Anda di halaman 1dari 25

Skenario 3

PEMBIAYAAN KESEHATAN
Dr. Ahmad, 31 tahun, praktek di sebuah klinik dokter keluarga yang
bekerjasama dengan BPJS. Klinik ini dikelola dengan baik sehingga dalam waktu
yang relative singkat mengalami kemajuan yang cukup pesat dan dikenal luas di
masyarakat. Suatu hari klinik ini dikunjungi seorang pasien, Ny, A, 38 tahun dengan
kehamilan trimester 1 pada G5P2A2. Pasien ingin melakukan pemeriksaan kehamilan
secara rutin di klinik Dr. Ahmad karena pasien mendapat informasi bahwa pelayanan
di ini baik. Pasien mempunyai keluhan sering mual, muntah, lemas, cepat lelah, dan
sesak. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan fisik bersama bidan. Pada
pemeriksaan ditemukan bahwa kandungan dalam posisi yang baik namun ibu tampak
pucat, takikardi, murmur, takipnea, dan terdapat nyeri tekan epigastrium.
Dr. Ahmad menyarankan agar pasien mengikuti pemeriksaan ANC yang
teratur dan menjelang partus kelak pasien akan dirujuk ke spesialis Obgyn yang sudah
bekerja sama dengan klinik dokter keluarga tersebut. Pasien menanyakan ke dokter
tentang pilihan pembiayaan persalinan, mengingat kemungkinan membutuhkan biaya
yang lebih besar.

Kata Sulit :
1. BPJS
2. ANC
3. Klinik Dokter Keluarga

= Badan Penyelenggara Jaminan Sosial


= Ante Natal Care
= Klinik yang mempunyai sistem pelayanan
kedokteran keluarga

Pertanyaan :
1.
2.
3.
4.
5.

Apakah tugas BPJS?


Bagaimanakah cara kerja BPJS?
Apakah perbedaan klinik umum dan klinik keluarga?
Apakah keuntungan klinik keluarga mengikuti BPJS?
Pandangan islam terhadap pendanaan kesehatan?

Jawaban :
1. Tugas BPJS
a. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta;
b. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja;
c. Menerima bantuan iuran dari Pemerintah;
d. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta;
e. Mmengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial;
f. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan
sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial; dan
g. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan
sosial kepada peserta dan masyarakat.
2. Cara kerja BPJS
a. Menagih pembayaran Iuran;
b. Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan
jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas,
solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai;
c. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan
pemberi kerja dalam memanuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional;
d. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar
pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang
ditetapkan oleh Pemerintah;
e. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;
f. Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja
yang tidak memenuhi kewajibannya;
g. Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai
ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi
kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan
h. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka
penyelenggaraan program jaminan sosial.
3. Klinik umum hanya mengobati pasien yang datang, klinik keluarga mengobati

pasien dan juga keluarga pasien.


4. Keuntungan untuk rumah sakit ialah terjaminnya pembiayaan pasien yang
menjalani pengobatan
5. Bergantung dari proses pendanaan, apabila ada yang dirugikan maka tidak
boleh, namun apabila tidak ada yang dirugikan maka diperbolehkan.

Hipotesis

BPJS merupakan pengelola jaminan social yang menyelenggarakan SJSN


dengan cara melakukan pendaftaran, mengumpulkan iuran, memberikan
informasi dan menyalurkan dana kepada peserta
BPJS dapat bekerja sama dengan klinik kedokteran keluarga yang
memberikan keuntungan kepada rumah sakit mengenai pembiayaan
Klinik kedokteran keluarga merupakan klinik yang menerapkan sistem
kedokteran keluarga
Pendaan kesehatan menurut islam diperbolehkan apabila tidak ada pihak yang
dirugikan

Sasaran Belajar
1. Memahami dan menjelaskan Klinik Keluarga
1.1 Prosedur pemeriksaan standard kedokteran keluarga
1.2 Manajemen dan pembiayaan klinik dokter keluarga
1.3 Sistem rujukan dokter keluarga
1.4 Peran dokter dengan mitra kerja
2. Memahami dan menjelaskan adat dan cara dokter muslim menangani
pasien

1. Klinik Keluarga
1.1 Prosedur pemeriksaan standard kedokteran keluarga
Pelayanan yang disediakan dokter keluarga adalah pelayanan medis strata
pertama untuk semua orang yang bersifat paripurna (comprehensive), yaitu
termasuk pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan
penyakit dan proteksi khusus (preventive and spesific protection), pemulihan
kesehatan (curative), pencegahan kecacatan (disability limitation) dan rehabilitasi
setelah sakit (rehabilitation) dengan memperhatikan kemampuan sosial serta
sesuai dengan mediko legal etika kedokteran.
a. Pelayanan medis strata pertama untuk semua orang
Pelayanan dokter keluarga merupakan praktik umum dengan pendekatan
kedokteran keluarga yang memenuhi standar pelayanan dokter keluarga dan
diselenggarakan oleh dokter yang sesuai dengan standar profesi dokter
keluarga serta memiliki surat ijin pelayanan dokter keluarga dan surat
persetujuan tempat praktik.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk memperhatikan
pemeliharaan kesehatan dan peningkatan kesehatan pasien dan keluarganya.
c. Pencegahan penyakit dan proteksi khusus
Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk menggunakan segala
kesempatan dalam menerapkan pencegahan masalah kesehatan pada pasien
dan keluarganya.
d. Deteksi dini
Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk menggunakan segala
kesempatan dalam melaksanakan deteksi dini penyakit dan melakukan
penatalaksanaan yang tepat untuk itu.
e. Kuratif medik
Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk melaksanakan pemulihan
kesehatan dan pencegahan kecacatan pada strata pelayanan tingkat pertama,
termasuk kegawatdaruratan medik, dan bila perlu akan dikonsultasikan dan /
atau dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan dengan strata yang lebih tinggi.
f. Rehabilitasi medik dan sosial
Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk menerapkan segala
kesempatan rehabilitasi pada pasien dan/atau keluarganya setelah mengalami
masalah kesehatan atau kematian baik dari segi fisik, jiwa maupun sosial.
g. Kemampuan sosial keluarga
Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk memperhatikan kondisi
sosial pasien dan keluarganya.
h. Etik medikolegal
Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim yang sesuai dengan mediko legal
dan etik kedokteran.
Pelayanan yang disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan medis yang
melaksanakan pelayanan kedokteran secara lege artis.
a. Anamnesis
Pelayanan dokter keluarga melaksanakan anamnesis dengan pendekatan
pasien (patient-centered approach) dalam rangka memperoleh keluhan utama
pasien, kekhawatiran dan harapan pasien mengenai keluhannya tersebut, serta

b.

c.

d.

e.

f.

g.

h.

i.

j.

k.

