PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam sebagai agama wahyu merupakan sumber pedoman hidup bagi seluruh umat
manusia. Oleh karena itu, seluruh aktivitas yang dilakukan dalam bidang ekonomi Islam
mengutamakan metode pendekatan sistem nilai sebagaimana yang tercantum dalam sumbersumber hukum Islam yang berupa Al Quran, Sunnah, Ijma dan Ijtihad.
Sistem nilai tersebut diharapkan dapat membentuk suatu sistem ekonomi Islam yang
mampu mengentaskan kehidupan manusia dari ancaman pertarungan serta timbulnya
perpecahan akibat adanya persaingan dan kegelisahan yang menyebabkan keserakahan
sebagai bentuk krisis dari sistem ekonomi kapitalis dan sosialistik (Muhamad, 2000 : 14-16).
Islam menginginkan suatu ekonomi pasar yang dilandaskan pada nilai-nilai moral. Segala
kegiatan ekonomi harus berdasarkan pada prinsip kerjasama dan prinsip tanggung jawab.
B.
Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
Apa Hukum Ekonomi Islam Dalam Al-Quran, As-Sunnah dan Kitab-Kitab Fiqih ?
6.
C.
Tujuan Makalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Untuk hokum ekonomi islam dalam Al-Quran, As-sunnah dan kitab fiqih dalam Ekonomi Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.
dilain
pihak,
pasar
memberikan
kesempatan
kepada
para
konsumen
untuk
mengungkapkan keinginannya terhadap produk barang atau jasa yang mereka senangi diiringi
kesediaan mereka untuk membayar harganya, dan juga memberikan kepada para pemilik
sumber daya (produsen) kesempatan untuk menjual produk barang atau jasanya sesuai
dengan keinginan bebas mereka.
Motif mencari keuntungan, yang mendasari keberhasilan pelaksanaan sistem yang dijiwai
kebebasan berusaha, juga diakui oleh Islam. Hal ini dikarenakan keuntungan memberikan
insentif yang perlu bagi efisiensi pemakaian sumberdaya yang telah dianugerahkan Allah
kepada umat manusia. Efisiensi dalam alokasi sumber daya ini merupakan unsur yang perlu
dalam kehidupan masyarakat yang sehat dan dinamis.
Pengakuan Islam atas kebebasan berusaha bersama dengan pelembagaan hak milik
pribadi dan motif mencari keuntungan, tidaklah menjadikan sistem Islam mirip dengan
kapitalisme yang berdasarkan kebebasan berusaha. Perbedaan antara kedua hal itu perlu
difahami dikarenakan oleh dua alasan penting: Pertama, dalam sistem Islam, walaupun
pemilikan harta benda secara pribadi diizinkan, namun ia harus dipandang sebagai amanat dari
Allah, karena segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi sebenarnya adalah milik Allah, dan
manusia sebagai wakil (khalifah) Allah hanya mempunyai hak untuk memilikinya dengan status
amanat. Quran berkata: Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan dibumi (QS.
2:84). Katakanlah: Kepunyaan siapakah bumi dan apa yang ada di dalamnya, kalau kamu
semua tahu? Pasti mereka akan menjawab: Milik Allah. Katakanlah: Kalau demikian, maukah
kamu semua berfikir? (QS. 23:84-85).
Dan berilah (bantulah) mereka dari kekayaan Allah yang telah diberikan Allah kepadamu
(QS. 24:33).
Kedua, karena manusia adalah wakil Allah di bumi, dan harta benda yang dimilikinya
adalah amanat dari-Nya, maka manusia terikat oleh syarat-syarat amanat, atau lebih khusus
lagi, oleh nilai-nilai moral Islam, terutama nilai-nilai halal dan haram, persaudaraan, keadilan
sosial dan ekonomi, distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil, dan menunjang
kesejahteraan masyarakat umum.
Harta benda haruslah dicari dengan cara-cara yang sesuai dengan ajaran-ajaran Islam,
dan harus dipergunakan untuk tujuan-tujuan yang menjadi tujuan penciptaannya. Rasulullah
saw bersabda:
Harta benda memang hijau dan manis (mempesona); barangsiapa yang mencarinya
dengan cara yang halal, maka harta itu akan menjadi pembantunya yang sangat baik,
sedangkan barangsiapa yang mencarinya dengan cara yang tidak benar, maka ia akan seperti
seseorang yang makan tapi tak pernah kenyang (HR. Muslim, dalam Shahih-nya, 2:728).
Tujuan Ekonomi Islam segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam sistem Islam
mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan
kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal
ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.
Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof.Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga
sasaran hukum islam yang menunjukan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh
umat manusia, yaitu:
1. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan
lingkungannya.
2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di
bidang hukum dan muamalah.
3. Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa maslahah
yang menjad puncak sasaran di atas mencakup lima jaminan dasar:
keselamatan keyakinan agama (al din)
kesalamatan jiwa (al nafs)
keselamatan akal (al aql)
keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl)
keselamatan harta benda (al mal).
B.
Asumsi dasar/norma pokok ataupun aturan main dalam proses maupun interaksi kegiatan
ekonomi yang diberikan. Dalam sistem ekonomi islam yang menjadi asumsi dasarnya adalah
syariat islam tersebut diberlakukan secara menyeluruh baik secara individu, keluarga ,
kelompok masyarakat dalam memenuhi kebetuhan hidupnya baik untuk kebutuhan jasmani
maupun rohani.
2. Prinsip ekonomi Islam adalah penerapan asas efisiensi dan manfaat dengan tetap menjaga
kelestarian lingkungan alam.
3. Motif ekonomi islam adalah mencari keberuntungan di dunia dan di akhirat selaku khaliffatullah
dengan jalan beribadahdalam arti yang luas.
Hal tersebut didasarkan kepada ketentuan yang terdapat didalam perintah yang terdapat dalam
ajaran islm.
1. Ajaran islam dilaksanakan secara totalitas.
Perintah ajaran islam dilaksanakan di dalam seluruh kegiatan umat islam.
2. Asas efisiensi dan menjaga kelestarian lingkungan.
3. Motif ekonomi adalah keberuntungan di dunia dan di akhirat.
Berkaitan dengan dasar-dasar ekonomi islam yaitu:
1. Ekonomi islam ingin mencapai masyarakat yang berkehidupan sejahtera didunia dan diakhirat.
2. Hak relative perorangan diakui sebagai usaha dan kerja secara halal dan dipergunakan untuk
hal-hal yang halal pula.
3. Dalarang menimbun harta benda dan menjadikan terlantar.
4. Dalam harta benda itu terdapat hak untuk orang miskin yang selalu meminta.
6
a. Dalam ekonomi islam, berbagai jenis sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan
tuhan kepada manusia.
b. Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas- batas tertentu termasuk kepemilikan alat
produksi dan faktor produksi.
c. Islam melarang setiap pembayaran bunga atau riba atas berbagai bentuk pinjaman, apakah
pinjaman itu berasal dari teman maupun perusahaan maupun institusi lain.
Ciri-ciri Ekonomi Islam
1.
2.
Dalam Islam, ekonomi hanya merupakan satu titik bahagian dari al-Islam secara keseluruhan
(juzun min al-Islam as-syamil). Oleh karena ekonomi itu hanya merupakan salah satu bagian
atau tepatnya sub sistem dari al-Islam yang bersifat komprehensip (al-Islam as-syamil), maka
ini artinya tidaklah mungkin memisahkan persoalan ekonomi dari rangkaian ajaran Islam secara
keseluruhan yang bersifat utuh dan menyeluruh (holistik). Misalnya saja, karena Islam itu
7
agama akidah dan agama akhlak di samping agama syariah (muamalah), maka ekonomi Islam
tidak boleh terlepas apalagi dilepaskan dari ikatannya dengan sistem akidah dan sistem akhlaq
(etika) di samping hukum. Itulah sebabnya seperti akan dibahas pada waktunya nanti, mengapa
ekonomi Islam tetap dibangun di atas asas-asas akadiah (al-asas al-`aqaidiyyah) dan asasasas etika-moral (al-asas akhlaqiyyah) yang lainnya.
