Anda di halaman 1dari 22

PROPOSAL

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)


STIMULASI PERSEPSI : PERILAKU KEKERASAN

OLEH :
KELOMPOK V
Ahmadi Ramadhan

NIM : 131411123066

Alifiatul Oza Hamanu

NIM : 131411123070

Azizs nurul Huda

NIM : 131411123068

Husna Ardiana

NIM : 131411123064

Oktavina Batubara

NIM : 131411123062

Rudianto

NIM : 131411123058

Sondi Andika Septian

NIM : 131411123060

FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2014

PROPOSAL
PROGRAM TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK STIMULASI PERSEPSI :
PERILAKU KEKERASAN
I.

Latar Belakang
Masalah kejiwaan terjadi di seluruh dunia, di Amerika sekitar 50% dari penduduk

yang berusia lebih dari 18 tahun ke atas pernah memiliki masalah kejiwaan dan
penyalahgunaan zat dalam rentang hidupnya (Kessler et al, 2005 dalam Stuart, 2009).
Berdasarkan data kementerian kesehatan jumlah gangguan jiwa berat di Indonesia sekitar 1
juta jiwa atau 0,46% yang mengalami gangguan jiwa berat, sedangkan 19 juta jiwa atau
11,6% mengalami gangguan jiwa mental emosional termasuk perilaku kekerasan (Depkes,
2009). Perilaku kekerasan merupakan salah satu bentuk gangguan jiwa mental emosional,
penderita gangguan jiwa dapat melakukan perilaku mencederai dirinya sendiri, lingkungan,
dan kekerasan terhadap orang lain di sekitarnya. Perilaku kekerasan yang dilakukan oleh
penderita gangguan jiwa mental emosional berupa perilaku kekerasan secara verbal atau
serangan fisik dari penderita kepada dirinya sendiri dan orang lain. Perilaku kekerasan
hampir sering terjadi di ruang perawatan jiwa yang ada di tempat pelayanan kesehatan jiwa,
seperti rumah sakit jiwa dan yayasan yang membuka pelayanan kesehatan jiwa dengan
fasilitas rawat inap.
Menurut penelitian yang dilakukan Nijman, dkk. (2005), diketahui bahwa ancaman
lisan merupakan pengalaman yang paling sering dialami oleh sebagian besar perawat jiwa
selama satu tahun dari 80-90%. Pengalaman ancaman atau godaan seksual juga sering terjadi
sebesar (68 %) terutama oleh perawat wanita dan anggota staf muda. Kemudian dilaporkan
(16%) staff anggota mengalami cedera akibat kekerasan fisik yang dilakukan pasien kepada
mereka. Pada dasarnya penanganan masalah gangguan jiwa mental emosional dapat
dilakukan melalui pemberian tindakan kesehatan pada individu yang mengalami gangguan
jiwa dan keluarga pasien yang mengalami gangguan jiwa. Pasien yang mengalami gangguan
jiwa diberikan terapi berupa terapi obat-obatan (psikofarmaka) dan terapi modalitas
(modality theraphy). Tindakan kesehatan yang diberikan pada keluarga pasien

berupa

pendidikan kesehatan untuk membantu pasien dalam pemenuhan fungsi kebutuhan seharihari. Pendidikan kesehatan juga sebagai sistem pendukung untuk melanjutkan terapi telah
diberikan di rumah sakit jiwa atau fasilitas pelayanan kesehatan jiwa lainnya.
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) merupakan bagian dari terapi modalitas yang
dilakukan perawat kepada sekelompok pasien yang mempunyai gangguan jiwa dengan
masalah keperawatan yang sama. Terapi aktivitas kelompok yang cocok pada pasien yang

menderita gangguan mental emosional adalah terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi.
Terapi ini diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan jiwa mental emosional dengan
perilaku kekerasan. Terapi ini akan mengajarkan pada penderita untuk mengendalikan
perilaku kekerasannya dan menyalurkan energi dengan positif, sehingga menghindarkan
terjadinya perilaku yang destruktif pada penderita gangguan jiwa mental emosional dengan
perilaku kekerasan.
Sebagai upaya dalam mengendalikan terjadinya perilaku kekerasan pasien gangguan
jiwa mental emosional di ruang perawatan jiwa Rumah Sakit Jiwa B, kami menyusun
proposal terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
II.
Tujuan
2.1 Tujuan Umum
Pasien dapat mengendalikan perilaku kekerasan yang biasa dilakukannya
2.2 Tujuan khusus
1. Pasien dapat mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukannya
2. Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan melalui kegiatan fisik
3. Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan melalui interaksi sosial
4. Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan melalui kegiatan spiritual yang biasa
dilakukannya
5. Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan dengan cara patuh minum obat
III.
Landasan Teori perilaku Kekerasan
3.1 Definisi Perilaku kekerasan
Perilaku kekerasan sukar diprediksi. Setiap orang dapat bertindak keras tetapi ada
kelompok tertentu yang memiliki resiko tinggi yaitu pria berusia 15-25 tahun, orang kota,
kulit hitam, atau subgroup dengan budaya kekerasan, peminum alkohol (Tomb, 2003
dalam Purba, dkk, 2008).
3.2 Faktor Penyebab Perilaku kekerasan
Faktor-Faktor yang Menyebabkan Perilaku Kekerasan pada Pasien Gangguan Jiwa
3.2.1

Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan
menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh
Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah:

1. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap perilaku:
a. Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif: sistem
limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan

dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan
sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini
maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya
gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan
pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem
neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem
limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara
konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
b. Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin, dan
serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini
sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya
tentang respons terhadap stress.
c. Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif
dengan genetik karyotype XYY.
d. Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan
tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus
temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti
ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap
perilaku agresif dan tindak kekerasan.
2. Teori Psikologik
a. Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan
dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri
rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan
perilaku

kekerasan

merupakan

pengungkapan

ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.

secara

terbuka

terhadap

rasa

b. Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya orang
tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise
atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak
memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal.
Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku
guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau
mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan
cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
c. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial
terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima perilaku
kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh
pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa kebutuhan dan
keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif. Penduduk yang ramai /padat
dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan
sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
3.2.2

Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan

dengan (Yosep, 2009) :


1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam
sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan
dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan
konflik
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya sebagai
seorang yang dewasa
5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan
tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.

6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap


perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
3.3 Tanda dan Gejala perilaku Kekerasan
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut:
1. Fisik
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot/ pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Postur tubuh kaku
f. Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata-kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda/orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri/orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk/agresif
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.


8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
3.4 Mekanisme Koping Individu dengan Perilaku Kekerasan
Perawat perlu mengidentifikasi mekanime koping pasien, sehingga dapat membantu
pasien untuk mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif dalam mengekspresikan
masalahnya. Mekanisme koping yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego
seperti :
1. Displacement (dapat menggungkapkan kemarahan pada objek yang salah, misalnya pada
saat marah pada dosen, mahasiswa mengungkapkan kemarahan dengan memukul
tembok).
2. Proyeksi yaitu kemarahan dimana secara verbal mengalihkan kesalahan diri sendiri pada
orang lain yang dianggap berkaitan, misalnya pada saat nilai buruk seorang mahasiswa
menyalahkan dosennya atau menyalahkan sarana kampus atau menyalahkan administrasi
yang tidak becus mengurus nilai.
3. Represi, dimana individu merasa seolah-olah tidak marah atau tidak kesal, ia tidak
mencoba menyampaikannnya kepada orang terdekat atau ekpress feeling, sehingga rasa
marahnya tidak terungkap dan ditekan sampai ia melupakannya.
4. Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang berkepanjangan dari
seseorang karena ditinggal oleh seseorang yang dianggap sangat berpengaruh dalam
hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak berakhir dapat menyebabkan perasaan harga diri
rendah sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul
dengan orang lain ini tidak diatasi akan timbul halusinasi yang menyuruh untuk
melakukan tindakan kekerasan dan ini berdampak terhadap resiko tinggi menciderai diri,
orang lain, dan lingkungan.
5. Dukungan keluarga yang kurang baik untuk menghadapi keadaan pasien mempengaruhi
perkembangan pasien (koping keluarga tidak efektif), hal ini tentunya menyebabkan
pasien akan sering keluar masuk rumah sakit dan timbulnya kekambuhan pasien karena
dukungan keluarga tidak maksimal (Fitria, 2009)
IV. Karakteristik Pasien
4.1 Kriteria Pasien
a. Pasien perilaku kekerasan yang sudah mulai mampu bekerja sama dengan perawat.
b. Pasien perilaku kekerasan yang dapat berkomunikasi dengan perawat.

4.2 Proses Seleksi


a. Mengobservasi pasien yang masuk kriteria.
b. Mengidentifikasi pasien yang masuk kriteria.
c. Mengumpulkan pasien yang masuk kriteria.
d. Membuat kontrak dengan pasien yang setuju ikut TAKSP, meliputi : menjelaskan
tujuan TAKSP pada pasien, rencana kegiatan kelompok, dan aturan main dalam
kelompok.
V. Strategi Pelaksanaan
5.3.1 Tahapan TAKSP
Dalam terapi aktifitas kelompok perilaku kekerasan dibagi dalam 5 (lima) sesi, yaitu:
1. Sesi 1 : Mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
2. Sesi 2: Mencegah perilaku kekerasan fisik
3. Sesi 3: Mencegah perilaku kekerasan sosial
4. Sesi 4: Mencegah perilaku kekerasan spiritual
5. Sesi 5: Mencegah perilaku kekerasan dengan patuh mengonsumsi obat
5.3.2 Pengorganisasian
5.2.1 Struktur dan uraian tugas pelaksana kegiatan TAKSP
1. Leader
a. Mengkoordinasi seluruh kegiatan
b. Memimpin jalannya terapi kelompok
c. Memimpin diskusi
2. Ko-leader
a. Membantu leader mengkoordinasi seluruh kegiatan
b. Mengingatkan leader jika ada kegiatan yang menyimpang
c. Membantu memimpin jalannya kegiatan
3. Observer
a. Mengamati semua proses kegiatan yang berkaitan dengan waktu, tempat dan jalannya
acara
b. Melaporkan hasil pengamatan pada leader dan semua angota kelompok dengan
evaluasi
4. Fasilitator
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Memotivasi peserta dalam aktivitas kelompok


