Anda di halaman 1dari 43

Nama : citra nurul a

Npm : 1102011067
1. Anatomi
1.1. Nervus Cranialis

Nomor Nama
I
II
III
IV
V
VI
VII

VIII

Jenis

Fungsi
Menerima rangsang dari hidung dan menghantarkannya ke otak
Olfaktori
Sensori
untuk diproses sebagai sensasi bau
Menerima rangsang dari mata dan menghantarkannya ke otak
Optik
Sensori
untuk diproses sebagai persepsi visual
Okulomotor
Motorik Menggerakkan sebagian besar otot mata
Troklear
Motorik Menggerakkan beberapa otot mata
Sensori: Menerima rangsangan dari wajah untuk diproses di
Trigeminal
Gabungan otak sebagai sentuhan
Motorik: Menggerakkan rahang
Abdusen
Motorik Abduksi mata
Sensorik: Menerima rangsang dari bagian anterior lidah untuk
diproses di otak sebagai sensasi rasa
Fasial
Gabungan
Motorik: Mengendalikan otot wajah untuk menciptakan
ekspresi wajah
Sensori sistem vestibular: Mengendalikan keseimbangan
Vestibulokoklear Sensori Sensori koklea: Menerima rangsang untuk diproses di otak
sebagai suara

IX

Glosofaringeal

Vagus

XI
XII

Aksesori
Hipoglosal

Sensori: Menerima rangsang dari bagian posterior lidah untuk


Gabungan diproses di otak sebagai sensasi rasa
Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam
Sensori: Menerima rangsang dari organ dalam
Gabungan
Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam
Motorik Mengendalikan pergerakan kepala
Motorik Mengendalikan pergerakan lidah

SARAF OLFAKTORIUS (N.I)


Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang
menerima rangsangan olfaktorius. Sistem ini
terdiri dari bagian berikut: mukosa olfaktorius
pada bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria,
bulbus subkalosal pada sisi medial lobus
orbitalis.
Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang
serabut-serabutnya berasal dari membran
mukosa hidung dan menembus area
kribriformis dari tulang etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius
berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi yang sama.
Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya mencapai korteks tanpa
dirilei di talamus. Bau-bauan yang dapat memprovokasi timbulnya nafsu makan dan induksi salivasi
serta bau busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan bahwa sistem ini ada
kaitannya dengan emosi. Serabut utama yang menghubungkan sistem penciuman dengan area
otonom adalah medial forebrain bundle dan stria medularis talamus. Emosi yang menyertai
rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke serat yang berhubungan dengan talamus, hipotalamus
dan sistem limbik.
SARAF OPTIKUS (N. II)
Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina. Serabut-serabut saraf ini, ini
melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi lainnya
pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial serabut-serabut dari berbagai
bagian fundus masih utuh sehingga serabut-serabut dari
bagian bawah retina ditemukan pada bagian inferior
kiasma optikum dan sebaliknya.
Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh
bagian nasal retina) menyilang kiasma, sedangkan yang
berasal dari lapangan visual nasal tidak menyilang.
Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang berasal dari
kiasma optikum berakhir di kolikulus superior, dimana
terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf
okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan kiasma
berhubungan dengan penglihatan dan berjalan di dalam
traktus optikus menuju korpus genikulatum lateralis. Dari

sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika melewati bagian posterior kapsula interna dan
berakhir di korteks visual lobus oksipital.
Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-serabut untuk
kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadaran atas melalui lobus temporal.
Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum serabut-serabut yang berasal
dari lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya.
SARAF OKULOMOTORIUS (N. III)
Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan
substansia grisea periakuaduktal (Nukleus motorik) dan
sebagian lagi di dalam substansia grisea (Nukleus otonom).
Nukleus motorik bertanggung jawab untuk persarafan otot-otot
rektus medialis, superior, dan inferior, otot oblikus inferior dan
otot levator palpebra superior. Nukleus otonom atau nukleus
Edinger-westhpal yang bermielin sangat sedikit mempersarafi
otot-otot mata inferior yaitu spingter pupil dan otot siliaris.
SARAF TROKLEARIS (N. IV)
Nukleus saraf troklearis terletak
inferior di depan substansia
periakuaduktal dan berada di
okulomotorius.
Saraf
ini
satunya saraf kranialis yang
dorsal batang otak. Saraf
mempersarafi
otot
oblikus
menggerakkan mata bawah,
abduksi dalam derajat kecil.

setinggi

kolikuli
grisea
bawah
Nukleus
merupakan satukeluar dari sisi
troklearis
superior
untuk
kedalam
dan

SARAF TRIGEMINUS (N. V)


Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabutserabut motorik dan serabut-serabut sensorik. Serabut
motorik mempersarafi otot masseter dan otot temporalis.
Serabut-serabut sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi
tiga cabang utama yatu saraf oftalmikus, maksilaris, dan
mandibularis. Daerah sensoriknya mencakup daerah kulit,
dahi, wajah, mukosa mulut, hidung, sinus. Gigi maksilar
dan mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan
tengah bagian anterior telinga luar dan kanalis auditorius
serta bagian membran timpani.
SARAF ABDUSENS (N. VI)
Nukleus saraf abdusens terletak pada
bagian bawah dekat medula oblongata
ventrikel ke empat saraf abdusens

masing-masing sisi pons


dan terletak dibawah
mempersarafi
otot

rektus lateralis.
SARAF FASIALIS (N. VII)

Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi


sensorik fungsi motorik berasal dari Nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari
tegmentum pontin bawah dekat medula oblongata. Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik
yang muncul bersama nukleus motorik dan saraf vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam
kanalis akustikus interna.
Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot orbikularis
okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus
posterior serta otot platisma. Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan bagian anterior
lidah.

SARAF VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII)


Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua
komponen yaitu serabut-serabut aferen
yang mengurusi pendengaran dan
vestibuler yang mengandung serabutserabut
aferen
yang
mengurusi
keseimbangan. Serabut-serabut untuk
pendengaran berasal dari organ corti
dan berjalan menuju inti koklea di pons,
dari sini terdapat transmisi bilateral ke
korpus
genikulatum
medial
dan
kemudian menuju girus superior lobus
temporalis.
Serabut-serabut
untuk
keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan bergabung dengan serabut-serabut
auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini kemudian memasuki pons, serabut vestibutor
berjalan menyebar melewati batang dan serebelum.

SARAF GLOSOFARINGEUS (N. IX)


Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan
asesorius pada waktu meninggalkan kranium melalui foramen
tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai dua ganglion, yaitu
ganglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior.
Setelah melewati foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis
interna dan vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Di
antara otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah
dan mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior
lidah.

SARAF VAGUS (N. X)


Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion
superior atau jugulare dan ganglion inferior atau nodosum,
keduanya terletak pada daerah foramen jugularis, saraf vagus
mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan
menghantarkan impuls dari dinding usus, jantung dan paruparu.

SARAF ASESORIUS (N. XI)


Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis. Radiks
kranial adalah akson dari neuron dalam nukleus ambigus yang
terletak dekat neuron dari saraf vagus. Saraf aksesoris adalah
saraf motorik yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus
dan bagian atas otot trapezius, otot sternokleidomastoideus
berfungsi memutar kepala ke samping dan otot trapezius
memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.

Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata


pada setiap sisi garis tengah dan depan ventrikel ke empat

dimana semua menghasilkan trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik untuk
lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.

1.2. Jaras sensorik dan motorik


Jaras Saraf Sensoris

Jaras mulai dari reseptor cortex sensoris cerebri membawa impuls dari reseptor ke SSP
Badan sel saraf sensoris ada di ganglion radik posterior dekat medulla spinalis
Kerusakan pada jaras sensoris menyebabkan anestesia

Ada dua jalur:


1. Untuk Sentuhan/posisi saraf berjalan mulai ganglion radix posterior kemudian melalui
serabut sentralis naik didalam kolumna dorsalis lalu menyilang di medulla oblongata dan
berakhir di cortex sensoris cerebri
2. Untuk Nyeri/suhu saraf berjalan mulai ganglion radix posterior kemudian memotong
medulla spinalis lalu naik pada traktus antero lateral sisi yang berlawanan menuju cortex
sensoris cerebri

Jaras Motoris

Jaras motoris adalah jaras saraf mulai dari cortex motorik cerebri sampai ke efektor (otot,
kelenjar)
Jaras menyilang di medulla oblongata
Dibagi dua yaitu:

1. UMN
2. LMN

Upper Motor Neuron (UMN)

Jaras saraf mulai dari cortex motorik cerebrum sampai cornu anterior medulla spinalis
Kerusakan pada jaras UMN akan menyebabkan paralisa yang bersifat spastik

Lower Motor Neuron (LMN)

Jaras saraf mulai dari cornu anterior medulla spinalis sampai ke efektor
Kerusakan LMN akan mengakibatkan paralise yang bersifat flacid (layuh)

1.3. Kapsula interna


Kapsula interna (internal capsule) adalah bagian otak yang terletak di antara nukleus lentikularis dan
nukleus kaudatus. Struktur ini adalah sekelompok saluran serat termyelinasi, termasuk akson dari
jaras piramidalis (piramidal neurons) dan jaras motorik ekstrapiramidalis atas (extrapyramidal upper
motor neurons) yang menghubungkan korteks ke badan sel dari jaras motorik yang lebih rendah.
Karena begitu banyaknya akson yang berkumpul dalam kapsula interna, bagian ini kadang-kadang
juga disebut sebagai leher botol serat (bottleneck of fibers). Hal ini juga membuat lesi pada kapsula
interna sangat buruk dampaknya.
Ujung kapsula interna berakhir dalam otak, tepat di atas otak tengah, namun akson-akson yang
melewatinya terus ke bawah melalui batang otak dan sumsum tulang belakang. Mereka turun
melalui batang otak dalam dua bundel besar yang disebut pedunkulus serebri atau crus serebri.

