untuk strangulasi. Laporan

telah merubah ide ini.

Konsensusnya adalah hernia iniharu di repair sesegera mungkin.


2.10. KOMPLIKASI POST OPERASI

25

Pembengkakan skortum
Setelah repair hernia, dan khususnya setelah setelah repair hidrokel
komunikan, cairan mungkin berkumpul di kantung distal, membentuk suatu
hidrokel. Biasanya menghilang secara spontan, jarang sekali aspirasi diperlukan.
Hematom scrotal dapat diikuti dengan eksisi dari kantung distal.
Undesensus testis iatrogenic
Undesensus testis iatrogenic setelah repair hernia tidak sering terjadi namun
mungkin tidak terlapor. Kiesewatter dan Oh melaporkan

2 pasien dengan

abnormalitas in pada suatu seri dari 248 pasien, dan Hecker dan Ring-Mrozik
melaporkan 5 pasien pada suatu seri dari 1957 pasien, dengan insidensi 0,2%.
Kecuali pada kasus Undesensus testis congenital, abnormalitas ini berasal dari
kegagalan untuk menempatkan kembali testis pada skrotum pada akhir prosedur,
atau testis terperangkap pada lokasi yang tertarik. Orkidopeksi diperlukan untuk
menkoreksi masalah ini.
Rekurensi
Sulit untuk menentukan insidensi tepat dari rekurensi setelah repair hernia
inguinal indirek karena factor seperti jenis kelamin dan inkarserasi tidak selalu
jelas dalam seri yang dilaporkan. Secara umum, tingkat rekurensi dilaporkan
untuk repair hernia yang tidak komplit adalah 0% hingga 0,8%, meningkat sekitar
15% untuk bayi premature dan sekitar 20% setelah operasi hernia inkarserata.
Pada banyak seri pasien tidak dihubungi untuk review jangka panjang, sehingga
true insiden tidak diketahui dan mungkin lebih tinggi daripada yang disebutkan.
Laporan pada pasien dengan hernia inguinal inkarserata sering tidak dinyakatakan
apakah managemen awal operatif atau non operatif.
Banyak factor berhubungan dengan perkembangan hernia primer mungkin
menjadi prediposisi untuk rekurensi. Sebagai contoh, Grosfeld dkk dalam suatu
seri pada 25 pasien dengan VP shunt, mengidentifikasi 3 hernia inguinal rekuren
(12%). Inkarserasi juga juga merupakan factor resiko untuk rekurensi. Steinau
dkk menemukan hernia inguinal, hernia primer

telah inkarserasi pada 24%,

sebaliknya insidensi 7,6% rekurensi dilaporkan pada 2752 pasien tanpa


inkarserasi. Factor lain merupakan komplikasi post operatif (9,4% tingkat

26

rekurensi) dan penyakit penyerta dan abnormalitas. Menarik, Harvey dkk


menemukan bahwa level keahlian ahli bedah bukan merupakan suatu factor
meskipun inadekuat teknik berkontribusi untuk rekuren. Kabanyakan hernia
inguinal rekuren indirek dan mungkin hasil dari robekan suatu kantung rapuh,
kegagalan pemisahan kantung, terlepasnya ligasi dari kantunghernia, atau gagal
meligasi kantung dengan cukup tinggi pada cincin interna. Factor resiko lain
unutk rekurensi adalah prematuritas. Beberapa seri telah melaporkan

suatu

tingkat rekurensi yang meningkat pada bayi premature, berkisar 1 % - 15 %.