Memotivasi anggota dalam ekspresi perasaan setelah kegiatan
Mengatur posisi kelompok dalam lingkungan untuk melaksanakan kegiatan
Membimbing kelompok selama permainan diskusi
Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan
Bertanggung jawab terhadap program dan antisipasi masalah saat kegiatan
berlangsung

5.2.2

Waktu pelaksanaan TAKSP

1. Hari/ tanggal

: Selasa, 02 Desember 2014

2. Jam

: 09.30-10.00 WIB

3. Tempat

: Ruang perawatan jiwa

4. Setting tempat

a. Ruangan nyaman dan tenang


b. Pasien dan terapis/ leader duduk bersama dalam lingkaran
c. Posisi pasien duduk dengan formasi pasien-fasilitator-pasien

Keterangan :
: Fasilitator
: Pasien
: Observer
: Leader
: Ko-leader

Gambar. Posisi terapis dan pasien dalam TAKSP

: Meja dan tape recorder

5.2.3 Alat/ media TAKSP


1.
Papan tulis/ flipchart/ whitebord
2.
Kapur/ spidol
3.
Buku catatan dan pulpen
4.
Jadwal kegiatan pasien
5.
Bantal
5.2.4
1.
2.
3.

Metode pelaksanaan TAKSP


Dinamika Kelompok
Diskusi dan Tanya Jawab
Bermain Peran/ Simulasi

5.2.5 Tata tertib dan antisipasi masalah pelaksanaan TAKSP


1. Tata tertib
a. Peserta bersedia mengikuti kegiatan TAK
b. Peserta wajib hadir 5 (lima) menit sebelum acara dimulai
c. Peserta berpakaian rapi, bersih (sudah mandi)
d. Tidak diperkenankan makan, minum, merokok selama kegiatan (TAKS) berlangsung
e. Jika ingin mengajukan/ menjawab pertanyaan, peserta mengangkat tangan kanan dan
berbicara setelah dipersilahkan oleh pemimpin
f. Peserta yang mengacaukan jalannya acara akan dikeluarkan
g. Peserta dilarang keluar sebelum acara TAKS selesai

h. Apabila waktu TAKS sesuai kesepakatan telah habis, namun TAKS belum selesai,
maka pemimpin akan meminta persetujuan anggota untuk memperpanjang waktu
TAKS kepada anggota
2. Antisipasi masalah
a. Penanganan pasien yang tidak aktif saat aktifitas kelompok :
Memanggil pasien
Memberi kesempatan kepada pasien tersebut untuk menjawab sapaan perawat
atau pasien yang lain
b. Pasien meninggalkan permainan tanpa pamit :
Panggil nama pasien
Tanya alasan pasien meninggalkan permainan
Berikan penjelasan tentang tujuan permainan dan berikan penjelasan pada pasien
bahwa pasien dapat melaksanakan keperluannya setelah itu pasien boleh kembali
lagi
c. Bila ada pasien lain ingin ikut :
Berikan penjelasan bahwa permainan ini ditujukan pada pasien yang telah dipilih
Katakan pada pasien lain bahwa ada permainan lain yang mungkin dapat diikuti
oleh pasien tersebut
Jika pasien memaksa, beri kesempatan untuk masuk dengan tidak memberi peran
pada permainan tersebut
5.3.3 Implementasi
A. Sesi 1 : Mengenal perilaku kekerasan yang dilakukan
1. Tujuan
a. Pasien dapat menyebutkan stimulasi penyebab kemarahannya
b. Pasien dapat menyebutkan tanda dan gejala yang dirasakan saat marah
c. Pasien dapat menyebutkan reaksi yang dilakukan saat marah (prilaku kekerasan)
d. Pasien dapat menyebutkan akibat perilaku kekerasan
2. Langkah kegiatan
a. Tahap persiapan
1) Memilih pasien perilaku kekerasan yang sudah kooperatif
2) Membuat kontrak dengan pasien
3) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
b. Tahap orentasi
1) Salam teraupetik
a) Salam dari terapis kepada pasien
b) Perkenalkan nama panggilan terapis kepada pasien
c) Menanyakan nama panggilan semua pasien (beri papan nama)