2. Fisiologi Nervus cranialis

Saraf cranial :
Sistem ini terdiri dari jaringan saraf yang berada dibagian luar otak dan medulla spinalis. Sistem
ini juga mencakup saraf kranial yang berasal dari otak, saraf spinal, yang berasal dari medulla spinalis
dan ganglia serta reseptor sensorik yang berhubungan.
merupakan bagian dari sistem saraf sadar. Dari 12 pasang saraf, 3 pasang memiliki jenis sensori
(saraf I, II, VIII); 5 pasang jenis motorik (saraf III, IV, VI, XI, XII) dan 4 pasang jenis gabungan (saraf V,
VII, IX, X). Pasangan saraf-saraf ini diberi nomor sesuai urutan dari depan hingga belakang, Sarafsaraf ini terhubung utamanya dengan struktur yang ada di kepala dan leher manusia seperti mata,
hidung, telinga, mulut dan lidah. Pasangan I dan II mencuat dari otak besar, sementara yang lainnya
mencuat dari batang otak.

Terdapat 12 pasang syaraf cranial yaitu:


a.

SK I (olfactorius) Adalah saraf sensorik


Fungsi : penciuman , Sensori Menerima rangsang dari hidung dan menghantarkannya ke otak
untuk diproses sebagai sensasi bau II
Mekanisme : Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan olfaktorius Saraf
ini merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal dari membran mukosa hidung
dan menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini,

traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi
yang sama.

b.

SK II (Opticus) Adalah saraf sensorik


Fungsi : Penglihatan, input refleks fokusing dan konstriksi pupil di limbic, Sensori Menerima
rangsang dari mata dan menghantarkannya ke otak untuk diproses sebagai persepsi visual III
Mekanisme : Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina. Serabutserabut saraf ini, ini melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan bergabung dengan
saraf dari sisi lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum, Serabut-serabut dari
lapangan visual temporal (separuh bagian nasal retina) menyilang kiasma, sedangkan yang berasal
dari lapangan visual nasal tidak menyilang. Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang berasal dari
kiasma optikum berakhir di kolikulus superior, dimana terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf
okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan kiasma berhubungan dengan penglihatan dan
berjalan di dalam traktus optikus menuju korpus genikulatum lateralis. Dari sini serabut-serabut
yang berasal dari radiasio optika melewati bagian posterior kapsula interna dan berakhir di korteks
visual lobus oksipital.
Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-serabut untuk
kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadaran atas melalui lobus temporal.
Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum serabut-serabut yang berasal
dari lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya.

c.

SK III (Okulomotorius) Adalah saraf motorik


Fungsi : Pergerakan bola mata elevasi alis, konstriksi pupil dan memfokuskan lensa, Saraf ini
mengontrol sebagian besar gerakan mata, konstriksi pupil, dan mempertahankan terbukanya
kelopak mata (saraf kranial IV dan VI juga membantu pengontrolan gerakan mata.)

d.

SK IV (Trochlearis) Adalah saraf motorik


Fungsi: Pergerakan bola mata ke bawah

e.

SK V (Trigeminus) Adalah saraf motorik dan saraf sensorik


Fungsi :

1)

oV1(Syaraf optalmik) adalah saraf sensorik


fungsi : input dari kornea, rongga hidung bagian atas, kulit kepala bagian frontal, dahi, bagian atas
alis, konjungtiva kelenjar air mata

2)

oV2 (Syaraf maksilari) adalah saraf sensorik

fungsi : input dari dagu, bibir atas, gigi atas, mukosa rongga hidung, palatum, faring
3)

oV3 (Syaraf Mandibular)adalah saraf motorik dan sensorik


fungsi :

a)

sensorik : input dari lidah (bukan pengecapan), gigi bawah, kulit di bawah dagu

b)

motorik : mengunyah

f.

SK VI (Abdusen) Adalah saraf motorik


Fungsi : Pergerakan mata ke lateral

g.

SK VII (Fasialis) Adalah saraf motorik dan sensorik

1)

Fungsi :

a)

Sensorik: Menerima rangsang dari bagian anterior lidah untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa

b)

Motorik: Mengendalikan otot wajah untuk menciptakan ekspresi wajah

2)

Mekanisme :
Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik berasal dari Nukleus
motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat medula
oblongata. Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang muncul bersama nukleus motorik dan
saraf vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam kanalis akustikus interna.Serabut motorik
saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot orbikularis okuli, otot
buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus posterior
serta otot platisma. Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan bagian anterior lidah.

h.

SK VIII(Vestibulocochlearis): Adalah saraf sensorik

1)

Fungsi : Vestibular untuk keseimbangan, cochlearis untuk pendengaran

2)

Mekanisme :
Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen yang mengurusi
pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabut-serabut aferen yang mengurusi
keseimbangan. Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan berjalan menuju inti
koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus genikulatum medial dan kemudian
menuju girus superior lobus temporalis. Serabut-serabut untuk keseimbangan mulai dari utrikulus
dan kanalis semisirkularis dan bergabung dengan serabut-serabut auditorik di dalam kanalis fasialis.
Serabut-serabut ini kemudian memasuki pons, serabut vestibutor berjalan menyebar melewati
batang dan serebelum.

i.

SK IX(Glossofaringeus) Adalah saraf motorik dan sensorik,

1)

Fungsi :

a)
b)

Motoris : membantu menelan

Sensoris : Menerima rangsang dari bagian posterior lidah untuk diproses di otak sebagai sensasi
rasa

2)

Mekanisme :
Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius pada waktu meninggalkan
kranium melalui foramen tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai dua ganglion, yaitu ganglion
intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah melewati foramen, saraf berlanjut antara
arteri karotis interna dan vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Di antara otot ini dan otot
stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga
posterior lidah.

j.

SK X (vagus) Adalah saraf motorik dan sensorik

1)

Fungsi :
Sensori: Menerima rangsang dari organ dalam
Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam XI

2)

Mekanisme :
Nervus vagus meninggalkan anterolateral bagian atas medula oblongata sebagai rangkaian dalam
jalur oliva dan pedunculus serebelaris inferior. Serabut saraf meninggalkan tengkorak melalui
foramen jugulare. Nervus vagus memiliki dua ganglia sensorik, yaitu ganglia superior dan ganglio
inferior. Nervus vagus kanan dan kiri akan masuk rongaa toraks dan berjalan di posterior radix paru
kanan untuk ikut membentuk plexus pulmonalis. Selanjutnya, nervus fagus berjalan ke permukaan
posterior esofagus dan ikut membentuk plexus esogafus. Nervus fagus kanan kemudian akan
didistrubusikan ke permukaan posterior gaster melalui cabang celiaca yang besar ke duodenum,
hepar, ginjal, dan usus halus serta usus besar sampai sepertiga kolon transversum.

k.

SK XI(Aksesorius) Adalah saraf motorik

1)

Fungsi :
Motorik: Mengendalikan pergerakan kepal

2)

Saraf aksesoris adalah saraf motorik yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus dan bagian
atas otot trapezius, otot sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke samping dan otot
trapezius memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.

3)

Mekanisme :
Nervus asesoris merupakan saraf motorik yang dibentuk oleh gabungan radix cranialis dan radix
spinalis. Radix spinalis berasal dari C1-C5 dan masuk ke dalam tengkorak melalui foramen magnum,

bersatu dengan saraf kranial membentuk nervus asesoris. Nervus asesoris ini kemudian keluar dari
tengkorak melalui foramen jugulare dan kembali terpisah, saraf spinalnya akan menuju otot
sternocleidomastoid dan trapezius di leher yang berfungsi untuk menggerakkan leher dan kepala,
sedangkan saraf kranialnya akan bersatu dengan vagus melakukan fungsi motorik brakial di faring,
laring, dan palate.

l.

SK XII(Hipoglosus) Adalah saraf motorik


Fungsi : Pergerakan lidah saat bicara, mengunyah.

2. pemeriksaan motoric dan kelainan neurologis


Pemeriksaan fungsi motorik
Disfungsi pada komponen sistem motorik akan menyebabkan abnormalitas spesifik
yang dapat dievaluasiada bedside. Walaupun komponen multipel dapat terlibat, keterlibatan
yang terisolasi dari berbagai macam komponen dapat terjadi.
Pemeriksaan untuk disfungsi termasuk :
1. Assessment of strength
2. Tonus otot
3. Muscle bulk
4. Koordinasi
5. Pergerakan abnormal
6. Berbagai macam refleks. Hsefhwefinsef
Namunn beberapa manuver dibutuhkan untuk menbantu mendeteksi abnormalitas.
Bila didapatkan abnormalitas, pemeriksaan hanya menbutuhkan 2-3 menit
Elemen-elemen dalam pemeriksaan
Pemeriksaan motorik dapat berwifat objektif.keterlibatan sistem campuram dapat
terjadi pada predominansi gejala dan tanda yang bervariasi, bergantung pada variabel
variabel seperti dominansi pada berbagai sistem motor yang terlibat dan luas lesi pada
sistem. Kurangnya kooperasi pada pasien lemah , ketidakpahaman terhadapa pmeriksaan
yang akan dilakukan, atau kurangnya hubungann pasien- dokter harus selalu diperhitungkan.
Kelemahanan yang pura pura dapat dikenali dengan adaanya lokasi yang aneh, tidak
adanya keterlibatan sistem yang diharapakan dan irregular ratchet-like giving way of
muscles tested. Penting untuk mengetahui implikasi dari hasilmtemuan dan test
tambahan/konfirmasi apa yang dapat dilakukan untuk mengklarifikasi dan
mendokumentasikan kesimpulan mengenai abnomalitas sistem motorik yangterjadi pada
pasien.
Kekuatan
Kekuatan otot dilakukan dengan pasien menahan tenaga yag diberikan untuk menggerakkan
otot bagian tubuh yang dievaluasi. Tes ini dapat dinilai dengan skala dari 0-5.
0 (tidak ada): tidak ada kontraktlitas
1 (sedikit) :ada sedikit kontraktilitas tanpa adanya gerakan sendi
2 (buruk) :rentang gerak komplit dengan batasan gravitas
3 (sedang) :rentang gerak komplit terhadap gravitas
4 (baik)
:rentang gerak komplit terhadap gravitas dengan beberapa resistensi
5 (normal) :rentang gerak komplit terhadap gravita dengan beberapa resistensi penuh

Bebeapa pemeriksa memperluas point menjadi 9 dengan penambahan + saat


kekuatan yang dhasilkan berada di antara point yang tersedia. Ada juga yang menambahkan
- seabagai simbol saat didapatkan fungsi tot dibawah level normal. Penilaian normal pasien
juga harus disesuaikan dengan usia dan kondisi pasien.
Untuk melakukan test ini , beberapa otot harus dites.
TABLE 10-5. INNERVATION OF CLINICALLY IMPORTANT MUSCLES.
Movement
tested

Main muscles

Nerve
roots

Peripheral nerve

Shrug (elevation)

Trapezius

C2-5

Spinal accessory

Abduction

Deltoid/supraspinatus

C5(6)

Axillary/suprascapular

External rotation

Infraspinatus/teres

C5(6)

Suprascapular

Internal rotation

Pectoralis major

C5-7

Lateral pectoral

Adduction

Latissimus/pectoralis

C6-8

Suprascapular/pectoral

Flexion

Deltoid/coracobr.