memperoleh keterangan untuk dapat menegakkan diagnosis


Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
Dalam rangka memperoleh tanda-tanda kelainan yang menunjang diagnosis
atau menyingkirkan diagnosis banding, dokter keluarga melakukan
pemeriksaan fisik secara holistik; dan bila perlu menganjurkan pemeriksaan
penunjang secara rasional, efektif dan efisien demi kepentingan pasien semata.
Penegakkan diagnosis dan diagnosis banding
Pada setiap pertemuan, dokter keluarga menegakkan diagnosis kerja dan
beberapa diagnosis banding yang mungkin dengan pendekatan diagnosis
holistik.
Prognosis
Pada setiap penegakkan diagnosis, dokter keluarga menyimpulkan prognosis
pasien berdasarkan jenis diagnosis, derajat keparahan, serta tanda bukti terkini
(evidence based).
Konseling
Untuk membantu pasien (dan keluarga) menentukan pilihan terbaik
penatalaksanaan untuk dirinya, dokter keluarga melaksanakan konseling
dengan kepedulian terhadap perasaan dan persepsi pasien (dan keluarga) pada
keadaan di saat itu.
Konsultasi
Pada saat-saat dinilai perlu, dokter keluarga melakukan konsultasi ke dokter
lain yang dianggap lebih piawai dan / atau berpengalaman. Konsultasi dapat
dilakukan kepada dokter keluarga lain, dokter keluarga konsultan, dokter
spesialis, atau dinas kesehatan, demi kepentingan pasien semata.
Rujukan
Pada saat-saat dinilai perlu, dokter keluarga melakukan rujukan ke dokter lain
yang dianggap lebih piawai dan/atau berpengalaman. Rujukan dapat dilakukan
kepada dokter keluarga lain, dokter keluarga konsultan, dokter spesialis,
rumah sakit atau dinas kesehatan, demi kepentingan pasien semata.
Tindak lanjut
Pada saat-saat dinilai perlu, dokter keluarga menganjurkan untuk dapat
dilaksanakan tindak lanjut pada pasien, baik dilaksanakan di klinik, maupun di
tempat pasien.
Tindakan
Pada saat-saat dinilai perlu, dokter keluarga memberikan tindakan medis yang
rasional pada pasien, sesuai dengan kewenangan dokter praktik di strata
pertama, dan demi kepentingan pasien.
Pengobatan rasional
Pada setiap anjuran pengobatan, dokter keluarga melaksanakannya dengan
rasional, berdasarkan tanda bukti (evidence based) yang sahih dan terkini,
demi kepentingan pasien.
Pembinaan keluarga
Pada saat-saat dinilai bahwa penatalaksanaan pasien akan berhasil lebih baik,
bila adanya partisipasi keluarga, maka dokter keluarga menawarkan
pembinaan keluarga, termasuk konseling keluarga.

Pelayanan yang disediakan dokter keluarga bersifat menyeluruh, yaitu peduli


bahwa pasien adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial
dan spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya.
a. Pasien adalah manusia seutuhnya
Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk memandang pasien sebagai
manusia yang seutuhnya.
b. Pasien adalah bagian dari keluarga dan lingkungannya.
Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk memandang pasien sebagai
bagian dari keluarga pasien, dan memperhatikan bahwa keluarga pasien dapat
mempengaruhi dan/atau dipengaruhi oleh situasi dan kondisi kesehatan pasien.
c. Pelayanan menggunakan segala sumber di sekitarnya
Pelayanan dokter keluarga mendayagunakan segala sumber di sekitar kehidupan
pasien untuk meningkatkan keadaan kesehatan pasien dan keluarganya.
Pelayanan yang disediakan dokter keluarga bersifat terpadu, selain merupakan
kemitraan antara dokter dengan pasien pada saat proses penatalaksanaan medis, juga
merupakan kemitraan lintas program dengan berbagai institusi yang menunjang
pelayanan kedokteran, baik dari formal maupun informal.
a. Koordinator penatalaksanaan pasien
Pelayanan dokter keluarga merupakan koordinator dalam penatalaksanaan pasien
yang diselenggarakan bersama, baik bersama antar dokter-pasien-keluarga,
maupun bersama antar dokter pasien - dokter spesialis / rumah sakit.
b. Mitra dokter pasien
Pelayanan dokter keluarga merupakan keterpaduan kemitraan antara dokter dan
pasien pada saat proses penatalaksanaan medis.
c. Mitra lintas sektoral medik
Pelayanan dokter keluarga bekerja sebagai mitra penyedia pelayanan kesehatan
dengan berbagai sektor pelayanan kesehatan formal di sekitarnya.
d. Mitra lintas sektoral alternatif dan komplimenter medik
Pelayanan dokter keluarga mempedulikan dan memperhatikan kebutuhan dan
perilaku pasien dan keluarganya sebagai masyarakat yang menggunakan berbagai
pelayanan kesehatan nonformal di sekitarnya.
Pelayanan yang disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan bersinambung,
yang melaksanakan pelayanan kedokteran secara efektif efisien, proaktif dan terus
menerus demi kesehatan pasien.
a. Pelayanan proaktif
Pelayanan dokter keluarga menjaga kesinambungan layanan secara proaktif.
b. Rekam medik bersinambung
Informasi dalam riwayat kesehatan pasien sebelumnya dan pada saat datang,
digunakan untuk memastikan bahwa penatalaksanaan yang diterapkan telah
sesuai untuk pasien yang bersangkutan.
c. Pelayanan efektif efisien
Pelayanan dokter keluarga menyelenggarakan pelayanan rawat jalan efektif dan
efisien bagi pasien, menjaga kualitas, sadar mutu dan sadar biaya.
d. Pendampingan

Pada saat-saat dilaksanakan konsultasi dan / atau rujukan, pelayanan dokter keluarga
menawarkan kemudian melaksanakan pendampingan pasien, demi kepentingan
pasien.
1.2 Manajemen Klinik Dokter Keluarga
Syarat pembangunan Klinik Dokter Keluarga
Fasilitas praktik
Pelayanan dokter keluarga memiliki fasilitas pelayanan kesehatan strata pertama yang
lengkap serta beberapa fasilitas pelayanan tambahan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat sekitarnya.
1. Fasilitas untuk praktik
Fasilitas pelayanan dokter keluarga sesuai untuk kesehatan dan keamanan pasien,
pegawai dan dokter yang berpraktik.
2. Kerahasiaan dan privasi
Konsultasi dilaksanakan dengan memperhitungkan kerahasiaan dan privasi
pasien.
3. Bangunan dan interior
Bangunan untuk pelayanan dokter keluarga merupakan bangunan permanen atau
semi permanen serta dirancang sesuai dengan kebutuhan pelayanan medis strata
pertama yang aman dan terjangkau oleh berbagai kondisi pasien.
4. Alat komunikasi
Klinik memiliki alat komunikasi yang biasa digunakan masyarakat sekitarnya.
5. Papan nama
Tempat pelayanan dokter keluarga memasang papan nama yang telah diatur oleh
organisasi profesi.
Peralatan klinik
Pelayanan dokter keluarga memiliki peralatan klinik yang sesuai dengan fasilitas
pelayanannya, yaitu pelayanan kedokteran di strata pertama (tingkat primer).
1. Peralatan medis
Pelayanan dokter keluarga memiliki beberapa peralatan medis yang minimal harus
dipenuhi di ruang praktik untuk dapat berpraktik sebagai penyedia layanan strata
pertama.
2. Peralatan penunjang medis
Pelayanan dokter keluarga memiliki beberapa peralatan penunjang medis yang
minimal harus dipenuhi di ruang praktik untuk dapat berpraktik sebagai penyedia
pelayanan strata pertama.
3. Peralatan non medis
Pelayanan dokter keluarga memiliki peralatan non medis yang minimal harus
dipenuhi di ruang praktik untuk dapat berpraktik sebagai penyedia pelayanan
strata pertama.
Tenaga pelaksana
Tenaga pelaksana yang dibutuhkan pada praktek dokter keluarga pada dasarnya
tidaklah berbeda dengan tenaga pelaksana pelbagai pelayanan kedokteran lainnya.
Tenaga pelaksana yang dimaksud secara umum dapat dibedakan atas tiga macam :
1. Tenaga medis