2) Evaluasi /validasi
a) Menanyakan perasaan pasien saat ini
b) Menanyakan masalah yang dirasakan
3) Kontrak
a) Menjelaskan tujuan kegiatan yaitu mengenal perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan
b) Menjelaskan aturan main berikut :
Jika ada pasien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin
kepada terapis
Lama kegiatan 45 menit
Setiap pasien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
c. Tahap kerja
1) Mendiskusikan penyebab marah
a) Tanyakan pengalaman tiap pasien marah
b) Tulis di papan tulis/ flipchart/ whiteboard
2) Mendiskusikan tanda dan gejala yang dirasakan pasien saat terpapar oleh
penyebab marah sebelum perilaku kekerasan terjadi
a) Tanyakan perasaan tiap pasien saat terpapar oleh penyebab (tanda dan gejala)
b) Tulis di papan tulis tulis/ flipchart/ whiteboard
3) Mendiskusikan perilaku kekerasan yang pernah dilakukan pasien (verbal, merusak
lingkungan, menciderai/ memukul orang lain, dan memukul diri sendiri)
a) Tanyakan perilaku yang dilakukan saat marah
b) Tulis di papan tulis tulis/ flipchart/ whiteboard
4) Membantu pasien memilih salah satu perilaku kekerasan yang paling sering
dilakukan untuk diperagakan
5) Melakukan bermain peran/ simulasi untuk perilaku kekerasan yang tidak
berbahaya (terapis sebagai sumber penyebab dan pasien yang melakukan perilaku
kekerasan)
6) Menanyakan perasaan pasien setelah selesai bermain peran/ simulasi
7) Mendiskusikan dampak/akibat perilaku kekerasan
a) Tanyakan akibat perilaku kekerasan
b) Tuliskan di papan tulis / flipchart/ whiteboard
8) Memberikan reinforcement pada peran serta pasien
9) Dalam menjalankan 1) sampai 8), upayakan semua pasien terlibat
10) Beri kesimpulan penyebab, tanda dan gejala, perilaku kekerasan, dan akibat
perilaku kekerasan
11) Menanyakan kesedian pasien untuk mempelajari cara baru yang sehat menghadapi
kemarahan
d. Tahap terminasi
1) Evaluasi
a) Terapis menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti TAKSP.
b) Memberikan reinforcement positif terhadap perilaku pasien yang positif.

2) Tindak lanjut
a) Menganjurkan pasien memulai dan mengevaluasi jika terjadi penyebab marah,
yaitu tanda dan gejala, perilaku kekerasan yang terjadi, serta akibat perilaku
kekerasan.
b) Menganjurkan pasien mengingat penyebab, tanda dan gejala perilaku
kekerasan dan akibatnya yang belum diceritakan.
3) Kontrak yang akan datang
a) Menyepakati belajar cara baru yang sehat untuk mencegah perilaku kekerasan
b) Menyepakati waktu dan tempat TAKSP berikutnya
3. Evaluasi dan Dokumentasi
a. Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAKSP berlangsung, khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan pasien sesuai dengan tujuan TAKSP. Untuk TAK
stimulasi persepsi perilaku kekerasan sesi 1, kemampuan yang diharapkan adalah mengetahui
penyebab perilaku, mengenal tanda dan gejala, perilaku kekerasan yang dilakukan dan akibat
perilaku kekerasan. Formulir evaluasi sebagai berikut :
Sesi 1 TAKSP
Kemampuan Psikologi

No

Nama
pasien

Penyebab
PK

Tanda
dan
gejala
PK

Memberi tanggapan tentang


Mempraktekkan
Perilaku
Akibat cara mengontrol
kekerasan
PK
PK dengan
nafas dalam

1
2
3
4
5
6
Petunjuk :
1. Tulis nama panggilan pasien yang ikut TAKSP pada kolom nama pasien.
2. Untuk tiap pasien, beri penilaian tentang kemampuan mengetahui penyebab perilaku
kekerasan, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan dan
akibat perilaku kekerasan, serta mempraktekkan cara mengontrol perilaku kekerasan
dengan nafas dalam. Beri tanda (+) jika mampu dan beri tanda (-) jika tidak mampu.
b. Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki pasien saat TAKSP pada catatan proses
keperawatan tiap pasien. Contoh : Pasien mengikuti Sesi 1, TAK stimulus persepsi perilaku