C5-6

Axillary/musculocut.

Flexion

Biceps/brachialis
Brachioradialis

C5-6
C5-6

Musculocutaneous
Radial

Extension

Triceps

C6-7

Radial

Flexion

Flexor carpi radialis


Flexor carpi ulnaris

C6-7
C7-8

Median
Ulnar

Extension

Extensor carpi radialis


Ext. carpi ulnaris

C6-7
C7-8

Radial
Deep radial

Pronation

Pronator teres

C6-7

Median

Supination

Supinator
Biceps

C5-6
C5-6

Radial
Musculocutaneous

Flexion

Flexor digitorum mm.

C7-8

Median (ulnar)

Extension

Extensor digitorum

C7-8

Deep Radial

Ab- & Adduction

Interosseous muscles

C8-T1

Ulnar

Thumb
abduction

Abductor pollicis br.

C8-T1

Median

Flexion

Iliopsoas

L2-3 (L4)

Lumbar plexus

Extension

Gluteus max

L5-S2

Inferior gluteal

Abduction

Gluteus medius

L5-S1

Superior gluteal

Adduction

Adductor mm.

L2-4

Obturator

Shoulder

Elbow

Wrist

Finger

Hip

Knee

Flexion

Hamstring

L5-S1

Sciatic

Extension

Quadriceps

L2-4

Femoral

Dorsiflexion

Tibialis anterior

L4-5
(S1)

Fibular (peroneal)

Plantar flexion

Gastroc/soleus

S1 (S2)

Tibial

Inversion

Posterior tibial

L5 (S1)

Tibial

Eversion

Fibular (peroneal)

L5 (S1)

Fibular (peroneal)

Dorsiflexion

Extensor hallucis

L5 (S1)

Fibular (peroneal)

Plantar flexion

Flexor hallucis

(S1) S2

Tibial

Ankle

Great toe

Tujuan utama dalam melakukan tes kekuatan otot adalah menentukan apakah kelainan
bersifat neurogenik dan menentukan otot/gerakan mana yang terpengaruhi. Keputusan
yang paling penting adalah menentukan kerusakan , UMN atau LMN. Lesi LMN terjadi akibat
kerusakan pada traktus motorik descending, terutama di kortikospinal, dri koretks cerebri
mlalui batang otak dan korda spinalis. Lesi UMN biasnyan dibarengi dengan peningkatan
refleks dan peningkatan tonus tipe spastik. Lesi LMN akibat dari kerusakan anterior horn cell
dan aksonnya yang dapat mengakibatkan penurunan refleks peregangan otot dan tonus
otot. Atrofi biasanya menjadi prominen setelah 1-2 minggu pertama dan atrofi yang terjadi
akibat tidak adanya penggunaan oleh karena kelemahan yang terjadi.
"Deep tendon" (muscle stretch; myotatic) reflexes
Tes refleks merupakan salah satu elemen terpenting pada pemeriksaan untuk
mnentukan kelainan pada kelemahan diakibatkan oleh lesi UMN atau LMN
Simetrisitas adalah hal yang penting dalam menentukan abormalitas. Penyebaran
refleks yang patologis adalah salah satu tanda objektif dalam hiperaktivitas. Slaah satu
indikastor dari hiperaktivitas adalah klonus.
Kondisi-kondisi yang dapat merusak LMN dapat menurunkan refleks regang dengan
mengganggu jalan refleks.

Pengurangan refleks pada otot yang lemah menandakan kerusakan pada LMN pada
arah otot. Refleks yang hiperaktif terlihat pada les UMN. Tanda-tanda lain dapat
menentukan les pada UMN atau LMN, yaitu :
Atrofi (LMN)
Fasikulasi (LMN)
Spasticity (UMN)
Babinski Sign (UMN)
Hilangnya refleks supoerficial (UMN)
Refleks Superfisial dan Refleks Patologis
Refleks Superficial (Abdominal, cremaster dan plantar) dimediasi pada jaras lebih atas
dari medula spinalis. Oleh karena itu, gangguan pada medula spinalis dan batang otak dapat
meniadakan refleks tersebut. Refleks superfisial juga dapat hilang pada kerusakan saraf
sensori atau LMN pada daerahnya. Refleks Babinski (up going toe) adalah refleks patologis
yang klasik yang dapat dilihat pada lesi UMN. Refleks ini akan menggantikan respon normal
dari plantar.
Koordinasi
Tes Koordinasi dilakukan pada beberapa gerakan. Biasanya pasien diminta untuk memegang
tangan pada bagian depan telapak tangan, mata terbuka kemudian menutup. Lebih baik
pasien diminta untuk tisak melakukan gerakan pada tangannya, dan berusaha untuk
melakukan gaya terhadap lantai atau unutk memisahkan kedua tngan yang berikatan.
Setelah beberapa saat, pasien diminnta untuk mengecek pergerakan dan tes ini harus
bersifat simetris.
Kemudian pasien dapat diminta untuk memegang hidungnya kemudian jari pemeriksa. Hal
ini dapat dilakukan beberapa kali agar pergerakan yang terlihat akurat.
Tes selanjutnya dapat dilakukan dengan melakukan pergerakan yang berulang
seperti tepuk tangan dan menjetikkan jari.
Ekstremitas bawah dapat dilakukan tes pada posisi supinasi dengan posisi tumit
berada diatas lutut kaki lainnya dan menepuk tumit kearah pergelangan kaki. Hal ini

dilakukan untuk tiap kaki. Pada pasien yang dapat berdiri pada minimal satu kaki selama 10
detik tanpa adanya atunan pada tubuh tidak memerlukan tes lanjutan untuk koordinasi kaki.
Manuver ini dapat mengetes beberapa sistem neurologi. Fenomena Rebound terjadi
akibat adanya cedera pada cerebri. Refleks yang berulang yang volunter disebut Intention
Tremor. Pergerakan yang sangat lambat dapat terjadi pada kelainan ekstrapiramidal, seperti
Parkinsons Disease. Namun, kelainan apapun pada sistem motorik dapat berdampak pada
koordinasi. Adanya perubahan pada kekuatan otot, tonus otot atau pasien dengan
pergerakan yang abnormal dapat menyebabkan salahnya persepsi mengenai gangguan
koordinasi. Maka dari itu, tentukan terlebih dahulu letak kelainan, pada sitem motorik atau
bukan.
Tonus Otot
Tonus otot dapat dinilai melalui beberapa cara. Salah satu metode yang paling sering
digunakan adalah pemeriksa memindahkan tungkai pasien terutama pergelangan tangan.
Metode yang lain yaitu melibatkan evaluasi dari ayunan lengan (pasien berdiri).
Tonus otot sering di tes dengan cara lengan pasien yang direntangkan. Saat bahu pasien
bergerak maju-mundur atau berotasi, kedua lengan akan menjuntai dengan bebas.
Peningkatan tonus otot biasanya direfleksikan dengan lengan yang nampak kaku saat pasien
berdiri atau berjalan.
Anggota tubuh bagian bawah dapat dievaluasi dengan pasien duduk dengan kaki
menggantung. Gerakan kaki harus menghasilkan lembut berayun dari kaki durasi singkat.
Peningkatan tonus menghasilkan pembatasan tiba-tiba di perjalanan dari kaki.
Ada dua pola umum patologis meningkat, kelenturan nada dan kekakuan. Kekejangan
ditemukan dengan luka neuron motor atas dan bermanifestasi sebagai resistensi ditandai
dengan inisiasi gerakan pasif cepat. Ini perlawanan awal memberi jalan dan kemudian ada
resistensi kurang selama rentang sisa gerak (clasp-pisau fenomena). Kekakuan adalah
peningkatan nada yang bertahan sepanjang rentang gerak pasif. Ini telah disebut "pipa
timah" kekakuan dan umum dengan penyakit ekstrapiramidal, terutama penyakit Parkinson.
Pergerakan Abnormal
Ada beberapa tipe gerakan abnormal, yaitu tremor, korea, athetosi, distonia, hemibailism
dan fasikulasi.
Tremor merupakan pergerakan abnormal yang sering ditemui. Karateristik dari tremor
meliputi :

Simetrisitas
Kecepatan tremor
Keadaan terjadinya
Terdapat dua tipe Tremor fisiologis:

1. Tremor cepat (>7 cps)


Terjadi saat aktivitas simpatis meningkat
2. Tremor Lambat
Bila muncul terutama saat berisitirahat, maka dicurigai adanya lesi pada ekstrapiramidal ,
seperti parkinson/s disease.
Gerakan tak terkendali terlihat dalam sejumlah situasi klinis. Chorea, athetosis dan
hemiballism merupakan refleksi dari penyakit ganglia basal. Ini mungkin kongenital (sejenis

cerebral palsy), pasca infeksi (Sydenham 's chorea), keturunan (Huntington chorea),
metabolik (penyakit Wilson) atau serebrovaskular.
Stasiun
Ini adalah kemampuan untuk mempertahankan postur tegak. Satu harus mampu berdiri baik
dengan mata terbuka dan tertutup dengan basis yang relatif sempit dukungan (kaki
berdekatan). Anda harus merekam bergoyang berlebihan, jatuh ke satu sisi, atau ditandai
memburuk dalam kemampuan untuk berdiri ketika mata ditutup.
Goyangan yang berlebihan dengan mata terbuka umum dengan masalah cerebellar atau
vestibular. Ini mungkin ke satu sisi (dan umumnya adalah dengan gangguan vestibular) atau
mungkin untuk kedua belah pihak (terutama dengan kondisi yang mempengaruhi bagian
garis tengah otak kecil, seperti intoksikasi). Anda harus mempertimbangkan kemungkinan
penjelasan lain seperti pasien tidak memiliki cukup kekuatan untuk tetap tegak atau reaksi
parah ditunda untuk destabilisasi (seperti dengan penyakit Parkinson). Beberapa pasien
dapat berdiri dengan baik dengan mata terbuka, namun telah ditandai peningkatan
ketidakstabilan dengan mata tertutup. Ini adalah sugestif dari gangguan dari proprioception
sadar (yaitu, rasa posisi sendi, seperti yang dapat dilihat dengan neuropati perifer atau
kolom / disfungsi lemniskus dorsal medial). Hal ini disebut tanda Romberg. Masalah
proprioseptif di satu sisi dapat dibawa keluar dengan berdiri di satu kaki. Tentu saja, ada tes
lain proprioception sadar, termasuk evaluasi posisi sendi dan rasa getaran di kaki. Data ini
harus berkorelasi dengan temuan di stasiun.
Cara Berjalan
Cara berjalan merupakan pemeriksaan neurologis yang penting. Penting untuk
memperhatikan kesimetrisan dari cara berjalan, kemampuan berjalan, panjang langkah saat
berjalan dan kemampuan untuk berbelok dengan step yang minimum tanpa kehilangan
keseimbangan. Saat mengobservasi pasien dari belakang, bagian medial dari kaki
membentuk garis dan tidak terdapat ruangan yang terlihat diantara kedua kaki pada bagian
tumit.
Ini adalah gaya berjalan sempit-based dan penyimpangan dari hal ini dapat diukur
dalam jumlah jarak lateral setiap serangan kaki dari garis bahwa tubuh mereka mengikuti.
Tandem berjalan (kemampuan untuk berjalan di atas garis) dapat digunakan untuk
mengevaluasi stabilitas gaya berjalan, mengakui bahwa banyak pasien tua normal memiliki
masalah dengan hal ini.
Adanya gangguan virtual pada bagian sistem syaraf dapat berdampak pada cara
berjalan seseorang. Sebuah gaya berjalan antalgic, atau lemas disebabkan oleh nyeri akrab
bagi setiap praktisi. Pasien dengan kelemahan unilateral dapat mendukung satu sisi, dan jika
kelemahan adalah kejang (misalnya, dari kerusakan neuron motorik atas) pasien dapat
menahan ekstremitas bawah kaku. S / ia akan menyeret tungkai lemah di sekitar tubuh
dalam pola "circumducting". Sebuah gaya berjalan mengejutkan atau terguncang (seperti
yang mabuk) adalah sugestif dari disfungsi cerebellar. Umumnya, pasien dengan vertigo
yang benar akan cenderung jatuh ke satu sisi berulang kali (terutama dengan mata tertutup).
Seorang pasien dengan drop kaki akan cenderung untuk mengangkat kaki tinggi (steppage
gaya berjalan). Hip kelemahan korset sering mengakibatkan "berlenggak-lenggok," dengan
pinggul bergeser ke arah sisi kelemahan ketika kaki berlawanan diangkat dari lantai (tentu
saja, jika kedua belah pihak lemah pinggul akan bergeser bolak-balik saat mereka mengambil
setiap langkah ). Pasien dengan penyakit Parkinson sering mengalami kesulitan memulai
gaya berjalan, langkah-langkah yang biasanya pendek, meskipun gaya berjalan sempit
berbasis. Jika parah, pasien mungkin pendorong (mereka bahkan mungkin jatuh). Pasien
yang "lem gosong" (geser kaki mereka di tanah daripada melangkah normal) dapat
menderita kerusakan atau degenerasi dari kedua lobus frontal atau bagian garis tengah otak
kecil. Ketika kerusakan pada daerah-daerah yang parah pasien mungkin sangat retropulsive

(cenderung jatuh ke belakang berulang kali). Cedera punggung kolom dapat menyebabkan
gaya berjalan di mana pasien "prangko" kaki-nya, dan biasanya juga perlu melihat kaki di
jalan agar. Pasien dengan neuropati menyakitkan kaki dapat berjalan seolah-olah mereka
"berjalan di atas telur" dan pasien dengan stenosis tulang belakang dapat berjalan dengan
postur membungkuk (a "monyet" postur).
a. Kelainan fungsi motorik
Merupakan sebagian besar manifestasi obyektif kelainan saraf : bukti riil adanya kelainan
penyakit

UMN

LMN

o Spastis

o Flaccid

o Atropi (-)

o Atropi (+)

o Refleks fisiologis
meningkat

o Refleks fisiologis
menurun

o Refleks patologis (+)

o Refleks patologis (-)

o Tonus meningkat

o Tonus menurun

Gangguan Ekstrapiramidal
Tonus : rigid
Gerak otot abnormal tidak terkendali
Gangguan kelancaran gerak otot volunteer
Gangguan otot asosiatif

Pemeriksaan
1. Inspeksi
o Sikap : perhatikan sikap pasien waktu berdiri, duduk, berbaring, bergerak, dan berjalan
o Bentuk : Perhatikan adanya deformitas
o Ukuran : perhatikan apakah panjang bagian tubuh sebelah kiri sama dengan yang kanan
o Gerak abnormal yang tidak terkendali, antara lain:
o Tremor : merupakan serentetan gerakan involunter, agak ritmis, merupakan getaran, yang
timbul karena berkontraksinya otot-otot yang berlawanan secara bergantian.
o Khorea : gerak otot berlangsung cepat, sekonyong-konyong, aritmik dan kasar yang dapat
melibatkan satu ekstremitas, separuh badan atau seluruh badan. Khas terlihat pada anggota
gerak atas (lengan dan tangan) terutama bagian distal.
o Atetose : ditandai oleh gerakan yang lebih lamban, seperti gerak ular, dan melibatkan otot
bagian distal, cenderung menyebar ke proksimal.
o Distonia : gerakan yang dimulai dengan gerak otot berbentuk atetose pada lengan atau
anggota gerak lain, kemudian gerakan otot bentuk atetose ini menjadi kompleks, yaitu
menunjukkan torsi yang keras dan berbelit.
o Balismus : gerak otot yang datang sekonyong-konyong, kasar dan cepat, dan terutama
mengenai otot-otot skelet yang letaknya proksimal.
o Spasme : merupakan gerakan abnormal yang terjadi karena kontraksi otot-otot yang
biasanya disarafi oleh satu saraf.
o Tik (Tic) : gerakan yang terkoordinir, berulang, dan melibatkan sekelompok otot dalam
hubungan yang sinergistik.

o
o

Fasikulasi : merupakan gerakan halus, cepat, dan berkedut dari satu berkas (fasikulus)
serabut otot atau satu unit motorik.
Miokloni : merupakan gerakan yang timbul karena kontraksi otot secara cepat, sekonyongkonuong, sebentar, aritmik, asinergik dan tidak terkendali.

2.

Palpasi
o Pasien disuruh mengistirahatkan ototnya. Kemudian otot ini dipalpasi untuk menentukan
konsistensi serta adanya nyeri tekan.
o Dengan palpasi kita dapat menilai tonus otot, terutama bila ada hipotoni.

3.

Pemeriksaan Gerakan Pasif


Penderita disuruh mengistirahatkan ekstre-mitasnya.
Bagian dari ekstremitas ini kita gerakkan pada persendiannya. Gerakan dibuat bervariasi,
mula-mula cepat kemudian lambat,cepat, lebih lambat, dst.
Sambil menggerakkan kita nilai tahanannya.
Dalam keadaan normal kita tidak menemukan tahanan yang berarti, jika penderita dapat
mengistirahatkan ekstre-mitasnya dengan baik.

4. Pemeriksaan Gerak Aktif


Pada pemeriksaan ini kita nilai kekuatan (kontraksi) otot. Untuk memeriksa adanya
kelumpuhan, kita dapat menggunakan 2 cara berikut:
i.
Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan kita menahan gerakan
ini
ii.
Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh menahan
5. Pemeriksaan Koordinasi Gerak
- Koordinasi gerak terutama diatur oleh serebellum
- Gejala klinis yg didapatkan pada gangguan serebellum adalah:
i. Gangguan keseimbangan
ii.
Ataksia : gangguan koordinasi gerakan. Tes yang dilakukan: tes tunjuk-hidung (tangan
menunjuk hidung), dan tes tumit lutut (tumit ditempatkan pada lutut yang satu lagi)
iii.
Disdiadokokinesia : ketidakmampuan melakukan gerakan yg berlawanan berturut-turut.
Lakukan tes pronasi-supinasi lengan! Suruh pasien merentangkan kedua lengannya ke
depan, kemudian suruh ia mensupinasi dan pronasi lengan bawahnya (tangannya) secara
bergantian dan cepat. Pada sisi lesi, gerakan ini dilakukan lamban dan tidak tangkas.
iv.
Dismetria : gerakan yang tidak mampu dihentikan tepat pada waktunya atau tepat pada
tempat yang dituju.
v.
Tremor intensi : tremor yang timbul bila melakukan gerak volunteer (dengan kemauan), dan
menjadi lebih nyata bila menghampiri tujuannya. Dapat diperiksa dengan jalan menyuruh
pasien mengambil benda yang kecil, makin dekat ia pada benda tersebut, makin jelas tremor
pada tangannya.
vi.
Disgrafia (makrografia) : terlihat huruf dituliskan besar-besar dan kadang makin lama makin
besar. Selain itu, bentuk hurufnya tidak bagus dan kaku
vii.
Nistagmus : gerak bolak-balik bola mata yang involunter dan ritmik.
viii.
Fenomena rebound : ketidakmampuan menghentikan gerakan dgn segera atau
menggantikannya dengan antagonisnya.