Tenaga medis yang dimaksudkan disini ialah para dokter keluarga (family
doctor/physician). Tergantung dari sarana pelayanan yang menyelenggarakan
pelayanan dokter keluarga serta beban kerja yang dihadapi, jumlah dokter
keluarga yang dibutuhkan dapat berbeda. Secara umum dapat disebutkan, apabila
sarana pelayanan tersebut adalah rumah sakit serta beban kerjanya lebih berat,
maka jumlah dokter keluarga yang dibutuhkan akan lebih banyak. Sedangkan jika
pelayanan dokter keluarga tersebut diselenggarakan oleh suatu klinik dokter
keluarga, jumlah dokter yang dibutuhkan umumnya lebih sedikit. Klinik dokter
keluarga memang dapat diselenggarakan hanya oleh satu orang dokter keluarga
(solo practice) ataupun oleh sekelompok dokter keluarga (group practice). Telah
disebutkan, dari kedua bentuk ini, yang dianjurkan adalah bentuk kedua, yakni
yang diselenggarakan oleh satu kelompok dokter keluarga.
2. Tenaga paramedis
Untuk lancaranya pelayanan dokter keluarga, perlu mengikut sertakan tenaga
paramedis. Disarankan tenaga paramedis tersebut seyogoyanya yang telah
mendapatkan pendidikan dan latihan prinsip-prinsip pelayanan dokter keluarga,
baik aspek medis dan ataupun aspek non medis. Jumlah tenaga paramedis yang
diperlukan tergantung dari jumlah dokter keluarga yang menyelenggarakan
pelayanan dokter keluarga secara umum disebutkan untuk setiap satu orang dokter
keluarga, diperlukan 2 sampai 3 tenaga paramedis terlatih.
3. Tenaga non-medis
Sama halnya dengan tenaga paramedis, untuk lancarnya pelayanan dokter
keluarga, perlu pula mengikutsertakan tenaga non-medis. Pada umumnya ada dua
katagori tenaga non-medis tersebut. Pertama, tenaga administrasi yang diperlukan
untuk menangani masalahmasalah administrasi. Kedua, pekerjasosial (social
worker) yang diperlukan untuk menangai program penyuluhan/nasehat kesehatan
dan atau kunjungan rumah misalnya. Jumlah tenaga non medis yang diperlukan
tergantung dari jumlah dokter keluarga, dibutuhkan sekurang-kurangnya satu
orang tenaga administrasi serta satu orang pekerja sosial.
Proses-proses penunjang praktik
Pelayanan dokter keluarga memiliki panduan proses-proses yang menunjang kegiatan
pelayanan dokter keluarga.
1. Pengelolaan rekam medik
Pelayanan dokter keluarga menyiapkan, melaksanakan dan mengevaluasi rekam
medik dengan dasar rekam medik berorientasikan pada masalah (problem oriented
medical record).
2. Pengelolaan rantai dingin
Pelayanan dokter keluarga peduli terhadap pengelolaan rantai beku (cold chain
management) yang berpengaruh kepada kualitas vaksin atau obat lainnya.
3. Pengelolaan pencegahan infeksi
Pelayanan dokter keluarga memperhatikan universal precaution management yang
mengutamakan pencegahan infeksi pada pelayanannya.
4. Pengelolaan limbah
Pelayanan dokter keluarga memperhatikan sistim pembuangan air kotor dan
limbah, baik limbah medis maupun limbah nonmedis agar ramah lingkungan dan
aman bagi masyarakat sekitar klinik.
5. Pengelolaan air bersih

Pelayanan dokter keluarga mengkonsumsi air bersih atau air yang telah diolah
sehingga aman digunakan.
6. Pengelolaan obat
Pelayanan dokter keluarga melaksanakan sistim pengelolaan obat sesuai prosedur
yang berlaku termasuk mencegah penggunaan obat yang kadaluwarsa.
Manajemen klinik
Pelayanan dokter keluarga dilaksanakan oleh klinik dokter keluarga (family
clinic). Pada bentuk ini sarana yang menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga
adalah suatu klinik yang didirikan secara khusus yang disebut dengan nama klinik
dokter keluarga (family clinic/center). Pada dasarnya klinik dokter keluarga ini ada
dua macam. Pertama, klinik keluarga mandiri (free-standing family clinic). Kedua,
merupakan bagian dari rumah sakit tetapi didirikan diluar komplek rumah sakit
(satelite family clinic). Di luar negeri klinik dokter keluarga satelit ini mulai banyak
didirikan. Salah satu tujuannya adalah untuk menopang pelayanan dan juga
penghasilan rumah sakit.
Terlepas apakah klinik dokter keluarga tersebut adalah suatu klinik mandiri
atau hanya merupakan klinik satelit dari rumah sakit, lazimnya klinik dokter keluarga
tersebut menjalin hubungan kerja sama yang erat dengan rumah sakit. Pasien yang
memerlukan pelayanan rawat inap akan dirawat sendiri atau dirujuk ke rumah sakit
kerja sama tersebut. Klinik dokter keluarga ini dapat diselenggarakan secara sendiri
(solo practice) atau bersama-sama dalam satu kelompok (group practice). Dari dua
bentuk klinik dokter keluarga ini, yang paling dianjurkan adalah klinik dokter
keluarga yang dikelola secara berkelompok. Biasanya merupakan gabungan dari 2
sampai 3 orang dokter keluarga.
Pada klinik dokter keluarga berkelompok ini diterapkan suatu sistem
manajernen yang sama. Dalam arti para dokter yang tergabung dalam klinik dokter
keluarga tersebut secara bersama-sama membeli dan memakai alat-alat praktek yang
sama. Untuk kemudian menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga yang dikelola
oleh satu sistem manajemen keuangan, manajemen personalia serta manajemen
sistem informasi yang sama pula. Jika bentuk praktek berkelompok ini yang dipilih,
akan diperoleh beberapa keuntungan sebagai berikut (Clark, 1971) :
a. Pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan akan lebih bermutu
Penyebab utamanya adalah karena pada klinik dokter keluarga yang dikelola
secara kelompok, para dokter keluarga yang terlibat akan dapat saling tukar
menukar pengalaman, pengetahuan dan keterampilan. Di samping itu, karena
waktu praktek dapat diatur, para dokter mempunyai cukup waktu pula untuk
menambah pengetahuan dan keterampilan. Kesemuannya ini, ditambah
dengan adanya kerjasama tim (team work) disatu pihak, serta lancarnya
hubungan dokter-pasien di pihak lain, menyebabkan pelayanan dokter
keluarga yang diselenggarakan akan lebih bermutu.
b. Pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan akan lebih terjangkau
Penyebab utamanya adalah karena pada klinik dokter keluarga yang dikelola
secara berkelompok, pembelian serta pemakaian pelbagai peralatan medis dan
non medis dapat dilakukan bersama-sama (cost sharing). Lebih dari pada itu,
karena pendapatan dikelola bersama, menyebabkan penghasilan dokter akan
lebih terjamin. Keadaan yang seperti ini akan mengurangi kecenderungan
penyelenggara pelayanan yang berlebihan. Kesemuanya ini apabila berhasil

10

dilaksanakan, pada gilirannya akan menghasilkan pelayanan dokter keluarga


yang lebih terjangkau.
Manajemen keuangan
Keuangan dalam praktik DOGA tercatat secara seksama dengan cara yang umum dan
bersifat transparansi. Manajemen keuangannya dapat mengikuti sistem pembiayaan
praupaya maupun sistem pembiayaan fee for service.