Tidak terlalu sering rekurensi muncul sebagai hernia direk atau hernia
femoral pada operasi pertama. Dari 34 rekurensi yang dilaporkan oleh steinau
dkk, 2 merupakan direk dan 1 femoral. Pada seri yang dilaporkan

oleh

Fonkalsrud dkk, 4 dari 13 hernia inguinal indirek (31%) diikuti repair hernia
indirek. Hernia direk yang muncul setelah repair suatu hernia indirek merupakan
suatu hernia yang tidak diketahui pada operasi pertama atau patolog baru yang
disebabkan oleh kerusakan dinding posterior kanal inguinalis selama pembedahan
awal. Hernia rekurensi pada daerah femoral juga cenderung menjadi hernia yang
terlewatkan daripada suatu true rekuren.
Beberapa seri besar mengenai repair hernia inguinal laparoskopik telah ada.
Schier melaporkan 403 repair hernia pada 279 pasien dan tingkat rekurensi adalah
2,3%. Teknik repair hernia inguinal laparoskopik bervariasi dari tiap ahli bedah
dan masih berkembang. Dalam pengalaman kami dengan repair hernia
laparoskopik pada pria, tingkat rekurensi cukup tinggi, sehingga kami tidak
menggunakan teknik ini pada pria. Namun pada wanita menggunakan repair LIL
seperti yang dijelaskan sebelumnya, kami tidak mendapatkan rekuren.
Cedera vas deferen
Meskipun vas transeksi mungkin jelas secara intraoperatif, cedera operasi
terhadap vas deferen cenderung tidak diketahui hingga dewasa dan bahkan
meskipun cederanya bilateral. Van transeksi harus segera direpair dengan jahitan
benang monofilament absorbable 8-0 dengan bantuan kaca pembesar. Sparkman
melaporkan 1,6% insidensi cedera yang terbukti pada vas deferen bedasarkan
temuan dari segmen vas deferen pada 5 dari 313 kantung hernia dari anak yang

27

menjalani repair hernia. Detail dari kasu tidak dipublikasi dan tidak ada informasi
klinis atau histology yang tersedia. Walker dan Mills menemukan inklusi
glandular kecil sekitar 6% dari kantung hernia dari anak laki-laki prepubertas,
yang mereke percaya merupakan sisa duktus mullerian dan bukan segmen dari vas
deferen. Menreka menekankan bahwa struktur tersebut adalah tidak signifikan
secara klinis. Hal ini sepertinya cenderung smerupakan struktur yang sama pada
beberpa temuan yang dilaporkan oelh parkman. Perhitungan yang lebih baik
disediakna oleh Steigman dkk, yang mereview histology kantung hernia diambil
dari 7314 laki-laki yang menjalani repair hernia selama periode 14,5 tahun. 17
kasus terdapat vas deferen (0,23%), 22 epididimis (0,3%) dan 30 sisa embrio
90,4%). 3 kantung (0,04%) terdapat vas deferen dan epididimis. Patrick dkk
menemukan hanya 0,13% insiden dari cedera vas deferen dalam suatu analisa
dari 1494 kantung dan berargumen bahwa insidensinya sangat rendah sehingga
pemeriksaa rutin histology tidak dapat menjamin.
Sliding dan jank menunjukkan kerentanan vas deferen ketika repair hernia.
Dalam percobaan mereka, vas deferen tiukus dibuka dan digenggam dengan
jari,forcep tanpa gigi, klem vascular bullog atau hemostat mosquito. Studi seri
dari

vas

deferen

dilakukan

dalam

bulan,

dan

kerusakan

vas

deferenditemukanpada semua intervensi kecuali digital handling. Ceylan dkk


menunjukkan bahwa pelebaran korda permatika juga merusak vas deferen dan
testis. Mereka melakukan pelebaran horizontal dalam berbagai jumlah pada korda
spermatika tikus. Penipisan yang signifikan dari lapisan otot lunak dari vas
deferen juga dicatat dengan semua derajat pelebaran.
Hubungan antara fertilitas pria
Homonnai dkk melaporkan

dan repair hernia inguinal tidak jelas.

temuan pada 131 pria yang dirujuk pada klinik

infertillitas yang menjalani repair hernia inguinal anatara usia 2 dan 35 tahun,
meskipun 14% pria ini memiliki testikulal atropi atau temuan sprema abnormal
yang mungkin berhubungan dengan operasi hernia, detail kliis seperti insidensi
inkarserata dan pengalaman ahli bedah tidak dilaporkan. Yvetz dkk meriveiw
8500 pasien dirujuk pada klinik infertilitas, 565 daripadanya (6,65%) melaporkan
insidensi repair hernia inguinal denganatau tanpa atropi testis. Tidak ada