Fenomena Rebound
Suruh pasien menarik lengannya. Pemeriksa menahannya. Tiba-tiba kita lepaskan.
Perhatikan apakah lengan pasien segera berhenti. Pada gangguan serebellar dapat terjadi
gerakan lewat (rebound) sampai memukul diri sendiri

Astenia : lekas lelah dan bergerak lamban. Otot lekas lelah dan lemah (walaupun tidak
ada parese). Gerakan dimulai dengan lamban, demikian juga dengan kontraksi dan
relaksasi.
Hipotonia : dapat diketahui dengan jalan palpasi dan pemeriksaan gerak pasif. Pada
hipotonia, ekstensi dapat dilakukan lebih jauh, misalnya pada persendian paha, siku,
lutut dsb.
Disartria : cadel, pelo, gangguan pengucapan kata-kata

1. Pemeriksaan fungsi motoric dan kelainannya


PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS.
a) Saraf Olfaktorius (N. I)
Untuk menguji saraf olfaktorius digunakan bahan yang tidak merangsang seperti kopi,
tembakau, parfum atau rempah-rempah.
b) Saraf Optikus (N. II)
Pemeriksaan penglihatan sentral (visual acuity): Kartu Snellen, jari tangan, dan gerakan
tangan.
Pemeriksaan Penglihatan Perifer : Tes konfrontasi atau dengan perimetri / kompimetri.
Refleks Pupil Saraf aferen berasal dari saraf optikal sedangkan saraf aferennya dari saraf
occulomotorius.
Ada dua macam refleks pupil:
- Respon cahaya langsung Pakailah senter kecil, N : pupil yang disinari akan
mengecil.
- Respon cahaya konsensual Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak
pupil lainnya mengecil dengan ukuran yang sama.
Pemeriksaan fundus occuli (fundus kopi) Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke
arah O dioptri maka fokus dapat diarahkan kepada fundus, kekeruhan lensa (katarak)
dapat mengganggu pemeriksaan fundus. Bila retina sudah terfokus carilah terlebih
dahulu diskus optikus. Caranya adalah dengan mengikuti perjalanan vena retinalis yang
besar ke arah diskus. Semua vena-vena ini keluar dari diskus optikus.
Tes warna Untuk mengetahui adanya polineuropati pada n. optikus.

c) Saraf okulomotoris (N. III)


Ptosis : kelopak mata yang tidak dapat membuka dengan optimal seperti mata normal
ketika memandang lurus ke depan (Drooping eye lid).
Gerakan bola mata.
Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke arah medial,
atas, dan bawah, sekligus ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat
ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada keadaan diam)
sudah dilihat adanya strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi.
Pupil
- Bentuk dan ukuran pupil
- Perbandingan pupil kanan dan kiri. Perbedaan pupil sebesar 1mm masih dianggap
normal
- Refleks pupil
d) Saraf Troklearis (N. IV)
Gerak mata ke lateral bawah
Strabismus konvergen
Diplopia

e) Saraf Trigeminus (N. V)


Sensibilitas
Ada tiga cabang sensorik, yaitu oftalmik, maksila, mandibula. Pemeriksaan dilakukan
pada ketiga cabang saraf tersebut dengan membandingkan sisi yang satu dengan sisi
yang lain. Mula-mula tes dengan ujung yang tajam dari sebuah jarum yang baru. Pasien
menutup kedua matanya dan jarum ditusukkan dengan lembut pada kulit, pasien
ditanya apakah terasa tajam atau tumpul. Hilangnya sensasi nyeri akan menyebabkan
tusukan terasa tumpul. Daerah yang menunjukkan sensasi yang tumpul harus digambar
dan pemeriksaan harus di lakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang
terasa tajam. Juga dilakukan dari daerah yang terasa tumpul menuju daerah yang terasa
tajam. Juga lakukan tes pada daerah di atas dahi menuju belakang melewati puncak
kepala. Jika cabang oftalmikus terkena sensasi akan timbul kembali bila mencapai
dermatom C2. Temperatur tidak diperiksa secara rutin kecuali mencurigai siringobulbia,
karena hilangnya sensasi temperatur terjadi pada keadaan hilangnya sensasi nyeri,
pasien tetap menutup kedua matanya dan lakukan tes untuk raba halus dengan kapas
yang baru dengan cara yang sama. Pasien disuruh mengatakan ya setiap kali dia
merasakan sentuhan kapas pada kulitnya.
Motorik
Pemeriksaan dimulai dengan menginspeksi adanya atrofi otot-otot temporalis dan
masseter. Kemudian pasien disuruh mengatupkan giginya dan lakukan palpasi adanya
kontraksi masseter diatas mandibula. Kemudian pasien disuruh membuka mulutnya
(otot-otot pterigoideus) dan pertahankan tetap terbuka sedangkan pemeriksa berusaha
menutupnya. Lesi unilateral dari cabang motorik menyebabkan rahang berdeviasi
kearah sisi yang lemah (yang terkena).
Refleks
-Refleks kornea
a) Langsung
Pasien diminta melirik ke arah laterosuperior, kemudian dari arah lain kapas
disentuhkan pada kornea mata, misal pasien diminta melirik kearah kanan atas maka
kapas disentuhkan pada kornea mata kiri dan lakukan sebaliknya pada mata yang lain.

Kemudian bandingkan kekuatan dan kecepatan refleks tersebut kanan dan kiri saraf
aferen berasal dari N. V tetapi eferannya (berkedip) berasal dari N.VII.
b) Tak langsung (konsensual)
Sentuhan kapas pada kornea atas akan menimbulkan refleks menutup mata pada mata
kiri dan sebaliknya kegunaan pemeriksaan refleks kornea konsensual ini sama dengan
refleks cahaya konsensual, yaitu untuk melihat lintasan mana yang rusak (aferen atau
eferen).
-Refleks bersin (nasal refleks)
Refleks masseter
Untuk melihat adanya lesi UMN (certico bultar) penderita membuka mulut secukupnya
(jangan terlalu lebar) kemudian dagu diberi alas jari tangan pemeriksa diketuk
mendadak dengan palu refleks. Respon normal akan negatif yaitu tidak ada penutupan
mulut atau positif lemah yaitu penutupan mulut ringan. Sebaliknya pada lesi UMN akan
terlihat penutupan mulut yang kuat dan cepat.
f)

Saraf abdusens (N. VI)


Pemeriksaan meliputi gerakan mata ke lateral, strabismus konvergen dan diplopia tandatanda tersebut maksimal bila memandang ke sisi yang terkena dan bayangan yang timbul
letaknya horizonatal dan sejajar satu sama lain.

g) Saraf fasialis (N. VII)


Pemeriksaan saraf fasialis dilakukan saat pasien diam dan atas perintah (tes kekuatan otot)
saat pasien diam diperhatikan:

Asimetri wajah
Kelumpuhan nervus VIII dapat menyebabkan penurunan sudut mulut unilateral dan
kerutan dahi menghilang serta lipatan nasolabial, tetapi pada kelumpuhan nervus fasialis
bilateral wajah masih tampak simetrik
Gerakan-gerakan abnormal (tic facialis, grimacing, kejang tetanus/rhisus sardonicus
tremor dan seterusnya ).
Ekspresi muka (sedih, gembira, takut, seperti topeng)
Tes kekuatan otot

1. Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri.


2. Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudian pemeriksa mencoba
membuka kedua mata tersebut bandingkan kekuatan kanan dan kiri.
3. Memperlihatkan gigi (asimetri)
4. Bersiul dan menculu (asimetri / deviasi ujung bibir)
5. Meniup sekuatnya, bandingkan kekuatan uadara dari pipi masing-masing.
6. Menarik sudut mulut ke bawah.
- Tes sensorik khusus (pengecapan) 2/3 depan lidah)
Pemeriksaan dengan rasa manis, pahit, asam, asin yang disentuhkan pada salah satu
sisi lidah.
- Hiperakusis
Jika ada kelumpuhan N. Stapedius yang melayani otot stapedius maka suara-suara
yang diterima oleh telinga pasien menjadi lebih keras intensitasnya.

h) Saraf Vestibulokokhlearis (N. VIII)


Pemeriksaan pendengaran
Inspeksi meatus akustikus akternus dari pasien untuk mencari adanya serumen atau
obstruksi lainnya dan membrana timpani untuk menentukan adanya inflamasi atau
perforasi kemudian lakukan tes pendengaran dengan menggunakan gesekan jari, detik
arloji, dan audiogram. Audiogram digunakan untuk membedakan tuli saraf dengan tuli
konduksi
dipakai
tes
Rinne
dan
tes
Weber.
-Tes Rinne
Garpu tala dengan frekuensi 256 Hz mula-mula dilakukan pada prosesus mastoideus,
dibelakang telinga, dan bila bunyi tidak lagi terdengar letakkan garpu tala tersebut
sejajar dengan meatus akustikus oksterna. Dalam keadaan norma anda masih terdengar
pada meatus akustikus eksternus. Pada tuli saraf anda masih terdengar pada meatus
akustikus eksternus. Keadaan ini disebut Rinne negatif.
-Tes Weber
Garpu tala 256 Hz diletakkan pada bagian tengah dahi dalam keadaan normal bunyi akan
terdengar pada bagian tengah dahi pada tuli saraf bunyi dihantarkan ke telinga yang normal
pada tuli konduktif bunyi tedengar lebih keras pada telinga yang abnormal.
Pemeriksaan Fungsi Vestibuler
Pemeriksaan fungsi vestibuler meliputi : nistagmus, tes romberg dan berjalan lurus dengan
mata tertutup, head tilt test (Nylen Baranny, dixxon Hallpike) yaitu tes untuk postural
nistagmus.
i)

Saraf glosofaringeus (N. IX) dan saraf vagus (N. X)


Anamnesis meliputi kesedak / keselek (kelumpuhan palatom), kesulitan menelan dan
disartria(khas bernoda hidung / bindeng). Pasien disuruh membuka mulut dan inspeksi
palatum dengan senter perhatikan apakah terdapat pergeseran uvula, kemudian pasien
disuruh menyebut ah jika uvula terletak ke satu sisi maka ini menunjukkan adanya
kelumpuhan nervus X unilateral perhatikan bahwa uvula tertarik kearah sisi yang sehat.
Tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah komponen sensorik dan nervus X
adalah komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring pada setiap sisi dengan
spacula, jangan lupa menanyakan kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan spatula
tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan. Dalam keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum
molle secara refleks. Jika konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini
menunjukkan kelumpuhan nervus X, kemudian pasien disuruh berbicara agar dapat
menilai adanya suara serak (lesi nervus laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh
batuk , tes juga rasa kecap secara rutin pada sepertinya posterior lidah (N. IX).

j)

Saraf Asesorius (N. XI)


Meminta pasien mengangkat bahunya dan kemudian rabalah massa otot trapezius dan
usahakan untuk menekan bahunya ke bawah, kemudian pasien disuruh memutar kepalanya
dengan melawan tahanan (tangan pemeriksa) dan juga raba massa otot sternokleido
mastoideus.

k) Saraf Hipoglosus (N. XII)


Inspeksi lidah dalam keadaan diam didasar mulut, tentukan adanya atrofi dan fasikulasi
(kontraksi otot yang halus iregular dan tidak ritmik). Fasikulasi dapat unilateral atau bilateral.
Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke arah sisi yang lemah (terkena) jika
terdapat lesi upper atau lower motorneuron unilateral.

pemeriksaan fungsi sensorik


tujuan : melakukan dan menjelaskan berbagai cara pemeriksaan sensorik.
-beri salam
-perkenalkan diri
-tanya nama pasien
-jelaskan pemeriksaan yang akan dilakukan kepada pasien.
yaitu ada 5 pemeriksaan (pemeriksaan sensasi suhu, getar dan vibrasi, sensasi tekan, nyeri dalam,
gerak dan posisi)
-jelaskan tujuan pemeriksaan. untuk mengetahui fungsi sensorik normal/tidak. baik itu utk sensasi
suhu,getaran,tekanan,nyeri dalam, maupun gerak dan posisi.
- inform consent. apakah pasien bersedia atau tidak.
- pasien diminta utk berbaring
1. PEMERIKSAAN SENSASI SUHU.
-baiklah, sekarang kita akan melakukan pemeriksaan sensasi suhu kepada ibu.
-alat yang digunakan ada tabung yg berisi air dingin dan air panas.
-cara pemeriksaannya nanti saya akan menempelkan tabung ini ke kulit bapak/ibu pada ekstemitas
atas dan bawah.
-bila bapak/ibu merasakan panas bilang panas, bila merasakan dingin bilang dingin.
-minta pasien menutup mata
-cobakan terlebih dahulu pada tangan pemeriksa!
-lakukan untuk tabung panas terlebih dahulu
-kemudian dilanjutkan dengan ransangan untuk tabung dingin
-kemudian lakukan secara bergantian panas dan dingin. jika pasien tidak dapat membedakan panas
atau dingin disebut isotermonogsia.
II. PEMERIKSAAN SENSASI GETAR DAN VIBRASI
-pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan garpu tala.
-dimana garpu tala digetarkan terlebih dahulu ke benda padat atau keras
-kemudian pangkal garpu tala ditempelkan pada tulang sendi. (prosesus stiloideus radius/ulna,
maleolus lateral/medial)
- minta pasien menyebutkan jika terasa getaran bilang iya jika sudah tidak ada bilang tidak.
- minta pasien menutup mata
- lakukan pemeriksaan secara bergantian mulai dari ekstermitas atas kedua sisi dan lanjutkan ke
ekstermitas bawah.
III. PEMERIKSAAN SENSASI TEKAN
-pemeriksaan dengan menggunakan jari tangan
-dilakukan dengan menekan kulit pasien pada stuktur subkutan yaitu massa otot, tendo, saraf
dengan ujung jari pemeriksa
-minta pasien menyatakan jika ada tekanan bilang iya dan jika tidak bilang tidak dan daerah mana
yang ditekan
-minta pasien menutup mata
-lakukan pemeriksaan mulai dari tangan kedua sisi kemudian kaki
-kemudian lakukan penekanan pada 2 titik, tanyakan bagian mana yang oaling terasa tekanannya
dan minta pasien menunjukkan.
IV. PEMERIKSAAN SENSASI NYERI DALAM
-pemeriksaan ini dilakukan dengan menekan/mencubit dengan jari telunjuk dan ibu jari pada tendo

archiles.
-minta pasien menyatakan ya bila terasa nyeri
-minta pasien menutup mata
-lakukan pemeriksaan
V. PEMERIKSAAN SENSASI GERAK DAN POSISI
-pemeriksaan ini dilakukan dengan menggerakkan jari pasien secara pasif oleh pemeriksa baik jari
kaki maupun jari tangan.
-jari pasien harus dalam keadaan relaksasi dan harus dipisahkan dari jari-jari lainnya sebelah
kiri/kanan agar tidak bersentuhan dan tidak membuat bias pemeriksaan.
-minta pasien menyatakan iya jika ada suatu gerak dan mengatakan ada perubahan posisi jari
keatas/kebawah dan jari mana yang digerakkan.
-minta pasien munutup mata
-lakukan pemeriksaan dengan menggerakan salah satu jari penderita dan gerakkan keatas.kebawah.

PEMERIKSAAN FUNGSI MOTORIK


Sistem saraf mengkoordinasi aktivitas otot :
Upper neuron motorik, berasal dari korteks serebri dan menjulur ke bawah, satu bagian
(kortikobulbaris) akan berakhir di batang otak dan bagian lain di (kortikospinalis) menyilang bagian
bawah medula oblongata dan terus turun ke dalam medula spinalis. Nuklei nervus kranialis
merupakan ujung akhir traktus kortikobulbaris, sedangkan traktus kortiko spinlais berakhir di kornu
anterior medula spinalis servikal sampai skral.
Lower neuron motorik, mencakup sel-sel motorik nuklei nervus kranialis dan aksonnya serta sel-sel
kornu anterior medula spinalis dan aksonnya. Serabut2 motorik keluar melalui radiks anterior atau
motorik medula spinalis dan mempersarafi otot-otot.
Kelainan fungsi motorik :
a. Distonia gangguan ekstrapiramidal posisi tubuh bertahan dalam keadaan abnormal
dengan sedikit tahanan sewaktu dilakukan gerakan pasif.
b. Paratonia penyakit lobus frontal tahanan terhadap gerkan pasif pada seluruh tahanan
c. Kekakuan deserebrasi cedera otak di atas pons ekstensi dan pronasi lengan serta
ekstensi dari tungkai.
d. Hipotonia gangguan serebelar peningkatan macam gerakan sendi
e. Hemibalismus penyempitan pembuluh darah otak mengenai mukleus subtalamikus
gerakan unilateral mengenai bagian yg berlawanan dengan lesi
f. Tremor lesi pada jaras serebelar ritmik involunter (istirahat dan intensional)

Pemeriksaan fungsi motorik :


1. Koordinasi dan gaya berjalan
Mencakup jalan tendem (penderita dperintahkan untuk berjalan pada satu garis dengan
tumit d tempelkan pada ujung jari kaki yang lainnya), kemampuan penderita untuk
meniru gerakan sedrhana yang cepat, kemampuan meletakkan tumi kaki kiri pada lutut
kaki kanan kemudian menggesernya sepanjang kaki bagian depan. Jika ad gangguan
serebelar akan menyebabkan gerakan lambat dan tidak ritmik.
Selain itu dapat di nilai gaya berjalan, dilihat jarak kaki,gerakan tangan.

2. Tonus dan kekuatan otot


Tonus otot adalah resistensi yang terdeteksi oleh pemeriksa saat menggerakkan sendi
secara pasif. Gangguan UMN meningkatkan tonus otot dan sebaliknya.
Yg pelu diamati,kelemahan,fasikulasi dan kontraktur. Dengan membandingkan sisi satu
dan yg lain.
3. Refleks
Refleks tendon disebut juga refleks tegang otot. Refleks superfisial dengan menggoreskan benda
keras pada kulit. Refleks plantar ditimbulkan dengan menggores permukaan lateral telapak kaki, dari
tumit sampai ke bantalan kaki dan melengkung ke medial melintasi bantalan kaki.

3. Stroke
1.1. Definisi
Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda klinis
yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya
penyebab lain selain vaskuler.

1.2. Etiologi
Epidemiologi
Insiden stroke bervariasi di berbagai negara di Eropa, diperkirakan terdapat 100-200
kasus stroke baru per 10.000 penduduk per tahun (Hacke dkk, 2003). Di Amerika
diperkirakan terdapat lebih dari 700.000 insiden stroke per tahun, yang menyebabkan lebih
dari 160.000 kematian per tahun, dengan 4.8 juta penderita stroke yang bertahan hidup.
(Goldstein dkk, 2006). Rasio insiden pria dan wanita adalah 1.25 pada kelompok usia 55-64
tahun, 1.50 pada kelompok usia 65-74 tahun, 1.07 pada kelompok usia 75-84 tahun dan 0.76
pada kelompok usia diatas 85 tahun (Lloyd dkk, 2009).

Etiologi
A. Etiologi dari Stroke Hemoragik :
I.
Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke,
terdiri dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum.
Gejala klinis :
Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas
dan dapat
didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri
kepala, mual,
muntah, gangguan memori, bingung, perdarhan retina, dan epistaksis.
Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese
dan dapat
disertai kejang fokal / umum.
Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan
bola mata
menghilang dan deserebrasi
Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya
papiledema dan
perdarahan subhialoid.
II.
Perdarahan subarakhnoid

Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan


di ruang subarakhnoid yang timbul secara primer.
Gejala klinis :
Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis,
berlangsung dalam
1 2 detik sampai 1 menit.
Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang,
gelisah dan kejang.
Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam
beberapa menit sampai
beberapa jam.
Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala
karakteristik perdarahan
subarakhnoid.
Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau
hipertensi, banyak
keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan.
III.

Stroke Non-Hemoragik (Stroke Iskemik, Infark Otak, Penyumbatan)


Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan pada pembuluh darah servikokranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti aterotrombosis,
emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik.
Aterotrombosis terjadi pada arteri-arteri besar dari daerah kepala dan leher
dan dapat juga mengenai pembuluh arteri kecil atau percabangannya. Trombus yang
terlokalisasi terjadi akibat penyempitan pembuluh darah oleh plak aterosklerotik
sehingga menghalangi aliran darah pada bagian distal dari lokasi penyumbatan.
Gejala neurologis yang muncul tergantung pada lokasi pembuluh darah otak yang
terkena.

Faktor Risiko
Faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan
kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak (nonmodifiable, modifiable, atau potentially
modifiable) dan bukti yang kuat (well documented atau less well documented)
(Goldstein,2006).
Non modifiable risk factors :
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Berat badan lahir rendah
d. Ras/etnis
e. genetik
Modifiable risk factors
a. Well-documented and modifiable risk factors
b. Hipertensi
c. Paparan asap rokok
d. Diabetes
e. Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu
f. Dislipidemia
g. Stenosis arteri karotis

h.
i.
j.
k.
l.

Sickle cell disease


Terapi hormonal pasca menopause
Diet yang buruk
Inaktivitas fisik
Obesitas

Less well-documented and modifiable risk factors


a. Sindroma metabolik
b. Penyalahgunaan alkohol
c. Penggunaan kontrasepsi oral
d. Sleep-disordered breathing
e. Nyeri kepala migren
f. Hiperhomosisteinemia
g. Peningkatan lipoprotein (a)
h. Peningkatan lipoprotein-associated phospholipase
i. Hypercoagulability
j. Inflamasi
k. Infeksi
1.3. Klasifikasi
Stroke Iskemik diklasifikasikan sebagai berikut :
i.
Berdasarkan kelainan patologis
b. Stroke hemoragik
1) Perdarahan intra serebral
2) Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)
c. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
1) Stroke akibat trombosis serebri
2) Emboli serebri
3) Hipoperfusi sistemik
ii.

Berdasarkan waktu terjadinya


1) Transient Ischemic Attack (TIA)
2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
3) Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke
4) Completed stroke

iii.

Berdasarkan lokasi lesi vaskuler


1) Sistem karotis
a. Motorik : hemiparese kontralateral, disartria
b. Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia
c. Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis fugaks
d. Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia
2) Sistem vertebrobasiler
a. Motorik : hemiparese alternans, disartria
b. Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia
c. Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia

Stroke Hemoragik
Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah ke jaringan parenkim
otak, ruang cairan serebrospinalis disekitar otak atau kombinasi keduanya. Perdarahan
tersebut menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak dan

juga oleh hematom yang menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya. Peningkatan
tekanan intrakranialpada gilirannya akan menimbulkan herniasi jaringan otak dan menekan
batang otak.
a. Perdarahan Sub Dural (PSD)
Perdarahan subdural terjadi diantara duramater dan araknoid. Perdarahan
dapat terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang menghubungkan
vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam dura mater atau karena
robeknya araknoid.
b. Perdarahan Sub Araknoid (PSA)
Perdarahan Subaraknoid (PSA) adalah keadaan akut dimana
terdapatnya/masuknya darah ke dalam ruangan subaraknoid, atau perdarahan yang
terjadi di pembuluh darah di luar otak, tetapi masih di daerah kepala seperti di
selaput otak atau bagian bawah otak.6 PSA menduduki 7-15% dari seluruh kasus
Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO). PSA paling banyak disebabkan oleh
pecahnya aneurisma (50%).
c. Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari
pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma, dimana
70% kasus PIS terjadi di kapsula interna, 20% terjadi di fosa posterior (batang otak
dan serebelum) dan 10% di hemisfer (di luar kapsula interna). PIS terutama
disebabkan oleh hipertensi (50-68%).
Angka kematian untuk perdarahan intraserebrum hipertensif sangat tinggi,
mendekati 50%. Perdarahan yang terjadi diruang supratentorium (diatas tentorium
cerebeli) memiliki prognosis yang baik apabila volume darah sedikit. Namun,
perdarahan kedalam ruang infratentorium didaerah pons atau cerebellum memiliki
prognosis yang jauh lebih buruk karena cepatnya timbul tekanan pada struktur
struktur vital dibatang otak.
1.4. Pathogenesis
Patofisiologi Stroke Iskemik
Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap
(Sjahrir,2003)
Tahap 1 : a. Penurunan aliran darah
b. Pengurangan O2
c. Kegagalan energi
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
Tahap 2 : a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
b. Spreading depression
Tahap 3 : Inflamasi
Tahap 4 : Apoptosis
Proses patofisiologi pada cedera SSP akut sangat kompleks dan melibatkan
permeabilitas patologis dari sawar darah otak, kegagalan energi, hilangnya
homeostasis ion sel, asidosis, peningkatan kalsium ekstraseluler, eksitotoksisitas dan
toksisitas yang diperantarai oleh radikal bebas. (Sherki dkk,2002)
Gambar 1. Mekanisme seluler pada iskemik SSP akut.

Dikutip dari : Sherki,Y.G., Rosenbaum.Z., Melamed,E., Offen,D. 2002. Antioxidant Therapy in Acute
Central Nervous System Injury: Current State. Pharmacol Rev. 54:271-284
Patofisiologi Stroke Hemoragik
Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan
subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih 20 % adalah stroke
hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah perdarahan subarachnoid dan
perdarahan intraserebral (Caplan, 2000).
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma
(Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah
subkortikal, serebelum, dan batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh
arteriola berdiameter 100 400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada
dinding pembuluh darah tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta
timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan
darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang kecil. Keluarnya
darah dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan
pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini
mengakibatkan volume perdarahan semakin besar (Caplan, 2000).
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di dearah yang terkena
darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi
darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis (Caplan, 2000).
Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar
permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid.
Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular atau
perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).

1.5. Manifestasi
Hemiparese / hemiplegia - Sudden numbness or weakness of face, arm or leg
especially on one side of the body.
Tiba-tiba kesemutan atau mengalami kelemahan pada wajah, lengan atau lutut,
biasanya terjadi pada satu sisi tubuh
Afasia / diafasia motorik atau sensorik - Sudden confusion, trouble speaking or
understanding.
Tiba-tiba pusing, kesulitan untuk berbicara atau tidak mengerti
Hemianopsia - Sudden trouble seeing in one or both eyes.
Tiba-tiba mengalami gangguan penglihatan pada satu atau kedua mata
Sudden trouble walking, dizziness, loss of balance or coordination.
Tiba-tiba mengalami gangguan saat berjalan, kehilangan keseimbangan atau
koordinasi
Sudden severe headache with no known cause.
Tiba-tiba mengalami sakit kepala yang parah tanpa sebab
1.6. Diagnosis
Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia 1999 mengemukakan bahwa
diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
b. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, dokter yang merujuk, pemberi informasi (misalnya
pasien, keluarga,dll), dan keandalan pemberi informasi.
c. Keluhan utama
Pernyataan dalam bahasa pasien tentang permasalahan yang sedang
dihadapinya.
d. Riwayat penyakit sekarang (RPS).
e. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Berupa pengobatan yang dijalani sekarang, termasuk OTC, vitamin dan
obat herbal.Allergi (alergi obat dan yang lainnya yang menyebabkan
manifestasi alergi spesifik), operasi, rawat inap di rumah sakit, transfusi darah
termasuk kapan dan berapa banyak jumlah produk darahnya, trauma dan
riwayat penyakit yang dulu.
Pada pasien dewasa : Tanya apakah menderita penyakti DM, HTN,
stroke, PUD, asthma, emphysema, tyroid, hepar dan ginjal, penyakit
perdarahan, kanker, TB, hepatitis dan penyakit menular seksual. Pada pasien
anak-anak: mencakup riwayat prenatal dan kelahiran, makanan, intoleransi
makana, riwayat imunisasi, temperatur pemanas aiat dan penggunaan helm
waktu bersepeda.
f.

Riwayat Keluarga
Umur, status anggota keluarga (hidup, mati) dan masalah kesehatan
pada anggota keluarga (tanya apakah ada yang menderita kanker terutama
payudara, kolon dan prostat), TB, asma, infark miokard, HTN, penyakit tyroid,
penyakit ginjal, PUD, DM, penyakit perdarahan, glaukoma, degenerasi makular
dan depresi atau penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan. Gunakan skema
keluarga (pedagre).

g. Riwayat psychosocial (sosial)


Stressor (finansial, hubungan spesial, lingkungan kerja atau sekolah,
kesehatan) dan dukungan (keluarga, teman, dll), faktor resiko gaya hidup
(alkohol, obat-obatan, tembakau dan penggunaan kafein, diet, olah raga,
paparan terhadap agen lingkungan dan prilaku seksual, profil pasien
(mencakup status pernikahan, anak, orientasi seksual, pekerjaan sekarang dan
sebelumnya, dukungan finansial dan asurasi, pendidikan, agama, hoby,
kepercayaan, kondisi tempat tinggal), untuk veteran mencakup riwayat
militer. Pasien pediatrik mencakup tingkat sekolah dan kebiasaan tidur dan
bermain.
2.