kekerasan. Pasien mampu menyebutkan penyebab perilaku kekerasannya (i.e. disalahkan dan
tidak diberi uang), mengenal tanda dan gejala yang dirasakan (gregetan dan deg-degan),
perilaku kekerasan yang dilakukan (memukul meja), akibat yang dirasakan (tangan sakit dan
dibawa ke rumah sakit jiwa), dan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan tarik
nafas dalam. Anjurkan pasien mengingat dan menyampaikan jika semua dirasakan selama di
rumah sakit.
B. Sesi 2: Mencegah Perilaku Kekerasan Fisik
1. Tujuan
a. Pasien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang dilakukan pasien
b. Pasien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang dapat mencegah perilaku kekerasan
c. Pasien dapat mendemontrasikan dua kegiatan fisik yang dapat mencegah perilaku
kekerasan
2. Langkah kegiatan
a. Tahap Persiapan
1) Mengingatkan kontrak dengan pasien yang telah ikut Sesi 1
2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
b. Tahap Orientasi
1) Salam terapeutik
a) Salam dari terapis kepada pasien
b) Pasien dan terapis pakai papan nama
2) Evaluasi validasi
a) Menanyakan perasaan pasien saat ini
b) Menanyakan apakah ada kejadian perilaku kekerasan: penyebab; tanda dan
gejala; perilaku kekerasan serta akibatnya
3) Kontrak
a) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu cara fisik untuk mencegah perilaku
kekerasan
b) Menjelaskan aturan main berikut :
Pasien Bersedia mengikuti TAKSP
Berpakaian rapi dan bersih
Peserta tidak diperbolehkan makan, minum atau merokok selama
pelaksanaan TAKSP
Jika ada pasien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin
kepada terapis
Lama kegiatan 45 menit
Setiap pasien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
c. Tahap Kerja
Melakukan pemilihan peserta yang akan di lakukan tahap kerja dengan
permainan sederhana yaitu diputarkan musik, kemudian pasien memutar bola yang di

pegang, bila musik di hentikan dan ada peserta TAKSP yang masih memegang bola
berarti dia adalah peserta yang terpilih untuk dilakukan tahap kerja selanjutnya.
1) Mendiskusikan kegiatan fisik yang biasanya dilakukan oleh pasien.
a) Tanyakan kegiatan : rumah tangga, harian, dan olah raga yang biasa dilakukan
oleh pasien
b) Tulis dipapan tulis/ flipchart/ whiteboard
2) Menjelaskan kegiatan fisik yang dapat digunakan untuk menyalurkan kemarahan
secara sehat: tarik napas dalam, menjemur/ memukul kasur/ bantal, menyikat
kamar mandi, main bola,senam, memukul gendang
3) Membantu pasien memilih dua kegiatan yang dapat dilakukan
4) Bersama pasien mempraktekan dua kegiatan yang dipilih
5) Terapis mempratekkan
6) Pasien melakukan redemontrasi
7) Menanyakan perasaan pasien setelah mempraktekan cara penyaluran kemarahan
8) Upayakan semua pasien berperan aktif
d. Tahap Terminasi
1) Evaluasi
a) Terapi menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK
b) Menanyakan ulang cara baru yang sehat mencegah perilaku kekerasan
c) Memberitahukan kemajuan masing masing pasien dalam mencapai hasil tiap
sesi
2) Tindak lanjut
a) Menganjurkan pasien menggunakan cara yang telah dipelajari jika stimulus
penyebab perilaku kekerasan
b) Menganjurkan pasien malatih secara teratur cara yang telah dipelajari
c) Memasukkan pada jadwal kegiatan harian pasien
3) Kontak yang akan datang
a) Menyepakati untuk belajar cara baru yang lain, yaitu interaksi sosial yang
asertif
b) Menyepakati waktu dan tempat TAKSP berikutnya
3. Evaluasi dan Dokumentasi
a. Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAKSP berlangsung, khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan pasien sesuai dengan tujuan TAKSP. Untuk TAK
stimulasi persepsi perilaku kekerasan sesi 2, kemampuan yang di harapakan adalah dua
kemampuan mencegah perilaku kekerasan secara fisik. Formulir evaluasi sebagai berikut:
Sesi 2: TAK
Stimulasi Persepsi Perilaku Kekerasan : Kemampuan mencegah perilaku kekerasan fisik
No
1.
2.
3.
4.