3.
Ekonomi berdimensi akidah atau keakidahan (iqtishadun `aqdiyyun), mengingat ekonomi Islam
itu pada dasarnya terbit atau lahir (sebagai ekspresi) dari akidah Islamiah (al-`aqidah slIslamiyyah) yang di dalamnya akan dimintakan pertanggung-jawaban terhadap akidah yang
diyakininya. Atas dasar ini maka seorang Muslim (menjadi) terikat dengan sebagian
kewajibannya semisal zakat, sedekah dan lain-lain walaupun dia sendiri harus kehilangan
sebagian kepentingan dunianya karena lebih cenderung untuk mendapatkan pahala dari Allah
s.w.t. di hari kiamat kelak.
4.
Berkarakter ta`abbudi (thabi`un ta`abbudiyun). Mengingat ekonomi Islam itu merupakan tata
aturan yang berdimensikan ketuhanan (nizham rabbani), dan setiap ketaatan kepada salah satu
dari sekian banyak aturan-aturan Nya adalah berarti ketaatan kepada Allah s.w.t., dan setiap
ketaatan kepada Allah itu adalah ibadah. Dengan demikian maka penerapan aturan-aturan
ekonomi Islam (al-iqtishad al-Islami) adalah juga mengandung nilai-nilai ibadah dalam
konteksnya yang sangat luas dan umum.
5.
Terkait erat dengan akhlak (murtabithun bil-akhlaq), Islam tidak pernah memprediksi
kemungkinan ada pemisahan antara akhlak dan ekonomi, juga tidak pernah memetakan
pembangunan ekonomi dalam lindungan Islam yang tanpa akhlak. Itulah sebabnya mengapa
dalam Islam kita tidak akan pernah menemukan aktivitas ekonomi seperti perdagangan,
perkreditan dan lain-lain yang semata-mata murni kegiatan ekonomi sebagaimana terdapat di
dalam ekonomi non Islam. Dalam Islam, kegiatan ekonomi sama sekali tidak boleh lepas dari
kendali akhlaq (etika-moral) yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari ajaran Islam secara
keseluruhan.
6.
7.
Objektif (al-maudhu`iyyah), dalam pengertian, Islam mengajarkan umatnya supaya berlaku dan
bertindak obyekektif dalam melakukan aktifitas ekonomi. Aktivitas ekonomi pada hakekatnya
adalah merupakan pelaksanaan amanat yang harus dipenuhi oleh setiap pelaku ekonomi tanpa
membeda-bedakan jenis kelamin, warna kulit, etnik, agama/kepercayaan dan lain-lain. Bahkan
terhadap musuh sekalipun di samping terhadap kawan dekat. Itulah sebabnya mengapa
monopoli misalnya dilarang dalam Islam. Termasuk ke dalam hal yang dilarang ialah perlakuan
dumping
dalam
berdagang
berbisnis.
Memiliki target sasaran/tujuan yang lebih tinggi (al-hadaf as-sami). Berlainan dengan sistem
ekonomi non Islam yang semata-mata hanya untuk mengejar kepuasan materi (ar-rafahiyah almaddiyah), ekonomi Islam memiliki sasaran yang lebih jauh yakni merealisasikan kehidupan
kerohanian yang lebih tinggi (berkualitas) dan pendidikan kejiwaan.
8.
Perekonomian yang stabil/kokoh (iqtishadun binaun). Kekhususan ini antara lain dapat dilihat
dari kenyataan bahwa Islam mengharamkan praktek bisnis yang membahayakan umat insani
apakah itu bersifat perorangan maupun kemasyarakatan seperti pengharaman riba, penipuan,
perdagangan khamr dan lain-lain.
9.
10. Realistis (al-waqi`iyyah). Prakiraan (forcasting) ekonomi khususnya prakiraan bisnis tidak
selamanya sesuai antara teori di satu sisi dengan praktek pada sisi yang lain. Dalam hal-hal
tertentu, sangat dimungkinkan terjadi pengecualian atau bahkan penyimpangan dari hal-hal
yang semestinya. Misalnya, dalam keadaan normal, Islam mengharamkan praktek jual-beli
barang-barang yang diharamkan untuk mengonsumsinya, tetapi dalam keadaan darurat (ada
kebutuhan sangat mendesak) pelarangan itu bisa jadi diturunkan statusnya menjadi boleh atau
sekurang-kurangnya tidak berdosa.
11. Harta kekayaan itu pada hakekatnya adalah milik Alah s.w.t. Dalam prinsip ini terkandung
maksud bahwa kepemilikan seseorang terhadap harta kekayaan (al-amwal) tidaklah bersifat
mutlak. Itulah sebabnya mengapa dalam Islam pendayagunaan harta kekayaan itu tetap harus
diklola dan dimanfaatkan sesuai dengan tuntunan Sang Maha Pemilik yaitu Allah s.w.t. Atas
dalih apapun, seseorang tidak bolehbertindak sewenag-wenang dalam mentasarrufkan
(membelanjakan) harta kekayaannya, termasuk dengan dalih bahwa harta kekayaan itu milik
pribadinya.
9
12. Memiliki kecakapan dalam mengelola harta kekayaan (tarsyid istikhdam al-mal). Para pemilik
harta
perlu
memiliki
kecerdasan/kepiawaian
dalam
mengelola
atau
mengatur
harta
kekayaannya semisal berlaku hemat dalam berbelanja, tidak menyerahkan harta kepada orang
yang belum/tidak mengerti tentang pendayagunaannya, dan tidak membelanjakan hartanya ke
dalam hal-hal yang diharamkan agama, serta tidak menggunakannya pada hal
hal yang akan merugikan orang lain
E.
F.
Pokok bahwa harta pada hakikatnya adalah milik Allah SWT, dan manusia hanya
diperbolehkan untuk memanfaatkan dan mengelolanya. Seperti terdapat dalam Al-Qur`an
yang artinya Dan hanya kepunyaan Allah lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi. Juga terdapat pada Firman Allah SWT, artinya Dan nafkahkanlah sebagian dari
hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya.
b. Pokok bahwa Islam menjamin kebutuhan setiap individu umat Muslim, seperti Firman Allah
SWT, artinya Dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang miskin yang meminta
dan orang yang tidak mempunyai apa-apa(yang tidak mau meminta)
c. Pokok penetap keadilan social dan memelihara keseimbangan ekonomi antara individu
umat muslim artinya Supaya harta itu jangan hanya beradara diantara orang-orang kaya
saja diantara kamu. Dan masih banyak dalil-dalil Al-Qur`an lainnya menerangkan hukumhukum yang berkaitan dengan perekonomian dalam Islam, seperti larangan riba, kewajiban
membayar Zakat dan lain sebagainya. Selain dari Al-Qur`an ekonomi Islam berlandaskan
pula dari perkataan Nabi Muhammad SAW yang diutus sebagi penuntun umat manusia
dalam seluruh unsur kehidupannya. Diantaranya . Perkataan Rasul ini yang menjadi
landasan para Khulafa Rasyidin dalam pelarangan ihtikar atau penimbunan barang. Karena
dengan penimbunan ini akan menaikan haraga barang jauh diatas harga asli, dan akan
terjadi kerusakan harga sehingga menyulitkan masyarakat. Kedua, landasan tidak tetap
dan berkaitan dengan aplikasi. Yaitu penyelesaian permasalahan ekonomi yang diambil
dari berdasarkan hasil ijtihad para ulama sesuai dengan dalil yang diambil dari Al-qur`an
dan Sunah. Seperti penjelasan tentang jenis mu`amalah yang teradap unsur riba,
11
penjelasan
tentang
upah
minimum
pekerja,
dan
batasan keadilan
social
atau
keseimbangan ekonomi diantara individu muslim. Semua kesimpulan yang diambil para
ulama ini bukan bersifat tetap dan bisa terjadi perbedaan pendapat atau sesuai dengan
situasi dan kondisi.
G.
Maqasid
Syariah,
Ilmu
Fikih,
Sejarah,
Psikologi
dan
juga
Sosiologi.
Kedua, ekonomi Islam menggunakan metode deduksi (istinbath) hukum syariah dari sumber
hukum Al-Qur`an dan Hadits. Dengan cara meletakan kaidah dasar kemudian menerapkannya
dalam kehidupan masyarakat. Ketiga, ekonomi Islam menggunakan metode induksi (al-istiqra)
terhadap fakta-fakta yang terjadi pada sejarah terdahulu, data-data statistic dan undang-undang
yang berlaku. Kemudian dijadiakan sebagai suatu konsep atau kaidah umum. Bagian ini tidak
harus mempunyai dasar konsep dari Al-Qur`an dan Hadist, tapi cukup disyaratkan tidak
bertentangan dengan keduanya.
H. Hukum Ekonomi Islam Dalam Al-Quran, As-Sunnah dan Kitab-Kitab Fiqh
Indikator lain tentang kepedulian Islam terhadap persoalan ekonomi dan keuangan,
ialah kenyataan yang menunjukkan bahwa di dalam al-Quran, yang menjadi sumber utama dan
pertama hukum Islam, terdapat sejumlah ayat yang mengatur persoalan-persoalan hukum
ekonomi dan keuangan (ayat al-iqtishadiyyah wa-al-maliyyah ). Menurut kesimupulan Abdul
Wahhab Khallaf, paling sedikit ada 10 ayat hukum dalam al-Quran yang berisikan normanorma dasar hukum ekonomi dan keuangan. Berbeda dengan Khallaf, yang melihat ayat-ayat
ekonomi semata-mata dari aspek hukumnya, Mahmud Syauqi al-Fanjari dalam konteks yang
agak luas memprakirakan ayat-ayat ekonomi dan keuangan dalam al-Quran berjumlah 21 ayat
yang secara langsung terkait erat dengan soal-soal ekonomi. Berlainan dengan Khallaf yang
sama sekali tidak menunjukkan ayat-ayat mana saja yang ia maksud dengan 10 ayat aliqtishadiyyah wa-al-maliyyah di atas, al-Fanjari secara eksplisit menyebutkan satu demi satu ke21 ayat ekonomi yang dimaksudkannya, yaitu: al-Baqarah (2): 188, 275 dan 279; An-Nisa (4): 5
12
dan 32; Hud (11): 61 dan 116; Al-Isra (17): 27; An-Nur (24): 33; Al-Jatsiyah (45): 13; AdzDzariyat (51): 19; An-Najm (53): 31; Al-Hadid (57): 7; Al-Hasyr (59): 7; Al-Jumu`ah (62): 10; AlMa`arij (70): 24 dan 25; Al-Ma`un (107): 1, 2, dan 3. Senafas dengan al-Quran, al-Hadits yang
menjadi sumber hukum Islam penting kedua setelah al-Quran, juga membincang persoalan
ekonomi dan keuangan. Di dalam buku-buku hadis yang ada, terutama buku-buku hadis
hukum, selalu ditemukan kitab atau bab yang secara khusus membahas persoalan-persoalan
ekonomi dan keuangan. Sebagai ilustrasi, perhatikan salah satu kitab hadis hukum yang paling
masyhur dan dikenal luas oleh para akademisi di seluruh dunia Islam dan bahkan perguruanperguruan
tinggi
non
Islam
yang
mempelajari
hukum
Islam.
Kitab hadis yang dimaksudkan adalah Bulughul Maram min Adillatil Ahkam (Kematangan yang
Diidamkan Tentang Dalil-Dalil Hukum), karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani (733 852 H).
Dalam kitab Bulugh al-Maram, yang telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa (di
antaranya Inggris dan Indonesia) dan telah disyarah (dikomentari) oleh sejumlah pensyarah, ini
terdapat kitabul-buyu` (kitab perdagangan) yang memuat 192 hadis hukum tentang ihwal
ekonomi dan bisnis yang dikemas ke dalam beberapa bab. Selengkapnya adalah sebagai
berikut:
1. Bab as-syuruth al-buyu` wa-ma nuhiya `anhu (bab tentang syarat-syarat jual-beli dan hal-hal
yang terlarang dari padanya), atau conditions of business transactions and those which are
forbidden (46 hadis);
2. Bab al-khiyar (bab tentang hak memilih pelaku akad untuk meneruskan atau membatalkan
akadnya), atau reconditional bargains (3 hadis);
3. Bab ar-riba (bab tentang riba), atau usury (18 hadis);
4. Bab ar-rukhshah fil-`araya wa-bai`il-ushuli watstsimar (kelonggaran tentang berbagai
pinjaman dan jual-beli pepohonan dan buah-buahnya), atau licence regarding the sale of
`Araya and the sale of trees and fruits (7 hadis);
5. Bab as-salam wal-qardhi war-rahni (bab tentang jual-beli salam, pinjam-meminjam dan
gadai), atau payment in advance, loan and pledge (10 hadis);
6. Bab at-taflis wa-al-hajr (bab tentang pailit dan penahanan harta seseorang), atau insolvency
and seizure (10 hadis);
7. Bab as-shuluh (bab tentang perdamaian), atau reconciliation (4 buah hadis);
13
secara sistematis mengikis keberlakuan hukum Islam di tanah jajahannya, Hindia Belanda.
Akibatnya, lembaga perbankan maupun di lembaga-lembaga keuangan lainnya, sangat terbiasa
menerapkan ketentuan Buku Ke tiga BW (Burgerlijk Wetboek) yang sudah diterjemahkan.
Sehingga untuk memulai suatu transaksi secara syariah tanpa pedoman teknis yang jelas akan
sulit sekali dilakukan.
Ketika wewenang mengadili sengketa hukum ekonomi syariah menjadi wewenang
absolut hakim pengadilan agama, maka dibutuhkan adanya kodifikasi hukum ekonomi syariah
yang lengkap agar hukum ekonomi syariah memiliki kepastian hukum dan para hakim memiliki
rujukan standart dalam menyelesaikan kasus-kasus sengketa di dalam bisnis syariah. Dalam
bidang perkawinan, warisan dan waqaf, kita telah memiliki KHI (Kompilasi Hukum Islam),
sedangkan dalam bidang ekonomi syariah kita belum memilikinya.
Kedudukan KHI secara konstitusional, masih sangat lemah, karena keberadaannya
hanyalah sebagai inpres. Karena itu dibutuhkan suatu aturan hukum yang lebih kuat yang dapat
menjadi rujukan para hakim dalam memutuskan berbagai persoalan hukum .
Untuk itulah kita perlu merumuskan Kodifikasi Hukum Ekonomi Islam, sebagaimana
yang dibuat pemerintahan Turki Usmani bernama Al-Majallah Al-Ahkam al-Adliyah yang terdiri
dari 1851 pasal.
Kodifikasi adalah himpunan berbagai peraturan menjadi undang-undang atau hal
penyusunan kitab perundang-undangan Dalam sejarahnya, formulasi suatu hukum atau
peraturan dibuat secara tertulis yang disebut jus scriptum. Dalam perkembangan selanjutnya
lahirlah berbagai peraturan-peraturan dalam bentuk tertulis tersebut yang disebut corpus juris.
