Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Islam sebagai agama wahyu merupakan sumber pedoman hidup bagi seluruh umat
manusia. Oleh karena itu, seluruh aktivitas yang dilakukan dalam bidang ekonomi Islam
mengutamakan metode pendekatan sistem nilai sebagaimana yang tercantum dalam sumbersumber hukum Islam yang berupa Al Quran, Sunnah, Ijma dan Ijtihad.
Sistem nilai tersebut diharapkan dapat membentuk suatu sistem ekonomi Islam yang
mampu mengentaskan kehidupan manusia dari ancaman pertarungan serta timbulnya
perpecahan akibat adanya persaingan dan kegelisahan yang menyebabkan keserakahan
sebagai bentuk krisis dari sistem ekonomi kapitalis dan sosialistik (Muhamad, 2000 : 14-16).
Islam menginginkan suatu ekonomi pasar yang dilandaskan pada nilai-nilai moral. Segala
kegiatan ekonomi harus berdasarkan pada prinsip kerjasama dan prinsip tanggung jawab.

B.

Rumusan Masalah

1.

Apakah pengertian Ekonomi Islam ?

2.

Apa Kegiatan Ekonomi Dalam pandangan Islam ?

3.

Apa saja Sistem Ekonomi Islam ?

4.

Apa yang Prinsip & Landasan Ekonomi Islam ?

5.

Apa Hukum Ekonomi Islam Dalam Al-Quran, As-Sunnah dan Kitab-Kitab Fiqih ?

6.

Apa Peran Hukum Ekonomi Syariah ?

C.

Tujuan Makalah

1.

Untuk mengetahui pengertian Ekonomi Islam

2.

Untuk mengetahui prinsip-prinsip dalam Ekonomi Islam

3.

Untuk mengetahui ciri-ciri Ekonomi Islam

4.

Untuk mengetahui sumber hukum dalam Ekonomi Islam

5.

Untuk peran Ekonomi Syariah

6.

Untuk hokum ekonomi islam dalam Al-Quran, As-sunnah dan kitab fiqih dalam Ekonomi Islam

BAB II
PEMBAHASAN
A.

Pengertian Ekonomi Islam


Ekonomi Islam adalah sebuah sistem ilmu pengetahuan yang menyoroti masalah
perekonomian, sama seperti konsep ekonomi konvensional lainnya. Hanya, dalam sistem
ekonomi ini, nilai-nilai Islam menjadi landasan dan dasar dalam setiap aktivitasnya.
Dari pemahaman ekonomi Islam ini, menunjukkan bahwa sistem ekonomi ini bukan hanya
ditujukan bagi umat Islam saja. Sebab, semua umat manusia bisa dan berhak untuk
menggunakan konsep yang ada dalam sistem ekonomi berbasis ajaran Islam tersebut.
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang
perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana
dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam. Bekerja merupakan suatu kewajiban karena
Allah swt memerintahkannya, sebagaimana firman-Nya dalam surat At Taubah ayat 105:
Dan katakanlah, bekerjalah kamu, karena Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang
beriman akan melihat pekerjaan itu. Karena kerja membawa pada keampunan, sebagaimana
sabada Rasulullah Muhammad saw:
Barang siapa diwaktu sorenya kelelahan karena kerja tangannya, maka di waktu sore itu ia
mendapat ampunan.(HR.Thabrani dan Baihaqi).
Pembahasan tentang tujuan-tujuan sistem ekonomi Islam di atas menunjukkan bahwa
kesejahteraan material yang berdasarkan nilai-nilai spiritual yang kokoh merupakan dasar yang
sangat perlu dari filsafat ekonomi Islam. Karena dasar sistem Islam sendiri berbeda dari
sosialisme dan kapitalisme, yang keduanya terikat pada keduniaan dan tak berorientasi pada
nilai-nilai spiritual, maka suprastrukturnya juga mesti berbeda. Usaha apapun untuk
memperlihatkan persamaan Islam dengan kapitalisme atau sosialisme hanyalah akan
memperlihatkan kekurang-pengertian tentang ciri-ciri dasar dari ketiga sistem tersebut.
Komitmen Islam terhadap kemerdekaan individu dengan jelas membedakannya dari
sosialisme atau sistem apapun yang menghapuskan kebebasan individu. Saling rela tak
terpaksa antara penjual dan pembeli, menurut semua ahli hukum Islam, adalah merupakan
syarat sahnya transaksi dagang. Persaratan ini bersumber dari ayat Al-Quran: Wahai orangorang beriman! Janganlah kamu memakan harta salah seorang diantaramu dengan jalan yang
tidak benar; dapatkanlah harta dengan melalui jual beli dan saling merelakan (QS. 4:29).

Kebebasan berusaha, berlawanan dengan sosialisme, memberikan kemungkinan untuk hal


itu dan diakui oleh Islam bersama-sama dengan unsur-unsur yang mendampinginya, yaitu
pelembagaan hak milik pribadi.
Al-Quran, As-Sunnah, dan literatur fiqh penuh dengan pembahasan yang terperinci
tentang norma-norma yang menyangkut pencarian dan pembelanjaan harta benda pribadi dan
perdagangan, dan jual beli barang-barang dagangan, disamping pelembagaan zakat dan
warisan.Yang pasti tidak akan dibahas dengan demikian terperinci seandainya pelembagaan
hak milik pribadi atas sebagian besar sumber-sumber daya yang produktif tidak diakui oleh
Islam. Karena itu, peniadaan hak milik pribadi ini tidak dapat dipandang sesuai dengan ajaran
Islam.
Mekanisme pasar juga dapat dipandang sebagai bagian integral dari sistem ekonomi Islam,
karena di satu pihak pelembagaan hak milik pribadi tidak akan dapat berfungsi tanpa pasar.
Dan

dilain

pihak,

pasar

memberikan

kesempatan

kepada

para

konsumen

untuk

mengungkapkan keinginannya terhadap produk barang atau jasa yang mereka senangi diiringi
kesediaan mereka untuk membayar harganya, dan juga memberikan kepada para pemilik
sumber daya (produsen) kesempatan untuk menjual produk barang atau jasanya sesuai
dengan keinginan bebas mereka.
Motif mencari keuntungan, yang mendasari keberhasilan pelaksanaan sistem yang dijiwai
kebebasan berusaha, juga diakui oleh Islam. Hal ini dikarenakan keuntungan memberikan
insentif yang perlu bagi efisiensi pemakaian sumberdaya yang telah dianugerahkan Allah
kepada umat manusia. Efisiensi dalam alokasi sumber daya ini merupakan unsur yang perlu
dalam kehidupan masyarakat yang sehat dan dinamis.
Pengakuan Islam atas kebebasan berusaha bersama dengan pelembagaan hak milik
pribadi dan motif mencari keuntungan, tidaklah menjadikan sistem Islam mirip dengan
kapitalisme yang berdasarkan kebebasan berusaha. Perbedaan antara kedua hal itu perlu
difahami dikarenakan oleh dua alasan penting: Pertama, dalam sistem Islam, walaupun
pemilikan harta benda secara pribadi diizinkan, namun ia harus dipandang sebagai amanat dari
Allah, karena segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi sebenarnya adalah milik Allah, dan
manusia sebagai wakil (khalifah) Allah hanya mempunyai hak untuk memilikinya dengan status
amanat. Quran berkata: Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan dibumi (QS.
2:84). Katakanlah: Kepunyaan siapakah bumi dan apa yang ada di dalamnya, kalau kamu
semua tahu? Pasti mereka akan menjawab: Milik Allah. Katakanlah: Kalau demikian, maukah
kamu semua berfikir? (QS. 23:84-85).

Dan berilah (bantulah) mereka dari kekayaan Allah yang telah diberikan Allah kepadamu
(QS. 24:33).
Kedua, karena manusia adalah wakil Allah di bumi, dan harta benda yang dimilikinya
adalah amanat dari-Nya, maka manusia terikat oleh syarat-syarat amanat, atau lebih khusus
lagi, oleh nilai-nilai moral Islam, terutama nilai-nilai halal dan haram, persaudaraan, keadilan
sosial dan ekonomi, distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil, dan menunjang
kesejahteraan masyarakat umum.
Harta benda haruslah dicari dengan cara-cara yang sesuai dengan ajaran-ajaran Islam,
dan harus dipergunakan untuk tujuan-tujuan yang menjadi tujuan penciptaannya. Rasulullah
saw bersabda:
Harta benda memang hijau dan manis (mempesona); barangsiapa yang mencarinya
dengan cara yang halal, maka harta itu akan menjadi pembantunya yang sangat baik,
sedangkan barangsiapa yang mencarinya dengan cara yang tidak benar, maka ia akan seperti
seseorang yang makan tapi tak pernah kenyang (HR. Muslim, dalam Shahih-nya, 2:728).
Tujuan Ekonomi Islam segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam sistem Islam
mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan
kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal
ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.
Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof.Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga
sasaran hukum islam yang menunjukan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh
umat manusia, yaitu:
1. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan
lingkungannya.
2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di
bidang hukum dan muamalah.
3. Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa maslahah
yang menjad puncak sasaran di atas mencakup lima jaminan dasar:
keselamatan keyakinan agama (al din)
kesalamatan jiwa (al nafs)
keselamatan akal (al aql)
keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl)
keselamatan harta benda (al mal).

B.

Kegiatan ekonomi dalam pandangan islam


Kegiatan ekonomi dalam pandangan islam merupakan tuntutan kehidupan. Di samping
itu juga merupakan anjuran yang memiliki dimensi ibadah.hal ini dapat di buktikan dengan
ungkapan, Sesungguhnya kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi ini dan kami
adakan bagimu di muka bumi itu (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur. (
QS. Al-Araf;10).pada kesempatan lain dikatakan, Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi
kamu, maka berjalan lah (mencari rezeki kehidupanlah,pen) di segala penjurunya dan
makanlah sebagian dari rezekinya. Hanya kepada nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.
(QS. Al-Mulk: 15). Untuk itulah Allah berfirman, Kami jadikan siang untuk mencari
penghidupan.(QS. An-Naba:11).

C. Sistem Ekonomi Islam


Ekonomi secara bahasa berasal dari bahasa Yunani dari kata Okios yang berarti
keluarga, rumah tangga, dan Nomos yang berarti peraturan, aturan, dan hukum. Secara garis
besar ekonomi diartikan sebagai aturan rumah tangga, atau manajemen rumah tangga.
Sedangkan dalam pandangan Islam ekonomi atau iqtishod berasal dari kata qosdu yang
berarti keseimbangan dan keadilan. Dalam Al-Qur`an kata-kata qosdu disebutkan dalam
beberapa ayat diantaranya artinya Dan sedernahakanlah dalam berjalan dan dengan arti
Diantara mereka terdapat golongan yang pertengahan. Dalam Hadis Nabi Muhammad
menyebutkan artinya tidak akan menjadi fakir orang yang berhemat. HR. Tabroni.
Menurut Dr Muhammad Syauqi Al-Fanjari pengertian ekonomi Islam adalah semua aktifitas
perekonomian yang diatur berdasarkan nilai-nilai Islam dari Al-Qur`an dan Sunah juga
berlandasakan pada asas-asas ekomoni . Menurut Ir. Adiwarman Azwar Karim, ekonomi Islam
adalah sebuah system ekonomi yang menjelaskan segala fenomena tentang prilaku pilihan dan
pengambilan keputusan dalam setiap uint ekonomi dengan memasukkan tata aturan syariah
sebagai variable independen dan ikut mempengaruhi segala pengambilan keputusan ekonomi.
Yang dimaksud dengan system ekonomi islam adalah ilmu ekonomi yang dilaksanakan
dalam praktek (penerapan ilmu ekonomi) sehari-harinya bagi individu, keluarga, kelompok
masyarakat maupun pemerintah/penguasa dalam rangka mengorganisasi factor produksi,
distribusi, dan pemanfaatan barang dan jasa yang dihasilkan tunduk dalam peraturan
perundang-undangan isalm (Sunnatullah).