Nama pasien

Mempraktekkan cara fisik


yang pertama

Mempraktekkan cara fisik


yang kedua

5.
6.
7.
8.
Petunjuk :
1. Tulis nama panggilan pasien yang ikut TAK pada kolom nama pasien.
2. Untuk tiap pasien, beri penilaian tentang kemampuan mempraktekkan 2 cara fisik
untuk mencegah perilaku kekerasan. Beri tanda (+) jika pasien mampu dan tanda (-)
jika pasien tidak mampu
b. Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki pasien saat TAK pada catatan proses
keperawatan tiap pasien. Contoh : pasien mengikuti sesi 2 TAK stimulasi persepsi perilaku
kekerasan, pasien mampu mempraktekkan tarik nafas dalam, tetapi belum mampu
mempraktekkan pukul kasur dan bantal. Anjurkan dan bantu pasien mempraktekkan di ruang
rawat (buat jadwal).
C. Sesi 3 : Mencegah perilaku kekerasan Sosial
1. Tujuan
a. Pasien dapat mengungkapkan keinginan dan permintaan tanpa memaksa
b. Pasien dapat mengungkapkan penolakan dan rasa sakit hati tanpa kemarahan
2. Langkah kegiatan
a. Tahap persiapan
1) Mengingatkan kontrak dengan pasien yang telah ikut sesi 2
2) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
b. Tahap orientasi
1) Salam terapeutik
a) Salam dari terapis kepada pasien
b) Pasien dan terapis pakai papan nama
2) Evaluasi / Validasi
a) Menanyakan perasaan pasien saat ini
b) Menanyakan apakah ada penyebab marah,tanda dan gejala marah, serta
perilaku kekerasan
c) Tanyakan apakah kegiatan fisik untuk mencegah perilaku kekerasan sudah
dilakukan
3) Kontrak
a) Menjelaskan tujuan kegiatan yaitu cara sosial untuk mencegah perilaku
kekerasan
b) Menjelaskan aturan main berikut :
Jika ada pasien yang akan meninggalkan kelompok, harus meminta izin
kepada terapis

Lama kegiatan 45 menit


Setiap pasien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
c. Tahap kerja
1) Mendiskusikan dengan pasien cara bicara jika ingin meminta sesuatu dari orang
lain
2) Menuliskan cara-cara yang disampaikan pasien
3) Terapis mendemonstrasikan cara meminta sesuatu tanpa paksaan yaitu, Saya
perlu/ ingin/ minta...., yang akan saya gunakan untuk.....
4) Memilih dua orang pasien secara bergilir mendemonstrasikan ulang cara pada
poin 3)
5) Ulangi 4) sampai semua pasien mencoba
6) Memberikan pujian pada peran serta pasien
7) Terapis mendemonstrasikan cara menolak dan menyampaikan rasa sakit hati pada
orang lain, yaitu,Saya tidak dapt melakukan...atauSaya tidak menerima
dikatakan .....atau Saya kesal dikatakan seperti...
8) Memilih dua orang pasien secara bergilir mendemonstrasikan ulang cara pada
poin 4)
9) Ulangi 8) sampai semua pasien mencoba
10) Memberikan pujian pada peran serta pasien
d. Tahap terminasi
1) Evaluasi
a) Terapis menanyakan perasaan pasien setelah melakukan TAKSP
b) Menanyakan jumlah cara pencegahan perilaku kekerasan yang telah dipelajari
c) Memberikan pujian dan penghargaan atas jawaban yang benar.
2) Tindak lanjut
a) Menganjurkan pasien menggunakn kegiatan fisik dan interaksi sosial yang
asertif, jika stimulus penyebab perilaku kekerasan terjadi
b) Menganjurkan pasien melatih kegiatan fisik dan interaksi sosial yang asertif
secara teratur
c) Memasukkan interaksi sosial yang asertif pada jadwal kegiatan harian pasien.
3) Kontrak yang akan datang
a) Menyepakati untuk belajar cara baru yang lain, yaitu kegiatan ibadah
b) Menyepakati waktu dan tempat TAKSP berikutnya.
3. Evaluasi dan Dokumentasi
a. Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses Tak berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek
yang dievaluasi adalah kemampuan pasien sesuai dengan tujuan TAKSP. Untuk TAK
stimulasi persepsi perilaku kekerasan sesi 3, kemampuan pasien yang diharapkan adalah
mencegah perilaku kekerasan secara sosial. Formulir evaluasi sebagai berikut :
Sesi 3: TAK
Stimulasi persepsi perilaku kekerasan : Kemampuan mencegah perilaku kekerasan sosial

No Nama Pasien

Memperagakan cara Memperagakan cara


meminta tanpa paksa menolak yang baik

Mamperagakan cara
mengungkapkan
kekerasan yang baik

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Petunjuk :
1. Tulis nama panggilan pasien yang ikut TAKSP pada kolom nama pasien.
2. Untuk tiap pasien, beri penilaian akan kemampuan mempraktikkan pencegahan
perilaku kekerasan secara sosial : meminta tanpa paksa, menolak dengan baik,
mengungkapkan kekesalan dengan baik. Beri tanda ( ) jika pasien mampu dan tanda
() jika pasien tidak mampu.
b. Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki pasien saat TAKSP pada catatan proses
keperawatan tiap pasien. Contoh : pasien mengikuti Sesi 3 TAK stimulasi persepsi perilaku
kekerasan. Pasien mampu memperagakan cara meminta tanpa paksa, menolak dengan baik
dan mengungkapkan kekerasan. Anjurkan pasien mempraktikkan di ruang rawat (buat
jadwal).
D. Sesi 4 : Mencegah Perilaku Kekerasan spiritual
1. Tujuan
Pasien dapat melakukan kegiatan ibadah secara teratur
2. Langkah kegiatan
a. Tahap persiapan
1) Mengingatkan kontrak dengan pasien yang telah ikut sesi
2) Menyiapkan alat dan tempat
b. Tahap orientasi
1) Salam terapeutik
a) Salam dari terapis kepada pasien
b) Pasien dan terapis pakai papan nama
2) Evaluasi/ validasi
a) Menanyakan perasaan pasien saat ini
b) Menanyakan apakah ada penyebab marah, tanda dan gejala marah, serta perilaku
kekerasan
c) Tanyakan apakah kegiatan fisik dan interaksi sosial yang asertif untuk mencegah
perilaku kekerasan sudah dilakukan.
3) Kontrak

a) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu kegiatan ibadah untuk mencegah perilaku


kekerasan
b) Menjelaskan aturan main berikut:
Jika ada pasien yang akan meninggalkan kelompok, harus meminta izin
kepada terapis
Lama kegiatan 45 menit
Setiap pasien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
c. Tahap kerja
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Menanyakan agama dan kepercayaan masing-masing pasien


Mendiskusikan kegiatan ibadah yang biasa dilakukan masing-masing pasien
Menuliskan kegiatan ibadah masing-masing pasien
Meminta pasien untuk memilih satu kegiatan ibadah
Meminta pasien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang dipilih
Memberikan pujian pada penampilan pasien

d. Tahap terminasi
1) Evaluasi
a) Terapis menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti TAKSP
b) Menanyakan jumlah cara pencegahan perilaku kekerasan yang telah dipelajari
c) Memberikan pujian dan penghargaan atas jawaban yang benar
2) Tindak lanjut
a) Menganjurkan pasien menggunakan kegiatan fisik, interaksi sosial yang asertif,
dan kegiatan ibadah jika stimulus penyebab perilaku kekerasan terjadi
b) Menganjurkan pasien melatih kegiatan fisik, interaksi sosial yang asertif, dan
kegiatan ibadah secara teratur
c) Memasukkan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan harian pasien.
3) Kontrak yang akan datang
a) Menyepakati untuk balajar cara baru yang lain, yaitu minum obat teratur
b) Menyepakati waktu dan tempat pertemuan berikutnya.
3. Evaluasi dan Dokumentasi
a. Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAKSP berlangsung, khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan pasien sesuai dengan tujuan TAKSP. Untuk TAK
stimulasi persepsi perilaku kekerasan Sesi 4, kemampuan pasien yang diharapkan adalah
perilaku kegiatan ibadah untuk mencegah kekerasan. Formulir evaluasi sebagai berikut :
Sesi 4 : TAK
Stimulasi persepsi perilaku kekerasan : Kemampuan mencegah perilaku kekerasan spiritual
No
1.
2.
3.
4.
5.

Nama pasien

Mempraktikkan
kegiatan ibadah pertama

Mempraktikkan kegiatan
ibadah kedua

6.
7.
8.
Petunjuk :
1. Tulis nama panggilan pasien yang ikut TAK pada kolom nama pasien
2. Untuk tiap pasien, beri penilaian akan kemampuan mempraktikkan pencegahan
perilaku kekerasan secara sosial : meminta tanpa paksa, menolak dengan baik,
mengungkapkan kekesalan dengan baik. Beri tanda ( ) jika pasien mampu dan tanda
() jika pasien tidak mampu.
b. Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki pasien saat TAK pada catatan proses
keperawatan tiap pasien. Contoh : pasien mengikuti Sesi 4, TAK stimulasi persepsi perilaku
kekerasan. Pasien mampu memperagakan dua cara ibadah. Anjurkan pasien melakukannya
secara teratur di ruangan (buat jadwal).
E. Sesi 5: Mencegah Perilaku Kekerasan Dengan Patuh Mengonsumsi Obat
1. Tujuan
a. Pasien dapat menyebutkan keuntungan patuh minum obat
b. Pasien dapat menyebutkan akibat/ kerugian tidak patuh minum obat
c. Pasien dapat menyebutkan lima benar cara minum obat
2. Langkah kegiatan
a. Tahap persiapan
1) Mengingatkan kontrak dengan pasien yang telah ikut sesi
2) Menyiapkan alat dan tempat
b. Tahap orientasi
1) Salam terapeutik
a) Salam dari terapis kepada pasien
b) Pasien dan terapis pakai papan nama
2) Evaluasi/ validasi
a) Menanyakan perasaan pasien saat ini
b) Menanyakan apakah ada penyebab marah, tanda dan gejala marah, serta
perilaku kekerasan
c) Tanyakan apakah kegiatan fisik dan interaksi sosial yang asertif untuk
mencegah perilaku kekerasan sudah dilakukan.
3) Kontrak
a) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu petuh minum obat untuk mencegah
perilaku kekerasan
b) Menjelaskan aturan main berikut :
Jika ada pasien yang akan meninggalkan kelompok, harus meminta izin
kepada terapis