Gambar 1. Pembiayaan BPJS

Gambar 2. Pembiayaan Sekter Kesehatan


Berdasarkan bagan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sistem pembiayaan
klinik dokter keluarga dapat berasal dari asuransi sosial, asuransi komersial, dan
out of pocket. Model pembiayaan yang diterapkan sesuai dengan kebutuhan.Untuk
dapat menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga tentu diperlukan tersedianya
dana yang cukup. Tidak hanya untuk pengadaan pelbagai sarana dan prasarana

11

medis dan non medis yang diperlukan (investment cost), tetapi juga untuk
membiayai pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan (operational cost)
Seyogiyanyalah semua dana yang diperlukan ini dapat dibiayai oleh pasien dan
atau keluarga yang memanfaatkan jasa pelayanan dokter keluarga.
Masalah kesehatan seseorang dan atau keluarga adalah tanggung jawab
masing-masing orang atau keluarga yang bersangkutan. Untuk dapat mengatasi
masalah kesehatan tersebut adalah amat diharapkan setiap orang atau keluarga
bersedia membiayai pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya.
Mekanisme pembiayaan yang ditemukan pada pelayanan kesehatan banyak
macamnya. Jika disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas dua macam.
Pertama, pembiayaan secara tunai (fee for service), dalam arti setiap kali pasien
datang berobat diharuskan membayar biaya pelayanan. Kedua, pembiayaan
melalui program asuransi kesehatan (health insurance), dalam arti setiap kali
pasien datang berobat tidak perlu membayar secara tunai, karena pembayaran
tersebut telah ditanggung oleh pihak ketiga, yang dalam hat ini adalah badan
asuransi.
Tentu tidak sulit dipahami, tidaklah kedua cara pembiayaan ini dinilai sesuai
untuk pelayanan dokter keluarga. Dari dua cara pembiayaan yang dikenal tersebut,
yang dinilai sesuai untuk pelayanan dokter keluarga hanyalah pembiayaan melalui
program asuransi kesehatan saja. Mudah dipahami, karena untuk memperkecil
risiko biaya, program asuransi sering menerapkan prinsip membagi risiko (risk
sharing) dengan penyelenggara pelayanan, yang untuk mencegah kerugian, tidak
ada pilihan lain bagi penyelenggara pelayanan tersebut, kecuali berupaya
memelihara dan meningkatkan kesehatan, dan atau mencegah para anggota
keluarga yang menjadi tanggungannya untuk tidak sampai jatuh sakit. Prinsip kerja
yang seperti ini adalah juga prinsip kerja dokter keluarga.
Bentuk - Bentuk Pembiayaan Pra-Upaya
Mengingat bentuk pembayaran pra-upaya banyak menjanjikan keuntungan,
maka pada saaat ini bentuk pembayaran pra-upaya tersebut banyak diterapkan.
Pada dasarnya ada tiga bentuk pembiayaan secara pra-upaya yang dipergunakan.
Ketiga bentuk yang dimaksud adalah:
1. Sistem kapitasi (capitation system)
Yang dimaksud dengan sistem kapitasi adalah sistem pembayaran
dimuka yang dilakukan oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan
kesehatan berdasarkan kesepakatan harga yang dihitung untuk setiap peserta
untuk jangka waktu tertentu. Dengan sistem pembayaran ini, maka besarnya
biaya yang dibayar oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan yang
tidak ditentukan oleh frekwensi penggunaan pelayanan kesehatan oleh peserta,
melainkan ditentukan oleh jumlah peserta dan kesepakatan jangka waktu
jaminan.
2. Sistem paket (packet system)
Yang dimaksud dengan sistem paket adalah sistem pembayaran di
muka yang dilakukan oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan
kesehatan berdasarkan kesepakatan harga yang dihitung untuk suatu paket
pelayanan kesehatan tertentu. Dengan sistem pembayaran ini, maka besarnya
biaya yang dibayar oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan
kesehatan tidak ditentukan oleh macam pelayanan kesehatan yang

12

diselenggarakan, melainkan oleh paket pelayanan kesehatan yang


dimanfaatkan. Penyakit apapun yang dihadapi, jika termasuk dalam satu paket
pelayanan yang sama, mendapatkan biaya dengan besar yang sama. Sistem
pernbiayaan paket ini dikenal pula dengan nama sistem pembiayaan kelompok
diagnosis terkait (diagnosis related group) yang di banyak negara maju telah
lama diterapkan.
3. Sistem anggaran (budget system)
Yang dimaksud dengan sistem anggaran adalah sistem pembayaran di
muka yang dilakukan oleh badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan
kesehatan berdasarkan kesepakatan harga, sesuai dengan besarnya anggaran
yang diajukan penyelenggara pelayanan kesehatan. Sama halnya dengan
sistern paket, pada sistem anggaran ini, besarnya biaya yang dibayar oleh
badan asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan tidak ditentukan
oleh macam pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, melainkan oleh
besarnya anggaran yang telah disepakati.
Info terbaru terkait sistem pembiayaan dalam SKN:
Salah satu solusi yang dilakukan dalam sumber pembiayaan (termasuk
nantinya pembiayaan praktek dokter keluarga) untuk menyelenggarakan
Sistem Kesehatan Nasional yang baik adalah dengan menyelenggarakan
amanat Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Undang-Undang
yang telah ditetapkan tahun 2004 ini mengalami kendala dalam realisasinya
terkait pembentukan badan penyelenggaranya (BPJS) yang seharusnya telah
ditetapkan saat 2009.
Akhirnya pada hari rabu, 28 oktober 2011 sekitar pukul 20.40 WIB,
RUU BPJS disahkan menjadi UU BPJS dengan kesepakatan bahwa BPJS I
yang mengurus jaminan kesehatan diselenggarakan oleh ASKES akan mulai
beroperasi pada tanggal 1 januari 2014. Sedangkan BPJS II (Jamsostek,
Taspen, dan Asabri) yang mengurus ketenagakerjaan selambat-lambatnya
beroperasi 1 juli 2015. Dengan demikian diharapkan penyelenggaraan sistem
dokter keluarga dapat menjadi lebih baik
Asuransi kesehatan
Adalah suatu mekanisme pengalihan resiko(sakit) dari resiko perorangan
menjadi resiko kelompok. Dengan cara mengalihkan resiko individu menjadi
resiko kelompok, beban ekonomi yang harus dipikul oleh masing-masing peserta
asuransi akan lebih tetapu mengandung kepastian karena memperoleh jaminan.
Unsur-unsur asuransi kesehatan:
ada perjanjian
ada pembelian perlindungan
ada pembayaran premi oleh masyarakat
Jenis-jenis asuransi kesehatan di Indonesia:
a) asuransi kesehatan sosial (social health insurance)
Asuransi ini memegang teguh prinsipnya bahwa kesehatan adalah
sebuah pelayanan sosial, pelayanan kesehatan tidak boleh semata-mata
diberikan berdasarkan status sosial masyarakat sehingga semua lapisan
berhak untuk memperoleh jaminan pelayanan kesehatan. contoh: PT.askes,
PT.jamsostek
13