Setelah jumlah peraturan itu menjadi demikian banyak, maka dibutuhkan sebuah kodifikasi
hukum yang menghimpun berbagai macam peraturan perundang-undangan. Para ahli hukum
dan hakim pun berupaya menguasai peraturan-peraturan itu dengan baik agar mereka bisa
menyelesaikan berbagai macam persoalan hukum yang muncul di tengah masyarakat dengan
penuh keadilan dan kemaslahatan..
Berdasarkan dasar pemikiran itu, maka hukum ekonomi syariah yang berasal dari fikih
muamalah, yang telah dipraktekkan dalam aktifitas di lembaga keuangan syariah, memerlukan
wadah perundang-undangan agar memudahkan penerapannya dalam kegiatan usaha di
lembaga-lembaga keuangan syariah tersebut.
15
perlu menjadi landasan perumusan hukum. Metode istihsan, urf, sadd zariah, dan
pertimbangan-pertimbangan kemaslahatan menjadi penting. Dengan demikian, diharapkan,
selain akan dapat memelihara dan menampung aspirasi hukum serta keadilan masyarakat,
Kodifikasi Hukum Ekonomi Syariah juga akan mampu berperan sebagai perekayasa (social
enginaring) masyarakat muslim Indonesia.
Sumber Hukum Ekonomi Islam
Sebuah ilmu tentu memiliki landasan hukum agar bisa dinyatakan sebagai sebuah bagian
dari konsep pengetahuan, demikian pula dengan ekonomi Islam. Ada beberapa dasar hukum
yang menjadi landasan pemikiran dan penentuan konsep ekonomi Islam.
Beberapa dasar hukum Islam tersebut di antaranya adalah :
1.
Al Quran. Ini merupakan dasar hukum utama konsep ekonomi Islam, karena Al Quran
merupakan ilmu pengetahuan yang berasal langsung dari Allah. Beberapa ayat dalam Al Quran
merujuk pada perintah manusia untuk mengembangkan sistem ekonomi yang bersumber pada
hukum Islam. Di antaranya terdapat pada QS. Fuskilat: 42, QS. Az Zumar: 27 dan QS. Al
Hasy:22.
2.
Hadist dan Sunnah. Pengertian hadist dan sunnah adalah sebuah perilaku Nabi yang tidak
diwajibkan dilakukan manusia, namun apabila mengerjakan apa yang dilakukan Nabi
Muhammad, maka manusia akan mendapatkan pahala. Keduanya dijadikan dasar hukum
ekonomi Islam mengingat Nabi Muhammad SAW sendiri adalah seorang pedagang yang
sangat layak untuk dijadikan panutan pelaku ekonomi modern.
3.
Ijma, yaitu sebuah prinsip hukum baru yang timbul sebagai akibat adanya perkembangan
jaman. Ijma adalah konsensus baik dari masyarakat maupun cendekiawan agama, dengan
berdasar pada Al Quran sebagai sumber hukum utama.
4.
Ijtihad atau Qiyas. Merupakan sebuah aktivitas dari para ahli agama untuk memecahkan
masalah yang muncul di masyarakat, di mana masalah tersebut tidak tersebut secara rinci
dalam hukum Islam. Dengan merujuk beberapa ketentuan yang ada, maka Ijtihad berperan
untuk membuat sebuah hukum yang bersifat aplikatif, dengan dasar Al Quran dan Hadist
sebagai sumber hukum yang bersifat normatif.
17
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perekonomian sebagai salah satu sendi kehidupan yang penting bagi manusia, oleh alQur'an telah diatur sedemikian rupa. Riba secara tegas telah dilarang karena merupakan salah
satu sumber labilitas perekonomian dunia. Al-Qur'an menggambarkannya sebagai orang yang
tidak dapat berdiri tegak melainkan secara limbung bagai orang yang kemasukan syaithan.
Hal terpenting dari semua itu adalah bahwa kita harus dapat mengembalikan fungsi asli uang
yaitu sebagai alat tukar / jual-beli. Memperlakukan uang sebagai komoditi dengan cara
memungut bunga adalah sebuah dosa besar, dan orang-orang yang tetap mengambil riba
setelah tiba larangan Allah, diancam akan dimasukkan ke neraka (Qs.al-Baqarah:275).
Berdirinya Bank Muamalat Indonesia merupakan salah satu contoh tantangan untuk
membuktikan suatu pendapat bahwa konsepsi Islam dalam bidang moneter dapat menjadi
konsep alternatif.
Kebebasan beragama adalah hak setiap manusia. Hak yang melekat pada manusia
karena ia adalah manusia. Hak untuk menyembah Tuhan diberikan oleh Tuhan, tidak ada
seorang pun yang boleh mencabutnya. Negara pun tidak berhak merampas hak tersebut dari
setiap individu. Pengakuan hak kebebasan beragama yang melekat dalam setiap individu
tersebut dinyatakan dengan gamblang dalam deklarasi universal HAM Pasal 1 dan 18.
B. SARAN
Kami menyadari bahwa makaah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami
mengharapkan dengan adanya makalah yang sangat sederhana ini dapat memberikan
sumbangan pikirin dan perkembangan bangsa. Kam menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun, kami nantikan dari seluruh pembaca yang
budiman.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
18
Islam sebagai agama wahyu merupakan sumber pedoman hidup bagi seluruh umat
manusia. Oleh karena itu, seluruh aktivitas yang dilakukan dalam bidang ekonomi Islam
mengutamakan metode pendekatan sistem nilai sebagaimana yang tercantum dalam sumbersumber hukum Islam yang berupa Al Quran, Sunnah, Ijma dan Ijtihad.
Sistem nilai tersebut diharapkan dapat membentuk suatu sistem ekonomi Islam yang
mampu mengentaskan kehidupan manusia dari ancaman pertarungan serta timbulnya
perpecahan akibat adanya persaingan dan kegelisahan yang menyebabkan keserakahan
sebagai bentuk krisis dari sistem ekonomi kapitalis dan sosialistik (Muhamad, 2000 : 14-16).
Islam menginginkan suatu ekonomi pasar yang dilandaskan pada nilai-nilai moral. Segala
kegiatan ekonomi harus berdasarkan pada prinsip kerjasama dan prinsip tanggung jawab.
B.
Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
Apa Hukum Ekonomi Islam Dalam Al-Quran, As-Sunnah dan Kitab-Kitab Fiqih ?
6.
C.
Tujuan Makalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Untuk hokum ekonomi islam dalam Al-Quran, As-sunnah dan kitab fiqih dalam Ekonomi Islam
BAB II
PEMBAHASAN
D.
Ekonomi Islam adalah sebuah sistem ilmu pengetahuan yang menyoroti masalah
perekonomian, sama seperti konsep ekonomi konvensional lainnya. Hanya, dalam sistem
ekonomi ini, nilai-nilai Islam menjadi landasan dan dasar dalam setiap aktivitasnya.
Dari pemahaman ekonomi Islam ini, menunjukkan bahwa sistem ekonomi ini bukan hanya
ditujukan bagi umat Islam saja. Sebab, semua umat manusia bisa dan berhak untuk
menggunakan konsep yang ada dalam sistem ekonomi berbasis ajaran Islam tersebut.
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang
perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana
dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam. Bekerja merupakan suatu kewajiban karena
Allah swt memerintahkannya, sebagaimana firman-Nya dalam surat At Taubah ayat 105:
Dan katakanlah, bekerjalah kamu, karena Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang
beriman akan melihat pekerjaan itu. Karena kerja membawa pada keampunan, sebagaimana
sabada Rasulullah Muhammad saw:
Barang siapa diwaktu sorenya kelelahan karena kerja tangannya, maka di waktu sore itu ia
mendapat ampunan.(HR.Thabrani dan Baihaqi).
Pembahasan tentang tujuan-tujuan sistem ekonomi Islam di atas menunjukkan bahwa
kesejahteraan material yang berdasarkan nilai-nilai spiritual yang kokoh merupakan dasar yang
sangat perlu dari filsafat ekonomi Islam. Karena dasar sistem Islam sendiri berbeda dari
sosialisme dan kapitalisme, yang keduanya terikat pada keduniaan dan tak berorientasi pada
nilai-nilai spiritual, maka suprastrukturnya juga mesti berbeda. Usaha apapun untuk
memperlihatkan persamaan Islam dengan kapitalisme atau sosialisme hanyalah akan
memperlihatkan kekurang-pengertian tentang ciri-ciri dasar dari ketiga sistem tersebut.
Komitmen Islam terhadap kemerdekaan individu dengan jelas membedakannya dari
sosialisme atau sistem apapun yang menghapuskan kebebasan individu. Saling rela tak
terpaksa antara penjual dan pembeli, menurut semua ahli hukum Islam, adalah merupakan
syarat sahnya transaksi dagang. Persaratan ini bersumber dari ayat Al-Quran: Wahai orangorang beriman! Janganlah kamu memakan harta salah seorang diantaramu dengan jalan yang
tidak benar; dapatkanlah harta dengan melalui jual beli dan saling merelakan (QS. 4:29).
Kebebasan berusaha, berlawanan dengan sosialisme, memberikan kemungkinan untuk hal
itu dan diakui oleh Islam bersama-sama dengan unsur-unsur yang mendampinginya, yaitu
pelembagaan hak milik pribadi.
Al-Quran, As-Sunnah, dan literatur fiqh penuh dengan pembahasan yang terperinci
tentang norma-norma yang menyangkut pencarian dan pembelanjaan harta benda pribadi dan
perdagangan, dan jual beli barang-barang dagangan, disamping pelembagaan zakat dan
20
warisan.Yang pasti tidak akan dibahas dengan demikian terperinci seandainya pelembagaan
hak milik pribadi atas sebagian besar sumber-sumber daya yang produktif tidak diakui oleh
Islam. Karena itu, peniadaan hak milik pribadi ini tidak dapat dipandang sesuai dengan ajaran
Islam.
Mekanisme pasar juga dapat dipandang sebagai bagian integral dari sistem ekonomi Islam,
karena di satu pihak pelembagaan hak milik pribadi tidak akan dapat berfungsi tanpa pasar.
Dan
dilain
pihak,
pasar
memberikan
kesempatan
kepada
para
konsumen
untuk
mengungkapkan keinginannya terhadap produk barang atau jasa yang mereka senangi diiringi
kesediaan mereka untuk membayar harganya, dan juga memberikan kepada para pemilik
sumber daya (produsen) kesempatan untuk menjual produk barang atau jasanya sesuai
dengan keinginan bebas mereka.
Motif mencari keuntungan, yang mendasari keberhasilan pelaksanaan sistem yang dijiwai
kebebasan berusaha, juga diakui oleh Islam. Hal ini dikarenakan keuntungan memberikan
insentif yang perlu bagi efisiensi pemakaian sumberdaya yang telah dianugerahkan Allah
kepada umat manusia. Efisiensi dalam alokasi sumber daya ini merupakan unsur yang perlu
dalam kehidupan masyarakat yang sehat dan dinamis.
Pengakuan Islam atas kebebasan berusaha bersama dengan pelembagaan hak milik
pribadi dan motif mencari keuntungan, tidaklah menjadikan sistem Islam mirip dengan
kapitalisme yang berdasarkan kebebasan berusaha. Perbedaan antara kedua hal itu perlu
difahami dikarenakan oleh dua alasan penting: Pertama, dalam sistem Islam, walaupun
pemilikan harta benda secara pribadi diizinkan, namun ia harus dipandang sebagai amanat dari
Allah, karena segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi sebenarnya adalah milik Allah, dan
manusia sebagai wakil (khalifah) Allah hanya mempunyai hak untuk memilikinya dengan status
amanat. Quran berkata: Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan dibumi (QS.
2:84). Katakanlah: Kepunyaan siapakah bumi dan apa yang ada di dalamnya, kalau kamu
semua tahu? Pasti mereka akan menjawab: Milik Allah. Katakanlah: Kalau demikian, maukah
kamu semua berfikir? (QS. 23:84-85).
Dan berilah (bantulah) mereka dari kekayaan Allah yang telah diberikan Allah kepadamu
(QS. 24:33).
Kedua, karena manusia adalah wakil Allah di bumi, dan harta benda yang dimilikinya
adalah amanat dari-Nya, maka manusia terikat oleh syarat-syarat amanat, atau lebih khusus
lagi, oleh nilai-nilai moral Islam, terutama nilai-nilai halal dan haram, persaudaraan, keadilan
sosial dan ekonomi, distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil, dan menunjang
kesejahteraan masyarakat umum.
21
Harta benda haruslah dicari dengan cara-cara yang sesuai dengan ajaran-ajaran Islam,
dan harus dipergunakan untuk tujuan-tujuan yang menjadi tujuan penciptaannya. Rasulullah
saw bersabda:
Harta benda memang hijau dan manis (mempesona); barangsiapa yang mencarinya
dengan cara yang halal, maka harta itu akan menjadi pembantunya yang sangat baik,
sedangkan barangsiapa yang mencarinya dengan cara yang tidak benar, maka ia akan seperti
seseorang yang makan tapi tak pernah kenyang (HR. Muslim, dalam Shahih-nya, 2:728).
Tujuan Ekonomi Islam segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam sistem Islam
mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan
kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal
ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.
Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof.Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga
sasaran hukum islam yang menunjukan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh
umat manusia, yaitu:
1. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan
lingkungannya.
2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di
bidang hukum dan muamalah.
3. Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa maslahah
yang menjad puncak sasaran di atas mencakup lima jaminan dasar:
keselamatan keyakinan agama (al din)
kesalamatan jiwa (al nafs)
keselamatan akal (al aql)
keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl)
keselamatan harta benda (al mal).
E.
22
kamu, maka berjalan lah (mencari rezeki kehidupanlah,pen) di segala penjurunya dan
makanlah sebagian dari rezekinya. Hanya kepada nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.
(QS. Al-Mulk: 15). Untuk itulah Allah berfirman, Kami jadikan siang untuk mencari
penghidupan.(QS. An-Naba:11).
F.
23
1.
Asumsi dasar/norma pokok ataupun aturan main dalam proses maupun interaksi kegiatan
ekonomi yang diberikan. Dalam sistem ekonomi islam yang menjadi asumsi dasarnya adalah
syariat islam tersebut diberlakukan secara menyeluruh baik secara individu, keluarga ,
kelompok masyarakat dalam memenuhi kebetuhan hidupnya baik untuk kebutuhan jasmani
maupun rohani.
2. Prinsip ekonomi Islam adalah penerapan asas efisiensi dan manfaat dengan tetap menjaga
kelestarian lingkungan alam.
3. Motif ekonomi islam adalah mencari keberuntungan di dunia dan di akhirat selaku khaliffatullah
dengan jalan beribadahdalam arti yang luas.
Hal tersebut didasarkan kepada ketentuan yang terdapat didalam perintah yang terdapat dalam
ajaran islm.
1. Ajaran islam dilaksanakan secara totalitas.
Perintah ajaran islam dilaksanakan di dalam seluruh kegiatan umat islam.
2. Asas efisiensi dan menjaga kelestarian lingkungan.
3. Motif ekonomi adalah keberuntungan di dunia dan di akhirat.
Berkaitan dengan dasar-dasar ekonomi islam yaitu:
1. Ekonomi islam ingin mencapai masyarakat yang berkehidupan sejahtera didunia dan diakhirat.
2. Hak relative perorangan diakui sebagai usaha dan kerja secara halal dan dipergunakan untuk
hal-hal yang halal pula.
3. Dalarang menimbun harta benda dan menjadikan terlantar.
4. Dalam harta benda itu terdapat hak untuk orang miskin yang selalu meminta.
5. Pada batas tertentu hak milik itu dikenakan zakat.
6. Perniagaan diperkenankan akan tetapi riba dilarang.
7. Tidak ada perbedaan suku dan keturunan dalam bekerja sama dan yang menjadi ukuran
perbedaaan hanyalah prestasi kerja.
D.
Ekonomi islam memiliki sifat dasar sebagai ekonomi Rabbani dan insani. Disebut
ekonomi Rabbani karena sarat dangan arahan dan nilai ilahiah. Lalu ekonomi islam dikatakan
memiliki dasar sebagai ekonomi insansi karena sistem ekonomi ini dilaksanakan dan
ditunjukkan untuk kemakmuran manusia.
Prinsip- prinsip Ekonomi Islam secara garis besar :
a. Dalam ekonomi islam, berbagai jenis sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan
tuhan kepada manusia.
b. Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas- batas tertentu termasuk kepemilikan alat
produksi dan faktor produksi.
c. Islam melarang setiap pembayaran bunga atau riba atas berbagai bentuk pinjaman, apakah
pinjaman itu berasal dari teman maupun perusahaan maupun institusi lain.
Ciri-ciri Ekonomi Islam
1.
2.
Dalam Islam, ekonomi hanya merupakan satu titik bahagian dari al-Islam secara keseluruhan
(juzun min al-Islam as-syamil). Oleh karena ekonomi itu hanya merupakan salah satu bagian
atau tepatnya sub sistem dari al-Islam yang bersifat komprehensip (al-Islam as-syamil), maka
ini artinya tidaklah mungkin memisahkan persoalan ekonomi dari rangkaian ajaran Islam secara
keseluruhan yang bersifat utuh dan menyeluruh (holistik). Misalnya saja, karena Islam itu
agama akidah dan agama akhlak di samping agama syariah (muamalah), maka ekonomi Islam
tidak boleh terlepas apalagi dilepaskan dari ikatannya dengan sistem akidah dan sistem akhlaq
(etika) di samping hukum. Itulah sebabnya seperti akan dibahas pada waktunya nanti, mengapa
ekonomi Islam tetap dibangun di atas asas-asas akadiah (al-asas al-`aqaidiyyah) dan asasasas etika-moral (al-asas akhlaqiyyah) yang lainnya.
3.
Ekonomi berdimensi akidah atau keakidahan (iqtishadun `aqdiyyun), mengingat ekonomi Islam
itu pada dasarnya terbit atau lahir (sebagai ekspresi) dari akidah Islamiah (al-`aqidah sl25
Berkarakter ta`abbudi (thabi`un ta`abbudiyun). Mengingat ekonomi Islam itu merupakan tata
aturan yang berdimensikan ketuhanan (nizham rabbani), dan setiap ketaatan kepada salah satu
dari sekian banyak aturan-aturan Nya adalah berarti ketaatan kepada Allah s.w.t., dan setiap
ketaatan kepada Allah itu adalah ibadah. Dengan demikian maka penerapan aturan-aturan
ekonomi Islam (al-iqtishad al-Islami) adalah juga mengandung nilai-nilai ibadah dalam
konteksnya yang sangat luas dan umum.
5.
Terkait erat dengan akhlak (murtabithun bil-akhlaq), Islam tidak pernah memprediksi
kemungkinan ada pemisahan antara akhlak dan ekonomi, juga tidak pernah memetakan
pembangunan ekonomi dalam lindungan Islam yang tanpa akhlak. Itulah sebabnya mengapa
dalam Islam kita tidak akan pernah menemukan aktivitas ekonomi seperti perdagangan,
perkreditan dan lain-lain yang semata-mata murni kegiatan ekonomi sebagaimana terdapat di
dalam ekonomi non Islam. Dalam Islam, kegiatan ekonomi sama sekali tidak boleh lepas dari
kendali akhlaq (etika-moral) yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari ajaran Islam secara
keseluruhan.
6.
7.
Objektif (al-maudhu`iyyah), dalam pengertian, Islam mengajarkan umatnya supaya berlaku dan
bertindak obyekektif dalam melakukan aktifitas ekonomi. Aktivitas ekonomi pada hakekatnya
adalah merupakan pelaksanaan amanat yang harus dipenuhi oleh setiap pelaku ekonomi tanpa
membeda-bedakan jenis kelamin, warna kulit, etnik, agama/kepercayaan dan lain-lain. Bahkan
terhadap musuh sekalipun di samping terhadap kawan dekat. Itulah sebabnya mengapa
monopoli misalnya dilarang dalam Islam. Termasuk ke dalam hal yang dilarang ialah perlakuan
dumping
dalam
berdagang
berbisnis.
Memiliki target sasaran/tujuan yang lebih tinggi (al-hadaf as-sami). Berlainan dengan sistem
26
ekonomi non Islam yang semata-mata hanya untuk mengejar kepuasan materi (ar-rafahiyah almaddiyah), ekonomi Islam memiliki sasaran yang lebih jauh yakni merealisasikan kehidupan
kerohanian yang lebih tinggi (berkualitas) dan pendidikan kejiwaan.
8.
Perekonomian yang stabil/kokoh (iqtishadun binaun). Kekhususan ini antara lain dapat dilihat
dari kenyataan bahwa Islam mengharamkan praktek bisnis yang membahayakan umat insani
apakah itu bersifat perorangan maupun kemasyarakatan seperti pengharaman riba, penipuan,
perdagangan khamr dan lain-lain.
9.
10. Realistis (al-waqi`iyyah). Prakiraan (forcasting) ekonomi khususnya prakiraan bisnis tidak
selamanya sesuai antara teori di satu sisi dengan praktek pada sisi yang lain. Dalam hal-hal
tertentu, sangat dimungkinkan terjadi pengecualian atau bahkan penyimpangan dari hal-hal
yang semestinya. Misalnya, dalam keadaan normal, Islam mengharamkan praktek jual-beli
barang-barang yang diharamkan untuk mengonsumsinya, tetapi dalam keadaan darurat (ada
kebutuhan sangat mendesak) pelarangan itu bisa jadi diturunkan statusnya menjadi boleh atau
sekurang-kurangnya tidak berdosa.
11. Harta kekayaan itu pada hakekatnya adalah milik Alah s.w.t. Dalam prinsip ini terkandung
maksud bahwa kepemilikan seseorang terhadap harta kekayaan (al-amwal) tidaklah bersifat
mutlak. Itulah sebabnya mengapa dalam Islam pendayagunaan harta kekayaan itu tetap harus
diklola dan dimanfaatkan sesuai dengan tuntunan Sang Maha Pemilik yaitu Allah s.w.t. Atas
dalih apapun, seseorang tidak bolehbertindak sewenag-wenang dalam mentasarrufkan
(membelanjakan) harta kekayaannya, termasuk dengan dalih bahwa harta kekayaan itu milik
pribadinya.
12. Memiliki kecakapan dalam mengelola harta kekayaan (tarsyid istikhdam al-mal). Para pemilik
harta
perlu
memiliki
kecerdasan/kepiawaian
dalam
mengelola
atau
mengatur
harta
kekayaannya semisal berlaku hemat dalam berbelanja, tidak menyerahkan harta kepada orang
yang belum/tidak mengerti tentang pendayagunaannya, dan tidak membelanjakan hartanya ke
dalam hal-hal yang diharamkan agama, serta tidak menggunakannya pada hal
hal yang akan merugikan orang lain
E.
F.
landasan ekonomi Islam dibagi menjadi dua, yaitu: landasan tetap dan landasan tidak tetap.
Pertama, Landasan tetap berkaitan dengan dasar-dasar utama agama Islam. Atau dapat
diibaratkan sebagai kumpulan pokok ekonomi yang diambil dari Nash Al-Qur`an dan Sunah
dan diharuskan bagi seorang Muslim untuk mengikutinya pada setiap zaman dan tempat.
Landasan ini tidak bisa berubah dalam kondisi apapun. Adapun landasan tersebut diantaranya;
d.
Pokok bahwa harta pada hakikatnya adalah milik Allah SWT, dan manusia hanya
diperbolehkan untuk memanfaatkan dan mengelolanya. Seperti terdapat dalam Al-Qur`an
yang artinya Dan hanya kepunyaan Allah lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi. Juga terdapat pada Firman Allah SWT, artinya Dan nafkahkanlah sebagian dari
hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya.
e. Pokok bahwa Islam menjamin kebutuhan setiap individu umat Muslim, seperti Firman Allah
SWT, artinya Dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang miskin yang meminta
dan orang yang tidak mempunyai apa-apa(yang tidak mau meminta)
f.
Pokok penetap keadilan social dan memelihara keseimbangan ekonomi antara individu
umat muslim artinya Supaya harta itu jangan hanya beradara diantara orang-orang kaya
saja diantara kamu. Dan masih banyak dalil-dalil Al-Qur`an lainnya menerangkan hukumhukum yang berkaitan dengan perekonomian dalam Islam, seperti larangan riba, kewajiban
membayar Zakat dan lain sebagainya. Selain dari Al-Qur`an ekonomi Islam berlandaskan
pula dari perkataan Nabi Muhammad SAW yang diutus sebagi penuntun umat manusia
dalam seluruh unsur kehidupannya. Diantaranya . Perkataan Rasul ini yang menjadi
landasan para Khulafa Rasyidin dalam pelarangan ihtikar atau penimbunan barang. Karena
dengan penimbunan ini akan menaikan haraga barang jauh diatas harga asli, dan akan
terjadi kerusakan harga sehingga menyulitkan masyarakat. Kedua, landasan tidak tetap
dan berkaitan dengan aplikasi. Yaitu penyelesaian permasalahan ekonomi yang diambil
dari berdasarkan hasil ijtihad para ulama sesuai dengan dalil yang diambil dari Al-qur`an
dan Sunah. Seperti penjelasan tentang jenis mu`amalah yang teradap unsur riba,
penjelasan
tentang
upah
minimum
pekerja,
dan
batasan keadilan
social
atau
keseimbangan ekonomi diantara individu muslim. Semua kesimpulan yang diambil para
ulama ini bukan bersifat tetap dan bisa terjadi perbedaan pendapat atau sesuai dengan
situasi dan kondisi.
G.
29
Ada beberapa landasan yang dianut dalam system perekonomian Islam, diantaranya :
Pertama, Ekonomi Islam satu-satunya system ekonomi yang diarahkan langsung oleh Wahyu
Allah SWT, maka semua aktifitas yang terjadi tidak boleh bertentangan dengan perintah Allah,
atau membolehkan semua larangan Allah. Tidak ada waktu, tenaga, dan harta yang bertujuan
untuk mengahalalkan semua yang haram atau pengharaman semua yang halal ataupun semua
hal yang bertentangan dengan syariat Islam. Ekonomi Islam juga diambil dari ilmu-ilmu Usul
Fikih,
Maqasid
Syariah,
Ilmu
Fikih,
Sejarah,
Psikologi
dan
juga
Sosiologi.
Kedua, ekonomi Islam menggunakan metode deduksi (istinbath) hukum syariah dari sumber
hukum Al-Qur`an dan Hadits. Dengan cara meletakan kaidah dasar kemudian menerapkannya
dalam kehidupan masyarakat. Ketiga, ekonomi Islam menggunakan metode induksi (al-istiqra)
terhadap fakta-fakta yang terjadi pada sejarah terdahulu, data-data statistic dan undang-undang
yang berlaku. Kemudian dijadiakan sebagai suatu konsep atau kaidah umum. Bagian ini tidak
harus mempunyai dasar konsep dari Al-Qur`an dan Hadist, tapi cukup disyaratkan tidak
bertentangan dengan keduanya.
H. Hukum Ekonomi Islam Dalam Al-Quran, As-Sunnah dan Kitab-Kitab Fiqh
Indikator lain tentang kepedulian Islam terhadap persoalan ekonomi dan keuangan,
ialah kenyataan yang menunjukkan bahwa di dalam al-Quran, yang menjadi sumber utama dan
pertama hukum Islam, terdapat sejumlah ayat yang mengatur persoalan-persoalan hukum
ekonomi dan keuangan (ayat al-iqtishadiyyah wa-al-maliyyah ). Menurut kesimupulan Abdul
Wahhab Khallaf, paling sedikit ada 10 ayat hukum dalam al-Quran yang berisikan normanorma dasar hukum ekonomi dan keuangan. Berbeda dengan Khallaf, yang melihat ayat-ayat
ekonomi semata-mata dari aspek hukumnya, Mahmud Syauqi al-Fanjari dalam konteks yang
agak luas memprakirakan ayat-ayat ekonomi dan keuangan dalam al-Quran berjumlah 21 ayat
yang secara langsung terkait erat dengan soal-soal ekonomi. Berlainan dengan Khallaf yang
sama sekali tidak menunjukkan ayat-ayat mana saja yang ia maksud dengan 10 ayat aliqtishadiyyah wa-al-maliyyah di atas, al-Fanjari secara eksplisit menyebutkan satu demi satu ke21 ayat ekonomi yang dimaksudkannya, yaitu: al-Baqarah (2): 188, 275 dan 279; An-Nisa (4): 5
dan 32; Hud (11): 61 dan 116; Al-Isra (17): 27; An-Nur (24): 33; Al-Jatsiyah (45): 13; AdzDzariyat (51): 19; An-Najm (53): 31; Al-Hadid (57): 7; Al-Hasyr (59): 7; Al-Jumu`ah (62): 10; AlMa`arij (70): 24 dan 25; Al-Ma`un (107): 1, 2, dan 3. Senafas dengan al-Quran, al-Hadits yang
menjadi sumber hukum Islam penting kedua setelah al-Quran, juga membincang persoalan
ekonomi dan keuangan. Di dalam buku-buku hadis yang ada, terutama buku-buku hadis
hukum, selalu ditemukan kitab atau bab yang secara khusus membahas persoalan-persoalan
30
ekonomi dan keuangan. Sebagai ilustrasi, perhatikan salah satu kitab hadis hukum yang paling
masyhur dan dikenal luas oleh para akademisi di seluruh dunia Islam dan bahkan perguruanperguruan
tinggi
non
Islam
yang
mempelajari
hukum
Islam.
Kitab hadis yang dimaksudkan adalah Bulughul Maram min Adillatil Ahkam (Kematangan yang
Diidamkan Tentang Dalil-Dalil Hukum), karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani (733 852 H).
Dalam kitab Bulugh al-Maram, yang telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa (di
antaranya Inggris dan Indonesia) dan telah disyarah (dikomentari) oleh sejumlah pensyarah, ini
terdapat kitabul-buyu` (kitab perdagangan) yang memuat 192 hadis hukum tentang ihwal
ekonomi dan bisnis yang dikemas ke dalam beberapa bab. Selengkapnya adalah sebagai
berikut:
1. Bab as-syuruth al-buyu` wa-ma nuhiya `anhu (bab tentang syarat-syarat jual-beli dan hal-hal
yang terlarang dari padanya), atau conditions of business transactions and those which are
forbidden (46 hadis);
2. Bab al-khiyar (bab tentang hak memilih pelaku akad untuk meneruskan atau membatalkan
akadnya), atau reconditional bargains (3 hadis);
3. Bab ar-riba (bab tentang riba), atau usury (18 hadis);
4. Bab ar-rukhshah fil-`araya wa-bai`il-ushuli watstsimar (kelonggaran tentang berbagai
pinjaman dan jual-beli pepohonan dan buah-buahnya), atau licence regarding the sale of
`Araya and the sale of trees and fruits (7 hadis);
5. Bab as-salam wal-qardhi war-rahni (bab tentang jual-beli salam, pinjam-meminjam dan
gadai), atau payment in advance, loan and pledge (10 hadis);
6. Bab at-taflis wa-al-hajr (bab tentang pailit dan penahanan harta seseorang), atau insolvency
and seizure (10 hadis);
7. Bab as-shuluh (bab tentang perdamaian), atau reconciliation (4 buah hadis);
8. Bab al-hawalah wad-dhaman (bab tentang pemindahan hutang dan tanggungan/jaminan
pembayaran hutang), atau transference of a debt to another and surety (4 hadis);
9. Bab as-syirkah wal-wakalah (bab tentang Persekutuan dan perwakilan), atau partnership
and agency (8 hadis);
10. Bab al-iqrar (bab tentang pernyataan pengakuan), confession (1 hadis);
31
I.
32
33
Dengan demikian lahirnya Kodifikasi Hukum Ekonomi Syariah dalam sebuah Kitab-UndangUndang Hukum Perdata Islam menjadi sebuah keniscayaan.
Sebagaimana dimaklumi bahwa formulasi materi Kodifikasi Hukum Ekonomi Syariah
tidak terdapat dalam Yurisprudensi di lembaga-lembaga peradilan Indonesia. Meskipun
demikian, yurisprudensi dalam kasus yang sama bisa dirujuk sepanjang tidak bertentangan
dengan prinsip hukum ekonomi syariah. Artinya, keputusan hukum masa lampau itu difikihkan,
karena dinilai sesuai dengan syariah.
Jadi pekerjaan para mujtahid ekonomi syariah Indonesia, bukan saja merumuskan
hukum ekonomi baru yang berasal dari norma-norma fikih/syariah, tetapi bagaimana bisa
memfikihkan hukum nasional yang telah ada. Hukum nasional yang bersumber dari KUH
Perdata (BW), kemungkinan besar banyak yang sesuai syariah, maka materi dan keputusan
hukumnya dalam bentuk yurusprudensi bisa ditaqrir atau diadopsi.
KUH Perdata (BW) yang mengambil masukan dari Code Civil Perancis ini dalam
pembuatannya mengambil pemikiran para pakar hukum Islam dari Mesir yang bermazhab
Maliki, sehingga tidak aneh apabila terdapat banyak kesamaan prinsip-prinsip dalam KUH
Perdata dengan ketentuan fikih Muamalah tersebut, seperti hibah, wadiah dan lain-lain.
Selain itu, yurisprudensi putusan ekonomi syariah, mungkin juga bisa dicari dari
penerapan hukum adat di dalam putusan pengadilan yang ada di negara kita yang sedikit
banyak telah diinspirasikan oleh ketentuan hukum Islam. Yang paling bagus adalah merujuk
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Islam yang pernah dibuat di zaman Kekhalifahan Turki
Usmani yang disebut Majalah Al-Ahkam Al-Adliyah KUH Perdata Islam ini dapat dikembangkan
dan diperluas bahasannya disesuaikan dengan perkembangan aktivitas perekonomian di
zaman modern ini.
Selain itu, penyusunan Kodifikasi Hukum Ekonomi Syariah atau Hukum Perdata Islam,
harus menggunakan ilmu ushul fiqh dan qawaid fiqh. Disiplin ini adalah metodologi
yurispridensi Islam yang mutlak diperlukan para mujtahid. Dengan demikian maqashid syariah
perlu menjadi landasan perumusan hukum. Metode istihsan, urf, sadd zariah, dan
pertimbangan-pertimbangan kemaslahatan menjadi penting. Dengan demikian, diharapkan,
selain akan dapat memelihara dan menampung aspirasi hukum serta keadilan masyarakat,
Kodifikasi Hukum Ekonomi Syariah juga akan mampu berperan sebagai perekayasa (social
enginaring) masyarakat muslim Indonesia.
34
Al Quran. Ini merupakan dasar hukum utama konsep ekonomi Islam, karena Al Quran
merupakan ilmu pengetahuan yang berasal langsung dari Allah. Beberapa ayat dalam Al Quran
merujuk pada perintah manusia untuk mengembangkan sistem ekonomi yang bersumber pada
hukum Islam. Di antaranya terdapat pada QS. Fuskilat: 42, QS. Az Zumar: 27 dan QS. Al
Hasy:22.
2.
Hadist dan Sunnah. Pengertian hadist dan sunnah adalah sebuah perilaku Nabi yang tidak
diwajibkan dilakukan manusia, namun apabila mengerjakan apa yang dilakukan Nabi
Muhammad, maka manusia akan mendapatkan pahala. Keduanya dijadikan dasar hukum
ekonomi Islam mengingat Nabi Muhammad SAW sendiri adalah seorang pedagang yang
sangat layak untuk dijadikan panutan pelaku ekonomi modern.
3.
Ijma, yaitu sebuah prinsip hukum baru yang timbul sebagai akibat adanya perkembangan
jaman. Ijma adalah konsensus baik dari masyarakat maupun cendekiawan agama, dengan
berdasar pada Al Quran sebagai sumber hukum utama.
4.
Ijtihad atau Qiyas. Merupakan sebuah aktivitas dari para ahli agama untuk memecahkan
masalah yang muncul di masyarakat, di mana masalah tersebut tidak tersebut secara rinci
dalam hukum Islam. Dengan merujuk beberapa ketentuan yang ada, maka Ijtihad berperan
untuk membuat sebuah hukum yang bersifat aplikatif, dengan dasar Al Quran dan Hadist
sebagai sumber hukum yang bersifat normatif.
BAB III
PENUTUP
C. KESIMPULAN
Perekonomian sebagai salah satu sendi kehidupan yang penting bagi manusia, oleh al35
Qur'an telah diatur sedemikian rupa. Riba secara tegas telah dilarang karena merupakan salah
satu sumber labilitas perekonomian dunia. Al-Qur'an menggambarkannya sebagai orang yang
tidak dapat berdiri tegak melainkan secara limbung bagai orang yang kemasukan syaithan.
Hal terpenting dari semua itu adalah bahwa kita harus dapat mengembalikan fungsi asli uang
yaitu sebagai alat tukar / jual-beli. Memperlakukan uang sebagai komoditi dengan cara
memungut bunga adalah sebuah dosa besar, dan orang-orang yang tetap mengambil riba
setelah tiba larangan Allah, diancam akan dimasukkan ke neraka (Qs.al-Baqarah:275).
Berdirinya Bank Muamalat Indonesia merupakan salah satu contoh tantangan untuk
membuktikan suatu pendapat bahwa konsepsi Islam dalam bidang moneter dapat menjadi
konsep alternatif.
Kebebasan beragama adalah hak setiap manusia. Hak yang melekat pada manusia
karena ia adalah manusia. Hak untuk menyembah Tuhan diberikan oleh Tuhan, tidak ada
seorang pun yang boleh mencabutnya. Negara pun tidak berhak merampas hak tersebut dari
setiap individu. Pengakuan hak kebebasan beragama yang melekat dalam setiap individu
tersebut dinyatakan dengan gamblang dalam deklarasi universal HAM Pasal 1 dan 18.
D. SARAN
Kami menyadari bahwa makaah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami
mengharapkan dengan adanya makalah yang sangat sederhana ini dapat memberikan
sumbangan pikirin dan perkembangan bangsa. Kam menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun, kami nantikan dari seluruh pembaca yang
budiman.
36