Dengan demikian, sumber terpenting peraturan / perundang-undangan perekonomian islam


adalah Alquran dan Sunnah. Namun demikian, sangat disayangkan hingga saat ini belum ada
suatu literature yang mengupas tentang system ekonomi islam suatu penyakit pluralisme
ekonomi (berada di tengah-tengah system ekonomi liberal, komunis, dan social).
Adapun yang membedakan sistem ekonomi islam dengan sistem sistem ekonomi lainnya
adalah:
1.

Asumsi dasar/norma pokok ataupun aturan main dalam proses maupun interaksi kegiatan
ekonomi yang diberikan. Dalam sistem ekonomi islam yang menjadi asumsi dasarnya adalah
syariat islam tersebut diberlakukan secara menyeluruh baik secara individu, keluarga ,
kelompok masyarakat dalam memenuhi kebetuhan hidupnya baik untuk kebutuhan jasmani
maupun rohani.

2. Prinsip ekonomi Islam adalah penerapan asas efisiensi dan manfaat dengan tetap menjaga
kelestarian lingkungan alam.
3. Motif ekonomi islam adalah mencari keberuntungan di dunia dan di akhirat selaku khaliffatullah
dengan jalan beribadahdalam arti yang luas.
Hal tersebut didasarkan kepada ketentuan yang terdapat didalam perintah yang terdapat dalam
ajaran islm.
1. Ajaran islam dilaksanakan secara totalitas.
Perintah ajaran islam dilaksanakan di dalam seluruh kegiatan umat islam.
2. Asas efisiensi dan menjaga kelestarian lingkungan.
3. Motif ekonomi adalah keberuntungan di dunia dan di akhirat.
Berkaitan dengan dasar-dasar ekonomi islam yaitu:
1. Ekonomi islam ingin mencapai masyarakat yang berkehidupan sejahtera didunia dan diakhirat.
2. Hak relative perorangan diakui sebagai usaha dan kerja secara halal dan dipergunakan untuk
hal-hal yang halal pula.
3. Dalarang menimbun harta benda dan menjadikan terlantar.
4. Dalam harta benda itu terdapat hak untuk orang miskin yang selalu meminta.
6

5. Pada batas tertentu hak milik itu dikenakan zakat.


6. Perniagaan diperkenankan akan tetapi riba dilarang.
7. Tidak ada perbedaan suku dan keturunan dalam bekerja sama dan yang menjadi ukuran
perbedaaan hanyalah prestasi kerja.
D.

Prinsip Dasar Dan Ciri-ciri Ekonomi Islam


Ekonomi islam memiliki sifat dasar sebagai ekonomi Rabbani dan insani. Disebut
ekonomi Rabbani karena sarat dangan arahan dan nilai ilahiah. Lalu ekonomi islam dikatakan
memiliki dasar sebagai ekonomi insansi karena sistem ekonomi ini dilaksanakan dan
ditunjukkan untuk kemakmuran manusia.
Prinsip- prinsip Ekonomi Islam secara garis besar :

a. Dalam ekonomi islam, berbagai jenis sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan
tuhan kepada manusia.
b. Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas- batas tertentu termasuk kepemilikan alat
produksi dan faktor produksi.
c. Islam melarang setiap pembayaran bunga atau riba atas berbagai bentuk pinjaman, apakah
pinjaman itu berasal dari teman maupun perusahaan maupun institusi lain.
Ciri-ciri Ekonomi Islam

1.

Ekonomi Islam pengaturannya bersifat ketuhanan/ilahiah (nizhamun rabbaniyyun), mengingat


dasar-dasar pengaturannya yang tidak diletakkan oleh manusia, akan tetapi didasarkan pada
aturan-aturan yang ditetapkan Allah s.w.t. sebagaimana terdapat dalam al-Quran dan asSunnah. Jadi, berbeda dengan hukum ekonomi lainnya yakni kapitalis (rasimaliyah; capitalistic)
dan sosialis (syuyu`iyah; socialistic) yang tata aturannya semata-mata didasarkan atas konsepkonsep/teori-teori yang dihadirkan oleh manusia (para ekonom).

2.

Dalam Islam, ekonomi hanya merupakan satu titik bahagian dari al-Islam secara keseluruhan
(juzun min al-Islam as-syamil). Oleh karena ekonomi itu hanya merupakan salah satu bagian
atau tepatnya sub sistem dari al-Islam yang bersifat komprehensip (al-Islam as-syamil), maka
ini artinya tidaklah mungkin memisahkan persoalan ekonomi dari rangkaian ajaran Islam secara
keseluruhan yang bersifat utuh dan menyeluruh (holistik). Misalnya saja, karena Islam itu
7

agama akidah dan agama akhlak di samping agama syariah (muamalah), maka ekonomi Islam
tidak boleh terlepas apalagi dilepaskan dari ikatannya dengan sistem akidah dan sistem akhlaq
(etika) di samping hukum. Itulah sebabnya seperti akan dibahas pada waktunya nanti, mengapa
ekonomi Islam tetap dibangun di atas asas-asas akadiah (al-asas al-`aqaidiyyah) dan asasasas etika-moral (al-asas akhlaqiyyah) yang lainnya.
3.

Ekonomi berdimensi akidah atau keakidahan (iqtishadun `aqdiyyun), mengingat ekonomi Islam
itu pada dasarnya terbit atau lahir (sebagai ekspresi) dari akidah Islamiah (al-`aqidah slIslamiyyah) yang di dalamnya akan dimintakan pertanggung-jawaban terhadap akidah yang
diyakininya. Atas dasar ini maka seorang Muslim (menjadi) terikat dengan sebagian
kewajibannya semisal zakat, sedekah dan lain-lain walaupun dia sendiri harus kehilangan
sebagian kepentingan dunianya karena lebih cenderung untuk mendapatkan pahala dari Allah
s.w.t. di hari kiamat kelak.

4.

Berkarakter ta`abbudi (thabi`un ta`abbudiyun). Mengingat ekonomi Islam itu merupakan tata
aturan yang berdimensikan ketuhanan (nizham rabbani), dan setiap ketaatan kepada salah satu
dari sekian banyak aturan-aturan Nya adalah berarti ketaatan kepada Allah s.w.t., dan setiap
ketaatan kepada Allah itu adalah ibadah. Dengan demikian maka penerapan aturan-aturan
ekonomi Islam (al-iqtishad al-Islami) adalah juga mengandung nilai-nilai ibadah dalam
konteksnya yang sangat luas dan umum.

5.

Terkait erat dengan akhlak (murtabithun bil-akhlaq), Islam tidak pernah memprediksi
kemungkinan ada pemisahan antara akhlak dan ekonomi, juga tidak pernah memetakan
pembangunan ekonomi dalam lindungan Islam yang tanpa akhlak. Itulah sebabnya mengapa
dalam Islam kita tidak akan pernah menemukan aktivitas ekonomi seperti perdagangan,
perkreditan dan lain-lain yang semata-mata murni kegiatan ekonomi sebagaimana terdapat di
dalam ekonomi non Islam. Dalam Islam, kegiatan ekonomi sama sekali tidak boleh lepas dari
kendali akhlaq (etika-moral) yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari ajaran Islam secara
keseluruhan.

6.

Elastis (al-murunah), dalam pengertian mampu berkembang secara perlahan-lahan atau


evolusi. Kekhususan al-murunah ini didasarkan pada kenyataan bahwa baik al-Quran maupun
al-Hadits, yang keduanya dijadikan sebagai sumber asasi ekonomi, tidak memberikan doktrin
ekonomi secara tekstual akan tetapi hanya memberikan garis-garis besar yang bersifat instruktif
guna mengarahkan perekonomian Islam secara global. Sedangkan implementasinya secara riil
di lapangan diserahkan kepada kesepakatan sosial (masyarakat ekonomi) sepanjang tidak
menyalahi cita-cita syari`at (maqashid as-syari`ah).

7.

Objektif (al-maudhu`iyyah), dalam pengertian, Islam mengajarkan umatnya supaya berlaku dan
bertindak obyekektif dalam melakukan aktifitas ekonomi. Aktivitas ekonomi pada hakekatnya
adalah merupakan pelaksanaan amanat yang harus dipenuhi oleh setiap pelaku ekonomi tanpa
membeda-bedakan jenis kelamin, warna kulit, etnik, agama/kepercayaan dan lain-lain. Bahkan
terhadap musuh sekalipun di samping terhadap kawan dekat. Itulah sebabnya mengapa
monopoli misalnya dilarang dalam Islam. Termasuk ke dalam hal yang dilarang ialah perlakuan
dumping

dalam

berdagang

berbisnis.

Memiliki target sasaran/tujuan yang lebih tinggi (al-hadaf as-sami). Berlainan dengan sistem
ekonomi non Islam yang semata-mata hanya untuk mengejar kepuasan materi (ar-rafahiyah almaddiyah), ekonomi Islam memiliki sasaran yang lebih jauh yakni merealisasikan kehidupan
kerohanian yang lebih tinggi (berkualitas) dan pendidikan kejiwaan.
8.

Perekonomian yang stabil/kokoh (iqtishadun binaun). Kekhususan ini antara lain dapat dilihat
dari kenyataan bahwa Islam mengharamkan praktek bisnis yang membahayakan umat insani
apakah itu bersifat perorangan maupun kemasyarakatan seperti pengharaman riba, penipuan,
perdagangan khamr dan lain-lain.

9.

Perekonomian yang berimbang (iqtishad mutawazin), maksudnya ialah bahwa perekonomian


yang hendak diwujudkan oleh Islam adalah ekonomi yang berkeseimbangan (berimabng)
antara kepentingan individu dan sosial, antara tuntutan kebutuhan duniawi dan pahala akhirat,
serta keseimbangan antara fisik dan psikis, keseimbangan antara sikap boros dan hemat (israf
dan taqtir).

10. Realistis (al-waqi`iyyah). Prakiraan (forcasting) ekonomi khususnya prakiraan bisnis tidak
selamanya sesuai antara teori di satu sisi dengan praktek pada sisi yang lain. Dalam hal-hal
tertentu, sangat dimungkinkan terjadi pengecualian atau bahkan penyimpangan dari hal-hal
yang semestinya. Misalnya, dalam keadaan normal, Islam mengharamkan praktek jual-beli
barang-barang yang diharamkan untuk mengonsumsinya, tetapi dalam keadaan darurat (ada
kebutuhan sangat mendesak) pelarangan itu bisa jadi diturunkan statusnya menjadi boleh atau
sekurang-kurangnya tidak berdosa.
11. Harta kekayaan itu pada hakekatnya adalah milik Alah s.w.t. Dalam prinsip ini terkandung
maksud bahwa kepemilikan seseorang terhadap harta kekayaan (al-amwal) tidaklah bersifat
mutlak. Itulah sebabnya mengapa dalam Islam pendayagunaan harta kekayaan itu tetap harus
diklola dan dimanfaatkan sesuai dengan tuntunan Sang Maha Pemilik yaitu Allah s.w.t. Atas
dalih apapun, seseorang tidak bolehbertindak sewenag-wenang dalam mentasarrufkan
(membelanjakan) harta kekayaannya, termasuk dengan dalih bahwa harta kekayaan itu milik
pribadinya.
9

12. Memiliki kecakapan dalam mengelola harta kekayaan (tarsyid istikhdam al-mal). Para pemilik
harta

perlu

memiliki

kecerdasan/kepiawaian

dalam

mengelola

atau

mengatur

harta

kekayaannya semisal berlaku hemat dalam berbelanja, tidak menyerahkan harta kepada orang
yang belum/tidak mengerti tentang pendayagunaannya, dan tidak membelanjakan hartanya ke
dalam hal-hal yang diharamkan agama, serta tidak menggunakannya pada hal
hal yang akan merugikan orang lain
E.

Karakteristik Ekonomi Islam


Ada beberapa karakteristik ekonomi islam:

1. Harta kepunyaan Allah dan manusia merupakan khalifah atas harta


Karakteristik ini terdiri dari :
Semua harta baik benda baik benda maupun alat produksi milik Allah. Manusia adalah khalifah
atas harta miliknya.
2. Ekonomi terikat dengan aqidah, Syariah (hokum) dan Moral
Hubungan ekonomi islam dengan aqidah islam tampak jelas dalam banyak hal, seperti
pandanagan islam terhadap alam semesta ditundukkan untuk kepentingan manusia. Hubungan
ekonomi islam dan moral dalam islam adalah pertama, larangan terhadap pemilik dalam
penggunaaan hartanya yang dapat menimbulkan kerugian atas harta orang lain atau
kepentingan masyarakat. Kedua,larangan melakukan penipuan dalam transaksi, larangan
menimbun emas, perak atau sarana moneter lainnya.
3. Kebebasan individu di jamin dalam islam
Individu dalam perekonomian islam diberikan kebebesan untuk beraktivitas baik secara
perorangan maupun kolektif untuk mencapai tujuan.namun kebebasan tersebut tidak boleh
melanggar aturan-aturan yang telah digariskan Allah.
4.

Negara diberi wewenang turut campur dalam perekonomian


Islam memperkenalkan Negara untuk mengatur masalah perekonomian agar kebutuhan
masyarakat baik secara individu maupun social dapat terpenuhi secara proporsional. Dalam
islam Negara berkewajiban melindungi kkepentingan masyarakat dari ketidakadilan yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang ataupun dari Negara lain.
10

F.

Landasan Ekonomi Islam


Pada pembahasan ekonomi konvensional semua aktifitas berdasarkan perilaku individuindividu yang secara nyata terjadi di setiap unit ekonomi. Karena tidak adanya batasannya
syariah yang digunakan, maka prilaku dari setiap individu dalam unit ekonomi tersebut akan
bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma atau aturan menurut persepsinya masingmasing.
Sedangkan dalam ekonomi Islam berlandaskan dari syariat. Jika kita telaah lebih dalam
landasan ekonomi Islam dibagi menjadi dua, yaitu: landasan tetap dan landasan tidak tetap.
Pertama, Landasan tetap berkaitan dengan dasar-dasar utama agama Islam. Atau dapat
diibaratkan sebagai kumpulan pokok ekonomi yang diambil dari Nash Al-Qur`an dan Sunah
dan diharuskan bagi seorang Muslim untuk mengikutinya pada setiap zaman dan tempat.
Landasan ini tidak bisa berubah dalam kondisi apapun. Adapun landasan tersebut diantaranya;
a.

Pokok bahwa harta pada hakikatnya adalah milik Allah SWT, dan manusia hanya
diperbolehkan untuk memanfaatkan dan mengelolanya. Seperti terdapat dalam Al-Qur`an
yang artinya Dan hanya kepunyaan Allah lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi. Juga terdapat pada Firman Allah SWT, artinya Dan nafkahkanlah sebagian dari
hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya.

b. Pokok bahwa Islam menjamin kebutuhan setiap individu umat Muslim, seperti Firman Allah
SWT, artinya Dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang miskin yang meminta
dan orang yang tidak mempunyai apa-apa(yang tidak mau meminta)
c. Pokok penetap keadilan social dan memelihara keseimbangan ekonomi antara individu
umat muslim artinya Supaya harta itu jangan hanya beradara diantara orang-orang kaya
saja diantara kamu. Dan masih banyak dalil-dalil Al-Qur`an lainnya menerangkan hukumhukum yang berkaitan dengan perekonomian dalam Islam, seperti larangan riba, kewajiban
membayar Zakat dan lain sebagainya. Selain dari Al-Qur`an ekonomi Islam berlandaskan
pula dari perkataan Nabi Muhammad SAW yang diutus sebagi penuntun umat manusia
dalam seluruh unsur kehidupannya. Diantaranya . Perkataan Rasul ini yang menjadi
landasan para Khulafa Rasyidin dalam pelarangan ihtikar atau penimbunan barang. Karena
dengan penimbunan ini akan menaikan haraga barang jauh diatas harga asli, dan akan
terjadi kerusakan harga sehingga menyulitkan masyarakat. Kedua, landasan tidak tetap
dan berkaitan dengan aplikasi. Yaitu penyelesaian permasalahan ekonomi yang diambil
dari berdasarkan hasil ijtihad para ulama sesuai dengan dalil yang diambil dari Al-qur`an
dan Sunah. Seperti penjelasan tentang jenis mu`amalah yang teradap unsur riba,
11

penjelasan

tentang

upah

minimum

pekerja,

dan

batasan keadilan

social

atau

keseimbangan ekonomi diantara individu muslim. Semua kesimpulan yang diambil para
ulama ini bukan bersifat tetap dan bisa terjadi perbedaan pendapat atau sesuai dengan
situasi dan kondisi.
G.

Metode Ekonomi Islam


Ada beberapa landasan yang dianut dalam system perekonomian Islam, diantaranya :
Pertama, Ekonomi Islam satu-satunya system ekonomi yang diarahkan langsung oleh Wahyu
Allah SWT, maka semua aktifitas yang terjadi tidak boleh bertentangan dengan perintah Allah,
atau membolehkan semua larangan Allah. Tidak ada waktu, tenaga, dan harta yang bertujuan
untuk mengahalalkan semua yang haram atau pengharaman semua yang halal ataupun semua
hal yang bertentangan dengan syariat Islam. Ekonomi Islam juga diambil dari ilmu-ilmu Usul
Fikih,

Maqasid

Syariah,

Ilmu

Fikih,

Sejarah,

Psikologi

dan

juga

Sosiologi.

Kedua, ekonomi Islam menggunakan metode deduksi (istinbath) hukum syariah dari sumber
hukum Al-Qur`an dan Hadits. Dengan cara meletakan kaidah dasar kemudian menerapkannya
dalam kehidupan masyarakat. Ketiga, ekonomi Islam menggunakan metode induksi (al-istiqra)
terhadap fakta-fakta yang terjadi pada sejarah terdahulu, data-data statistic dan undang-undang
yang berlaku. Kemudian dijadiakan sebagai suatu konsep atau kaidah umum. Bagian ini tidak
harus mempunyai dasar konsep dari Al-Qur`an dan Hadist, tapi cukup disyaratkan tidak
bertentangan dengan keduanya.
H. Hukum Ekonomi Islam Dalam Al-Quran, As-Sunnah dan Kitab-Kitab Fiqh
Indikator lain tentang kepedulian Islam terhadap persoalan ekonomi dan keuangan,
ialah kenyataan yang menunjukkan bahwa di dalam al-Quran, yang menjadi sumber utama dan
pertama hukum Islam, terdapat sejumlah ayat yang mengatur persoalan-persoalan hukum
ekonomi dan keuangan (ayat al-iqtishadiyyah wa-al-maliyyah ). Menurut kesimupulan Abdul
Wahhab Khallaf, paling sedikit ada 10 ayat hukum dalam al-Quran yang berisikan normanorma dasar hukum ekonomi dan keuangan. Berbeda dengan Khallaf, yang melihat ayat-ayat
ekonomi semata-mata dari aspek hukumnya, Mahmud Syauqi al-Fanjari dalam konteks yang
agak luas memprakirakan ayat-ayat ekonomi dan keuangan dalam al-Quran berjumlah 21 ayat
yang secara langsung terkait erat dengan soal-soal ekonomi. Berlainan dengan Khallaf yang
sama sekali tidak menunjukkan ayat-ayat mana saja yang ia maksud dengan 10 ayat aliqtishadiyyah wa-al-maliyyah di atas, al-Fanjari secara eksplisit menyebutkan satu demi satu ke21 ayat ekonomi yang dimaksudkannya, yaitu: al-Baqarah (2): 188, 275 dan 279; An-Nisa (4): 5
12

dan 32; Hud (11): 61 dan 116; Al-Isra (17): 27; An-Nur (24): 33; Al-Jatsiyah (45): 13; AdzDzariyat (51): 19; An-Najm (53): 31; Al-Hadid (57): 7; Al-Hasyr (59): 7; Al-Jumu`ah (62): 10; AlMa`arij (70): 24 dan 25; Al-Ma`un (107): 1, 2, dan 3. Senafas dengan al-Quran, al-Hadits yang
menjadi sumber hukum Islam penting kedua setelah al-Quran, juga membincang persoalan
ekonomi dan keuangan. Di dalam buku-buku hadis yang ada, terutama buku-buku hadis
hukum, selalu ditemukan kitab atau bab yang secara khusus membahas persoalan-persoalan
ekonomi dan keuangan. Sebagai ilustrasi, perhatikan salah satu kitab hadis hukum yang paling
masyhur dan dikenal luas oleh para akademisi di seluruh dunia Islam dan bahkan perguruanperguruan

tinggi

non

Islam

yang

mempelajari

hukum

Islam.

Kitab hadis yang dimaksudkan adalah Bulughul Maram min Adillatil Ahkam (Kematangan yang
Diidamkan Tentang Dalil-Dalil Hukum), karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani (733 852 H).
Dalam kitab Bulugh al-Maram, yang telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa (di
antaranya Inggris dan Indonesia) dan telah disyarah (dikomentari) oleh sejumlah pensyarah, ini
terdapat kitabul-buyu` (kitab perdagangan) yang memuat 192 hadis hukum tentang ihwal
ekonomi dan bisnis yang dikemas ke dalam beberapa bab. Selengkapnya adalah sebagai
berikut:
1. Bab as-syuruth al-buyu` wa-ma nuhiya `anhu (bab tentang syarat-syarat jual-beli dan hal-hal
yang terlarang dari padanya), atau conditions of business transactions and those which are
forbidden (46 hadis);
2. Bab al-khiyar (bab tentang hak memilih pelaku akad untuk meneruskan atau membatalkan
akadnya), atau reconditional bargains (3 hadis);
3. Bab ar-riba (bab tentang riba), atau usury (18 hadis);
4. Bab ar-rukhshah fil-`araya wa-bai`il-ushuli watstsimar (kelonggaran tentang berbagai
pinjaman dan jual-beli pepohonan dan buah-buahnya), atau licence regarding the sale of
`Araya and the sale of trees and fruits (7 hadis);
5. Bab as-salam wal-qardhi war-rahni (bab tentang jual-beli salam, pinjam-meminjam dan
gadai), atau payment in advance, loan and pledge (10 hadis);
6. Bab at-taflis wa-al-hajr (bab tentang pailit dan penahanan harta seseorang), atau insolvency
and seizure (10 hadis);
7. Bab as-shuluh (bab tentang perdamaian), atau reconciliation (4 buah hadis);
13

8. Bab al-hawalah wad-dhaman (bab tentang pemindahan hutang dan tanggungan/jaminan


pembayaran hutang), atau transference of a debt to another and surety (4 hadis);
9. Bab as-syirkah wal-wakalah (bab tentang Persekutuan dan perwakilan), atau partnership
and agency (8 hadis);
10. Bab al-iqrar (bab tentang pernyataan pengakuan), confession (1 hadis);
I.

Peran Hukum Ekonomi Syariah


UU No 3 tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No 7/1989 tentang Peradilan Agama,
telah disahkan oleh Presiden Republik Indonesia. Kelahiran Undang-Undang ini membawa
implikasi besar terhadap perundang-undangan yang mengatur harta benda, bisnis dan
perdagangan secara luas.
Pada pasal 49 point i disebutkan dengan jelas bahwa Pengadilan Agama bertugas dan
berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang
orang yang beragama Islam di bidang ekonomi syariah. Dalam penjelasan UU tersebut
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan
usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah, antara lain meliputi : Bank syariah, Lembaga
keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reasurasi syariah, reksadana syariah, obligasi
syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah, sekuritas syariah, Pembiayaan
syariah, Pegadaian syariah, dana pensiun lembaga keuangan syariah dan bisnis syariah
Amandemen ini membawa implikasi baru dalam sejarah hukum ekonomi di Indonesia.
Selama ini, wewenang untuk menangani perselisihan atau sengketa dalam bidang ekonomi
syariah diselesaikan di Pengadilan Negeri yang notabene belum bisa dianggap sebagai hukum
syariah.
Dalam prakteknya, sebelum amandemen UU No 7/1989 ini, penegakkan hukum kontrak
bisnis di lembaga-lembaga keuangan syariah tersebut mengacu pada ketentuan KUH Perdata
yang merupakan terjemahan dari Burgerlijk Wetboek (BW), kitab Undang-undang hukum sipil
Belanda yang dikonkordansi keberlakuannya di tanah Jajahan Hindia Belanda sejak tahun 1854
ini, sehingga konsep perikatan dalam Hukum Islam tidak lagi berfungsi dalam praktek formalitas
hukum di masyarakat, tetapi yang berlaku adalah BW.
Secara historis, norma-norma yang bersumber dari hukum Islam di bidang perikatan
(transaksi) ini telah lama memudar dari perangkat hukum yang ada akibat politik Penjajah yang
14

secara sistematis mengikis keberlakuan hukum Islam di tanah jajahannya, Hindia Belanda.
Akibatnya, lembaga perbankan maupun di lembaga-lembaga keuangan lainnya, sangat terbiasa
menerapkan ketentuan Buku Ke tiga BW (Burgerlijk Wetboek) yang sudah diterjemahkan.
Sehingga untuk memulai suatu transaksi secara syariah tanpa pedoman teknis yang jelas akan
sulit sekali dilakukan.
Ketika wewenang mengadili sengketa hukum ekonomi syariah menjadi wewenang
absolut hakim pengadilan agama, maka dibutuhkan adanya kodifikasi hukum ekonomi syariah
yang lengkap agar hukum ekonomi syariah memiliki kepastian hukum dan para hakim memiliki
rujukan standart dalam menyelesaikan kasus-kasus sengketa di dalam bisnis syariah. Dalam
bidang perkawinan, warisan dan waqaf, kita telah memiliki KHI (Kompilasi Hukum Islam),
sedangkan dalam bidang ekonomi syariah kita belum memilikinya.
Kedudukan KHI secara konstitusional, masih sangat lemah, karena keberadaannya
hanyalah sebagai inpres. Karena itu dibutuhkan suatu aturan hukum yang lebih kuat yang dapat
menjadi rujukan para hakim dalam memutuskan berbagai persoalan hukum .
Untuk itulah kita perlu merumuskan Kodifikasi Hukum Ekonomi Islam, sebagaimana
yang dibuat pemerintahan Turki Usmani bernama Al-Majallah Al-Ahkam al-Adliyah yang terdiri
dari 1851 pasal.
Kodifikasi adalah himpunan berbagai peraturan menjadi undang-undang atau hal
penyusunan kitab perundang-undangan Dalam sejarahnya, formulasi suatu hukum atau
peraturan dibuat secara tertulis yang disebut jus scriptum. Dalam perkembangan selanjutnya
lahirlah berbagai peraturan-peraturan dalam bentuk tertulis tersebut yang disebut corpus juris.
Setelah jumlah peraturan itu menjadi demikian banyak, maka dibutuhkan sebuah kodifikasi
hukum yang menghimpun berbagai macam peraturan perundang-undangan. Para ahli hukum
dan hakim pun berupaya menguasai peraturan-peraturan itu dengan baik agar mereka bisa
menyelesaikan berbagai macam persoalan hukum yang muncul di tengah masyarakat dengan
penuh keadilan dan kemaslahatan..
Berdasarkan dasar pemikiran itu, maka hukum ekonomi syariah yang berasal dari fikih
muamalah, yang telah dipraktekkan dalam aktifitas di lembaga keuangan syariah, memerlukan
wadah perundang-undangan agar memudahkan penerapannya dalam kegiatan usaha di
lembaga-lembaga keuangan syariah tersebut.

15

Dalam pengambilan keputusan di Pengadilan dalam bidang ekonomi syariah


dimungkinkan adanya perbedaan pendapat. Untuk itulah diperlukan adanya kepastian hukum
sebagai dasar pengambilan keputusan di Pengadilan. Terlebih lagi dengan karakteristik bidang
muamalah yang bersifat elastis dan terbuka sangat memungkinkan berfariasinya putusanputusan tersebut nantinya yang sangat potensial dapat menghalangi pemenuhan rasa keadilan.
Dengan demikian lahirnya Kodifikasi Hukum Ekonomi Syariah dalam sebuah Kitab-UndangUndang Hukum Perdata Islam menjadi sebuah keniscayaan.
Sebagaimana dimaklumi bahwa formulasi materi Kodifikasi Hukum Ekonomi Syariah
tidak terdapat dalam Yurisprudensi di lembaga-lembaga peradilan Indonesia. Meskipun
demikian, yurisprudensi dalam kasus yang sama bisa dirujuk sepanjang tidak bertentangan
dengan prinsip hukum ekonomi syariah. Artinya, keputusan hukum masa lampau itu difikihkan,
karena dinilai sesuai dengan syariah.
Jadi pekerjaan para mujtahid ekonomi syariah Indonesia, bukan saja merumuskan
hukum ekonomi baru yang berasal dari norma-norma fikih/syariah, tetapi bagaimana bisa
memfikihkan hukum nasional yang telah ada. Hukum nasional yang bersumber dari KUH
Perdata (BW), kemungkinan besar banyak yang sesuai syariah, maka materi dan keputusan
hukumnya dalam bentuk yurusprudensi bisa ditaqrir atau diadopsi.
KUH Perdata (BW) yang mengambil masukan dari Code Civil Perancis ini dalam
pembuatannya mengambil pemikiran para pakar hukum Islam dari Mesir yang bermazhab
Maliki, sehingga tidak aneh apabila terdapat banyak kesamaan prinsip-prinsip dalam KUH
Perdata dengan ketentuan fikih Muamalah tersebut, seperti hibah, wadiah dan lain-lain.
Selain itu, yurisprudensi putusan ekonomi syariah, mungkin juga bisa dicari dari
penerapan hukum adat di dalam putusan pengadilan yang ada di negara kita yang sedikit
banyak telah diinspirasikan oleh ketentuan hukum Islam. Yang paling bagus adalah merujuk
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Islam yang pernah dibuat di zaman Kekhalifahan Turki
Usmani yang disebut Majalah Al-Ahkam Al-Adliyah KUH Perdata Islam ini dapat dikembangkan
dan diperluas bahasannya disesuaikan dengan perkembangan aktivitas perekonomian di
zaman modern ini.
Selain itu, penyusunan Kodifikasi Hukum Ekonomi Syariah atau Hukum Perdata Islam,
harus menggunakan ilmu ushul fiqh dan qawaid fiqh. Disiplin ini adalah metodologi
yurispridensi Islam yang mutlak diperlukan para mujtahid. Dengan demikian maqashid syariah
16

perlu menjadi landasan perumusan hukum. Metode istihsan, urf, sadd zariah, dan
pertimbangan-pertimbangan kemaslahatan menjadi penting. Dengan demikian, diharapkan,
selain akan dapat memelihara dan menampung aspirasi hukum serta keadilan masyarakat,
Kodifikasi Hukum Ekonomi Syariah juga akan mampu berperan sebagai perekayasa (social
enginaring) masyarakat muslim Indonesia.
Sumber Hukum Ekonomi Islam
Sebuah ilmu tentu memiliki landasan hukum agar bisa dinyatakan sebagai sebuah bagian
dari konsep pengetahuan, demikian pula dengan ekonomi Islam. Ada beberapa dasar hukum
yang menjadi landasan pemikiran dan penentuan konsep ekonomi Islam.
Beberapa dasar hukum Islam tersebut di antaranya adalah :
1.

Al Quran. Ini merupakan dasar hukum utama konsep ekonomi Islam, karena Al Quran
merupakan ilmu pengetahuan yang berasal langsung dari Allah. Beberapa ayat dalam Al Quran
merujuk pada perintah manusia untuk mengembangkan sistem ekonomi yang bersumber pada
hukum Islam. Di antaranya terdapat pada QS. Fuskilat: 42, QS. Az Zumar: 27 dan QS. Al
Hasy:22.

2.

Hadist dan Sunnah. Pengertian hadist dan sunnah adalah sebuah perilaku Nabi yang tidak
diwajibkan dilakukan manusia, namun apabila mengerjakan apa yang dilakukan Nabi
Muhammad, maka manusia akan mendapatkan pahala. Keduanya dijadikan dasar hukum
ekonomi Islam mengingat Nabi Muhammad SAW sendiri adalah seorang pedagang yang
sangat layak untuk dijadikan panutan pelaku ekonomi modern.

3.

Ijma, yaitu sebuah prinsip hukum baru yang timbul sebagai akibat adanya perkembangan
jaman. Ijma adalah konsensus baik dari masyarakat maupun cendekiawan agama, dengan
berdasar pada Al Quran sebagai sumber hukum utama.

4.

Ijtihad atau Qiyas. Merupakan sebuah aktivitas dari para ahli agama untuk memecahkan
masalah yang muncul di masyarakat, di mana masalah tersebut tidak tersebut secara rinci
dalam hukum Islam. Dengan merujuk beberapa ketentuan yang ada, maka Ijtihad berperan
untuk membuat sebuah hukum yang bersifat aplikatif, dengan dasar Al Quran dan Hadist
sebagai sumber hukum yang bersifat normatif.

17

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perekonomian sebagai salah satu sendi kehidupan yang penting bagi manusia, oleh alQur'an telah diatur sedemikian rupa. Riba secara tegas telah dilarang karena merupakan salah
satu sumber labilitas perekonomian dunia. Al-Qur'an menggambarkannya sebagai orang yang
tidak dapat berdiri tegak melainkan secara limbung bagai orang yang kemasukan syaithan.
Hal terpenting dari semua itu adalah bahwa kita harus dapat mengembalikan fungsi asli uang
yaitu sebagai alat tukar / jual-beli. Memperlakukan uang sebagai komoditi dengan cara
memungut bunga adalah sebuah dosa besar, dan orang-orang yang tetap mengambil riba
setelah tiba larangan Allah, diancam akan dimasukkan ke neraka (Qs.al-Baqarah:275).
Berdirinya Bank Muamalat Indonesia merupakan salah satu contoh tantangan untuk
membuktikan suatu pendapat bahwa konsepsi Islam dalam bidang moneter dapat menjadi
konsep alternatif.
Kebebasan beragama adalah hak setiap manusia. Hak yang melekat pada manusia
karena ia adalah manusia. Hak untuk menyembah Tuhan diberikan oleh Tuhan, tidak ada
seorang pun yang boleh mencabutnya. Negara pun tidak berhak merampas hak tersebut dari
setiap individu. Pengakuan hak kebebasan beragama yang melekat dalam setiap individu
tersebut dinyatakan dengan gamblang dalam deklarasi universal HAM Pasal 1 dan 18.

B. SARAN
Kami menyadari bahwa makaah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami
mengharapkan dengan adanya makalah yang sangat sederhana ini dapat memberikan
sumbangan pikirin dan perkembangan bangsa. Kam menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun, kami nantikan dari seluruh pembaca yang
budiman.
BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
18

Islam sebagai agama wahyu merupakan sumber pedoman hidup bagi seluruh umat
manusia. Oleh karena itu, seluruh aktivitas yang dilakukan dalam bidang ekonomi Islam
mengutamakan metode pendekatan sistem nilai sebagaimana yang tercantum dalam sumbersumber hukum Islam yang berupa Al Quran, Sunnah, Ijma dan Ijtihad.
Sistem nilai tersebut diharapkan dapat membentuk suatu sistem ekonomi Islam yang
mampu mengentaskan kehidupan manusia dari ancaman pertarungan serta timbulnya
perpecahan akibat adanya persaingan dan kegelisahan yang menyebabkan keserakahan
sebagai bentuk krisis dari sistem ekonomi kapitalis dan sosialistik (Muhamad, 2000 : 14-16).
Islam menginginkan suatu ekonomi pasar yang dilandaskan pada nilai-nilai moral. Segala
kegiatan ekonomi harus berdasarkan pada prinsip kerjasama dan prinsip tanggung jawab.
B.

Rumusan Masalah

1.

Apakah pengertian Ekonomi Islam ?

2.

Apa Kegiatan Ekonomi Dalam pandangan Islam ?

3.

Apa saja Sistem Ekonomi Islam ?

4.

Apa yang Prinsip & Landasan Ekonomi Islam ?

5.

Apa Hukum Ekonomi Islam Dalam Al-Quran, As-Sunnah dan Kitab-Kitab Fiqih ?

6.

Apa Peran Hukum Ekonomi Syariah ?

C.

Tujuan Makalah

1.

Untuk mengetahui pengertian Ekonomi Islam

2.

Untuk mengetahui prinsip-prinsip dalam Ekonomi Islam

3.

Untuk mengetahui ciri-ciri Ekonomi Islam

4.

Untuk mengetahui sumber hukum dalam Ekonomi Islam

5.

Untuk peran Ekonomi Syariah

6.

Untuk hokum ekonomi islam dalam Al-Quran, As-sunnah dan kitab fiqih dalam Ekonomi Islam

BAB II
PEMBAHASAN
D.

Pengertian Ekonomi Islam


19

Ekonomi Islam adalah sebuah sistem ilmu pengetahuan yang menyoroti masalah
perekonomian, sama seperti konsep ekonomi konvensional lainnya. Hanya, dalam sistem
ekonomi ini, nilai-nilai Islam menjadi landasan dan dasar dalam setiap aktivitasnya.
Dari pemahaman ekonomi Islam ini, menunjukkan bahwa sistem ekonomi ini bukan hanya
ditujukan bagi umat Islam saja. Sebab, semua umat manusia bisa dan berhak untuk
menggunakan konsep yang ada dalam sistem ekonomi berbasis ajaran Islam tersebut.
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang
perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana
dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam. Bekerja merupakan suatu kewajiban karena
Allah swt memerintahkannya, sebagaimana firman-Nya dalam surat At Taubah ayat 105:
Dan katakanlah, bekerjalah kamu, karena Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang
beriman akan melihat pekerjaan itu. Karena kerja membawa pada keampunan, sebagaimana
sabada Rasulullah Muhammad saw:
Barang siapa diwaktu sorenya kelelahan karena kerja tangannya, maka di waktu sore itu ia
mendapat ampunan.(HR.Thabrani dan Baihaqi).
Pembahasan tentang tujuan-tujuan sistem ekonomi Islam di atas menunjukkan bahwa
kesejahteraan material yang berdasarkan nilai-nilai spiritual yang kokoh merupakan dasar yang
sangat perlu dari filsafat ekonomi Islam. Karena dasar sistem Islam sendiri berbeda dari
sosialisme dan kapitalisme, yang keduanya terikat pada keduniaan dan tak berorientasi pada
nilai-nilai spiritual, maka suprastrukturnya juga mesti berbeda. Usaha apapun untuk
memperlihatkan persamaan Islam dengan kapitalisme atau sosialisme hanyalah akan
memperlihatkan kekurang-pengertian tentang ciri-ciri dasar dari ketiga sistem tersebut.
Komitmen Islam terhadap kemerdekaan individu dengan jelas membedakannya dari
sosialisme atau sistem apapun yang menghapuskan kebebasan individu. Saling rela tak
terpaksa antara penjual dan pembeli, menurut semua ahli hukum Islam, adalah merupakan
syarat sahnya transaksi dagang. Persaratan ini bersumber dari ayat Al-Quran: Wahai orangorang beriman! Janganlah kamu memakan harta salah seorang diantaramu dengan jalan yang
tidak benar; dapatkanlah harta dengan melalui jual beli dan saling merelakan (QS. 4:29).
Kebebasan berusaha, berlawanan dengan sosialisme, memberikan kemungkinan untuk hal
itu dan diakui oleh Islam bersama-sama dengan unsur-unsur yang mendampinginya, yaitu
pelembagaan hak milik pribadi.
Al-Quran, As-Sunnah, dan literatur fiqh penuh dengan pembahasan yang terperinci
tentang norma-norma yang menyangkut pencarian dan pembelanjaan harta benda pribadi dan
perdagangan, dan jual beli barang-barang dagangan, disamping pelembagaan zakat dan
20

warisan.Yang pasti tidak akan dibahas dengan demikian terperinci seandainya pelembagaan
hak milik pribadi atas sebagian besar sumber-sumber daya yang produktif tidak diakui oleh
Islam. Karena itu, peniadaan hak milik pribadi ini tidak dapat dipandang sesuai dengan ajaran
Islam.
Mekanisme pasar juga dapat dipandang sebagai bagian integral dari sistem ekonomi Islam,
karena di satu pihak pelembagaan hak milik pribadi tidak akan dapat berfungsi tanpa pasar.
Dan

dilain

pihak,

pasar

memberikan

kesempatan

kepada

para

konsumen

untuk

mengungkapkan keinginannya terhadap produk barang atau jasa yang mereka senangi diiringi
kesediaan mereka untuk membayar harganya, dan juga memberikan kepada para pemilik
sumber daya (produsen) kesempatan untuk menjual produk barang atau jasanya sesuai
dengan keinginan bebas mereka.
Motif mencari keuntungan, yang mendasari keberhasilan pelaksanaan sistem yang dijiwai
kebebasan berusaha, juga diakui oleh Islam. Hal ini dikarenakan keuntungan memberikan
insentif yang perlu bagi efisiensi pemakaian sumberdaya yang telah dianugerahkan Allah
kepada umat manusia. Efisiensi dalam alokasi sumber daya ini merupakan unsur yang perlu
dalam kehidupan masyarakat yang sehat dan dinamis.
Pengakuan Islam atas kebebasan berusaha bersama dengan pelembagaan hak milik
pribadi dan motif mencari keuntungan, tidaklah menjadikan sistem Islam mirip dengan
kapitalisme yang berdasarkan kebebasan berusaha. Perbedaan antara kedua hal itu perlu
difahami dikarenakan oleh dua alasan penting: Pertama, dalam sistem Islam, walaupun
pemilikan harta benda secara pribadi diizinkan, namun ia harus dipandang sebagai amanat dari
Allah, karena segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi sebenarnya adalah milik Allah, dan
manusia sebagai wakil (khalifah) Allah hanya mempunyai hak untuk memilikinya dengan status
amanat. Quran berkata: Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan dibumi (QS.
2:84). Katakanlah: Kepunyaan siapakah bumi dan apa yang ada di dalamnya, kalau kamu
semua tahu? Pasti mereka akan menjawab: Milik Allah. Katakanlah: Kalau demikian, maukah
kamu semua berfikir? (QS. 23:84-85).
Dan berilah (bantulah) mereka dari kekayaan Allah yang telah diberikan Allah kepadamu
(QS. 24:33).
Kedua, karena manusia adalah wakil Allah di bumi, dan harta benda yang dimilikinya
adalah amanat dari-Nya, maka manusia terikat oleh syarat-syarat amanat, atau lebih khusus
lagi, oleh nilai-nilai moral Islam, terutama nilai-nilai halal dan haram, persaudaraan, keadilan
sosial dan ekonomi, distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil, dan menunjang
kesejahteraan masyarakat umum.
21

Harta benda haruslah dicari dengan cara-cara yang sesuai dengan ajaran-ajaran Islam,
dan harus dipergunakan untuk tujuan-tujuan yang menjadi tujuan penciptaannya. Rasulullah
saw bersabda:
Harta benda memang hijau dan manis (mempesona); barangsiapa yang mencarinya
dengan cara yang halal, maka harta itu akan menjadi pembantunya yang sangat baik,
sedangkan barangsiapa yang mencarinya dengan cara yang tidak benar, maka ia akan seperti
seseorang yang makan tapi tak pernah kenyang (HR. Muslim, dalam Shahih-nya, 2:728).
Tujuan Ekonomi Islam segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam sistem Islam
mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan
kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal
ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.
Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof.Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga
sasaran hukum islam yang menunjukan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh
umat manusia, yaitu:
1. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan
lingkungannya.
2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di
bidang hukum dan muamalah.
3. Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa maslahah
yang menjad puncak sasaran di atas mencakup lima jaminan dasar:
keselamatan keyakinan agama (al din)
kesalamatan jiwa (al nafs)
keselamatan akal (al aql)
keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl)
keselamatan harta benda (al mal).

E.

Kegiatan ekonomi dalam pandangan islam


Kegiatan ekonomi dalam pandangan islam merupakan tuntutan kehidupan. Di samping
itu juga merupakan anjuran yang memiliki dimensi ibadah.hal ini dapat di buktikan dengan
ungkapan, Sesungguhnya kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi ini dan kami
adakan bagimu di muka bumi itu (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur. (
QS. Al-Araf;10).pada kesempatan lain dikatakan, Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi

22

kamu, maka berjalan lah (mencari rezeki kehidupanlah,pen) di segala penjurunya dan
makanlah sebagian dari rezekinya. Hanya kepada nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.
(QS. Al-Mulk: 15). Untuk itulah Allah berfirman, Kami jadikan siang untuk mencari
penghidupan.(QS. An-Naba:11).
F.

Sistem Ekonomi Islam


Ekonomi secara bahasa berasal dari bahasa Yunani dari kata Okios yang berarti
keluarga, rumah tangga, dan Nomos yang berarti peraturan, aturan, dan hukum. Secara garis
besar ekonomi diartikan sebagai aturan rumah tangga, atau manajemen rumah tangga.
Sedangkan dalam pandangan Islam ekonomi atau iqtishod berasal dari kata qosdu yang
berarti keseimbangan dan keadilan. Dalam Al-Qur`an kata-kata qosdu disebutkan dalam
beberapa ayat diantaranya artinya Dan sedernahakanlah dalam berjalan dan dengan arti
Diantara mereka terdapat golongan yang pertengahan. Dalam Hadis Nabi Muhammad
menyebutkan artinya tidak akan menjadi fakir orang yang berhemat. HR. Tabroni.
Menurut Dr Muhammad Syauqi Al-Fanjari pengertian ekonomi Islam adalah semua aktifitas
perekonomian yang diatur berdasarkan nilai-nilai Islam dari Al-Qur`an dan Sunah juga
berlandasakan pada asas-asas ekomoni . Menurut Ir. Adiwarman Azwar Karim, ekonomi Islam
adalah sebuah system ekonomi yang menjelaskan segala fenomena tentang prilaku pilihan dan
pengambilan keputusan dalam setiap uint ekonomi dengan memasukkan tata aturan syariah
sebagai variable independen dan ikut mempengaruhi segala pengambilan keputusan ekonomi.
Yang dimaksud dengan system ekonomi islam adalah ilmu ekonomi yang dilaksanakan
dalam praktek (penerapan ilmu ekonomi) sehari-harinya bagi individu, keluarga, kelompok
masyarakat maupun pemerintah/penguasa dalam rangka mengorganisasi factor produksi,
distribusi, dan pemanfaatan barang dan jasa yang dihasilkan tunduk dalam peraturan
perundang-undangan isalm (Sunnatullah).
Dengan demikian, sumber terpenting peraturan / perundang-undangan perekonomian islam
adalah Alquran dan Sunnah. Namun demikian, sangat disayangkan hingga saat ini belum ada
suatu literature yang mengupas tentang system ekonomi islam suatu penyakit pluralisme
ekonomi (berada di tengah-tengah system ekonomi liberal, komunis, dan social).
Adapun yang membedakan sistem ekonomi islam dengan sistem sistem ekonomi lainnya
adalah:

23

1.

Asumsi dasar/norma pokok ataupun aturan main dalam proses maupun interaksi kegiatan
ekonomi yang diberikan. Dalam sistem ekonomi islam yang menjadi asumsi dasarnya adalah
syariat islam tersebut diberlakukan secara menyeluruh baik secara individu, keluarga ,
kelompok masyarakat dalam memenuhi kebetuhan hidupnya baik untuk kebutuhan jasmani
maupun rohani.

2. Prinsip ekonomi Islam adalah penerapan asas efisiensi dan manfaat dengan tetap menjaga
kelestarian lingkungan alam.
3. Motif ekonomi islam adalah mencari keberuntungan di dunia dan di akhirat selaku khaliffatullah
dengan jalan beribadahdalam arti yang luas.
Hal tersebut didasarkan kepada ketentuan yang terdapat didalam perintah yang terdapat dalam
ajaran islm.
1. Ajaran islam dilaksanakan secara totalitas.
Perintah ajaran islam dilaksanakan di dalam seluruh kegiatan umat islam.
2. Asas efisiensi dan menjaga kelestarian lingkungan.
3. Motif ekonomi adalah keberuntungan di dunia dan di akhirat.
Berkaitan dengan dasar-dasar ekonomi islam yaitu:
1. Ekonomi islam ingin mencapai masyarakat yang berkehidupan sejahtera didunia dan diakhirat.
2. Hak relative perorangan diakui sebagai usaha dan kerja secara halal dan dipergunakan untuk
hal-hal yang halal pula.
3. Dalarang menimbun harta benda dan menjadikan terlantar.
4. Dalam harta benda itu terdapat hak untuk orang miskin yang selalu meminta.
5. Pada batas tertentu hak milik itu dikenakan zakat.
6. Perniagaan diperkenankan akan tetapi riba dilarang.
7. Tidak ada perbedaan suku dan keturunan dalam bekerja sama dan yang menjadi ukuran
perbedaaan hanyalah prestasi kerja.
D.

Prinsip Dasar Dan Ciri-ciri Ekonomi Islam


24

Ekonomi islam memiliki sifat dasar sebagai ekonomi Rabbani dan insani. Disebut
ekonomi Rabbani karena sarat dangan arahan dan nilai ilahiah. Lalu ekonomi islam dikatakan
memiliki dasar sebagai ekonomi insansi karena sistem ekonomi ini dilaksanakan dan
ditunjukkan untuk kemakmuran manusia.
Prinsip- prinsip Ekonomi Islam secara garis besar :
a. Dalam ekonomi islam, berbagai jenis sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan
tuhan kepada manusia.
b. Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas- batas tertentu termasuk kepemilikan alat
produksi dan faktor produksi.
c. Islam melarang setiap pembayaran bunga atau riba atas berbagai bentuk pinjaman, apakah
pinjaman itu berasal dari teman maupun perusahaan maupun institusi lain.
Ciri-ciri Ekonomi Islam

1.

Ekonomi Islam pengaturannya bersifat ketuhanan/ilahiah (nizhamun rabbaniyyun), mengingat


dasar-dasar pengaturannya yang tidak diletakkan oleh manusia, akan tetapi didasarkan pada
aturan-aturan yang ditetapkan Allah s.w.t. sebagaimana terdapat dalam al-Quran dan asSunnah. Jadi, berbeda dengan hukum ekonomi lainnya yakni kapitalis (rasimaliyah; capitalistic)
dan sosialis (syuyu`iyah; socialistic) yang tata aturannya semata-mata didasarkan atas konsepkonsep/teori-teori yang dihadirkan oleh manusia (para ekonom).

2.

Dalam Islam, ekonomi hanya merupakan satu titik bahagian dari al-Islam secara keseluruhan
(juzun min al-Islam as-syamil). Oleh karena ekonomi itu hanya merupakan salah satu bagian
atau tepatnya sub sistem dari al-Islam yang bersifat komprehensip (al-Islam as-syamil), maka
ini artinya tidaklah mungkin memisahkan persoalan ekonomi dari rangkaian ajaran Islam secara
keseluruhan yang bersifat utuh dan menyeluruh (holistik). Misalnya saja, karena Islam itu
agama akidah dan agama akhlak di samping agama syariah (muamalah), maka ekonomi Islam
tidak boleh terlepas apalagi dilepaskan dari ikatannya dengan sistem akidah dan sistem akhlaq
(etika) di samping hukum. Itulah sebabnya seperti akan dibahas pada waktunya nanti, mengapa
ekonomi Islam tetap dibangun di atas asas-asas akadiah (al-asas al-`aqaidiyyah) dan asasasas etika-moral (al-asas akhlaqiyyah) yang lainnya.

3.

Ekonomi berdimensi akidah atau keakidahan (iqtishadun `aqdiyyun), mengingat ekonomi Islam
itu pada dasarnya terbit atau lahir (sebagai ekspresi) dari akidah Islamiah (al-`aqidah sl25

Islamiyyah) yang di dalamnya akan dimintakan pertanggung-jawaban terhadap akidah yang


diyakininya. Atas dasar ini maka seorang Muslim (menjadi) terikat dengan sebagian
kewajibannya semisal zakat, sedekah dan lain-lain walaupun dia sendiri harus kehilangan
sebagian kepentingan dunianya karena lebih cenderung untuk mendapatkan pahala dari Allah
s.w.t. di hari kiamat kelak.
4.

Berkarakter ta`abbudi (thabi`un ta`abbudiyun). Mengingat ekonomi Islam itu merupakan tata
aturan yang berdimensikan ketuhanan (nizham rabbani), dan setiap ketaatan kepada salah satu
dari sekian banyak aturan-aturan Nya adalah berarti ketaatan kepada Allah s.w.t., dan setiap
ketaatan kepada Allah itu adalah ibadah. Dengan demikian maka penerapan aturan-aturan
ekonomi Islam (al-iqtishad al-Islami) adalah juga mengandung nilai-nilai ibadah dalam
konteksnya yang sangat luas dan umum.

5.

Terkait erat dengan akhlak (murtabithun bil-akhlaq), Islam tidak pernah memprediksi
kemungkinan ada pemisahan antara akhlak dan ekonomi, juga tidak pernah memetakan
pembangunan ekonomi dalam lindungan Islam yang tanpa akhlak. Itulah sebabnya mengapa
dalam Islam kita tidak akan pernah menemukan aktivitas ekonomi seperti perdagangan,
perkreditan dan lain-lain yang semata-mata murni kegiatan ekonomi sebagaimana terdapat di
dalam ekonomi non Islam. Dalam Islam, kegiatan ekonomi sama sekali tidak boleh lepas dari
kendali akhlaq (etika-moral) yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari ajaran Islam secara
keseluruhan.

6.

Elastis (al-murunah), dalam pengertian mampu berkembang secara perlahan-lahan atau


evolusi. Kekhususan al-murunah ini didasarkan pada kenyataan bahwa baik al-Quran maupun
al-Hadits, yang keduanya dijadikan sebagai sumber asasi ekonomi, tidak memberikan doktrin
ekonomi secara tekstual akan tetapi hanya memberikan garis-garis besar yang bersifat instruktif
guna mengarahkan perekonomian Islam secara global. Sedangkan implementasinya secara riil
di lapangan diserahkan kepada kesepakatan sosial (masyarakat ekonomi) sepanjang tidak
menyalahi cita-cita syari`at (maqashid as-syari`ah).

7.

Objektif (al-maudhu`iyyah), dalam pengertian, Islam mengajarkan umatnya supaya berlaku dan
bertindak obyekektif dalam melakukan aktifitas ekonomi. Aktivitas ekonomi pada hakekatnya
adalah merupakan pelaksanaan amanat yang harus dipenuhi oleh setiap pelaku ekonomi tanpa
membeda-bedakan jenis kelamin, warna kulit, etnik, agama/kepercayaan dan lain-lain. Bahkan
terhadap musuh sekalipun di samping terhadap kawan dekat. Itulah sebabnya mengapa
monopoli misalnya dilarang dalam Islam. Termasuk ke dalam hal yang dilarang ialah perlakuan
dumping

dalam

berdagang

berbisnis.

Memiliki target sasaran/tujuan yang lebih tinggi (al-hadaf as-sami). Berlainan dengan sistem
26

ekonomi non Islam yang semata-mata hanya untuk mengejar kepuasan materi (ar-rafahiyah almaddiyah), ekonomi Islam memiliki sasaran yang lebih jauh yakni merealisasikan kehidupan
kerohanian yang lebih tinggi (berkualitas) dan pendidikan kejiwaan.
8.

Perekonomian yang stabil/kokoh (iqtishadun binaun). Kekhususan ini antara lain dapat dilihat
dari kenyataan bahwa Islam mengharamkan praktek bisnis yang membahayakan umat insani
apakah itu bersifat perorangan maupun kemasyarakatan seperti pengharaman riba, penipuan,
perdagangan khamr dan lain-lain.

9.

Perekonomian yang berimbang (iqtishad mutawazin), maksudnya ialah bahwa perekonomian


yang hendak diwujudkan oleh Islam adalah ekonomi yang berkeseimbangan (berimabng)
antara kepentingan individu dan sosial, antara tuntutan kebutuhan duniawi dan pahala akhirat,
serta keseimbangan antara fisik dan psikis, keseimbangan antara sikap boros dan hemat (israf
dan taqtir).

10. Realistis (al-waqi`iyyah). Prakiraan (forcasting) ekonomi khususnya prakiraan bisnis tidak
selamanya sesuai antara teori di satu sisi dengan praktek pada sisi yang lain. Dalam hal-hal
tertentu, sangat dimungkinkan terjadi pengecualian atau bahkan penyimpangan dari hal-hal
yang semestinya. Misalnya, dalam keadaan normal, Islam mengharamkan praktek jual-beli
barang-barang yang diharamkan untuk mengonsumsinya, tetapi dalam keadaan darurat (ada
kebutuhan sangat mendesak) pelarangan itu bisa jadi diturunkan statusnya menjadi boleh atau
sekurang-kurangnya tidak berdosa.
11. Harta kekayaan itu pada hakekatnya adalah milik Alah s.w.t. Dalam prinsip ini terkandung
maksud bahwa kepemilikan seseorang terhadap harta kekayaan (al-amwal) tidaklah bersifat
mutlak. Itulah sebabnya mengapa dalam Islam pendayagunaan harta kekayaan itu tetap harus
diklola dan dimanfaatkan sesuai dengan tuntunan Sang Maha Pemilik yaitu Allah s.w.t. Atas
dalih apapun, seseorang tidak bolehbertindak sewenag-wenang dalam mentasarrufkan
(membelanjakan) harta kekayaannya, termasuk dengan dalih bahwa harta kekayaan itu milik
pribadinya.
12. Memiliki kecakapan dalam mengelola harta kekayaan (tarsyid istikhdam al-mal). Para pemilik
harta

perlu

memiliki

kecerdasan/kepiawaian

dalam

mengelola

atau

mengatur

harta

kekayaannya semisal berlaku hemat dalam berbelanja, tidak menyerahkan harta kepada orang
yang belum/tidak mengerti tentang pendayagunaannya, dan tidak membelanjakan hartanya ke
dalam hal-hal yang diharamkan agama, serta tidak menggunakannya pada hal
hal yang akan merugikan orang lain

E.

Karakteristik Ekonomi Islam


27

Ada beberapa karakteristik ekonomi islam:


1. Harta kepunyaan Allah dan manusia merupakan khalifah atas harta
Karakteristik ini terdiri dari :
Semua harta baik benda baik benda maupun alat produksi milik Allah. Manusia adalah khalifah
atas harta miliknya.
2. Ekonomi terikat dengan aqidah, Syariah (hokum) dan Moral
Hubungan ekonomi islam dengan aqidah islam tampak jelas dalam banyak hal, seperti
pandanagan islam terhadap alam semesta ditundukkan untuk kepentingan manusia. Hubungan
ekonomi islam dan moral dalam islam adalah pertama, larangan terhadap pemilik dalam
penggunaaan hartanya yang dapat menimbulkan kerugian atas harta orang lain atau
kepentingan masyarakat. Kedua,larangan melakukan penipuan dalam transaksi, larangan
menimbun emas, perak atau sarana moneter lainnya.
3. Kebebasan individu di jamin dalam islam
Individu dalam perekonomian islam diberikan kebebesan untuk beraktivitas baik secara
perorangan maupun kolektif untuk mencapai tujuan.namun kebebasan tersebut tidak boleh
melanggar aturan-aturan yang telah digariskan Allah.
4.

Negara diberi wewenang turut campur dalam perekonomian


Islam memperkenalkan Negara untuk mengatur masalah perekonomian agar kebutuhan
masyarakat baik secara individu maupun social dapat terpenuhi secara proporsional. Dalam
islam Negara berkewajiban melindungi kkepentingan masyarakat dari ketidakadilan yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang ataupun dari Negara lain.

F.

Landasan Ekonomi Islam


Pada pembahasan ekonomi konvensional semua aktifitas berdasarkan perilaku individuindividu yang secara nyata terjadi di setiap unit ekonomi. Karena tidak adanya batasannya
syariah yang digunakan, maka prilaku dari setiap individu dalam unit ekonomi tersebut akan
bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma atau aturan menurut persepsinya masingmasing.
Sedangkan dalam ekonomi Islam berlandaskan dari syariat. Jika kita telaah lebih dalam
28

landasan ekonomi Islam dibagi menjadi dua, yaitu: landasan tetap dan landasan tidak tetap.
Pertama, Landasan tetap berkaitan dengan dasar-dasar utama agama Islam. Atau dapat
diibaratkan sebagai kumpulan pokok ekonomi yang diambil dari Nash Al-Qur`an dan Sunah
dan diharuskan bagi seorang Muslim untuk mengikutinya pada setiap zaman dan tempat.
Landasan ini tidak bisa berubah dalam kondisi apapun. Adapun landasan tersebut diantaranya;
d.

Pokok bahwa harta pada hakikatnya adalah milik Allah SWT, dan manusia hanya
diperbolehkan untuk memanfaatkan dan mengelolanya. Seperti terdapat dalam Al-Qur`an
yang artinya Dan hanya kepunyaan Allah lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi. Juga terdapat pada Firman Allah SWT, artinya Dan nafkahkanlah sebagian dari
hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya.

e. Pokok bahwa Islam menjamin kebutuhan setiap individu umat Muslim, seperti Firman Allah
SWT, artinya Dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang miskin yang meminta
dan orang yang tidak mempunyai apa-apa(yang tidak mau meminta)
f.

Pokok penetap keadilan social dan memelihara keseimbangan ekonomi antara individu
umat muslim artinya Supaya harta itu jangan hanya beradara diantara orang-orang kaya
saja diantara kamu. Dan masih banyak dalil-dalil Al-Qur`an lainnya menerangkan hukumhukum yang berkaitan dengan perekonomian dalam Islam, seperti larangan riba, kewajiban
membayar Zakat dan lain sebagainya. Selain dari Al-Qur`an ekonomi Islam berlandaskan
pula dari perkataan Nabi Muhammad SAW yang diutus sebagi penuntun umat manusia
dalam seluruh unsur kehidupannya. Diantaranya . Perkataan Rasul ini yang menjadi
landasan para Khulafa Rasyidin dalam pelarangan ihtikar atau penimbunan barang. Karena
dengan penimbunan ini akan menaikan haraga barang jauh diatas harga asli, dan akan
terjadi kerusakan harga sehingga menyulitkan masyarakat. Kedua, landasan tidak tetap
dan berkaitan dengan aplikasi. Yaitu penyelesaian permasalahan ekonomi yang diambil
dari berdasarkan hasil ijtihad para ulama sesuai dengan dalil yang diambil dari Al-qur`an
dan Sunah. Seperti penjelasan tentang jenis mu`amalah yang teradap unsur riba,
penjelasan

tentang

upah

minimum

pekerja,

dan

batasan keadilan

social

atau

keseimbangan ekonomi diantara individu muslim. Semua kesimpulan yang diambil para
ulama ini bukan bersifat tetap dan bisa terjadi perbedaan pendapat atau sesuai dengan
situasi dan kondisi.
G.

Metode Ekonomi Islam

29

Ada beberapa landasan yang dianut dalam system perekonomian Islam, diantaranya :
Pertama, Ekonomi Islam satu-satunya system ekonomi yang diarahkan langsung oleh Wahyu
Allah SWT, maka semua aktifitas yang terjadi tidak boleh bertentangan dengan perintah Allah,
atau membolehkan semua larangan Allah. Tidak ada waktu, tenaga, dan harta yang bertujuan
untuk mengahalalkan semua yang haram atau pengharaman semua yang halal ataupun semua
hal yang bertentangan dengan syariat Islam. Ekonomi Islam juga diambil dari ilmu-ilmu Usul
Fikih,

Maqasid

Syariah,

Ilmu

Fikih,

Sejarah,

Psikologi

dan

juga

Sosiologi.

Kedua, ekonomi Islam menggunakan metode deduksi (istinbath) hukum syariah dari sumber
hukum Al-Qur`an dan Hadits. Dengan cara meletakan kaidah dasar kemudian menerapkannya
dalam kehidupan masyarakat. Ketiga, ekonomi Islam menggunakan metode induksi (al-istiqra)
terhadap fakta-fakta yang terjadi pada sejarah terdahulu, data-data statistic dan undang-undang
yang berlaku. Kemudian dijadiakan sebagai suatu konsep atau kaidah umum. Bagian ini tidak
harus mempunyai dasar konsep dari Al-Qur`an dan Hadist, tapi cukup disyaratkan tidak
bertentangan dengan keduanya.
H. Hukum Ekonomi Islam Dalam Al-Quran, As-Sunnah dan Kitab-Kitab Fiqh
Indikator lain tentang kepedulian Islam terhadap persoalan ekonomi dan keuangan,
ialah kenyataan yang menunjukkan bahwa di dalam al-Quran, yang menjadi sumber utama dan
pertama hukum Islam, terdapat sejumlah ayat yang mengatur persoalan-persoalan hukum
ekonomi dan keuangan (ayat al-iqtishadiyyah wa-al-maliyyah ). Menurut kesimupulan Abdul
Wahhab Khallaf, paling sedikit ada 10 ayat hukum dalam al-Quran yang berisikan normanorma dasar hukum ekonomi dan keuangan. Berbeda dengan Khallaf, yang melihat ayat-ayat
ekonomi semata-mata dari aspek hukumnya, Mahmud Syauqi al-Fanjari dalam konteks yang
agak luas memprakirakan ayat-ayat ekonomi dan keuangan dalam al-Quran berjumlah 21 ayat
yang secara langsung terkait erat dengan soal-soal ekonomi. Berlainan dengan Khallaf yang
sama sekali tidak menunjukkan ayat-ayat mana saja yang ia maksud dengan 10 ayat aliqtishadiyyah wa-al-maliyyah di atas, al-Fanjari secara eksplisit menyebutkan satu demi satu ke21 ayat ekonomi yang dimaksudkannya, yaitu: al-Baqarah (2): 188, 275 dan 279; An-Nisa (4): 5
dan 32; Hud (11): 61 dan 116; Al-Isra (17): 27; An-Nur (24): 33; Al-Jatsiyah (45): 13; AdzDzariyat (51): 19; An-Najm (53): 31; Al-Hadid (57): 7; Al-Hasyr (59): 7; Al-Jumu`ah (62): 10; AlMa`arij (70): 24 dan 25; Al-Ma`un (107): 1, 2, dan 3. Senafas dengan al-Quran, al-Hadits yang
menjadi sumber hukum Islam penting kedua setelah al-Quran, juga membincang persoalan
ekonomi dan keuangan. Di dalam buku-buku hadis yang ada, terutama buku-buku hadis
hukum, selalu ditemukan kitab atau bab yang secara khusus membahas persoalan-persoalan
30

ekonomi dan keuangan. Sebagai ilustrasi, perhatikan salah satu kitab hadis hukum yang paling
masyhur dan dikenal luas oleh para akademisi di seluruh dunia Islam dan bahkan perguruanperguruan

tinggi

non

Islam

yang

mempelajari

hukum

Islam.

Kitab hadis yang dimaksudkan adalah Bulughul Maram min Adillatil Ahkam (Kematangan yang
Diidamkan Tentang Dalil-Dalil Hukum), karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani (733 852 H).
Dalam kitab Bulugh al-Maram, yang telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa (di
antaranya Inggris dan Indonesia) dan telah disyarah (dikomentari) oleh sejumlah pensyarah, ini
terdapat kitabul-buyu` (kitab perdagangan) yang memuat 192 hadis hukum tentang ihwal
ekonomi dan bisnis yang dikemas ke dalam beberapa bab. Selengkapnya adalah sebagai
berikut:
1. Bab as-syuruth al-buyu` wa-ma nuhiya `anhu (bab tentang syarat-syarat jual-beli dan hal-hal
yang terlarang dari padanya), atau conditions of business transactions and those which are
forbidden (46 hadis);
2. Bab al-khiyar (bab tentang hak memilih pelaku akad untuk meneruskan atau membatalkan
akadnya), atau reconditional bargains (3 hadis);
3. Bab ar-riba (bab tentang riba), atau usury (18 hadis);
4. Bab ar-rukhshah fil-`araya wa-bai`il-ushuli watstsimar (kelonggaran tentang berbagai
pinjaman dan jual-beli pepohonan dan buah-buahnya), atau licence regarding the sale of
`Araya and the sale of trees and fruits (7 hadis);
5. Bab as-salam wal-qardhi war-rahni (bab tentang jual-beli salam, pinjam-meminjam dan
gadai), atau payment in advance, loan and pledge (10 hadis);
6. Bab at-taflis wa-al-hajr (bab tentang pailit dan penahanan harta seseorang), atau insolvency
and seizure (10 hadis);
7. Bab as-shuluh (bab tentang perdamaian), atau reconciliation (4 buah hadis);
8. Bab al-hawalah wad-dhaman (bab tentang pemindahan hutang dan tanggungan/jaminan
pembayaran hutang), atau transference of a debt to another and surety (4 hadis);
9. Bab as-syirkah wal-wakalah (bab tentang Persekutuan dan perwakilan), atau partnership
and agency (8 hadis);
10. Bab al-iqrar (bab tentang pernyataan pengakuan), confession (1 hadis);
31

I.

Peran Hukum Ekonomi Syariah


UU No 3 tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No 7/1989 tentang Peradilan Agama,
telah disahkan oleh Presiden Republik Indonesia. Kelahiran Undang-Undang ini membawa
implikasi besar terhadap perundang-undangan yang mengatur harta benda, bisnis dan
perdagangan secara luas.
Pada pasal 49 point i disebutkan dengan jelas bahwa Pengadilan Agama bertugas dan
berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang
orang yang beragama Islam di bidang ekonomi syariah. Dalam penjelasan UU tersebut
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan
usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah, antara lain meliputi : Bank syariah, Lembaga
keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reasurasi syariah, reksadana syariah, obligasi
syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah, sekuritas syariah, Pembiayaan
syariah, Pegadaian syariah, dana pensiun lembaga keuangan syariah dan bisnis syariah
Amandemen ini membawa implikasi baru dalam sejarah hukum ekonomi di Indonesia.
Selama ini, wewenang untuk menangani perselisihan atau sengketa dalam bidang ekonomi
syariah diselesaikan di Pengadilan Negeri yang notabene belum bisa dianggap sebagai hukum
syariah.
Dalam prakteknya, sebelum amandemen UU No 7/1989 ini, penegakkan hukum kontrak
bisnis di lembaga-lembaga keuangan syariah tersebut mengacu pada ketentuan KUH Perdata
yang merupakan terjemahan dari Burgerlijk Wetboek (BW), kitab Undang-undang hukum sipil
Belanda yang dikonkordansi keberlakuannya di tanah Jajahan Hindia Belanda sejak tahun 1854
ini, sehingga konsep perikatan dalam Hukum Islam tidak lagi berfungsi dalam praktek formalitas
hukum di masyarakat, tetapi yang berlaku adalah BW.
Secara historis, norma-norma yang bersumber dari hukum Islam di bidang perikatan
(transaksi) ini telah lama memudar dari perangkat hukum yang ada akibat politik Penjajah yang
secara sistematis mengikis keberlakuan hukum Islam di tanah jajahannya, Hindia Belanda.
Akibatnya, lembaga perbankan maupun di lembaga-lembaga keuangan lainnya, sangat terbiasa
menerapkan ketentuan Buku Ke tiga BW (Burgerlijk Wetboek) yang sudah diterjemahkan.
Sehingga untuk memulai suatu transaksi secara syariah tanpa pedoman teknis yang jelas akan
sulit sekali dilakukan.

32

Ketika wewenang mengadili sengketa hukum ekonomi syariah menjadi wewenang


absolut hakim pengadilan agama, maka dibutuhkan adanya kodifikasi hukum ekonomi syariah
yang lengkap agar hukum ekonomi syariah memiliki kepastian hukum dan para hakim memiliki
rujukan standart dalam menyelesaikan kasus-kasus sengketa di dalam bisnis syariah. Dalam
bidang perkawinan, warisan dan waqaf, kita telah memiliki KHI (Kompilasi Hukum Islam),
sedangkan dalam bidang ekonomi syariah kita belum memilikinya.
Kedudukan KHI secara konstitusional, masih sangat lemah, karena keberadaannya
hanyalah sebagai inpres. Karena itu dibutuhkan suatu aturan hukum yang lebih kuat yang dapat
menjadi rujukan para hakim dalam memutuskan berbagai persoalan hukum .
Untuk itulah kita perlu merumuskan Kodifikasi Hukum Ekonomi Islam, sebagaimana
yang dibuat pemerintahan Turki Usmani bernama Al-Majallah Al-Ahkam al-Adliyah yang terdiri
dari 1851 pasal.
Kodifikasi adalah himpunan berbagai peraturan menjadi undang-undang atau hal
penyusunan kitab perundang-undangan Dalam sejarahnya, formulasi suatu hukum atau
peraturan dibuat secara tertulis yang disebut jus scriptum. Dalam perkembangan selanjutnya
lahirlah berbagai peraturan-peraturan dalam bentuk tertulis tersebut yang disebut corpus juris.
Setelah jumlah peraturan itu menjadi demikian banyak, maka dibutuhkan sebuah kodifikasi
hukum yang menghimpun berbagai macam peraturan perundang-undangan. Para ahli hukum
dan hakim pun berupaya menguasai peraturan-peraturan itu dengan baik agar mereka bisa
menyelesaikan berbagai macam persoalan hukum yang muncul di tengah masyarakat dengan
penuh keadilan dan kemaslahatan..
Berdasarkan dasar pemikiran itu, maka hukum ekonomi syariah yang berasal dari fikih
muamalah, yang telah dipraktekkan dalam aktifitas di lembaga keuangan syariah, memerlukan
wadah perundang-undangan agar memudahkan penerapannya dalam kegiatan usaha di
lembaga-lembaga keuangan syariah tersebut.
Dalam pengambilan keputusan di Pengadilan dalam bidang ekonomi syariah
dimungkinkan adanya perbedaan pendapat. Untuk itulah diperlukan adanya kepastian hukum
sebagai dasar pengambilan keputusan di Pengadilan. Terlebih lagi dengan karakteristik bidang
muamalah yang bersifat elastis dan terbuka sangat memungkinkan berfariasinya putusanputusan tersebut nantinya yang sangat potensial dapat menghalangi pemenuhan rasa keadilan.

33

Dengan demikian lahirnya Kodifikasi Hukum Ekonomi Syariah dalam sebuah Kitab-UndangUndang Hukum Perdata Islam menjadi sebuah keniscayaan.
Sebagaimana dimaklumi bahwa formulasi materi Kodifikasi Hukum Ekonomi Syariah
tidak terdapat dalam Yurisprudensi di lembaga-lembaga peradilan Indonesia. Meskipun
demikian, yurisprudensi dalam kasus yang sama bisa dirujuk sepanjang tidak bertentangan
dengan prinsip hukum ekonomi syariah. Artinya, keputusan hukum masa lampau itu difikihkan,
karena dinilai sesuai dengan syariah.
Jadi pekerjaan para mujtahid ekonomi syariah Indonesia, bukan saja merumuskan
hukum ekonomi baru yang berasal dari norma-norma fikih/syariah, tetapi bagaimana bisa
memfikihkan hukum nasional yang telah ada. Hukum nasional yang bersumber dari KUH
Perdata (BW), kemungkinan besar banyak yang sesuai syariah, maka materi dan keputusan
hukumnya dalam bentuk yurusprudensi bisa ditaqrir atau diadopsi.
KUH Perdata (BW) yang mengambil masukan dari Code Civil Perancis ini dalam
pembuatannya mengambil pemikiran para pakar hukum Islam dari Mesir yang bermazhab
Maliki, sehingga tidak aneh apabila terdapat banyak kesamaan prinsip-prinsip dalam KUH
Perdata dengan ketentuan fikih Muamalah tersebut, seperti hibah, wadiah dan lain-lain.
Selain itu, yurisprudensi putusan ekonomi syariah, mungkin juga bisa dicari dari
penerapan hukum adat di dalam putusan pengadilan yang ada di negara kita yang sedikit
banyak telah diinspirasikan oleh ketentuan hukum Islam. Yang paling bagus adalah merujuk
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Islam yang pernah dibuat di zaman Kekhalifahan Turki
Usmani yang disebut Majalah Al-Ahkam Al-Adliyah KUH Perdata Islam ini dapat dikembangkan
dan diperluas bahasannya disesuaikan dengan perkembangan aktivitas perekonomian di
zaman modern ini.
Selain itu, penyusunan Kodifikasi Hukum Ekonomi Syariah atau Hukum Perdata Islam,
harus menggunakan ilmu ushul fiqh dan qawaid fiqh. Disiplin ini adalah metodologi
yurispridensi Islam yang mutlak diperlukan para mujtahid. Dengan demikian maqashid syariah
perlu menjadi landasan perumusan hukum. Metode istihsan, urf, sadd zariah, dan
pertimbangan-pertimbangan kemaslahatan menjadi penting. Dengan demikian, diharapkan,
selain akan dapat memelihara dan menampung aspirasi hukum serta keadilan masyarakat,
Kodifikasi Hukum Ekonomi Syariah juga akan mampu berperan sebagai perekayasa (social
enginaring) masyarakat muslim Indonesia.
34

Sumber Hukum Ekonomi Islam


Sebuah ilmu tentu memiliki landasan hukum agar bisa dinyatakan sebagai sebuah bagian
dari konsep pengetahuan, demikian pula dengan ekonomi Islam. Ada beberapa dasar hukum
yang menjadi landasan pemikiran dan penentuan konsep ekonomi Islam.
Beberapa dasar hukum Islam tersebut di antaranya adalah :
1.

Al Quran. Ini merupakan dasar hukum utama konsep ekonomi Islam, karena Al Quran
merupakan ilmu pengetahuan yang berasal langsung dari Allah. Beberapa ayat dalam Al Quran
merujuk pada perintah manusia untuk mengembangkan sistem ekonomi yang bersumber pada
hukum Islam. Di antaranya terdapat pada QS. Fuskilat: 42, QS. Az Zumar: 27 dan QS. Al
Hasy:22.

2.

Hadist dan Sunnah. Pengertian hadist dan sunnah adalah sebuah perilaku Nabi yang tidak
diwajibkan dilakukan manusia, namun apabila mengerjakan apa yang dilakukan Nabi
Muhammad, maka manusia akan mendapatkan pahala. Keduanya dijadikan dasar hukum
ekonomi Islam mengingat Nabi Muhammad SAW sendiri adalah seorang pedagang yang
sangat layak untuk dijadikan panutan pelaku ekonomi modern.

3.

Ijma, yaitu sebuah prinsip hukum baru yang timbul sebagai akibat adanya perkembangan
jaman. Ijma adalah konsensus baik dari masyarakat maupun cendekiawan agama, dengan
berdasar pada Al Quran sebagai sumber hukum utama.

4.

Ijtihad atau Qiyas. Merupakan sebuah aktivitas dari para ahli agama untuk memecahkan
masalah yang muncul di masyarakat, di mana masalah tersebut tidak tersebut secara rinci
dalam hukum Islam. Dengan merujuk beberapa ketentuan yang ada, maka Ijtihad berperan
untuk membuat sebuah hukum yang bersifat aplikatif, dengan dasar Al Quran dan Hadist
sebagai sumber hukum yang bersifat normatif.

BAB III
PENUTUP
C. KESIMPULAN
Perekonomian sebagai salah satu sendi kehidupan yang penting bagi manusia, oleh al35

Qur'an telah diatur sedemikian rupa. Riba secara tegas telah dilarang karena merupakan salah
satu sumber labilitas perekonomian dunia. Al-Qur'an menggambarkannya sebagai orang yang
tidak dapat berdiri tegak melainkan secara limbung bagai orang yang kemasukan syaithan.
Hal terpenting dari semua itu adalah bahwa kita harus dapat mengembalikan fungsi asli uang
yaitu sebagai alat tukar / jual-beli. Memperlakukan uang sebagai komoditi dengan cara
memungut bunga adalah sebuah dosa besar, dan orang-orang yang tetap mengambil riba
setelah tiba larangan Allah, diancam akan dimasukkan ke neraka (Qs.al-Baqarah:275).
Berdirinya Bank Muamalat Indonesia merupakan salah satu contoh tantangan untuk
membuktikan suatu pendapat bahwa konsepsi Islam dalam bidang moneter dapat menjadi
konsep alternatif.
Kebebasan beragama adalah hak setiap manusia. Hak yang melekat pada manusia
karena ia adalah manusia. Hak untuk menyembah Tuhan diberikan oleh Tuhan, tidak ada
seorang pun yang boleh mencabutnya. Negara pun tidak berhak merampas hak tersebut dari
setiap individu. Pengakuan hak kebebasan beragama yang melekat dalam setiap individu
tersebut dinyatakan dengan gamblang dalam deklarasi universal HAM Pasal 1 dan 18.

D. SARAN
Kami menyadari bahwa makaah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami
mengharapkan dengan adanya makalah yang sangat sederhana ini dapat memberikan
sumbangan pikirin dan perkembangan bangsa. Kam menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun, kami nantikan dari seluruh pembaca yang
budiman.

36

Anda mungkin juga menyukai