Anda di halaman 1dari 5

HUKUM ACARA PERADILAN HAM

RESUME BAB VII


Dosen :
Ida Bagus Surya Prabhawa Manuaba, SH

Nama

: Nyoman Dedi Anggara

NPM

: 12.8.103.21.21.5.4748

Smt/Kls : V/C
Fakultas : Hukum

UNIVERSITAS MAHASARASWATI
DENPASAR
2014

BAB VII
Perlindungan Korban dan Saksi

Dengan adanya pemberian jaminan perlindungan baik kepada korban maupun


saksi diharapkan untuk memberikan keterangan yang benar sehingga proses peradilan
HAM yang berat dapat dilaksanakan dengan baik sebagaimana disebutkan di dalam
penjelasan umum Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002.

A. Definisi
Definisi atau pengertian di yang ditentukan di dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 2 Tahun 2002 adalah sebagai berikut :

1. Perlindungan adalah suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh


aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa aman
baik fisik maupun mental, kepada korban dan saksi, dari ancaman, gangguan,
teror, dan kekerasan dari pihak manapun, yang diberikan pada tahap
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan atau pemeriksaan di sidang
pengadilan.
2. Korban adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mengalami
penderitaan sebagai akibat pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang
memerlukan perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror, dan
kekerasan dari pihak manapun.
3. Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan atau pemeriksaan di sidang
pengadilan tentang perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang ia
dengar sendiri, lihat sendiri, dan alami sendiri, yang memerlukan perlindungan
fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak
manapun.
4. Ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan adalah segala bentuk perbuatan
memaksa yang bertujuan menghalang-halangi atau mencegah seseorang,
sehingga baik langsung atau tidak langsung mengakibatkan orang tersebut
tidak dapat memberikan keterangan yang benar untuk kepentingan

penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan atau pemeriksaan di sidang


pengadilan.
B. Bentuk bentuk perlindungan
Setiap korban atau saksi dalam pelanggaran hak asasi manusia yang berat
berhak memperoleh perlindungan dari aparat penegak hukum dan aparat keamanan.
Bentuk bentuk perlindungan yang dimaksud didalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah
Tahun 2002 meliputi :

a. Perlindungan atas keamanan pribadi korban atau saksi dari ancaman fisik dan
mental.
Perlindungan disini tidak hanya meliputi korban atau saksi, tetapi
meliputi keluarga korban

b. Perahasiaan identitas korban atau saksi.


Kerahasiaan identitas korban atau saksi tidak menjadi masalah pada
saat tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, Sementara pada tahap
persidangan dilakukan oleh hakim dengan menyatakan sidang tertutup atau
tidak terbuka untuk umum. Berlandaskan pasal 19 ayat (1) Undang-undang
Nomor 4 Tahun 2004 yang menentukan bahwa pemeriksaan di sidang
pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali apabila undang-undang
menentukan lain, sedang di dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000
sendiri tidak ada ketentuan yang memberikan wewenang kepada hakim untuk
menyatakan pemeriksaan di sidang pengadilan tertutup atau tidak terbuka
untuk umum, maka menurut kami perahasiaan identitas korban atau saksi pada
tahap pemeriksaan disidang pengadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4
huruf b Perturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2002 sulit untuk di terapkan
mengingat pada tahap pemeriksaan di sidang pengadilan, identitas korban atau
saksi harus terbuka untuk umum.

c. Pemberian keterangan pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan tanpa


bertatap muka dengan tersangka.
Yang dimaksud dengan tanpa bertatap muka dengan tersangka ini
adalah tanpa bertatap muka secara langsung dengan terdakwa melainkan

dengan melalui media elektronik, yaitu dengan cara yang disebut


teleconference.

C. Tata cara perlindungan


Perlindungan terhadap korban dan saksi dilakukan berdasarkan:

a. inisiatif aparat penegak hukum dan aparat keamanan sebagai tindakan


perlindungan yang langsung diberikan berdasarkan pertimbangan aparat bahwa
korban dan saksi perlu segera dilindungi.

b. permohonan yang disampaikan oleh korban atau saksi. Permohonan sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) huruf b disampaikan kepada:

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, pada tahap penyelidikan;

Kejaksaan, pada tahap penyidikan dan penuntutan;

Pengadilan, pada tahap pemeriksaan.

Setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, maka di dalam


Pasal 6 aparat penegak hukum atau aparat keamanan akan melakukan:
a. Klarifikasi atas kebenaran permohonan.
b. Identifikasi bentuk perlindungan yang diperlukan.

Apabila hasil klarifikasi dan identifikasi menunjukkan perlunya dilakukannya


perlindungan keamanan pribadi korban atau saksi dari ancaman fisik dan mental, maka
permohonan tersebut disampaikan kepada aparat keamanan untuk ditindak lanjuti. Aparat
keamanan pun melakukan klarifikasi dan identifikasi dan jika hasilnya menunjukan perlu
maka aparat akan memberikan perlindungan yang dimaksud. Akan tetapi hasil dari klarifikasi
dan identifikasi memerlukan perlindungan perahasiaan identitas korban atau saksi pada saat
sidang maka tentu aparat harus menyampaikan kepada KOMNAS HAM, kejaksaan dan
pengadilan sesuai dengan tahap-tahap yang ditentukan.
Pemberhentian perlindungan dapat dilakukan sesuai Pasal 7 ayat 1 Peraturan Pemerintah
Nomor 2 Tahun 2002 jika :
a. Atas permohonan yang bersangkutan.
b. Korban atau saksi meninggal dunia.

c. Berdasarkan

pertimbangan

aparat

penegak

hukum

atau

aparat

keamanan,

perlindungan tidak diperlukan lagi.

D. Pembiayaan
Pembiayaan perlindungan korban dan saksi diatur di dalam Pasal 8 Peraturan
Pemerintah Tahun 2002 yang menentukan bahwa :

1. Korban dan saksi tidak dikenakan biaya apapun atas perlindungan yang
diberikan kepada dirinya.
2. Segala biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan perlindungan terhadap
korban dan saksi dibebankan pada anggaran masing-masing instansi aparat
penegak hukum atau aparat keamanan.

Anda mungkin juga menyukai