28

hubungan yang ditemukan antara usia repai hernia dan kualitas semen setelah
operasi.
Cedera operasi vas deferen mungkin hasil dari obstruksi vas deferen dengan
perubahan spermatozoa ke limfatik testis.Leakagebarier testi-darah memproduksi
suatu antigenic pengganggu, dengan pembentukan antibody auto agglutinasi
spermtik, 12 (16%) pasien menjalani repir hernia inguinal unilateral ketika kanakkanak. Pada 10 pria, tempat repair hernia ditelusuri dan pada 5 pasien, obstruksi
vas deferen teridentifikasi. Penulis menyimpulkan bahwa transeksi aksidental
danligasi vas deferen terjadi selama repair hernia pda anak dan mungkin menjadi
alasan infertilitas pada pria. Parkhous dan Hendry melaporkan temuan serupa,
sehingga meskpiun laporan tidak mengindikasika insidensi infertillitas pria setelah
repair hernia inguinal mereka menunjukkan bahwamer ada sebuah hubuungan.
Atropi testis
Pembuluh testis rentan cedera operasi, khususnya pada bayi kecil, namun
laporan atropi testis setelah repair rutin hernia jarang. Fisher dan Mumenthaler
dan Fashtrom dkk masing-masing melaporkan insidensi 1% atropi testis. Pada
studi tersebut teknik operasi bervariasi, dan jumlah hernia inkarserata tidak
dilaporkan, sehingga ini tidak merefleksikan insidensi sebenarnya dari atropi testis
saat repair hernia dilakukan oleh ahli bedah berpengalaman menggunakan ligasi
tinggi sederhana untuk menutup bukaan kantung.
Dengan hernia inkarserasi, suplai darah ke terstis dapat terganggu. Insidensi
gangguan testis dalam hubungan dengan hernia inguinal inkarserata berkisar dari
2,6% hingga 5%. Temuan testis sianotik pada operasi emergensi sering, terjadi
sekitar 11% hingga 29% kasus. Insiden sebenarnya dari atropi testis diindikasikan
oleh pemeriksaan histology atau penurunan ukuran saat follow up jauh lebih
rendah,bervariasi dari 0% hingga 19%. Laporan seri pasienyang dilayani pada
operasi emegensi terdiri dari sejumlah kecil pasien dan panjang follow up dan
criteria evaluasi testis bervariasi. Puti dkk dalam suatu analisa 87 anak laki-laki
dengan hernia inkarserata ditangani dengan reduksi non operatid, menemukan
atropi testis unilateral pada 2 pasien (2,3%). Dari data yang tersedia, kami

29

menyimpulkan gangguan vascular sering namun resiko infrak sebenarnya sedikit.


Sehingga, jika tidak benar-benar infrak, testis tidak harus diangkat.
Herniasi ovarium
Herniasi ovarium dan tuba falopi juga rentan terhadap gangguan vascular
sebagai hasil dari inkarserasi atau mungkin torsio ovarium dalam kantung hernia.
Laporan insidensi strangulasi dari ovarium yang tidak tereduksi setinggi 32%.
Boley dkk melaporkan tingkat strangulsi 27% pada 15 wanita yang mengalami
inkarserasi.
Cedera usus
Dengan hernia inkareserata, insiden infark usus sangat rendah. Antara 1960
dan 1965 insidensi resksi usus pada laporan Rowe dan Clatworthy dari 351 pasien
dengan hernia inkarserata adalah 1,4%. Suatu review dari 3 seri yang
dipublikasikan sejak 1978 menunjukkan tidak ada reseksi pada 221 pasien dengan
hernia inkarserata.
Hilangnya domain abdominal
Satu komplikasi dari pembedahan hernia khususnya pada bayi premature,
yangj arang didiskusikan yaitu gagal nafas post operatif sebagai hasil dari
hilangnya domain usus. Pada hernia inguinal besar, khususnya bilateral, mayoritas
usus dapat berada dalam kantung hernia dan di luar kavum peritoneum. Jika ini
bertahan untuk bebrapa waktu, usus dapat hilang domain perutnya. Selama repair,
usus kembali ke kavum abdomen, menjadikan meningkatnya tekanan intra
abdomen dan gagal nafas. Bscombe dkk melaporkan seorang bayi eks premature
dengan hernia bilateral besar memerlukan 41 hari ventilator mekanik setelah
repair.
Gagal nafas setelah repair hernia inguinal cukup sering. Gollin dkk
menemukan bahwa 34% bayi premature memerlukan ventilator mekanik setelah
herniorafi. Peningkatan tekananaabdomen sebgai hasil dari hilangnya domain
mungkin suatu contributor yang tidak diketahui dari masalah ini. Sebagai hasil
dari pengalaman kami, kami merekomendasikan repair hernia bilateral besar pada

30

operasi elektif, dengan teknik modern, resiko anestesi yang kedua sangat rendah.
Pada keadaan emergensi, repair hernia inkarserata seperti ini, sebuah silo yang
digunakan pada defek dinding perut dapat dipertimbangkan unut menurunkan
tekanan kompartemen perut dan menyebabkan usus kembali secara perlahan ke
abdomen.
2.11. MORTALITAS
Mortalitas yang berhubungan dengan hernia inguinal mungkin terkit dengan
komplikasi hernia atau factor resiko yang telah ada, seperti prematuritas atau
penyakit jantung. Pada 1983 Thorndike dan Ferguson melaporkan keseluruhan
mortalitas 2,8% pada hernia inkarserata yang ditangani antara 1927 dan 1936.
Pada 1954 Clatworthy dan Thompson melaporkan 1 kematian pada 135 pasien
yang ditangani dengan hernia inkarserata (0,7) dalam laporan 1970 dari instutusi
yang sama, tidak ada kematian diantara 351 pasien. Karena itu, kematian karena
hernia menjadi suatu yang langka. Di UK pada 1989, 5 kematian dilaporkan
pada bayi dengan hernia strangulate. Factor resiko teridentifikasi meliputi usia
yang lebih muda daripada 6 bula dan kurangnya pengalaman ahli anak pada
bagian bedah dan anestesi.
Mortalitas operasi pada bayi premature sekarang langka. Pada seri yang
paling baru dari bayi premature yang menjalani repair hernia, tidak ada laporan
dari 303 pasien.
2.12. KOMPLIKASI DARI REPAIR LAPAROSKOPIK
Laparoskopi kini telah diterapkan dalan merepair hernia inguinal anak,
membuat kesimpulan jangka panjang tidak mungkin. Namun komplikasi jangka
pendek telah dilaporkan. Schier dkk melaporkan kombinasi pengalaman mereka
dengan 933 repair laparoskopi pada 666 anak, dengan follow up berkisar dari 2
bulan hingga 7 tahun. Tingkat rekurensi 3,2% namun penulis tidak memperjelas
insidensi rekuren berdasarkan usia atau jenis kelamin.
2.13. PERTIMBANGAN KHUSUS
Prematuritas

31

Telah diketahi bahwa bayi premature memiliki insidensi yang lebih tinggi
terhadap hernia inguinal dan cenderung muncul bilateral. Semkin premature si
bayi, semakin tinggi insidensi hernia inguinal. Walsh dalam suatu review dari 82
bayi dengan berat kurang dari 200 gr, menemukan insidensi 13% henia inguinal,
sedangkan 7 dari 28 bayi (25%) berat kurang dari 1500gr denga hernia inguinal
dibandingkan dengan 4 dari 45 bayi (7%) berat lebih dari 1500 gr. Rescorla dan
Grosfeld mereview 100 bayi yang lebi muda dari 2 bulan memerlukan repair
hernia inguinal, 30% dari bayi premature dan 44% mdengan hernia bilateral. 1391
bayi dengan berat lahir sangat rendah (<1500 gr) dilaporkan oleh rajpu dkk, 222
(16%) memiliki hernia dalam 28 hari dan 20 bulan . Peevy dkk mempelajari 397
bayi barui lahir dan menenmukan 9% insidensi hernia ingunal pada bayi dengan
berat 500-100 gr. Pada suatu seri laporan Harper dkk diantara 37 bayi premature
dengan berat kurang dari 1000 gr, 11 mengalami hernia inguinal, 2 dari 11
inkarserasi. Meskipun insidensi inkarserata meningkat pada bayo dan mungkin
setinggi 28 %, tampaknya lebih rendah pada bayi premature, dengan suatu laporan
insidensi 13% hingga 18%.
VP shunt dan dialisa peritoneal
Suatu factor yang signifikan pada hernia inguinal adalah cairan berlebih dan
tekanan kavum peritoneum, sedangkan pada pasien paten prosesus vaginalis,
prosedur yang membuat cairan kedalam kavum peritoneum mugkin memicu
hernia atau hidrokel. Tidak diketahui apakah hernia disebabkan oelh adanay cairan
atau sekunder karena tekanan intra abdomen. Fungsi neuromuscular abnormal
mungkin juga menjadi factor. Moazam dkk mereview 134 pasien yang menjalani
prosedur VP shunt, 19,5 % pasien dengan meningoemiolokel dan 47% dengan
IVH mengalami hernia. Berdasrkan studi ini penulis merekomendasikan bahwa
(1) bayi dengan VP shunt harus dipantau ketat untuk perkembanga klinis hernia,
(2) operasi dilakukan langsung setelah diagnose hernia karena meningkatnya
resiko inkarserasi dan (3) sisi kontralateral harus dieksplor pada kasus hernia
klinis unilateral. Penulis menyimpulkan peningkatan tekana abdominal sebgai
panyebab hernia dan kami menyimpulkan bahwa insidensi paten prosesus
vaginalis 30% pada bulan awal kehidupan.

32

Terdapat resiko yang telah ada pada pasien hernia inguinal dengan
ambulatory peritoneal dyalisis jangka panjang, berkisar 7% hingga 15%.
Intraoperati herniorafi direkomendasikan pada saat penempatan kateter dialisa
peritoneum. Alternatifnya, visualisasi laparoskpi direk dapat dilakuak pada saat
penempatan kateter. Repair bisa dilakuak via pendekatan open atau laparoskopi.
Hernia ingunal direk
Hernia inguinal direk sempat dianggap sangat jarang pada anak, namun
meningkatnya penggunaan laparoskopi telah menunjukkan bahwa lebih sering
daripada yang difikirkan sebelumnya. Dulu, yang sering muncul adalah rekurensi
setelah repair hernia inguinal indirek, mungkin karena hernia direk terlewatkan
pada operasi pertama atau diakibatkan oleh kerusakan lantai kanal inguinal
selalam operasi pertama. Diagnosa harus dicurigai jika saat mengoperasi pada
hernia indirek kantung yang biasa tidak dapt ditemukan dan defek

fasia

ditemukan medial terhadap pembuluh epigastrik inferior. Managemn dengan


repair bassini atau repair ligament Cooper.
Hernia femoral
Hernia femoral juga jarang pada anak dan sering salah diagnose secara
klinis pada pemeriksaa atau pada saat repair hernia inguinal. Pada Fonkalsrud
review 5452 pasien dengang hernia inguinal dan bruke review 5141 pasien
dengan hernia femoral berkisar usia dari 6 minggi hingga 13 tahun. Rasio wanita
=pria 2 :1. Diagnose preoperative yang benar dibuat pada 8 dari 21 pasien. 4
memiliki hernia femoral bilateral dan 5 pasien dengan hernia inkareserata.
De Caluwe dkk menjelaskan 38 pasien dengan hernia femoral dalam
periode 20 tahun, 4 pasien dengan henia femoral. Diagnose preoperative yang
tepat dibuat 53% dari 18 pasien yang salah diagnose. 7 memerlukan operasi yang
kedua. Kapan saja temuan intraoperatif tidak berkolerasi dengan

diagnose

preoperatif, pertimbangkan hernia inguinal direk atau hernia femoral.


Wright melaporkan 16 pasien dengan hernia femoral dan

memutuskan

merepai melalui pendekatan femoral (infrainguinal), menjahit ligament inguinalke


ligament pectineal dan fasia pektineal. Cerak dkk menggunakan mesh dengan

33

berhasil pada 4 anak sama juga dengan Lee dan DuBois. Kakmi lebi memilih
repair standar ligament Cooper unutuk eksplorasi perama kali dan menemukan
bahwa penempatan mesh berguna pada pasien yang sebelumnya dioperasi dengan
hernia femoral ipsilateral.
Ganngguan genetic dari jaringan lunak
Pasein dengan Hunter-Hurler, Ehlers-Danlos, dan Marfan sindrom sering
memiliki hernia inguinal dan cenderung rekuren kecuali lantai kanal inguinal
direpair dngan tambahan legasi tinggi. Coran dan Erakis menemukan bahwa 36%
dari 50 pasien dengan Hunter-Hurley sindroem memiliki hernia inguinal. Tingkat
Rekurensi dengan ligasi tinggi sendiri 56% dan herniorafi direkemonedasikan.
Pada dewasa, kami merekomendasikan ligasi tinggi dari kantung indirek diikuti
repair lantai dengan mesh tanpa tekanan.
Kistik fibrosis
Insidensi hernia inguinal pada pasien dengan kistik fibrosis antara 6% dan
15%. Insidensi tidak adanya vas deferen pada populasi umum adalah 0,5% hingga
1%, berdasarkan studi vastektomi. Pada pasiendengan kistik fibrosis, abnormalitas
vas deferen, berkisar dari obstruksi hingga komplit absen, muncul bervariasi dan
biasanya bilateral. Kegagalan mengidentifikasi vas deferen memikirkan evaluasi
kistik fibrosis. Penuaan vas deferen ditemukan berhubunga degan disgenensis
renal pada pasien yang tidak mengalami kistik fibrotic, sehingga evaluasi traktus
urinarius atas direkemendasikan pada situasi ini.
Interseks
Jarang sekali wanita secara fenotik dengan gonad yang terpalpasi pada labia
mungkin pria secara genetic dengan sindrom insensitifitas androgen atau true
hermaprodit. Jika ovarium ditemukan pda kantung hernia pada pasien perempan,
harus diperiksa denga teliti untuk bukti jaringan testis. Pria dengan
sindrominsensitifitas androgen tidak memiliki tuba falopi dan uterus, namu
mereke memiliki testis yang kecil. Hermaprodit memiliki tuba falopi dalam
kantung hernia dan pemeriksaan gonad menunjukkan ovotestis yang asimetrik.

34

Pada kedua situasi jika gonad abnormal ditemukan, maka harus diangkat. Bagian
kecil harus diambil dari tiap sisi, gonad harus diangkat dan hernia direpair.
Kondisi ini didiskusikan lebih jauh pada 121 dan 122.
Penyatuan splenogonad
Jaringan splenik mungkin menyatu dengan testis normal. Muncul dengan
masa scrotal dan diagnose preoperati biasanya adalah tumor testis. Orkhiektomi
tidak perlu, frozen section intraoperatif memberikan diagnose dan menyimpan
testis. Penyatuan spleno-ovarioum bisa juga terjadi. Penyatuan splenogonad bisa
muncul sebagai undesensus testis atau masa intr abdominal. Laparoskopi telah
digunakan baik sebagai diagnose maupun terapi.
Adrenal rest
Jaringan adrenal ektopik tampak sebagi masa kecil berupa jaringan
kekuningan pada apeks kantung hernia tidak jarang. Ditemukan pada 10 dari 385
operasi pada hernia inguinal (2,6%) dan temuan incidental pada tiap kasus. Pada
seri yang lain,insidensi adalah 0,2% pada 1077 kantung yang dianalisa. Jaringan
adrenal pada lokasi ini merupaj hasil dari menempelnya sel adrenal yang sedang
berkembang pada testis sebelum turun dari retroperitonium ke skotum selama
perkembangan fetus.
Congenital hidrokel
Suatu hidrokel adalah penggumpulan cairan pda ruang sekitar testis diantara
lapisan tunika vaginalis. Hidrokel mungkin berhubungan dengan kavum
peritoneum (paten prosesus vaginal dengan aliran bebas) atau non komuikan
(biasanya skrotum pada pria).hidroke sering pada bayi dan anak dan banyak kasus
berhubungan dengan hernia inguinal indirek. Hidrokel sering bilateral dan
memiliki tingkat rekurensi tinggi yang lebih tinggi pada sisi kanan. Sering kali
dibingungkan dengan

hernia inguinal indirek seorang anak mungkin muncul

dengan masa di skrotum atas bundar dan tidak nyeri, ini merupakan hidrokel dari
korda. Fluktuasi harian pada ukuran menunjukkan hidrokel komunikan. Hidrokel
akut mungkin merupakan sekunder dari suatu proses akut pada tunika vaginalis
atau torsio testis. Ini berhubungan dengan nyeri. Hidrokel akut tampak disertai
35

infeksi pernapsan atas atau diare, saat batuk atau mengedan cairan bergerak ke
dalam paten prosesus yang sebelumnya tidak diketahui.
Biasanya hidrokel bisa dibedakan dari suatu hernia inguinal pada
pemeriksaan fisik. Biasnaya kistik membengkak pada sisi sekitar dan
transilluminasi membuktikannya. Biasanya mungkinuntuk mempalpasi korda
spermatika yang kecil diatas hidrokel. Namun bisa saja sulit jika hidrokel besar .
Kebanyakn anak dengan hidrokel congenital, prosesus vaginal menutup
dibelakan hidrokel (nonkomunikan) dan hidrokel biasanya hilang dalam 2 tahun
pertama kecuali hidrokel komunikan atau hernia tidak dapat disingkirkan.
Hidrokel berthan lebih dari 2 tahum memerlukan operasi. Operasi terdirid dari
ligasi paten prosesus vaginalis. Kantung hidrokel distal dibuka dan didrainase, dan
kantung yang terbuka dibiarkan, ujung tidak dijahit, seperti operasi hidrokel pada
dewasa. Reakumulasi cairan pada kantung jaran dan biasanya remisi spontan.
.
DAFTAR PUSTAKA

1.

Backhouse K: The gubernaculum testis Hunteri: Testicular descent and


maldescent. Ann R Coll Surg Engl 1964;35:15.
2. Backhouse K, Butler H: The gubernaculum testis of' the pig.J Anat
1960;94:208.
3. Bakwin H : Indirect inguinal hernia in twins. J Pediatr Surg 1971;6:165-168.
4. Ballantyne A, Jawaheer G, Munro FD: Contralateral groin exploration is not
justified in infants with a unilateral inguinal hemia. Br J Surg 2001;88:720723.
5. Bascombe D, Caty M, Click PL: Surgical Rounds 2004;31:520-522.
6. Bergin WC, Gier HT, Marion GB, Coffman J R: A developmental concept of
equine cryptorchism. Biol Reprod 1970;3:82-92.
7. Bevan A: Sliding hernias of the ascending colon and caecum, the descending
colon, sigmoid, and the bladder. Ann Surg 1930,92:754.
8. Bhatia AM, Cow KW, Heiss KF, et al: Is the use of laparoscopy to determine
presence of contralateral patent processus vaginalis justified in children
greater than 2 years of age J Pediatr Surg 2004;39:778-781.
9. Bock J E , Sobye JV: Frequency of contralateral inguinal hemia in children: A
study of the indications for bilateral herniotomy in children with unilateral
hernia. Acta Chir Scand 1970;136:707-709.
10. Boley SJ, Cahn D, Lauer T, et al: The irreducible ovary:A true emergency. J
Pediatr Surg 1991;26:1035-1038.

36

11. Fraser JD, Snyder CL: Inguinal Hernias and Hydroceles. In Ashcraft Pediatric

Surgery 2010; (679-686)


12.

37

Anda mungkin juga menyukai