Lama kegiatan 45 menit


Setiap pasien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
c. Tahap kerja
1) Mendiskusikan macam obat yang dimakan pasien : nama dan warna (upayakan
tiap pasien menyampaikan)
2) Mendiskusikan waktu minum obat yang biasa dilakukan pasien
3) Tuliskan di whiteboard hasil 1) dan 2)
4) Menjelaskan lima benar minum obat, yaitu benar obat, benar waktu minum
obat, benar orang yang minum obat, benar cara minum obat, benar dosis
5)
6)
7)
8)
9)

obat
Minta pasien menyebutkan lima benar cara minum obat secara bergiliran
Berikan pujian pada pasien yang benar
Mendiskusikan perasaan pasien sebelum minum obat (catat di whiteboard)
Mendiskusikan perasaan pasien setelah teratur minum obat (catat di whiteboard)
Menjelaskan keuntungan patuh minum obat, yaitu salah satu cara mencegah

perilaku kekerasan/ kambuh


10) Menjelaskan akibat/ kerugian jika tidak patuh minum obat, yaitu kejadian perilaku
kekerasan/ kambuh
11) Minta pasien menyebutkan kembali keuntungan patuh minum obat dan kerugian
tidak patuh minum obat
12) Memberikan pujian setiap kali pasien benar
d. Tahap terminasi
1) Evaluasi
a) Terapis menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti TAKSP
b) Menanyakan jumlah cara pencegahan perilaku kekerasan yang telah dipelajari
c) Memberikan pujian dan penghargaan atas jawaban yang benar.
2) Tindak lanjut
a) Menganjurkan pasien menggunakan kegiatan fisik, interaksi sosial asertif
kegiatan ibadah, dan patuh minum obat untuk mencegah perilaku kekerasan
b) Memasukkan minum obat pada jadwal kegiatan harian pasien.
3) Kontrak yang akan datang
Mengakhiri pertemuan untuk TAKSP perilaku kekerasan dan disepakati jika
pasien perlu TAK yang lain.

3. Evaluasi dan Dokumentasi


a. Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung khususnya pada tahap kerja. Aspek
yang dievaluasi adalah kemampuan pasien sesuai dengan tujuan TAKSP. Untuk TAK
stimulasi persepsi perilaku kekerasan sesi 5, kemampuan yang diharapkan adalah mengetahui

lima benar cara minum obat, keuntungan minum obat, dan akibat tidak patuh minum obat.
Formulir evaluasi sebagai berikut :
Sesi 5: TAK
Stimulasi persepsi perilaku kekerasan : Kemampuan mencegah perilaku kekerasan dengan
patuh minum obat
No

Nama pasien

Menyebutkan lima
benar minum obat

Menyebutkan
keuntungan minum
obat

Menyebutkan
akibat tidak patuh
minum obat

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Petunjuk :
1. Tulis nama panggilan pasien yang ikut TAK pada kolom nama pasien
2. Untuk tiap pasien, beri penilaian akan kemampuan mempraktikkan pencegahan
perilaku kekerasan secara sosial: meminta tanpa paksa, menolak dengan baik,
mengungkapkan kekesalan dengan baik. Beri tanda ( ) jika pasien mampu dan tanda
() jika pasien tidak mampu.
b. Dokumentasi
Dokumentasi kemampuan yang dimiliki pasien pada catatan proses keperawatan tiap
pasien. Contoh : pasien mengikuti Sesi 5, TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan. Pasien
mampu menyebutkan keuntungan minum obat, belum dapat menyebutkan keuntungan
minum obat dan akibat tidak minum obat. Anjurkan pasien mempraktikkan lima benar cara
minum obat, bantu pasien merasakan keuntungan minum obat, dan akibat tidak minum obat.
VI.

Penutup
Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi pada perilaku kekerasan dilakukan pada

penderita gangguan jiwa mental emosional yang mulai kooperatif. Terapi ini terdiri dari lima
tahapan, yaitu sesi pertama untuk mengenal perilaku kekerasan yang dilakukan pasien. Sesi
kedua dan ketiga masing-masing bertujuan untuk mencegah perilaku kekerasan fisik dan
sosial. Sesi keempat TAKSP bertujuan mencegah perilaku kekerasan spiritual dan sesi kelima
bertujuan mencegah perilaku kekerasan dengan patuh minum obat.
TAKSP akan berlangsung dengan kondusif dan menciptakan suasana terapeutik apabila
petugas pelaksana terapi (terapis) mampu mengendalikan suasana dengan baik, koordinasi

antar anggota pelaksana terapi harus terjalin dengan baik. Penetapan kriteria anggota
kelompok secara tepat mampu meningkatkan efektifitas terapi aktivitas kelompok stimulasi
persepsi.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai