Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
1. Memahami dan menjelaskan anatomi dan fisiologi N.cranialis, jaras sensorik & motorik,
capsula interna
Nomor
Nama
Jenis
Olfaktori
Sensori
II
Optik
Sensori
III
Okulomotor
Motorik
IV
Troklear
Motorik
Trigeminal
Gabungan
Fungsi
Menerima rangsang dari
hidung dan
menghantarkannya ke otak
untuk diproses sebagai sensasi
bau
Menerima rangsang dari mata
dan menghantarkannya ke
otak untuk diproses sebagai
persepsi visual
Menggerakkan sebagian besar
otot mata
Menggerakkan beberapa otot
mata
Sensori: Menerima
rangsangan dari wajah untuk
VI
Abdusen
Motorik
VII
Fasial
Gabungan
VIII
Vestibulokoklear
IX
Glosofaringeal
Gabungan
Vagus
Gabungan
XI
Aksesori
Motorik
XII
Hipoglosal
Motorik
Sensori
untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus
frontal dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi yang sama.
Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya mencapai
korteks tanpa dirilei di talamus. Bau-bauan yang dapat memprovokasi timbulnya nafsu
makan dan induksi salivasi serta bau busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan
muntah menunjukkan bahwa sistem ini ada kaitannya dengan emosi. Serabut utama yang
menghubungkan sistem penciuman dengan area otonom adalah medial forebrain bundle
dan stria medularis talamus. Emosi yang menyertai rangsangan olfaktorius mungkin
berkaitan ke serat yang berhubungan dengan talamus, hipotalamus dan sistem limbik.
SARAF OPTIKUS (N. II)
Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni
yang dimulai di retina. Serabut-serabut saraf ini,
ini melewati foramen optikum di dekat arteri
optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi
lainnya pada dasar otak untuk membentuk
kiasma optikum. Orientasi spasial serabutserabut dari berbagai bagian fundus masih utuh
sehingga serabut-serabut dari bagian bawah
retina ditemukan pada bagian inferior kiasma
optikum dan sebaliknya.
Serabut-serabut dari lapangan visual temporal
(separuh bagian nasal retina) menyilang kiasma,
sedangkan yang berasal dari lapangan visual
nasal tidak menyilang. Serabut-serabut untuk
indeks cahaya yang berasal dari kiasma optikum
berakhir di kolikulus superior, dimana terjadi
hubungan dengan kedua nuklei saraf
okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan
kiasma berhubungan dengan penglihatan dan
berjalan di dalam traktus optikus menuju korpus genikulatum lateralis. Dari sini serabutserabut yang berasal dari radiasio optika melewati bagian posterior kapsula interna dan
berakhir di korteks visual lobus oksipital.
Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-serabut
untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadaran atas melalui lobus
temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum serabutserabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan
sebaliknya.
Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian bawah dekat
medula oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat saraf abdusens mempersarafi
otot rektus lateralis.
SARAF FASIALIS (N. VII)
Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik berasal dari
Nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum pontin bawah
dekat medula oblongata. Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang muncul
bersama nukleus motorik dan saraf vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam
kanalis akustikus interna.
Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot
orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot
stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot platisma. Serabut sensorik menghantar
persepsi pengecapan bagian anterior lidah.
Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen yang
mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabut-serabut aferen yang
mengurusi keseimbangan. Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti
dan berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus
genikulatum medial dan kemudian menuju girus superior lobus temporalis. Serabutserabut untuk keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan
bergabung dengan serabut-serabut auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini
kemudian memasuki pons, serabut vestibutor berjalan menyebar melewati batang dan
serebelum.
A.
o
o
o
o
o
o
o
o
B.
Traktus Ekstrapyramidal
Datang dari Batang Otak menuju Medulla Spinalis
1. Tractus reticulospinalis
Asal : Formatio reticulare yang terletak sepanjang mes-encephalon, pons dan medulla oblongata
(neuron orde pertama).
Jalan :
Dari neuron yang ada di pons, dikirmkan axon lurus kebawah : traktus reticulospinlis pontinus
Dari neuron di medulla oblongata, menyilang garis tengah baru turun ke medulla spinalis : traktus
reticulospinalis medulla spinalis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal: neuron orde kedua dan ketiga)
Fungsi : mengontrol neuron orde kedua dan ketiga dalam bentuk fasilitasi dan inhibisi kontraksi
otot skelet berkaitan dengan fungsi kseimbangan tubuh.
2. Tractus Tectospinalis
Asal :
Colliculus superior mes-encephalon (neuron orde pertama)
Jalan : Menyilang garis tengah dan turun melalui pons, medulla oblongata. Jalannya dekat sekali
dengan fasciculus longitudinale medialis
Tujuan: cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal) dan bersinaps dengan neuron orde kedua
dan ketiga
Fungsi :
1) terjadinya reflex pupilodilatasi sbg. respon kalau lagi berada dalam ruang gelap
2) terjadinya reflex gerakan tubuh sbg. respon terhadap ransang penglihatan
3. Tractus Rubrospinalis
Asal : nucleus ruber (neuron orde pertama) pada tegmentum mes-encephalon setinggi
coliculus superior.
Jalan : axon neuron orde pertama menyilang garis tengah turun kebawah melewati pns,
medulla oblongata menuju cornu anterior meulla spinalis subt. grisea (pusat spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot fleksor dan menghambat kontraksi otot ekstensor berkaitan
dengan fungsi keseimbangan tubuh
4. Tractus vestibulospinalis
Asal : nuclei vestibularis = neuron orde pertama (dalam pons dan med. oblongata), menerima
akson dari auris interna melalui N.vestibularis dan cerebelum
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot ekstensor dan menghambat kontraksi otot fleksor berkaitan
dengan fungsi keseimbangan tubuh
5. Tractus olivospinalis
Asal : nucleus olivarius inferius (neuron orde pertama), menerima axon dari cortex cerebrii,
corpus striatum, nuceu ruber
Tujuan : cornu anterius med. spinalis (pusat spinal)
Fungsi : mempengaruhi kontraksi otot skelet berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh
Asal
b. Tractus corticohypothalamicus
Asal
: cortec hypocampi
Tujuan
: hypothalamus
c. Tractus corticosubthalamicus
Asal
: area brodman 6
Tujuan
: subthalamus
d. Tractus Corticonigra
Asal : area brodmann 4, 6 dan 8
Tujuan
: substantia nigra
e. Tractus yang berasal dari area brodmann 4 dan 6
Tujuan : tegmentum (mes-encephalon), nuclei pontis (pons), nucleus olivarius inferius (medulla
oblongata)
2. Sensorik
Reseptor adalah sel atau organ yang berfungsi menerima rangsang atau stimulus. Dengan alat
ini sistem saraf mendeteksi perubahan berbagai bentuk energi di lingkungan dalam dan luar.
Setiap reseptor sensoris mempunyai kemampuan mendeteksi stimulus dan mentranduksi energi
fisik ke dalam sinyal (impuls) saraf.
Menurut letaknya, reseptor dibagi menjadi:
Exteroseptor : perasaan tubuh permukaan (kulit), seperti sensasi nyeri, suhu, dan raba
Proprioseptor : perasaan tubuh dalam, seperti pada otot, sendi, dan tendo.
Interoseptor : perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam, seperti jantung,
lambung, usus, dll.
Menurut tipe atau jenis stimulus, reseptor dibagi menjadi :
Mekanoreseptor
Kelompok reseptor sensorik untuk mendeteksi perubahan tekanan, memonitor tegangan pada
pembuluh darah, mendeteksi rasa raba atau sentuhan. Letaknya di kulit, otot rangka, persendn dna
organ visceral. Contoh reseptornya : corpus Meissner (untuk rasa raba ringan), corpus Merkel dan
badan Paccini (untuk sentuhan kasar dan tekanan).
Thermoreseptor
Reseptor sensoris unuk mendeteksi perubahan suhu. Contohnya : bulbus Krause (untuk suhu
dingin), dan akhiran Ruffini (untuk suhu panas).
Nociseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi rasa nyeri dan merespon tekaan yang dihasilkan oleh adanya
kerusakan jaringan akibat trauma fisik maupun kimia. Contoh reseptornya berupa akhiran saraf
bebas (untuk rasa nyeri) dan corpusculum Golgi (untuk tekanan).
Chemoreseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi rangsang kimiwa, seperti : bu-bauan yang diterima sel
reseptor olfaktorius dalam hidung, rasa makanan yang diterima oleh sel reseptor pengecap di
lidah, reseptor kimiawi dalam pembuluh darah untuk mendeteksi oksigen, osmoreseptor untuk
mendeteksi perubahan osmolalitas cairan darah, glucoreseptor di hipotalamus mendeteksi
perubahan kadar gula darah.
Photoreseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi perbahan cahaya, dan dilakukan oleh sel photoreceptor
(batang dan kesrucut) di retina mata.
Jaras somatosensorik yang dilalui oleh sistem sensorik adalah sebagai berikut :
A. Untuk rasa permukaan (eksteroseptif) seperti rasa nyeri, raba, tekan, dan suhu : sinyal diterima
reseptor dibawa ke ganglion spinale melalui radiks posterior menuju cornu posterior
medulla spinalis berganti menjadi neuron sensoris ke-2 lalu menyilang ke sisi lain medulla
spinalis membentuk jaras yang berjalan ke atas yaitu traktus spinotalamikus menuju
thalamus di otak berganti menjadi neuron sensoris ke-3 menuju korteks somatosensorik
yang berada di girus postsentralis (lobus parietalis)
B. Untuk rasa dalam (proprioseptif) seperti perasaan sendi, otot dan tendo :
sinyal diterima reseptor ganglion spinale radiks posterior medulla spinalis lalu naik
sebagai funiculus grasilis dan funiculus cuneatus berakhir di nucleus Goll berganti menjadi
neusron sensoris ke-2 menyilang ke sisi lain medulla spinalis menuju thalamus di otak
berganti menjadi neuron sensoris ke-3 menuju ke korteks somatosensorik di girus postsentralis
(lobus parietalis).
Merupakan berkas serabut saraf berbentuk pita lebar substansia alba yang memisahkan nucleus
lenticularis dengan nucleus caudatus dan thalamus. Mengandung serabut saraf penghubung
bolak-balik antara cortex cerebri dengan thalamus dan medula spinalis. Pada penampang lintang
verventuk huruf V, dimana titik sudutnya disebut genu menghadap ke medial dan kaki-kakinya
disebut crus anterior dan crusposterior.
Crus anterior capsula interna :
Terletak antara nucleus caudatus dan nucleus lenticularis, di dalamnya terdapat :
Pars lenticulothalamicus
Mengandung serabut radiatio thalamicus yang bercampur dengan tractus eferen utama yang turun
dari cortex cerebri antara lain :
Tractus corticobulbaris
Menuju nuclei motorik nn. Craniales.
Letak : pada genu.
Tractus corticospinalis
Menuju nuclei motorik nn. Spinales. Di belakang tractus ini, terdapat serabut yang
menghubungkan thalamus ke cortexgyrus centralis posterior yang merupakan pusat somasthesia.
Letak : yang ke lengan dekat genu, yang ke kaki lebih jauh dari genu.
Tractus corticorubralis
Ke nucleus ruber pada mes-encephalon
Pars retrolenticularis
Terletak lateral dari thalamus dan di belakang nucleus lenticularis.
Mengandung radiatio thalamicus posterior.
Pars sublenticularis
Letak : ventralis dari ujung posterio nucleus lenticularis
Mengandung :
Tractus temporopontin
Dari cortex lobus temporalis ke nucleus pontin
Tractus geniculocalcarina
Dari corpus geniculatum laterale ke cortex fissura calcarina
Radiatio auditorius
Dari corpus geniculatum mediale ke gyrus temporalis tranversa
2. Memahami dan menjelaskan stroke
Definisi
Stroke di definisikan sebagai manifestasi klinis gangguan peredaran darah otak yang
menyebabkan deficit neurologis. Definisi lain stroke adalah suatu deficit neurologis mendadak
sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak. Kelainan utama stroke adalah kelainan
pembuluh darah yang tentu saja, merupakan bagian dari pembuluh darah sistemik. Oleh
karenanya stroke harus dianggap merupakan akibat komplikasi penyakit sistemik.
Klasifikasi
Stroke
Iskemik
Global
Hemoragik
Fokal
Subaraknoid
Arteri
Vena
TROMBUS
Interserebral
Trombosis serebri, adalah penyumbatan pembuluh darah otak oleh trombus yang dapat
menyebabkan iskemik atau infark jaringan otak sehingga timbul gejala disfungsi otak
fokal dengan defisit neurologis.
Emboli serebri
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak.
Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke hemoragik
ada 2 jenis, yaitu:
Hemoragik Intraserebral : pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak.
Hemoragik Subaraknoid : pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit
antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).
Etiologi
Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
dengan awitan akut, disertai manifestasi klinis berupa defisit neurologis dan bukan
sebagai akibat tumor, trauma, ataupun infeksi susunan saraf pusat. (diagnosis &tataksana
penyakit saraf, 2009)
LO 4.2 Etiologi dan factor resiko stroke
Etiologi :
1. Berdasarkan kelainan patologis
a. Stroke hemoragik
1) Perdarahan intra serebral
Perdarahan intraserebral selalu disebabkan oleh pecahnya arteri arteriosklerotik kecil
yang menyebabkan melemahnya pembuluh darah, terutama oleh hipertensi arterial
kronik. Perdarahan intraserebral akibat dari aneurisma kongenital, arteriovenosa atau
kelainan vaskular lainnya, trauma, aneurisma mycotic, infark otak (infark hemoragik),
primer atau metastasis tumor otak, antikoagulasi berlebihan, dyscrasia darah, perdarahan
atau gangguan vasculitic jarang terjadi. (WHO, 2005)
2) Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)
Stroke hemorage subaraknoid sering disebabkan oleh kelainan arteri yang berada
di pangkal otak, yang dinamakan aneurisma serebral. Perdarahan subarachnoid secara
spontan sering berkaitan dengan pecahnya aneurisma (85%), kerusakan dinding arteri
pada otak.
b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
Stroke iskemik dapat dikarenakan oleh pembentukan trombus lokal atau fenomena
embolic, mengakibatkan oklusi dari arteri otak. Aterosklerosis, terutama dari vaskular
serebral, merupakan faktor penyebab pada kebanyakan kasus stroke iskemik. Emboli
kardiogenik dianggap telah terjadi jika pasien bersamaan menderita fibrilasi atrium,
penyakit jantung katup, atau berbagai kondisi lain dari jantung yang dapat menyebabkan
pembentukan gumpalan. Membedakan antara emboli kardiogenik dan penyebab lain dari
stroke iskemik adalah penting dalam menentukan jangka panjang farmakoterapi pada
pasien yang diberikan (Dipiro, 2005).
2. Berdasarkan waktu terjadinya
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
Faktor resiko medis, antara lain Hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi),
Kolesterol, aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah), gangguan jantung, diabetes,
riwayat stroke dalam keluarga, migrain. Faktor resiko perilaku, antara lain merokok (aktif
& pasif), makanan tidak sehat (junk food, fast food), alkohol, kurang olahraga,
mendengkur, kontrasepsi oral, narkoba, obesitas. 80% pemicu stroke adalah hipertensi
dan arteriosklerosis. Pemicu stroke pada dasarnya adalah, suasana hati yang tidak
nyaman (marah-marah), terlalu banyak minum alkohol, merokok dan senang
mengkonsumsi makanan yang berlemak.
b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
RIND disebabkan oleh Aterosklerosis, Emboli, Obatobatan, Infeksi dan
Hipotensi.
1.
2.
3.
4.
Pola hidup yang tidak baik tersebut dapat menyebabkan masalah kesehatan.
Faktor potensial kejadian stroke dibedakan menjadi 2 kategori besar yakni:
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
Usia
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia, semakin besar pula
risiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan adanya proses degenerasi (penuan) yang
terjadi secara alamiah dan pada umumnya pada orang lanjut usia, pembuluh darahnya
lebih kaku oleh sebab adanya plak (atherosklerosis).
Jenis kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan
perempuan. Hal ini diduga terkait bahwa laki-laki cenderung merokok. Rokok itu sendiri
ternyata dapat merusak lapisan dari pembuluh darah tubuh yang dapat mengganggu aliran
darah.
Herediter
Orang dengan riwayat stroke pada kelurga, memiliki risiko yang lebih besar untuk
terkena stroke dibandingkan dengan orang tanpa riwayat stroke pada keluarganya.
Ras/etnik
Dari berbagai penelitian ditemukan bahwa ras kulit putih memiliki peluang lebih besar
untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras kulit hitam.
2. Faktor yang dapat dimodifikasi
Hipertensi (darah tinggi)
Hipertensi merupakan penyebab terbesar (etiologi) dari kejadian stroke itu sendiri. Hal ini
dikarenakan pada kasus hipertensi, dapat terjadi gangguan aliran darah tubuh dimana
diameter pembuluh darah akan mengecil (vasokontriksi) sehingga darah yang mengalir
ke otak pun akan berkurang. Dengan pengurangan aliran darah otak (ADO) maka otak
akan akan kekurangan suplai oksigen dan juga glukosa (hipoksia), karena suplai
berkurang secara terus menerus, maka jaringan otak lama-lama akan mengalami
kematian.
Penyakit jantung
sentral dari aliran darah di tubuh terletak di jantung. Bilamana pusat mengaturan aliran
darahnya mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh pun akan mengalami gangguan
termasuk aliran darah yang menuju ke otak. Karena adanya gangguan aliran, jaringan
otak pun dapat mengalami kematian secara mendadak ataupun bertahap.
Diabetes melitus
Hal ini terkait dengan pembuluh darah penderita DM yang umumnya menjadi lebih kaku
(tidak lentur). Adanya peningkatan ataupun penurunan kadar glukosa darah secara tibatiba juga dapat menyebabkan kematian jaringan otak.
Hiperkolesterolemia
Kolesterol yang berlebih terutama jenis LDL akan mengakibatkan terbentuknya
plak/kerak pada pembuluh darah, yang akan semakin banyak dan menumpuk sehingga
dapat mengganggu aliran darah.
Obesitas
Hal tersebut terkait dengan tingginya kadar lemak dan kolesterol dalam darah pada orang
dengan obesitas, dimana biasanya kadar LDL lebih tinggi dibandingkan dengan kadar
HDLnya.
Merokok
Berdasarkan penelitian didapatkan, bahwa orang-orang yang merokok ternyata memiliki
kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak merokok.
Peningkatan kadar fibrinogen ini dapat mempermudah terjadinya penebalan pembuluh
darah sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku dengan demikian dapat
menyebabkan gangguan aliran darah.
Epidemiologi
Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan
kanker. Bahkan, menurut survei tahun 2004, stroke merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah
di seluruh penjuru Indonesia. Kejadian stroke di Indonesia pun selalu meningkat dari tahun ke
tahun. Sebanyak 33 % pasien stroke membutuhkan bantuan orang lain untuk aktivitas pribadi, 20
% membutuhkan bantuan orang lain untuk dapat berjalan kaki, dan 75 % kehilangan pekerjaan.
Selain itu, stroke merupakan penyebab dementia (kepikunan) no. 2.
Patofisiologi
o
o
o
o
Manifestasi klinik
Gejala akibat lesi :
Lesi di korteks
Gejala terlokalisasi, mengenai daerah lawan dari letak lesi
Hilangnya sensai kortikal (stereognosis, diskriminasi 2 titik) ambang sensorik yang bervariasi
Kurang perhatian terhadap rangsang sensorik
Bicara dan pengelihatan mungkin terkena
o
o
o
Lesi di kapsula
Lebih luas, mengenai daerah lawan letak lesi
Sensasi primer menghilang
Bicara dan pengelihatan terganggu
o
o
o
o
o
Gangguan sensorik
Gejala Klinis
1.
Gejala defisit
lokal
2.
SIS sebelumnya
Stroke Hemoragik
PIS
PSA
Berat
Ringan
Berat/ringan
Amat jarang
Menit/jam
1-2 menit
+/ biasa
Pelan
(jam/hari)
Ringan/ tak
ada
Tidak,
kecuali lesi di
batang otak
3.
Permulaan (onset)
4.
Nyeri kepala
Hebat
Sangat hebat
5.
Muntah pada
awalnya
Sering
Sering
Biasanya
tidak
Bisa hilang
sebentar
Bisa ada
pada
permulaan
6.
Hipertensi
Hampir
selalu
7.
Kesadaran
Bisa hilang
8.
Kaku kuduk
9.
Hemiparesis
Stroke Non
Hemoragik
Jarang
Sering sejak
awal
Bisa ada
Sering
Sering
berdarah
Tak ada
-
Tidak ada
Tidak ada
Jarang
Selalu
berdarah
Bisa ada
Mungkin (+)
Sering kali
Dapat hilang
Tidak ada
Sering dari
awal
mungkin ada
Sering
Jernih
Tak ada
-
Diagnosis
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non hemoragis. antara
keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis,
algoritma dan penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya
adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis atau
stroke non hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan
seteliti mungkin.Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara
keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.
Catatan
4. Pemeriksaan Penunjang
Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan penyebab
seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut CT scan otak
sering dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk mencari perdarahan atau massa di
dalam otak, situasi yang sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan penanganan
yang berbeda pula. CT Scan berguna untuk menentukan:
jenis patologi
lokasi lesi
ukuran lesi
menyingkirkan lesi non vaskuler
MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang
magnetik untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih detail
jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis depan untuk
stroke. jika CT scan dapat selesai dalam beberapa menit, MRI perlu waktu lebih dari satu
jam. MRI dapat dilakukan kemudian selama perawatan pasien jika detail yang lebih baik
diperlukan untuk pembuatan keputusan medis lebih lanjut. Orang dengan peralatan medis
tertentu (seperti, pacemaker) atau metal lain di dalam tubuhnya, tidak dapat dijadikan
subyek pada daerah magneti kuat suatu MRI.
Computerized tomography dengan angiography: menggunakan zat warna
yang disuntikkan ke dalam vena di lengan, gambaran pembuluh darah di otak dapat
memberikan informasi tentang aneurisma atau arteriovenous malformation. Seperti
abnormalitas aliran darah otak lainnya dapat dievaluasi dengan peningkatan teknologi
canggih, CT angiography menggeser angiogram konvensional.
Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang kadang-kadang
digunakan untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang dimasukkan ke
dalam arteri (biasanya di area selangkangan) dan zat warna diinjeksikan sementara foto
sinar-x secara bersamaan diambil. Meskipun angiogram memberikan gambaran anatomi
pembuluh darah yang paling detail, tetapi ini juga merupakan prosedur yang invasif dan
digunakan hanya jika benar-benar diperlukan. Misalnya, angiogram dilakukan setelah
perdarahan jika sumber perdarahan perlu diketahui dengan pasti. Prosedur ini juga
kadang-kadang dilakukan untuk evaluasi yang akurat kondisi arteri carotis ketika
pembedahan untuk membuka sumbatan pembuluh darah dipertimbangkan untuk
dilakukan.
Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-invasif (tanpa injeksi
atau penempatan pipa) yang menggunakan gelombang suara untuk menampakkan
penyempitan dan penurunan aliran darah pada arteri carotis (arteri utama di leher yang
mensuplai darah ke otak)
Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan
pada pasien stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram adalah tes dengan
gelombang suara yang dilakukan dengan menempatkan peralatan microphone pada dada
atau turun melalui esophagus (transesophageal achocardiogram) untuk melihat bilik
jantung. Monitor Holter sama dengan electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya
tetap menempel pada dada selama 24 jam atau lebih lama untuk mengidentifikasi irama
jantung yang abnormal.
Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang
dilakukan untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk adanya arteri
yang mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat meningkatkan peluang
terjadinya stroke karena pengentalan darah juga diukur. Tes ini dilakukan untuk
mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi atau untuk membantu mencegah
perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening mencari infeksi potensial, anemia, fungsi
ginjal dan abnormalitas elektrolit mungkin juga perlu dipertimbangkan.
Diagnosis banding
Bell's Palsy
i. DEFINISI
Bell's Palsy adalah suatu kelainan pada saraf wajah yang menyebabkan kelemahan atau
kelumpuhan tiba-tiba pada otot di satu sisi wajah. Saraf wajah adalah saraf kranial yang
merangsang otot-otot wajah.
ii. PENYEBAB
Diperkirakan, penyebab Bells palsy adalah edema dan iskemia akibat penekanan
(kompresi) pada nervus fasialis. Penyebab edema dan iskemia ini sampai saat ini masih
diperdebatkan. Dulu, paparan suasana/suhu dingin (misalnya hawa dingin, AC, atau
menyetir mobil dengan jendela yang terbuka) dianggap sebagai satu-satunya pemicu
Bells palsy. Akan tetapi, sekarang mulai diyakini HSV sebagai penyebab Bells palsy,
karena telah diidentifikasi HSV pada ganglion geniculata pada beberapa penelitian
otopsi. Murakami et all juga melakukan tes PCR (Polymerase-Chain Reaction) pada
cairan endoneural N.VII penderita Bells palsy berat yang menjalani pembedahan dan
menemukan HSV dalam cairan endoneural. Virus ini diperkirakan dapat berpindah secara
axonal dari saraf sensori dan menempati sel ganglion, pada saat adanya stress, akan
terjadi reaktivasi virus yang akan menyebabkan kerusakan local pada myelin.
iii. PATOFISIOLOGI
Para ahli menyebutkan bahwa pada Bells palsy terjadi proses inflamasi akut pada
nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bells palsy
hampir selalu terjadi secara unilateral. Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori
menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan
peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada
saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal
melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada
pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut,
adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari
konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan
di lintasan supranuklear, nuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di
daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan
asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer.
Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca
jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bells palsy. Karena
itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan
menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN bias terletak di pons, di sudut
serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada
cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus
abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut
akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi.
Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bersamaan dengan tuli perseptif
ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan
beberapa penelitian bahwa penyebab utama Bells palsy adalah reaktivasi virus herpes
(HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus
herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes
zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan
kelumpuhan fasialis LMN.
Kelumpuhan pada Bells palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot wajah
seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat ditutup dan
pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut
tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak bisa digerakkan.
Karena lagoftalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun.
Gejala-gejala pengiring seperti ageusia dan hiperakusis tidak ada karena bagian nervus
fasialis yang terjepit di foramen stilomastoideum sudah tidak mengandung lagi serabut
korda timpani dan serabut yang mensyarafi muskulus stapedius.
iv. GEJALA
Bell's palsy terjadi secara tiba-tiba. Beberapa jam sebelum terjadinya kelemahan pada
otot wajah, penderita bisa merasakan nyeri di belakang telinga. Kelemahan otot yang
terjadi bisa ringan sampai berat, tetapi selalu pada satu sisi wajah. Sisi wajah yang
mengalami kelumpuhan menjadi datar dan tanpa ekspresi, tetapi penderita merasa seolaholah wajahnya terpuntir. Sebagian besar penderita mengalami mati rasa atau merasakan
ada beban di wajahnya, meskipun sebetulnya sensasi di wajah adalah normal.
Jika bagian atas wajah juga terkena, maka penderita akan mengalami kesulitan dalam
menutup matanya di sisi yang terkena. Kadang penyakit ini mempengaruhi pembentukan
ludah, air mata atau rasa di lidah. Bell's palsy Ptosis
Penatalaksanaan
Untuk pengobatan umum ini dipakai patokan 5 B yaitu:
a) Breathing : Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan fungsi paru-paru baik. Pengobatan dengan
oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang.
b) Brain : Udem otak dan kejang-kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi udem otak, dapat
dilihat dari keadaan pasien yang mengantuk, adanya bradikardi atau dengan pemeriksaan
funduskopi, dapat diberikan manitol. Untuk mengatasi kejang-kejang yang timbul dapat diberikan
Diphenylhydantoin atau Carbamazepin.
c) Blood : Tekanan darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke otak.
Pengobatan hipertensi pada fase akut dapat mengurangi tekanan perfusi yang justru akan
menambah iskemik lagi. Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak.
Pemberian infus glukosa harus dicegah karena akan menambah terjadinya asidosis di daerah
infark yang akan mempermudah terjadinya udem. Keseimbangan elektrolit harus dijaga.
d) Bowelm : Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya obstipasi karena akan
membuat pasien gelisah. Nutrisi harus cukup. Bila perlu diberikan nasogastric tube (NGT).
e) Bladder : Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai terjadi retentio urin.
Pemasangan kateter jika terjadi inkontinensia.
Perawatan suportif
a) Pelihara oksigenasi jaringan secara adekuat; membutuhkan bantuan saluran napas dan ventilasi.
Cek aspirasi pneumonia yang mungkin terjadi.
b) Tekanan darah; pada kebanyakan kasus, tekanan darah tidak boleh diturunkan secara cepat. Jika
terlalu tinggi, menurunkan tekanan darah secara berhati-hati, karena status neurologis dapat
bertambah buruk ketika tekanan darah diturunkan.
c) Status volume darah; koreksi hipovolemia dan elektrolit-elektrolit tetap pada batas normal.
d) Demam; harus dicari sumber dari demam dan diturunkan dengan anti piretik yang sesuai.
e) Hypoglycemia/dan atau hyperglycemia; harus dijaga dengan kontrol yang ketat. Hiperglikemia
dapat bertambah buruk pada cedera iskemik.
f) Profilaksis DVT; stroke dengan pasien yang mempunyai risiko tinggi untuk DVT. Penting untuk
menggunakan heparin subcutan 5,000 IU q. 8 atau 12 jam atau subkutan enoksaparin 30 mg q. 12
jam pada ambulasi awal.
Penatalaksanaan Stroke Hemoragik
a) Singkirkan kemungkinan koagulopati. Pastikan hasil masa protrombin dan masa tromboplastin
parsial adalah normal. Jika masa protrombin memanjang, berikan plasma beku segar (FFP) 4-8
unit intravena setiap 4 jam dan vitamin K 15 mg intravena bolus, kemudian 3 kali sehari 15 mg
subkutan sampai masa protrombin normal. Koreksi antikoagulasi heparin dengan protamin sulfat
10-50 mg bolus lambat (1 mg mengoreksi 100 unit heparin).
b) Kendalikan HT. Tekanan yang tinggi bisa menyebabkan perburukan perihematom. Tekanan
darah sisitolik >180mmHg dengan labetalol (20 mg intravena dalam 2 menit ulangi 40-80 mg
intravena dalam interval 10 menit sampai tekanan yang diinginkan kemudian infus 2 mg/menit
dan dirasi atau penghambat ACE 12,5 mg-25 mg, 2-3 kali sehari atau antagonis kalsium
(nifedipin oral 4x 10 mg).
c) Pertimbangkan bedah saraf apabila perdarahan serebelum diameter lebih dari 3 cm atau volum
lebih dari 50 ml. Pemasangan ventrikulo-peritoneal bila ada hidroefalus obstruktif akut atau
kliping aneurisma.
d) Pertimbangkan angiografi untuk menyingkirkan aneurisma/malformasi arteriovenosa.
e) Berikan manitol 20% (1 mg/kg BB intravena dalan 20-30 menit). Steroid tidak terbukti efektif
pada perdarahan intraserebral.
f) Pertimbangkan fenitoin (10-20 mg/kg BB intravena atau peroral). Pada umumnya anti konvulsan
diberikan bila terdapat kejang.
g) Pertimbangkan terapi hipervolemik dan nimodipin untuk mencegah vasospasme.
h) Untuk mengatasi perdarahan intracerebral : obati penyebabnya, turunkan TIK, beri
neuroprotektor, tindakan bedah dengan pertimbangan GCS >4 dilakukan pada pasien dengan
perdarahan serebelum > 3cm, hidrosefalus akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum,
perdarahan lobar diatas 60 cc dengan tanda peningkatan TIK akut dan encaman herniasi.
Pada TIK yang meninggi :
a) Manitol bolus, 1 gr/kgBB dalam 20-30 menit lanjutkan dengan 0,25-0,5g/kgBB tiap 6 jam smpai
maksimal 48 jam.
b) Gliserol 50% oral, 0,25-1 gr/kgBB setiap 4-6 jam atau gliserol 10% intravena 10 ml/kgBB dalam
3-4 jam (untuk edema serebri ringan-sedang).
c) Furosemid 1mg/ kg BB intravena.
d) Intubasi dan hiperventilasi terkontrol sampai pCO2 29-35 mmHg
e) Penggunaan steroid masih kontroversial.
f) Kraniotomi dekompresif.
Perdarahan subaraknoid
a) Nimodipin digunakan untuk mencegah vasospasme.
b) Tindakan operasi dapat dilakukan pada perdarahan subaraknoid stadium I dan II akibat pecahnya
aneurisma sakular berry dan adanya komplikasi hidrosefalus obstruktif.
Penatalaksanaan Stroke Non-Hemoragik
Tujuan terapi
a) Pencegahan stroke melalui reduksi faktor risiko.
b) Pencegahan sejak awal atau pada stroke yang rekuren dengan memodifikasi proses patologik
mendasar.
c) Mereduksi kerusakan otak sekunder dengan pemeliharaan perfusi yang adekuat pada daerah yang
secara garis besar mengalami iskemik dengan mengurangi dan atau menurunkan edema.
Penanganan dari Serangan Iskemia Akut
a) Mengeleminasi atau mengontrol faktor-faktor risiko.
b) Memberi edukasi pada pasien mengenai pengurangan faktor risiko dan tanda serta gejala-gejala
dari TIA dan stroke ringan.
c) Intervensi-Bedah
d) Endarterektomi karotis ( Cea)
e) Pengeluaran plak ateromatosa dengan cara bedah.
f) Pasien yang direservasi untuk pengeluaran bekuan atau lesi berulserasi yang mengoklusi > 70%
dari aliran darah pada arteri karotis.
g) Dapat menurunkan risiko dari strok > 60% selama tahun keduanya setelah dioperasi dan wajib
mengikuti mengikuti prosedur.
h) Endarterektomi vertebra umumnya tidak lagi digunakan.
i) Angioplasti balon : Menempatkan suatu balon kecil yang dideflasikan pada pembuluh darah yang
yang mengalami stenose Balon kemudian dipompakan menekan plak ateromatosa ke arah
dinding. Mempunyai risiko melepasnya emboli kecil yang dapat berpindah ke retina atau otak.
j) Penempatan Sten : Prosedur eksperimental; > 50-60% mengalami kekambuhan. Menempatkan
suatu coil baja tahan-karat kedalam pembuluh darah yang kemudian difiksasi pada salah satu
dinding dari arteri; saat ini coil ditambahkan dengan obat-obatan slow-release.
k) Agen-agen antiplatelet
Golongan/Obat
Tiazid
Diazoksid
ACEI
Enalaprit
Mekanisme
Aktivasi
sensitive
channels
Esmolol
Interaksi
Obat
Efek Samping
ACE inhibitor
Beta Blocker
Labetalol
Dosis
0,625-1,25
Awitan < 15 Durasi lama (6
mg IV selama menit.
jam), disfungsi
15 menit.
renal.
Awitan cepat
(1-5 menit),
tidak terjadi
rebound.
Eliminasi
tidak
dipengaruhi
oleh
disfungsi
hati/ renal,
potensi
interaksi obat
rendah.
Antagonis
10-80 mg IV Awitan cepat
reseptor 1, 1, tiap 10 menit (5-10 menit).
2
sampai 300
mg/hari; infus
0,5-2
mg/menit.
Bradikardia,
hipotensi,
durasi
lama
(4-6 jam).
Bradikardia,
hipoglikemia,
durasi
lama
(2-12
jam).
Gagal jantung
kongestif,
bronkospasme
Antagonis
Awitan
.
selektif reseptor 0,25-0,5
segera, durasi Bradikardia,
1.
mg/kg
IV singkat < 15 gagal jantung
bolus disusul menit.
kongestif.
dosis
pemeliharaan.
Alfa Blocker
Fentolamin
Antagonis
reseptor 1, 2.
5-20 mg IV.
Vasodilator Langsung
NO
terkait 2,5-10 mg IV
Hidralasin
dengan
bolus (sampai
mobilisasi
40 mg).
kalsium dalam
otot polos.
Thiopental
Aktivasi
reseptor GABA
Trimetafan
Blockade
ganglionik.
Fenoldipam
Agonis
DA-1
dan
reseptor
alfa 2
Nitrovasodilator
Sodium
Nitroprusid
Nitrogliserin
Nitrovasodilator
Serum
sickness-like,
drug-induced
lupus, durasi
jam (3-4 jam),
awitan lambat
(15-30 menit)
Depresi
(2 miokardial
30-60 mg IV.
Awitan
cepat
menit),
durasi
1-5
mg/ singkat (5menit IV
10 menit).
Awitan
segera,
durasi
0,0011,6 singkat (5g/kg/ menit 10 menit)
IV;
tanpa
bolus
Awitan < 15
0,25-10/ kg/ menit,
menit IV.
durasi 10-20
menit.
Awitan
segera,
durasi
singkat (2-3
menit)
5-1000
g/kg/menit
IV
Awitan
menit,
durasi
menit.
1-2
3-5
Bronkospasme
, retensi urin,
siklopegia,
midriasis
Hipokalemia,
takikardia,
bradikardia.
Keracunan
sianid,
vasodilator
serebral
(dapat
mengakibatka
n peningkatan
tekanan
intracranial)
refleks
takikardi.
Produksi
methemoglobi
n,
reflek
takikardia.
Komplikasi
Akut :
Kenaikan tekanan darah : Keadaan ini biasanya mekanisme kompensasi sebagai upaya
mengejar kekurangan pasokan darah ditempat lesi. Oleh karena itu kecuali bila menunjukkan
nilai yang sangat tinggi (sistol>220/diastole>130) tekanan darah tidak perlu diturunkan, karena
akan turun dengan sendirinya setelah 48 jam. Pada pasien hipertensi kronis tekanan darah juga
tidak perlu diturunkan segera
Kadar gula darah : Pasien strok sering kali merupakan pasien DM sehingga kadar gula pasca
strok tinggi. Akan tetapi seringkali terjadi kenaikan gula darah pasien sebagai reaksi kompensasi
akibat mekanisme stress
Gangguan jantung : baik sebagai penyebab maupun sebagai komplikasi keadaan ini
memerlukan perhatian khusus, karena seringali memburuk keadaan strok bahkan sering
merupakan penyebab kematian
Gangguan respirasi : Baik akibat infeksi maupun akibat penekanan di pusat napas
Infeksi dan sepsis : Merupakan komplikasi strok yang serius
Ulcer stress ; Menyebabkan terjadinya hematemesis dan melena
Kronik :
Akibat tirah baring yang lama ditempat tidur bisaterjadi pneumonia, decubitus, inkontinensia
serta berbagai akibat imobilisasi lain
Rekuren strok
Gangguan social ekonomi
Gangguan psikologis
Pencegahan
Rekomendasi American Stroke Association (ASA) tentang pencegahan stroke adalah sebagai
berikut:
1. Pencegahan Primer Stroke
Pendekatan pada pencegahan primer adalah mencegah dan mengobati faktor-faktor risiko yang
dapat dimodifikasi.
Hipertensi
Hipertensi harus diobati, untuk mencegah stroke ulang maupun mencegah penyakit vaskular
lainnya. Pengendalian hipertensi ini sangat penting artinya bagi para penderita stroke iskemik dan
TIA. Target absolut dalam hal penurunan tekanan darah belum dapat ditetapkan, yang penting
adalah bahwa tekanan darah < 120 / 80 mm Hg. Modifikasi berbagai macam gaya hidup
berpengaruh terhadap upaya penurunan tekanan darah secara komprehensif.
Obatobat yang dianjurkan adalah diuretika dan ACE inhibitor; namun demikian pilihan obat
disesuaikan dengan kondisi / karakteristik masingmasing individu.
Diabetes melitus
Pada penderita diabetes melitus maka penurunan tekanan darah dan lipid darah perlu
memperoleh perhatian yang lebih serius. Dalam kasus demikian ini maka obat antihipertensi
dapat lebih dari 1 macam. ACE inhibitor merupakan obat pilihan untuk kasus gangguan ginjal
dan diabetes melitus
Pada penderita stroke iskemik dan TIA, pengendalian kadar gula direkomendasikan sampai
dengan mendekati kadar gula plasma normal (normoglycemic), untuk mengurangi komplikasi
mikrovaskular dan kemungkinan timbulnya komplikasi makrovaskular. Sementara itu kadar
HbA1c harus lebih rendah dari 7%.
Lipid
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar kolesterol yang tinggi, penyakit arteri
koroner, atau adanya bukti aterosklerosis, maka pasien harus dikelola secara komprehensif
meliputi modifikasi gaya hidup, diet secara tepat, dan pengobatan. Target penurunan kadar
kolesterol adalah sebagai berikut: LDL < 100 mg% dan kadar LDL < 70 mg% bagi penderita
dengan faktor risiko multipel.
Penderita stroke iskemik atau TIA yang dicurigai mengalami aterosklerosis tetapi tanpa
indikasi pemberian statis (kadar kolesterol normal, tanpa penyakit arteri koroner, atau tidak ada
bukti aterosklerosis) dianjurkan untuk diberi statin untuk mengurangi risiko gangguan vaskular.
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar HDL kolesterol rendah dapat
dipertimbangkan untuk diberi niasin atau gemfibrozil.
Merokok
Setiap pasien stroke atau TIA harus segera menghentikan kebiasaan merokok. Penghentian
merokok dapat diupayakan dengan cara penyuluhan dan mengurangi jumlah rokok yang dihisap /
hari secara bertahap.
Obesitas
Bagi setiap penderita stroke iskemik atau TIA dengan obesitas/overweight sangat dianjurkan
untuk mempertahankan bodymass index (BMI) antara 18,524,9 kg/m2 dan lingkat panggul
kurang dari 35 inci (perempuan) dan kurang dari 40 inci (lakilaki). Penyesuaian berat badan
diupayakan melalui keseimbangan antara asupan kalori, aktivitas fisik dan penyuluhan kebiasaan
hidup sehat
Aktivitas fisik
Setiap pasien stroke iskemik atau TIA yang mampu untuk melakukan aktivitas fisik sangat
dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik ringan selama 30 menit/hari. Untuk pasien yang tidak
mampu melakukan aktivitas fisik maka dianjurkan untuk melakukan latihan dengan bantuan
orang yang sudah terlatih.
Prognosis
Indikator prognosis adalah : tipe dan luasnya serangan, age of onset, dan tingkat
kesadaran
Hanya 1/3 pasien bisa kembali pulih setelah serangan stroke iskemik
Umumnya, 1/3-nya lagi adalah fatal, dan 1/3- nya mengalami kecacatan jangka panjang
Jika pasien mendapat terapi dengan tepat dalam waktu 3 jam setelah serangan, 33%
diantaranya mungkin akan pulih dalam waktu 3 bulan1/2/2009 Zullies Ikawati's Lecture
Notes 8
Prognosis pasien dgn stroke hemoragik (perdarahan intrakranial) tergantung pada ukuran
hematoma hematoma > 3 cm umumnya mortalitasnya besar, hematoma yang massive
biasanya bersifat lethal
Jika infark terjadi pada spinal cord prognosis bervariasi tergantung keparahan
gangguan neurologis Jika kontrol motorik dan sensasi nyeri terganggu prognosis
jelek
Trapezius
C2-5
Spinal accessory
Abduction
Deltoid/supraspinatus
C5(6)
Axillary/suprascapular
External
rotation
Infraspinatus/teres
C5(6)
Suprascapular
Internal
Pectoralis major
C5-7
Lateral pectoral
rotation
Adduction
Latissimus/pectoralis
C6-8
Suprascapular/pectoral
Flexion
Deltoid/coracobr.
C5-6
Axillary/musculocut.
Flexion
Biceps/brachialis
Brachioradialis
C5-6
C5-6
Musculocutaneous
Radial
Extension
Triceps
C6-7
Radial
Flexion
C6-7
C7-8
Median
Ulnar
Extension
Extensor
carpi
radialis
Ext. carpi ulnaris
C6-7
C7-8
Radial
Deep radial
Pronation
Pronator teres
C6-7
Median
Supination
Supinator
Biceps
C5-6
C5-6
Radial
Musculocutaneous
Flexion
C7-8
Median (ulnar)
Extension
Extensor digitorum
C7-8
Deep Radial
Interosseous muscles
C8-T1
Ulnar
C8-T1
Median
Flexion
Iliopsoas
L2-3
(L4)
Lumbar plexus
Extension
Gluteus max
L5-S2
Inferior gluteal
Abduction
Gluteus medius
L5-S1
Superior gluteal
Adduction
Adductor mm.
L2-4
Obturator
Flexion
Hamstring
L5-S1
Sciatic
Extension
Quadriceps
L2-4
Femoral
Dorsiflexion
Tibialis anterior
L4-5
(S1)
Fibular (peroneal)
Plantar flexion
Gastroc/soleus
S1 (S2)
Tibial
Inversion
Posterior tibial
L5 (S1)
Tibial
Elbow
Wrist
Finger
AbAdduction
&
Thumb
abduction
Hip
Knee
Ankle
Eversion
Fibular (peroneal)
L5 (S1)
Fibular (peroneal)
Dorsiflexion
Extensor hallucis
L5 (S1)
Fibular (peroneal)
Plantar flexion
Flexor hallucis
(S1) S2
Tibial
Great toe
Tujuan utama dalam melakukan tes kekuatan otot adalah menentukan apakah
kelainan bersifat neurogenik dan menentukan otot/gerakan mana yang terpengaruhi.
Keputusan yang paling penting adalah menentukan kerusakan , UMN atau LMN. Lesi
LMN terjadi akibat kerusakan pada traktus motorik descending, terutama di
kortikospinal, dri koretks cerebri mlalui batang otak dan korda spinalis. Lesi UMN
biasnyan dibarengi dengan peningkatan refleks dan peningkatan tonus tipe spastik. Lesi
LMN akibat dari kerusakan anterior horn cell dan aksonnya yang dapat mengakibatkan
penurunan refleks peregangan otot dan tonus otot. Atrofi biasanya menjadi prominen
setelah 1-2 minggu pertama dan atrofi yang terjadi akibat tidak adanya penggunaan oleh
karena kelemahan yang terjadi.
"Deep tendon" (muscle stretch; myotatic) reflexes
Tes refleks merupakan salah satu elemen terpenting pada pemeriksaan untuk
mnentukan kelainan pada kelemahan diakibatkan oleh lesi UMN atau LMN
Simetrisitas adalah hal yang penting dalam menentukan abormalitas. Penyebaran
refleks yang patologis adalah salah satu tanda objektif dalam hiperaktivitas. Slaah satu
indikastor dari hiperaktivitas adalah klonus.
Kondisi-kondisi yang dapat merusak LMN dapat menurunkan refleks regang dengan
mengganggu jalan refleks.
Pengurangan refleks pada otot yang lemah menandakan kerusakan pada LMN pada
arah otot. Refleks yang hiperaktif terlihat pada les UMN. Tanda-tanda lain dapat
menentukan les pada UMN atau LMN, yaitu :
Atrofi (LMN)
Fasikulasi (LMN)
Spasticity (UMN)
Babinski Sign (UMN)
Hilangnya refleks supoerficial (UMN)
Refleks Superfisial dan Refleks Patologis
Refleks Superficial (Abdominal, cremaster dan plantar) dimediasi pada jaras lebih
atas dari medula spinalis. Oleh karena itu, gangguan pada medula spinalis dan batang
otak dapat meniadakan refleks tersebut. Refleks superfisial juga dapat hilang pada
kerusakan saraf sensori atau LMN pada daerahnya. Refleks Babinski (up going toe)
adalah refleks patologis yang klasik yang dapat dilihat pada lesi UMN. Refleks ini akan
menggantikan respon normal dari plantar.
Koordinasi
Tes Koordinasi dilakukan pada beberapa gerakan. Biasanya pasien diminta untuk
memegang tangan pada bagian depan telapak tangan, mata terbuka kemudian menutup.
Lebih baik pasien diminta untuk tisak melakukan gerakan pada tangannya, dan berusaha
untuk melakukan gaya terhadap lantai atau unutk memisahkan kedua tngan yang
berikatan.
Setelah beberapa saat, pasien diminnta untuk mengecek pergerakan dan tes ini harus
bersifat simetris.
Kemudian pasien dapat diminta untuk memegang hidungnya kemudian jari pemeriksa.
Hal ini dapat dilakukan beberapa kali agar pergerakan yang terlihat akurat.
Tes selanjutnya dapat dilakukan dengan melakukan pergerakan yang berulang
seperti tepuk tangan dan menjetikkan jari.
Ekstremitas bawah dapat dilakukan tes pada posisi supinasi dengan posisi tumit
berada diatas lutut kaki lainnya dan menepuk tumit kearah pergelangan kaki. Hal ini
dilakukan untuk tiap kaki. Pada pasien yang dapat berdiri pada minimal satu kaki selama
10 detik tanpa adanya atunan pada tubuh tidak memerlukan tes lanjutan untuk koordinasi
kaki.
Manuver ini dapat mengetes beberapa sistem neurologi. Fenomena Rebound
terjadi akibat adanya cedera pada cerebri. Refleks yang berulang yang volunter disebut
Intention Tremor. Pergerakan yang sangat lambat dapat terjadi pada kelainan
ekstrapiramidal, seperti Parkinsons Disease. Namun, kelainan apapun pada sistem
motorik dapat berdampak pada koordinasi. Adanya perubahan pada kekuatan otot, tonus
otot atau pasien dengan pergerakan yang abnormal dapat menyebabkan salahnya persepsi
mengenai gangguan koordinasi. Maka dari itu, tentukan terlebih dahulu letak kelainan,
pada sitem motorik atau bukan.
Tonus Otot
Tonus otot dapat dinilai melalui beberapa cara. Salah satu metode yang paling sering
digunakan adalah pemeriksa memindahkan tungkai pasien terutama pergelangan tangan.
Metode yang lain yaitu melibatkan evaluasi dari ayunan lengan (pasien berdiri).
Tonus otot sering di tes dengan cara lengan pasien yang direntangkan. Saat bahu pasien
bergerak maju-mundur atau berotasi, kedua lengan akan menjuntai dengan bebas.
Peningkatan tonus otot biasanya direfleksikan dengan lengan yang nampak kaku saat
pasien berdiri atau berjalan.
Anggota tubuh bagian bawah dapat dievaluasi dengan pasien duduk dengan kaki
menggantung. Gerakan kaki harus menghasilkan lembut berayun dari kaki durasi singkat.
Peningkatan tonus menghasilkan pembatasan tiba-tiba di perjalanan dari kaki.
Ada dua pola umum patologis meningkat, kelenturan nada dan kekakuan. Kekejangan
ditemukan dengan luka neuron motor atas dan bermanifestasi sebagai resistensi ditandai
dengan inisiasi gerakan pasif cepat. Ini perlawanan awal memberi jalan dan kemudian
ada resistensi kurang selama rentang sisa gerak (clasp-pisau fenomena). Kekakuan adalah
peningkatan nada yang bertahan sepanjang rentang gerak pasif. Ini telah disebut "pipa
timah" kekakuan dan umum dengan penyakit ekstrapiramidal, terutama penyakit
Parkinson.
Pergerakan Abnormal
Ada beberapa tipe gerakan abnormal, yaitu tremor, korea, athetosi, distonia, hemibailism
dan fasikulasi.
Tremor merupakan pergerakan abnormal yang sering ditemui. Karateristik dari tremor
meliputi :
Simetrisitas
Kecepatan tremor
Keadaan terjadinya
Terdapat dua tipe Tremor fisiologis:
atau mungkin untuk kedua belah pihak (terutama dengan kondisi yang mempengaruhi
bagian garis tengah otak kecil, seperti intoksikasi). Anda harus mempertimbangkan
kemungkinan penjelasan lain seperti pasien tidak memiliki cukup kekuatan untuk tetap
tegak atau reaksi parah ditunda untuk destabilisasi (seperti dengan penyakit Parkinson).
Beberapa pasien dapat berdiri dengan baik dengan mata terbuka, namun telah ditandai
peningkatan ketidakstabilan dengan mata tertutup. Ini adalah sugestif dari gangguan dari
proprioception sadar (yaitu, rasa posisi sendi, seperti yang dapat dilihat dengan neuropati
perifer atau kolom / disfungsi lemniskus dorsal medial). Hal ini disebut tanda Romberg.
Masalah proprioseptif di satu sisi dapat dibawa keluar dengan berdiri di satu kaki. Tentu
saja, ada tes lain proprioception sadar, termasuk evaluasi posisi sendi dan rasa getaran di
kaki. Data ini harus berkorelasi dengan temuan di stasiun.
Cara Berjalan
Cara berjalan merupakan pemeriksaan neurologis yang penting. Penting untuk
memperhatikan kesimetrisan dari cara berjalan, kemampuan berjalan, panjang langkah
saat berjalan dan kemampuan untuk berbelok dengan step yang minimum tanpa
kehilangan keseimbangan. Saat mengobservasi pasien dari belakang, bagian medial dari
kaki membentuk garis dan tidak terdapat ruangan yang terlihat diantara kedua kaki pada
bagian tumit.
Ini adalah gaya berjalan sempit-based dan penyimpangan dari hal ini dapat diukur
dalam jumlah jarak lateral setiap serangan kaki dari garis bahwa tubuh mereka mengikuti.
Tandem berjalan (kemampuan untuk berjalan di atas garis) dapat digunakan untuk
mengevaluasi stabilitas gaya berjalan, mengakui bahwa banyak pasien tua normal
memiliki masalah dengan hal ini.
Adanya gangguan virtual pada bagian sistem syaraf dapat berdampak pada cara
berjalan seseorang. Sebuah gaya berjalan antalgic, atau lemas disebabkan oleh nyeri
akrab bagi setiap praktisi. Pasien dengan kelemahan unilateral dapat mendukung satu sisi,
dan jika kelemahan adalah kejang (misalnya, dari kerusakan neuron motorik atas) pasien
dapat menahan ekstremitas bawah kaku. S / ia akan menyeret tungkai lemah di sekitar
tubuh dalam pola "circumducting". Sebuah gaya berjalan mengejutkan atau terguncang
(seperti yang mabuk) adalah sugestif dari disfungsi cerebellar. Umumnya, pasien dengan
vertigo yang benar akan cenderung jatuh ke satu sisi berulang kali (terutama dengan mata
tertutup). Seorang pasien dengan drop kaki akan cenderung untuk mengangkat kaki tinggi
(steppage gaya berjalan). Hip kelemahan korset sering mengakibatkan "berlenggaklenggok," dengan pinggul bergeser ke arah sisi kelemahan ketika kaki berlawanan
diangkat dari lantai (tentu saja, jika kedua belah pihak lemah pinggul akan bergeser
bolak-balik saat mereka mengambil setiap langkah ). Pasien dengan penyakit Parkinson
sering mengalami kesulitan memulai gaya berjalan, langkah-langkah yang biasanya
pendek, meskipun gaya berjalan sempit berbasis. Jika parah, pasien mungkin pendorong
(mereka bahkan mungkin jatuh). Pasien yang "lem gosong" (geser kaki mereka di tanah
daripada melangkah normal) dapat menderita kerusakan atau degenerasi dari kedua lobus
frontal atau bagian garis tengah otak kecil. Ketika kerusakan pada daerah-daerah yang
parah pasien mungkin sangat retropulsive (cenderung jatuh ke belakang berulang kali).
Cedera punggung kolom dapat menyebabkan gaya berjalan di mana pasien "prangko"
kaki-nya, dan biasanya juga perlu melihat kaki di jalan agar. Pasien dengan neuropati
menyakitkan kaki dapat berjalan seolah-olah mereka "berjalan di atas telur" dan pasien
dengan stenosis tulang belakang dapat berjalan dengan postur membungkuk (a "monyet"
postur).
f. Kelainan fungsi motorik
Merupakan sebagian besar manifestasi obyektif kelainan saraf : bukti riil adanya kelainan
penyakit
UMN
LMN
o Spastis
o Flaccid
o Atropi (-)
o Atropi (+)
o Refleks fisiologis
meningkat
o Refleks fisiologis
menurun
o Refleks patologis
(+)
o Refleks patologis
(-)
o Tonus meningkat
o Tonus menurun
Gangguan Ekstrapiramidal
Tonus : rigid
Gerak otot abnormal tidak terkendali
Gangguan kelancaran gerak otot volunteer
Gangguan otot asosiatif
Pemeriksaan
1. Inspeksi
o Sikap : perhatikan sikap pasien waktu berdiri, duduk, berbaring, bergerak, dan berjalan
o Bentuk : Perhatikan adanya deformitas
o Ukuran : perhatikan apakah panjang bagian tubuh sebelah kiri sama dengan yang kanan
o Gerak abnormal yang tidak terkendali, antara lain:
o Tremor : merupakan serentetan gerakan involunter, agak ritmis, merupakan getaran, yang
timbul karena berkontraksinya otot-otot yang berlawanan secara bergantian.
o Khorea : gerak otot berlangsung cepat, sekonyong-konyong, aritmik dan kasar yang dapat
melibatkan satu ekstremitas, separuh badan atau seluruh badan. Khas terlihat pada
anggota gerak atas (lengan dan tangan) terutama bagian distal.
o Atetose : ditandai oleh gerakan yang lebih lamban, seperti gerak ular, dan melibatkan otot
bagian distal, cenderung menyebar ke proksimal.
o Distonia : gerakan yang dimulai dengan gerak otot berbentuk atetose pada lengan atau
anggota gerak lain, kemudian gerakan otot bentuk atetose ini menjadi kompleks, yaitu
menunjukkan torsi yang keras dan berbelit.
o Balismus : gerak otot yang datang sekonyong-konyong, kasar dan cepat, dan terutama
mengenai otot-otot skelet yang letaknya proksimal.
o Spasme : merupakan gerakan abnormal yang terjadi karena kontraksi otot-otot yang
biasanya disarafi oleh satu saraf.
o Tik (Tic) : gerakan yang terkoordinir, berulang, dan melibatkan sekelompok otot dalam
hubungan yang sinergistik.
o Fasikulasi : merupakan gerakan halus, cepat, dan berkedut dari satu berkas (fasikulus)
serabut otot atau satu unit motorik.
o Miokloni : merupakan gerakan yang timbul karena kontraksi otot secara cepat,
sekonyong-konuong, sebentar, aritmik, asinergik dan tidak terkendali.
2. Palpasi
o Pasien disuruh mengistirahatkan ototnya. Kemudian otot ini dipalpasi untuk menentukan
konsistensi serta adanya nyeri tekan.
o Dengan palpasi kita dapat menilai tonus otot, terutama bila ada hipotoni.
3. Pemeriksaan Gerakan Pasif
Penderita disuruh mengistirahatkan ekstre-mitasnya.
Bagian dari ekstremitas ini kita gerakkan pada persendiannya. Gerakan dibuat bervariasi,
mula-mula cepat kemudian lambat,cepat, lebih lambat, dst.
Sambil menggerakkan kita nilai tahanannya.
Dalam keadaan normal kita tidak menemukan tahanan yang berarti, jika penderita dapat
mengistirahatkan ekstre-mitasnya dengan baik.
4. Pemeriksaan Gerak Aktif
Pada pemeriksaan ini kita nilai kekuatan (kontraksi) otot. Untuk memeriksa adanya
kelumpuhan, kita dapat menggunakan 2 cara berikut:
i. Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan kita menahan
gerakan ini
ii. Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh menahan
5. Pemeriksaan Koordinasi Gerak
- Koordinasi gerak terutama diatur oleh serebellum
- Gejala klinis yg didapatkan pada gangguan serebellum adalah:
i. Gangguan keseimbangan
ii. Ataksia : gangguan koordinasi gerakan. Tes yang dilakukan: tes tunjuk-hidung (tangan
menunjuk hidung), dan tes tumit lutut (tumit ditempatkan pada lutut yang satu lagi)
iii. Disdiadokokinesia : ketidakmampuan melakukan gerakan yg berlawanan berturut-turut.
Lakukan tes pronasi-supinasi lengan! Suruh pasien merentangkan kedua lengannya ke
depan, kemudian suruh ia mensupinasi dan pronasi lengan bawahnya (tangannya) secara
bergantian dan cepat. Pada sisi lesi, gerakan ini dilakukan lamban dan tidak tangkas.
iv.
Dismetria : gerakan yang tidak mampu dihentikan tepat pada waktunya atau tepat pada
tempat yang dituju.
v. Tremor intensi : tremor yang timbul bila melakukan gerak volunteer (dengan kemauan),
dan menjadi lebih nyata bila menghampiri tujuannya. Dapat diperiksa dengan jalan
menyuruh pasien mengambil benda yang kecil, makin dekat ia pada benda tersebut,
makin jelas tremor pada tangannya.
vi.
Disgrafia (makrografia) : terlihat huruf dituliskan besar-besar dan kadang makin lama
makin besar. Selain itu, bentuk hurufnya tidak bagus dan kaku
vii.
viii.
Fenomena Rebound
Suruh pasien menarik lengannya. Pemeriksa menahannya. Tiba-tiba kita lepaskan.
Perhatikan apakah lengan pasien segera berhenti. Pada gangguan serebellar dapat terjadi
gerakan lewat (rebound) sampai memukul diri sendiri
o Astenia : lekas lelah dan bergerak lamban. Otot lekas lelah dan lemah (walaupun tidak
ada parese). Gerakan dimulai dengan lamban, demikian juga dengan kontraksi dan
relaksasi.
o Hipotonia : dapat diketahui dengan jalan palpasi dan pemeriksaan gerak pasif. Pada
hipotonia, ekstensi dapat dilakukan lebih jauh, misalnya pada persendian paha, siku, lutut
dsb.
o Disartria : cadel, pelo, gangguan pengucapan kata-kata
4. Memahami dan menjelaskan kewajiban suami terhadap istri dalam ajaran islam
Sebagaimana disebutkan di atas, salah satu akibat hukum setelah terjadinya akad perkawinan
yang sah ialah tetapnya kedudukan laki-laki sebagai suami dan menjadi tetap pula wanita sebagai
isteri, dan sejak itu menjadi tetaplah kewajiban suami terhadap isterinya dan menjadi tetap pula
kewajiban isteri terhadap suami. Apa yang menjadi kewajiban suami menjadi hak isteri dan apa
yang menjadi kewajiban isteri menjadi haknya suami.
Adapun kewajiban suami terhadap isteri dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu:
1. Kewajiban materiil atau disebut al-Huquq al-Maddiyah
2. Kewajiban immateriil atau disebut al-Huquq gairu al-Maddiyah
Yang termasuk kewajiban materiil:
1. Kewajiban materiil yang hanya sekali ditunaikan oleh suami untuk isterinya yaitu mahar.
2. Kewajiban materiil yang bersifat continue sepanjang ikatan perkawinan masih berjalan.
Kewajiban materiil yang bersifat continue ini dapat diklasifikasikan kepada dua kategori:
A. NAFKAH.
Suami wajib memberi nafakah kepada isterinya yang meliputi:
1. Pangan, yaitu kebutuhan makanan, minuman, lauk pauk sebagai kebutuhan hidup sehari-hari
dengan segala rangkaiannya
2. Pakaian, yaitu segala yag diperlukan untuk menutup dan memelihara tubuh isteri dari panas,
dingin, dan menjaga harga diri menurut yang pantas.
3. Pengobatan, yaitu segala sesuatu yang diperlukan untuk memelihara kesehatan jasmani isteri
dan pengobatan di waktu sakit, melahirkan dsb.
B. SUKNA.
Suami diwajibkan menyediakan dan menyelenggarakan rumah tempat tinggal bersama isterinya
menurut yang pantas dan sesuai dengan kemampuannya, lengkap dengan peralatan yang
diperlukan. Rincian kewajiban sukna ini meliputi:
1. Papan, yaitu rumah tempat berteduh dan bertempat tinggal, baik milik sendiri, menyewa atau
dengan cara lain. Suami wajib menyediakan tempat tinggal untuk isteri dan anak-anaknya dan
isteri pada dasarnya wajib mengikuti domisill suami atau bertempat tinggal sesuai hasil
permusyawaratan suami isteri
2. Peralatan, yaitu segala peralatan yang diperlukan untuk rumah tangga, meiiputi peralatan ruang
tamu, peralatan ruang tidur, peralatan dapur, dsb.
3. Pelayanan, yaitu menyediakan tenaga atau pembantu untuk melayani kebutuhan isteri apabila
suami mampu dan isteri termasuk orang yang pantas memiliki pelayan dengan melihat kebiasaan
keluarganya atau isteri karena kondisinya memerlukan pelayan. Tetapi apabila suami tidak
mampu maka ia tidak wajib menyediakannya.
Kewajiban nafakah termasuk tamlik, artinya apa yang diberikan oleh suami kepada isterinya
menjadi milik bagi isteri dan suami tidak boleh meminta kembali apabila terjadi perceraian.
Adapun kewajiban sukna termasuk imta artinya untuk diambil kesenangan dan manfaatnya, tidak
diberikan menjadi milik isteri.
Dasar hukum suami wajib menyelenggarakan nafakah dan sukna bagi isterinya ialah:
a. Al-Quran surat Al-Baqarah (2) ayat 233:
Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma`ruf.
Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu
menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya,
"Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan
janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka
(isteri-isteri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya
hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu, maka
berikanlah kepada mereka upahnya; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu),
dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak
itu) untuknya".
d.
Hadis Riwayat al-Bukhari dan Muslim, bahwa pada waktu Haji Wada Rasulullah
berkhutbah yang lengkap dan panjang lebar, isinya antara lain berkaitan dengan garis-garis
kewajiban suami terhadap isterinya,
Hai para manusia, kamu memiliki hak yang wajib atas istermu dan isteri-isteri memilki hak yang
wajib atasmu. Kewajiban mereka (isteri-isteri) yang menjadi hak kamu adalah mereka tidak boleh
memasukkan orang yang tidak kamu sukai tidur di tempatmu, dan janganlah mereka melalaikan
perbuatan jelek. Jika mereka melalaikannya kamu diizinkan Allah mengucilkan mereka dari
tempat tidur dan diberi hak memukul mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan. Jika
mereka (isteri-isteri) telah berhenti dari perbuatan tidak baiknya dan taat kembali kepadamu maka
mereka berhak memperoleh rizki (makan) dan pakaian dengan cara yang maruf.
e. Dalam hadis riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah diriwayatkan bahwa Hindun binti
Utbah menghadap Rasulullah saw dan mengatakan bahwa suaminya bernama Abu Sufyan orang
yang kikir, tidak memberikan keperluan hidupnya dan anaknya dengan cukup kecuali dengan
cara mengambil secara tanpa sepengetahuan Abu Sufyan, maka Rasulullah saw bersabda:
Ambilah (nafakah) secukupnya untukmu dan anakmu dengan cara yang maruf
f.
Hadis Riwayat al-Bukhari dan Muslim bahwa Muawiyah al-Qusyairi bertanya kepada
Rasulullah saw tentang kewajiban suami kepada isterinya, maka Rasulullah saw menjawab:
Engkau beri makan ia (istri) ketika enhkau makan dan engkau beri dia pakaian ketika engkau
berpakaian, dan jangan engkau memukul wajahnya, jangan engkau berlkau kasar, jangan engkau
menghardiknya kecuali di rumah
g. Qaidah:
Setiap orang yang terikat oleh hak orang lain dan memberi manfaat baginya maka nafakah orang
tersebut wajib atas orang yang karenanya orang itu terikat.
Siapa saja yang dirinya terikat untuk kepentingan dan kemanfaatan orang lain, menjadi wajib
nafakah orang itu dengan harta orang lain tersebut. Militer, PNS, Hakim, dan pegawi lainnya
yang berkerja untuk kepentingan rakyat dan Negara, maka sudah selayaknya nafkah mereka
beserta keluarganya menjadi tanggungannya, seperti anak dan isterinya, wajib ditanggung oleh
uang rakyat melalui penguasa menurut cara-cara yang l.azim. Demikian halnya dengan isteri,
karena isteri terikat oleh hak suami dan untuk kemanfaatan suami, menjaga kemuliaan dan
kehormatan maka menjadi tetaplah nafkah dan segala kebutuhan isteri dibebankan kepada suami.
Kewajiban immateriil (al-Huquq gairu al-Maddiyah)
Beberapa kewajiban suami yang bersifat immaterial ialah:
1. Mempergauli isteri menurut garis-garis perintah Allah swt berdasarkan kecintaan yang tulus:
19)
2. Menghormati isteri dan memperlakukannya dengan cara yang baik serta bersikap sopan
terhadapnya. Suami wajib menghormati isteri sebagai teman hidup dan jalinan jiwa. Suami
dilarang memperlakukan isteri sebagai pelayan yang boleh diperlakukan semena-mena, dan
suami dilarang berlaku kasar terhadapnya. Berlaku lemah lembut dan halus serta sopan terhadap
isteri termasuk tanada kesempurnaan akhlak suami:
(
Paling sempurnanya keimanan seorang mukmin ialah yang paling baik budi pekertinya, dan
yang paling baik di antaramu ialah yang paling baik terhadap isterinya
Menghormati isteri menjadi bukti kesempurnaan pribadi, dan meremehkan isteri menunjukkan
rendahnya budi. Rasulullah saw bersabda:
Hanya orang mulia yang memuliakan isteri dan hanya orang hina yang menghinakan isteri
3. Menjaga dan melindugi isteri. Suami wajib menjaga diri dan pribadi isterinya dari segala
sesuatu yag menurunkan martabatnya dipandang dari segi agama maupun di mata masyarakat:
... (
: 6)
Suami wajib menjaga rahasia rumah tangga termasuk rahasia isterinya sebab hal ini berarti
menepuk air di dulang terpecik muka sendiri.
Sejelek-jelek kedudukan orang di sisi Allah pada hari qiyamat ialah suami yang mengumpuli
isterinya atau sebaliknya, kemudian menyebarkan rahasia mereka berdua di hadapan orang lain
4. Memperhatikan keadaan isteri, memperjinak hati agara isteri selalu gembira dan senang
berada di samping suami, antara lain dengan cara suami selalu bermuka manis, selalu necis, dan
bertingkah laku yang simpatik. Jika isteri menunjukkan sikap tegang atau marah maka suami
harus pandai menormalisir keadaan dan mengembalikan kepada suasana gembira.
5. Mendatangi isteri menurut cara yang maruf, sopan dan baik. Dalam hal ini syariat Islam
memberikan tuntunan dengan bercanda terlebih dahulu, membaca doa, khidmat, tidak
mendatangi isteri ada duburnya, tidak mendatangi isteri pada waktu haid dan sebagainya.
: 223)
: 187)