Prinsip kerja:
1. keikutsertaannya bersifat wajib
2. menyertakan tenaga kerja dan keluarganya
3. iuran/premi berdasarkan persentase gaji/pendapatan. Idealnya harus
dihitung 5% dari GDP
4. premi untuk tenaga kerja ditanggung bersama (50%) oleh pemberi
kerja dan tenaga kerja
5. premi tidak ditentukan oleh resiko perorangan tetapi didasarkan pada
resiko kelompok (collective risk sharing)
6. tidak diperlukan pemeriksaan awal
7. jaminan pemeliharaan kesehatan yang diperoleh bersifat menyeluruh
(universal coverage)
8. peran pemerintah sangat besar untuk mendorong berkembangnya
asuransi kesehatan sosial di Indonesia. Semua pegawai negeri
diwajibkan untuk mengikuti asuransi kesehatan
b) asuransi kesehatan komersial perorangan(private voluntary health
insurance)
Jenis asuransi ini dapat dibeli preminya baik individu maupun segmen
masyarakat kelas menengah keatas.contoh: lipo life, BNI life, Tugu Mandiri
dll.
Prinsip kerja:
1. kepersertaan bersifat perorangan dan sukarela
2. iuran/premi berdasarkan angka absolut, ditetapkan berdasarkan jenis
tanggungan yang dipilih.
3. Premi berdasarkan atas resiko perorangan dan ditentukan faktor usia,
jenis kelamin, jenis pekerjaan.
4. Dilakukan pemeriksaan kesehatan awal
5. Santunan diberikan sesuai kontrak
6. Peranan pemerintah relatif kecil
c) asuransi kesehatan komersial kelompok (regulated private health insurance)
Ini merupakan alternatif lain sistem asuransi kesehatan komersial dengan
prinsip-prinsip dasar sbb:
1. keikutsertaan bersifat sukarela berkelompok
2. iuran/preminya dibayar berdasarkan atas angka absolut
3. perhitugan premi bersifat community rating yang berlaku untuk
kelompok masyarakat
4. santunan (jaminan pemeliharaan kesehatan) diberikan sesuai dengan
kontrak
5. tidak diperlukan pemeriksaan awal peranan pemerintah cukup besar
dengan membuat peraturan perundang-undangan.
1.3 Sistem Rujukan
Tata cara rujukan
Pasien harus dijelaskan selengkap mungkin alasan akan dilakukan
konsultasi dan rujukan. Penjelasan ini sangat perlu, terutama jika
menyangkut hal-hal yang peka, seperti dokter ahli tertentu.

14

Dokter yang melakukan konsultasi harus melakukan komunikasi langsung


dengan dokter yang dimintai konsultasi. Biasanya berupa surat atau bentuk
tertulis yang memuat informasi secara lengkap tentang identitas, riwayat
penyakit dan penanganan yang dilakukan oleh dokter keluarga.
Keterangan yang disampaikan tentang pasien yang dikonsultasikan harus
selengkap mungkin. Tujuan konsultasi pun harus jelas, apakah hanya untuk
memastikan diagnosis, menginterpretasikan hasil pemeriksaaan khusus,
memintakan nasihat pengobatan atau yang lainnya.
Sesuai dengan kode etik profesi, seyogianya dokter dimintakan konsultasi
wajib memberikan bantuan profesional yang diperlukan. Apabila merasa
diluar keahliannya, harus menasihatkan agar berkonsultasi ke dokter ahli
lain yang lebih sesuai.
Terbatas hanya pada masalah penyakit yang dirujuk saja
Tetap berkomunikasi antara dokter konsultan dan dokter yg meminta
rujukan
Perlu disepakati pembagian wewenang dan tanggungjawab masing-masing
pihak
Pembagian wewenang & tanggungjawab
1. Interval referral
pelimpahan wewenang dan tanggungjawab penderita sepenuhnya
kepada dokter konsultan untuk jangka waktu tertentu, dan selama jangka
waktu tersebut dokter tsb tidak ikut menanganinya.
2. Collateral referral,
menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita
hanya untuk satu masalah kedokteran khusus saja.
3. Cross referral,
menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita
sepenuhnya kepada dokter lain untuk selamanya.
4. Split referral,
menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita
sepenuhnya kepada beberapa dokter konsultan, dan selama jangka waktu
pelimpahan wewenang dan tanggungjawab tersebut dokter pemberi rujukan
tidak ikut campur.
Kompetensi
Dokter keluarga harus mempunyai kompetensi khusus yang lebih dari pada
seoranglulusan fakultas kedokteran pada umumnya. Kompetensi khusus inilah
yang perlu dilatihkanmelalui program perlatihan ini. Yang dicantumkan disini
hanyalah kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap Dokter Keluarga secara garis
besar.
Rincian mengenai kompetensi ini, yang dijabarkan dalam bentuk tujuan
pelatihan, akan tercantum dibawah judul setiap modul pelatihan yang terpisah
dalam berkas tersendiri karena akan lebih sering disesuaikan dengan
perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran.
A. Menguasai dan mampu menerapkan konsep operasional kedokteran
keluarga
B. Menguasai pengetahuan dan mampu menerapkan ketrampilan klinik dalam
pelayanan kedokteran keluarga,

15

C. Menguasai ketrampilan berkomunikasi, menyelenggarakan hubungan


profesional dokter- pasien untuk :
1. Secara efektif berkomunikasi dengan pasien dan semua anggota keluarga
dengan perhatiankhusus terhadap peran dan risiko kesehatan keluarga,
2. Secara efektif memanfaatkan kemampuan keluarga untuk berkerjasana
menyelesaikanmasalah kesehatan, peningkatan kesehatan, pencegahan
dan penyembuhan penyakit, sertapengawasan dan pemantauan risiko
kesehatan keluarga
3. Dapat bekerjasama secara profesional secara harmonis dalam satu tim
pada penyelenggaraanpelayanan kedokteran/kesehatan
4. Memiliki keterampilan manajemen pelayanan kliniks.
5. Dapat
memanfaatkan
sumber
pelayanan
primer
dengan
memperhitungkan potensi yangdimiliki pengguna jasa pelayanan untuk
menyelesaikan. masalahnya,
6. Menyelenggarakanpelayan kedokteran keluarga yang bermutu sesuai
dengan standar yang ditetapkan.B. Memberikan pelayanan kedokteran
berdasarkan etika moral dan spritual.
7. Memiliki pengetahuan dan ketrampilan di bidang pengelolaan pelayanan
kesehatan termasuk sistem pembiayaan (Asuransi Kesehatan/JPKM).
1.4 Peran dokter dengan mitra kerja

Sistem Pelayanan Dokter Keluarga (SPDK)


Pada dasarnya sistem perlayanan dokter keluarga (selanjutnya digunakan
SPDK), haruslah menerapkan ketiga tahapan pelayanan medis sesempurna
mungkin. Komponen sistem, yang sekarang biasa disebut sebagai pemegang
saham (stakeholders), paling tidak terdiri atas:
1. DPU/DK (Sebagai Penyelenggara Pelayanan Tingkat Primer)
2. DSp (sebagai Penyelenggara Pelayanan Tingkat Sekunder)
3. DSpK (sebagai Penyelenggara Pelayanan Tingkat Tersier)
4. Dokter gigi
5. Pihak pendana (Asuransi Kesehatan, Pemerintah, dsb.)
6. Regulasi (perundangan, Sistem Kesehatan Nasional, dsb.)
7. Pasien (dengan keluarga dan masyarakatnya)
8. Farmasi (profesional dan pengusaha)
9. Staf klinik selain dokter (Bidan, perawat, dsb)
10. Karyawan non-medis
11. Dsb.
Mereka harus bekerjasama secara mutualistis mewujudkan pelayanan
kesehatan yang bermutu. Semua pemegang saham mempunyai andil, hak dan
kewajiban yang sama dalam mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu.
Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan
kesehatan yang memuaskan bagi pasien, tidak melanggar aturan atau
perundangan maupun etika profesi, dan menjamin kesejahteraan bagi
penyelenggaranya. Jika salah satu komponen sistem merusak tatanan,
menyalahi aturan main agar memperoleh keuntungan bagi dirinya, maka
akibat negatifnya akan dirasakan oleh seluruh komponen sistem termasuk,
pada akhirnya, yang menyalahi aturan itu. Oleh karena itu diperlukan
kerjasama profesional yang mutualistis di antara anggota sistem.
Dengan kata lain, dalam sistem pelayanan dokter keluarga pelayanan

16

diselenggarakan oleh tim kesehatan yang bahu-membahu mewujudkan


pelayanan yang berumutu. Setiap komponen sistem mempunyai tugas masingmasng dan harus dikerjakan sungguh-sungguh sesuai dengan tatanan yang
berlaku. Bidan dan perawat membantu dokter di klinik misalnya, memberikan
obat kepada pasien d ibawah tanggung-jawab dokter. Jadi bidan dan perawat
tidak memberikan obat tanpa persetujuan dokter. Sebaliknya dokter harus
memberikan perintah tertulis di dalam rekam medis untuk setiap pemberian
obat. Bidan dan perawat dibenarkan mengingatkan dokter jika perintah
pemberian obat itu tidak jelas atau belum dicantumkan. Demikian pula dokter
keluiarga yang sebenarnya dokter praktik umum dibenarkan mengingatkan
dan diharuskan bertanya langsung kepada dokter spesialis yang dikonsuli atau
dirujuki jika ada hal yang kurang jelas atau berbeda pendapat. Demikianpula
komponen system yang lain termasuk masyarakat pasien dibenarkan dan
bahkan diharuskan saling kontrol saling mengingatkan agat tidak terjadi halhal yang tidak diinginkan.
Dapat di lihat bentuk komunikasi atau kerjasama antara dokter dan
teman sejawatnya di lakukan dalam berbagai hal seperti :
1. Merujuk pasien
Pada pasien rawat jalan, karena alasan kompetensi dokter dan keterbatasan
fasilitas pelayanan, dokter yang merawat harua merujuk pasiennya pada
teman sejawat lainnya.
2. Bekerjasama dengan sejawat
Dokter harus memperlakukan teman sejawat tanpa membeda-bedakan
jenis kelamin, ras, usia, kecacatan, agama, status sosial atau perbedaan
kompetensi yang dapat merugikan hubungan profesional antar sejawat.
3. Bekerja dalam tim
Asuhan kesehatan selalu di ingatkan melalui kerjasama dalam tim
multidisiplin.
4. Mengatur dokter pengganti.
Ketika seorang dokter berhalangan, dokter tersebut harus menentukan
dokter pengganti serta mengatur proses mengalihkan yang efektif dan
komunikatif dengan dokter pengganti.
5. Mematuhi tugas
Seorang dokter yang bekerjapada institusi pelayanan atau pendidikan
kedokteran harus mematuhi tugas yang digariskan pimpinan institusi,
termasuk sebagai dokter pengganti.
6. Pendelegasian wewenang
Pendelegasian wewenang kepada perawat, peseta prograrm pendidikan
spesialis, mahasiswa kedokteran dalam hal pengobatan atau perawatan
atas nama dokter yang merawat, harus disesuaikan dengan kompetensi
dalam melaksanakan prosedur dan terapi yang sesuai dengan peraturan
baru.

Komunikasi Dokter-Profesi Lain


1. Kolaborasi
Pengertian Menurut Shortridge, et al (1986)
Hubungan timbal balik di mana [pemberi pelayanan] memegang
tanggung jawab paling besar untuk perawatan pasien dalam kerangka
kerja bidang respektif mereka.
Elemen-elemen Kolaborasi

17

1. Struktur
2. Proses
3. Hasil Akhir
Model Kolaboratif Tipe I
1. Menekankan Komunikasi Dua Arah
2. Masih menempatkan Dokter pada posisi utama
3. Masih membatasi Hubungan Dokter dengan Pasien
Model Kolaboratif Tipe II
1. Lebih berpusat pada Pasien
2. Semua Pemberi Pelayanan harus bekerja sama
3. Ada kerja sama dengan Pasien
4. Tidak ada pemberi pelayanan yang mendominasi secara terusmenerus
Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang
telah cukup lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien.
Perspektif yang berbeda dalam memandang pasien, dalam prakteknya
menyebabkan munculnya hambatan-hambatan teknik dalam
melakukan proses kolaborasi. Kendala psikologis keilmuan dan
individual, factor sosial, serta budaya menempatkan kedua profesi ini
memunculkan kebutuhan akan upaya kolaborasi yang dapat
menjadikan keduanya lebih solid dengan semangat kepentingan pasien.
Hambatan kolaborasi dokter dan perawat sering dijumpai pada tingkat
profesional dan institusional. Perbedaan status dan kekuasaan tetap
menjadi sumber utama ketidaksesuaian yang membatasi pendirian
profesional dalam aplikasi kolaborasi. Dokter cenderung pria, dari
tingkat ekonomi lebih tinggi dan biasanya fisik lebih besar dibanding
perawat, sehingga iklim dan kondisi sosial masih medukung dominasi
dokter. Inti sesungguhnya dari konflik perawat dan dokter terletak pada
perbedaan sikap profesional mereka terhadap pasien dan cara
berkomunikasi diantara keduanya.
Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau
perawat klinik bekerja dengan dokter untuk memberikan pelayanan
kesehatan dalam lingkup praktek profesional keperawatan, dengan
pengawasan dan supervisi sebagai pemberi petunjuk pengembangan
kerjasama atau mekanisme yang ditentukan oleh peraturan suatu
negara dimana pelayanan diberikan. Perawat dan dokter merencanakan
dan mempraktekan bersama sebagai kolega, bekerja saling
ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek dengan berbagi
nilai-nilai dan pengetahuan serta respek terhadap orang lain yang
berkontribusi terhadap perawatan individu, keluarga dan masyarakat.
Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat
digunakan untuk mencapai tujuan kolaborasi team :
a) Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan
menggabungkan keahlian unik profesional.
b) Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
c) Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
d) Meningkatnya kohesifitas antar profesional
e) Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional,
f) Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan
memahami orang lain

18

Kesuksesan kolaborasi dalam suatu pelayanan kesehatan dipengaruhi


oleh faktor-faktor
a) Faktor interaksi ( interactional determinants), yaitu hubungan
interpersonal diantara anggota tim yang terdiri dari kemauan untuk
berkolaborasi, percaya, saling menghargai dan berkomunikasi .
b) Faktor Organisasi ( organizational determinants) yaitu kondisi di
dalam organisasi tersebut yang terdiri dari:
1. Organizational structure (struktur horisontal dianggap lebih
berhasil daripada struktur hierarkis);
2. Organizations philosophy (nilai nilai keterbukaan, kejujuran,
kebebasan berekspresi, saling ketergantungan, integritas dan
sikap saling percaya;
3. administrative support ( kepemimpinan);
4. team
resource (tersedianya waktu untuk bertemu dan
berinteraksi, membagi lingkup praktek dengan profesional
lain, bekerja dalam suatu unit yang kecil) ;
5. coordination mechanism ( pertemuan formal untuk diskusi,
standarisasi prosedur dalam bekerja ).
c) Faktor lingkungan organisasi(
organizations environment/
systemic determinants) yaitu elemen diluar organisasi, seperti
sistem sosial, budaya, pendidikan dan profesional.
2. Pendekatan Praktik Hirarkis
Menekankan Komunikasi satu arah
Kontak Dokter dengan Pasien terbatas
Dokter merupakan Tokoh yang dominan
Cocok untuk diterapkan di keadaan tertentu, spt IGD
Sebelum ada model Kolaborasi, hubungan yang ada adalah Model
PRAKTIK HIRARKIS.
Praktik Hirarkis merupakan salah satu pendekatan yang dilakukan
sebelum profesi perawat semakin berkembang.
Selanjutnya dikenal ada 2 (dua) model Kolaborasi yang lain (Model 1
dan
Pendekatan Praktik Hirarkis
menekankan komunikasi satu arah.
kontak dokter dengan pasien terbatas.
dokter merupakan tokoh yang dominan.
cocok untuk ditetapkan di keadaan tertentu , seperti: IGD
pendekatan ini sekarang masih dominan dalam praktek dokter di
Indonesia

DOKTER
19

REGISTERED NURSE

PEMBERI PELAYANAN
LAIN

PASIEN

Komunikasi Dokter-Apoteker
Untuk dapat berkomunikasi dengan baik, dokter perlu mengetahui apa yang
menjadi tanggung jawab profesi apoteker dalam pelayanan farmasi.
Pelayanan farmasi dapat dilakukan di berbagai tempat seperti rumah sakit,
Puskesmas, Poliklinik, Apotek, dll. Adanya pemahaman masing-masing pada
profesi mitra kerjanya akan memudahkan terjadinya komunikasi yang baik
antar profesi
Empat unsur Pelayanan Farmasi
Pelayanan Farmasi yang baik.
Pelayanan profesi apoteker dalam penggunaan obat.
Praktik dispensing yang baik.
Pelayanan profesional apoteker yg proaktif dalam berbagai kegiatan yg bertujuan
untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien.
2. Memahami dan menjelaskan adat dan cara dokter muslim menangani pasien
Adab-adab yang bersifat khusus diantaranya:
a. Berusaha menjaga kesehatan pasien sebagai konsekuensi amanah dan
tanggung jawabnya dan berusaha menjaga rahasia pasien kecuali dalam
kondisi darurat atau untuk tindakan preventif bagi yang lainnya.
Rosulullah sholallohu 'alaihi wasalam bersabda :
"Barangsiapa yang menutup (aib) seorang muslim maka Allah akan menutup
(aibnya) pada hari kiamat. " (HR. al-Bukhari 2442 dan Muslim 7028).
b. Senantiasa menyejukkan hati pasien, menghiburnya dan mendo'akannya.
Salah satunya ialah dengan mengucapkan "Tidak mengapa, insyaallah ini
adalah penghapus dosa", atau meletakkan tangan kanan di tempat yang sakit
seraya berdo'a :
" Wahai Robb manusia, hilangkanlah penyakit tersebut, sembuhkanlah,
Engkau adalah penyembuh, tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dariMu, kesembuhan yang tidak ditimpa penyakit lagi. " (HR. Muslim 2191 dan
yang lainnya).
c. Hendaknya memberitahukan kepada pasien bahwa yang menyembuhkan
hanya Allah Ta'ala sehingga hatinya bergantung kepada Allah, bukan kepada
dokter.

20

Nabi sholallohu 'alaihi wasalam berkata kepada Abu Rimtsah (seorang dokter
ahli) :
" Allah adalah dokter, sedangkan kamu adalah orang yang menemani yang
sakit. " (HR. Abu Dawud 4209, ash-shahiihah 1537).
d. Seorang dokter tidak boleh membohongi pasiennya.
Misalnya tatkala stok obat habis ia memberikan obat yang tidak sesuai dengan
penyakitnya atau memberikan obat yang di dalamnya terkandung bahan-bahan
yang diharamkan.
e. Hendaknya profesi dalam bidang kedokteran bertujuan untuk memuliakan
manusia.
Oleh karena itu tidak diperkenankan bagi seorang dokter atau petugas
kesehatan lainnya untuk membakar potongan tubuh pasien, namun hendaknya
diberikan kepada sang pasien atau keluarganya untuk dikubur. Selain itu tidak
diperbolehkan memperjualbelikan darah pasien, mengadakan operasi-operasi
plastik untuk mengubah wajah, telinga, alis, hidung dan lainnya, karena hal itu
termasuk mengubah ciptaan Allah yang diharamkan dalam Islam. Allah Ta'ala
berfirman :
(Setan berkata) : "Dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu
benar-benar mereka mengubahnya. " (QS. an-Nisa' (4) : 119).
Di samping itu, tidak diperbolehkan ta'awun dalam kejelekan, seperti menjual
obat-obat penggugur kehamilan sehingga melariskan perzinaan.
f. Seorang dokter, perawat, mantri, bidan, apoteker dan petugas kesehatan
lainnya hendaknya betul-betul meningkatkan dan menekuni pekerjaanya.
Rosulullah sholallohu 'alaihi wasalam :
"Barangsiapa yang menerjuni kedokteran sedangkan tidak diketahui orang itu
ahli kedokteran, maka ia menanggung (kerugian pasien)." (HR. Abu Dawud
4586, ash-shahiihah 635).
g. Profesi dalam bidang pengobatan termasuk pekerjaan yang mulia sehingga
diharapkan bagi para dokter untuk menggapai ridha Allah dalam setiap
aktivitasnya.
Nabi sholallohu 'alaihi wasalam bersabda : "Sebaik-baik manusia adalah yang
paling bermanfaat bagi manusia yang lain." (Dikeluarkan oleh ad-Daruqutni,
ash-shahiihah 426).
h. Memberikan keringanan biaya pasien yang kurang mampu.
Rosulullah sholallohu 'alaihi wasalam bersabda : "Barangsiapa yang
melapangkan kesusahan dunia seorang mukmin, maka Allah akan
melapangkan kesusahannya di akhirat." (HR. Muslim 2699).

Adapun adab dan akhlak yang bersifat umum yang harus dimiliki seorang
dokter adalah :
1. Tidak boleh berduaan dengan pasien wanita dalam satu ruangan tanpa
ditemani mahram sang perempuan. Minimal pintu ruangan harus terbuka
sehingga terlihat oleh keluarganya.

21

2. Seorang dokter tidak boleh menyalami perempuan yang bukan mahramnya


atau memperbanyak pembicaraan dengannya kecuali untuk kepentingan
pengobatan.
3. Hendaknya tetap menjaga shalatnya, kecuali dalam kondisi genting maka
tidak mengapa ia menjama' dua shalat.
4. Hendaknya menjauhi syiar-syiar dan gaya orang kafir, seperti mencukur
jenggot, memanjangkan kumis, isbal, bebas bercakap-cakap dengan dokter
atau perawat wanita.

Di samping adab-adab tersebut di atas, ada beberapa hal yang perlu diketahui
oleh para petugas kesehatan tentang rumah sakit, klinik, apotek maupun
tempat praktiknya, yaitu :
1. Hendaknya mengkhususkan satu ruangan untuk shalat, baik bagi laki-laki
maupun perempaun, mengingat pentingnya masalah sahalat.
2. Menjadi kewajiban dan PR kita bersama untuk menjadikan rumah sakit
terhindar dari ikhtilath (bercampurnya laki-laki dan perempuan yang
bukan mahram).
3. Tidak diperkenankan menggantung gambar makhluk bernyawa di tembok
atau dinding.
4. Hendaknya tidak menyediakan asbak bagi para pengunjung rumah sakit
karena itu adalah bentuk ta'awun dalam kejelekan.
5. Hendaknya memisahkan antara ruangan pasien yang berpenyakit menular
dengan yang tidak menular, demikian pula agar para pengunjung tidak
kontak langsung dengan si pasien tersebut sehingga penyakitnya tidak
menular- dengan izin Allah- kepada yang lainnya. Rosulullah sholallohu
'alaihi wasalam bersabda : "Jangan sekali-kali mencampur yang sakit
dengan yang sehat." (HR. al-Bukhari 5328). Hal itu dikuatkan juga dengan
sabda beliau tentang wabah penyakit menular : "Jika kalian mendengar
(ada wabah) di suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya." (HR.
al-Bukhari 5287 dan Muslim 5775).
6. Hendaknya kamar mandi atau WC tidak menghadap ke arah kiblat atau
membelakanginya, sebagaimana sabda Nabi sholallohu 'alaihi wasalam
: "Jangan menghadap kiblat tatkala buang air besar dan kencing dan
jangan pula membelakanginya." (HR. al-Bukhari 144, Muslim 264, atTirmidzi 8, Abu Dawud 9).
7. Dianjurkan untuk mengubah kantornya ke arah kiblat dan duduk
menghadap kiblat, berdasarkan hadits Abu Hurairah, bahwa Rowulullah
sholallohu 'alaihi wasalam bersabda : "Sesungguhnya segala sesuatu
memiliki tuan, dan tuannya majelis adalah arah kiblat." (HR. ath-Thabrani
dalam al-Ausath 2354, dan dihasankan Syaikh al-Haitsami 8/114, asSakhawi (102) dan Syaikh al-albani dalam ash-Shahiihah (2645) dan
Shahiih at-Targhib (3085) )

Adab pemeriksaan terhadap pasien

22

Jika dokter laki-laki (dikarenakan tidak terdapat dokter perempuan)


dengan dalih mengobati dan atau pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan
pekerjaan di atas (memandang dan menyentuh) seperti; mendeteksi denyut
nadi, mengambil darah dan memijit, dimana dokter tidak memiliki cara lain
kecuali terpaksa memandang badan yang bukan mahramnya atau menyentuh
badannya (dan tidak memungkinkan dia menggunakan kaos tangan atau
semacamnya, dengan maksud menyentuh secara tidak langsung), dalam hal ini
menyentuh dan memandang tidak ada masalah.
Akan tetapi jika dalam masalah ini dokter mampu mengobati hanya
dengan memandang saja dan atau hanya dengan menyentuh pasien yang
bukan mahramnya tersebut maka dokter harus mencukupkan dengan
memandang saja atau menyentuh saja (itupun sebatas darurat) dan lebih
daripada itu tidak boleh. Dokter perempuan dalam hal memandang dan
menyentuh pasien laki-laki yang bukan mahramnya juga berlaku hukum
demikian. Begitu para ulama mengatakan.
Karena orang yang sakit sengaja menemui dan menaruh kepercayaan
terhadap dokter, para terapis atau ahli medis harus memberikan pelayanan dan
perlindungan yang terbaik bagi pesiennya. Namun harus tetap menjaga syariat.
Misalnya tidak boleh memberikan obat yang haram. Juga harus menjaga
hubungan lawan jenis. Jika pasiennya bukan muhrimnya, hendaklah ada pihak
ketiga yang menemani. Jangan hanya berdua didalam kamar pengobatan.
Telah di nukil dari Imam Musa ibnu Jafar yang mengatakan: Seorang lelaki
buta dengan lebih dahulu meminta izin telah memasuki rumah
Fatimah (sepertinya dia perlu dengan Rasulullah SAW) Fatimah mengambil
kerudungnya dan beliau bersembunyi di dalam kerudung tersebut (mengambil
hijab), Nabi SAW berkata: Putriku mengapa engkau menutup dirimu
sedangkan dia tidak melihatmu? Beliau berkata: Apabila dia tidak melihat
saya, tapi saya melihat dia dan dia (jika tidak melihat dan buta) tetapi dia
mencium bau wanita. Rasulullah SAW sedemikian gembiranya sambil
berkata: Saya bersaksi bahwa engkau adalah belahan jiwaku. (Hayaatu AlImam Husain,Khutbah Hadrat Zaenab). Lihatlah begitu diagungkannya urusan
hijab oleh Rasulullah SAW. Allah Ta`ala menyebutkan dalam firman-Nya
surat al-An'am/6 ayat 119:
"Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang
diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya".
Bila memang dalam keadaan darurat dan terpaksa, Islam memang
membolehkan untuk menggunakan cara yang mulanya tidak diperbolehkan.
Selama mendatangkan maslahat, seperti untuk pemeliharaan dan
penyelamatan jiwa dan raganya.
Meskipun dibolehkan dalam kondisi yang betul-betul darurat, tetapi harus
mengikuti rambu-rambu yang wajib untuk ditaati. Tidak berlaku secara
mutlak. Keberadaan mahram adalah keharusan, tidak bisa ditawar-tawar.
Sehingga tatkala seorang muslim/muslimah terpaksa harus bertemu dan
berobat kepada dokter yang berbeda jenis, ia harus didampingi mahramnya
saat pemeriksaan. Tidak berduaan dengan sang dokter di kamar praktek atau
ruang periksa.

23

Syarat ini disebutkan Syaikh Bin Baz rahimahullah untuk pengobatan


pada bagian tubuh yang nampak, seperti kepala, tangan, dan kaki. Jika obyek
pemeriksaan menyangkut aurat wanita, meskipun sudah ada perawat wanita
misalnya, maka keberadaan suami atau wanita lain (selain perawat) tetap
diperlukan, dan ini lebih baik untuk menjauhkan dari kecurigaan.
Adab pergaulan antara laki-laki dan perempuan berguna agar kaum Muslim
tidak tersesat di dunia. Adab-adab tersebut antara lain:
1. Menundukkan
pandangan
terhadap
lawan
jenis
Allah berfirman: Katakanlah kepada laki-laki beriman: Hendaklah
mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Dan
katakalah kepada wanita beriman: Hendaklah mereka menundukkan
pandangannya dan memelihara kemaluannya. (QS. An-Nur: 30-31)
2. Tidak berdua-duaan
Rasulullah saw bersabda: Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan
(khalwat) dengan wanita kecuali bersama mahromnya. (HR. Bukhari dan
Muslim)
3. Tidak menyentuh lawan jenis
Di dalam sebuah hadits, Aisyah ra berkata, Demi Allah, tangan
Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun
saat membaiat (janji setia kepada pemimpin). (HR. Bukhari)
Hal ini karena menyentuh lawan jenis yang bukan mahromnya merupakan
salah satu perkara yang diharamkan di dalam Islam. Rasulullah bersabda,
Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi, (itu) masih lebih
baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya. (HR. Thabrani
dengan sanad hasan)

24

DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Azrul (1995): Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi Ketiga, PT. Binarupa
Aksara, Jakarta.
Azwar, Azrul (1995): Program Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan; Yayasan
Penerbitan IDI; Jakarta.
Azwar, Azrul, Justam, Judil dan Bustami, Nilda S (1983) : Bunga rampai, dokter
keluarga; Kelompok Studi Dokter Keluarga, Jakarta.
Prasetyawati AE. Kedokteran Keluarga dan Wawasannya.. Diakses melalui:
http://fk.uns.ac.id/static/resensibuku/BUKU_KEDOKTERAN_KELUARGA_.pdf
pada 29 Desember 2012
Sulastomo (1984), Bunga Rempa Pelayanan Kesehatan, Jakarta.
Sudjoko Kuswadji (1996), Penjaminan Mutu Praktek Dokter Keluarga, Widya
Medika, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI (1986): Survai Nasional Kesehatan Rumah Tangga tahun
1985/1986, DEPKES RI, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI (1989): Sistem Kesehatan Nasional, DEPKES RI, Jakarta.

25

Anda mungkin juga menyukai