3.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain : pemeriksaan fisik umum
(yaitu pemeriksaan tingkat kesadaran, suhu, denyut nadi, anemia, paru dan jantung)
1. Pemeriksaan tingkat kesadaran
Dengan metode Glascow Coma Stroke (GCS) untuk mengamati
pembukaan kelopak mata, kemampuan bicara, dan tanggap motorik
(gerakan). Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan:
Sistem pembuluh darah perifer
Dengan melakukan auskultasi pada arteri carotis
Jantung
Dengan melakukan auskultasi dan EKG
Retina
Ekstremitas
Pemeriksaan neurologik
Pemeriksaan tonus otot
Pemeriksaan kemampuan bicara
Pemeriksaan motorik

Pemeriksaan Penunjang
1. CT scan kepala
- Untuk menentukan penyebab stroke yang dicurigai
- Untuk mencari perdarahan atau massa di dalam otak
2. MRI, untuk melihat pembuluh darah non invasif
3. CT dan angiografi, untuk mencari gumpalan darah dalam arteri di otak.
4. Perfusion Weighted Imaging (PWI), untuk melihat daerah otak yang kurang
mendapat perfusi
5. Pungsi lumbal, untuk menentukan penyebab stroke
6. USG karotisUntuk mendeteksi aliran darah yang terganggu di arteri carotis
dan memperbaiki penyebab stroke
7. Angiografi serebrum, untuk mendeteksi penyebab dan lokasi stroke
8. Angiogram, untuk melihat pembuluh darah
9. Doppler transkranium ( karotis doppler ultrasound), untuk mencari
penyempitan atau stenosis dan penurunan aliran darah di dalam arteri
karotis
10. Tes darah
Dalam situasi akut, ketika pasien berada di tengah-tengah stroke, tes darah
dilakukan untuk memeriksa anemia, ginjal dan fungsi hati, kelainan fungsi
elektrolit dan pembekuan darah.
Algoritma Stroke Gajah Mada
4.

STROKE
AKUT

1. Penurunan kesadaran
2. Nyeri kepala
3. Refleks babinski

Ketiganya atau 2 dari 3 ada

iya

PIS

tidak

Penurunan kesadaran (+)


Nyeri kepala (-)
Refleks Babinski (-)

iya

PIS

tidak

Penurunan kesadaran (-)


Nyeri kepala (-)
Refleks Babinski (+)

iya

Infark

tidak

Penurunan kesadaran (-)


Nyeri kepala (-)
Refleks Babinski (-)

iya

Infark

Perbedaan Stroke Hemoragik dan Non Hemoragik


Gejala klinis
PIS
Defisit fokal
Berat
Onset
Menit/jam
Nyeri kepala
Hebat
Muntah pada awalnya Sering

PSA
Ringan
1-2 menit
Sangat hebat
Sering

Hipertensi
Penurunan kesadaran
Kaku kuduk
Hemiparesis
Gangguan bicara
Likuor
Paresis/gangguan N III

Biasanya tidak
Ada
Ada
Permulaan tidak ada
Sering
Berdarah
Bisa ada

Hampir selalu
Ada
Jarang
Sering dari awal
Bisa ada
Berdarah
Tidak ada

Non hemoragik
Berat Ringan
Pelan (jam/hari)
Ringan
Tidak, kec lesi
batang otak
Sering kali
Tidak ada
Tidak ada
Sering dari awal
Sering
Jernih
Tidak ada

di

Skor Stroke Siriraj


(2,5 X DK) + (2 X MT) + (2 X NK) + (0,1 X TD) (3 X TA) 12
Keterangan :
DK = Derajat kesadaran (Sadar = 0, mengantuk/stupor = 1, semikoma/koma = 2)
MT = Muntah (Tidak muntah = 0, muntah = 1)
NK = Nyeri kepala (Tidak nyeri kepala = 0, nyeri kepala = 1)
TD = Tekanan darah diastolic
TA = Tanda ateroma (Tidak ada tanda ateroma = 0, ada tanda ateroma (seperti :
diabetes
angina, penyakit pembuluh darah perifer = 1
skor total > 1 = stroke perdarahan supratentorial
skor total < -1 s.d. 1 = srtoke iskemik, perlu CT scan
Skor <-12 = infark cerebri
1.7. Penatalaksanaan
Pengobatan Umum
Untuk pengobatan umum ini dipakai patokan 5 B yaitu:
1. Breathing
Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan fungsi paru-paru baik. Pengobatan
dengan oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang.
2. Brain
Udem otak dan kejang-kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi udem
otak, dapat dilihat dari keadaan pasien yang mengantuk, adanya bradikardi
atau dengan pemeriksaan funduskopi, dapat diberikan manitol. Untuk
mengatasi kejang-kejang yang timbul dapat diberikan Diphenylhydantoin atau
Carbamazepin.
3. Blood
Tekanan darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke
otak. Pengobatan hipertensi pada fase akut dapat mengurangi tekanan perfusi
yang justru akan menambah iskemik lagi.
Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak.
Pemberian infus glukosa harus dicegah karena akan menambah terjadinya

asidosis di daerah infark yang akan mempermudah terjadinya udem.


Keseimbangan elektrolit harus dijaga.
4. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya obstipasi karena
akan membuat pasien gelisah. Nutrisi harus cukup. Bila perlu diberikan
nasogastric tube (NGT).
5. Bladder
Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai terjadi retentio
urin. Pemasangan kateter jika terjadi inkontinensia.
Perawatan suportif
Pelihara oksigenasi jaringan secara adekuat; membutuhkan bantuan saluran
napas dan ventilasi. Cek aspirasi pneumonia yang mungkin terjadi.
Tekanan darah; pada kebanyakan kasus, tekanan darah tidak boleh diturunkan
secara cepat. Jika terlalu tinggi, menurunkan tekanan darah secara berhatihati, karena status neurologis dapat bertambah buruk ketika tekanan darah
diturunkan.
Status volume darah; koreksi hipovolemia dan elektrolit-elektrolit tetap pada
batas normal.
Demam; harus dicari sumber dari demam dan diturunkan dengan anti piretik
yang sesuai.
Hypoglycemia/dan atau hyperglycemia; harus dijaga dengan kontrol yang
ketat. Hiperglikemia dapat bertambah buruk pada cedera iskemik.
Profilaksis DVT; stroke dengan pasien yang mempunyai risiko tinggi untuk
DVT. Penting untuk menggunakan heparin subcutan 5,000 IU q. 8 atau 12 jam
atau subkutan enoksaparin 30 mg q. 12 jam pada ambulasi awal.
a. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik
Singkirkan kemungkinan koagulopati. Pastikan hasil masa protrombin dan
masa tromboplastin parsial adalah normal. Jika masa protrombin memanjang,
berikan plasma beku segar (FFP) 4-8 unit intravena setiap 4 jam dan vitamin K
15 mg intravena bolus, kemudian 3 kali sehari 15 mg subkutan sampai masa
protrombin normal. Koreksi antikoagulasi heparin dengan protamin sulfat 1050 mg bolus lambat (1 mg mengoreksi 100 unit heparin).
Kendalikan HT. Tekanan yang tinggi bisa menyebabkan perburukan
perihematom. Tekanan darah sisitolik >180mmHg dengan labetalol (20 mg
intravena dalam 2 menit ulangi 40-80 mg intravena dalam interval 10 menit
sampai tekanan yang diinginkan kemudian infus 2 mg/menit dan dirasi atau
penghambat ACE 12,5 mg-25 mg, 2-3 kali sehari atau antagonis kalsium
(nifedipin oral 4x 10 mg).
Pertimbangkan bedah saraf apabila perdarahan serebelum diameter lebih dari
3 cm atau volum lebih dari 50 ml. Pemasangan ventrikulo-peritoneal bila ada
hidroefalus obstruktif akut atau kliping aneurisma.
Pertimbangkan angiografi untuk menyingkirkan aneurisma/malformasi
arteriovenosa.
Berikan manitol 20% (1 mg/kg BB intravena dalan 20-30 menit). Steroid tidak
terbukti efektif pada perdarahan intraserebral.
Pertimbangkan fenitoin (10-20 mg/kg BB intravena atau peroral). Pada
umumnya anti konvulsan diberikan bila terdapat kejang.
Pertimbangkan terapi hipervolemik dan nimodipin untuk mencegah
vasospasme.

Untuk mengatasi perdarahan intracerebral : obati penyebabnya, turunkan TIK,


beri neuroprotektor, tindakan bedah dengan pertimbangan GCS >4 dilakukan
pada pasien dengan perdarahan serebelum > 3cm, hidrosefalus akibat
perdarahan intraventrikel atau serebelum, perdarahan lobar diatas 60 cc
dengan tanda peningkatan TIK akut dan encaman herniasi.

Pada TIK yang meninggi :


o Manitol bolus, 1 gr/kgBB dalam 20-30 menit lanjutkan dengan 0,25-0,5g/kgBB
tiap 6 jam smpai maksimal 48 jam.
o Gliserol 50% oral, 0,25-1 gr/kgBB setiap 4-6 jam atau gliserol 10% intravena 10
ml/kgBB dalam 3-4 jam (untuk edema serebri ringan-sedang).
o Furosemid 1mg/ kg BB intravena.
o Intubasi dan hiperventilasi terkontrol sampai pCO2 29-35 mmHg
o Penggunaan steroid masih kontroversial.
o Kraniotomi dekompresif.

Perdarahan subaraknoid
o Nimodipin digunakan untuk mencegah vasospasme.
o Tindakan operasi dapat dilakukan pada perdarahan subaraknoid stadium I dan
II akibat pecahnya aneurisma sakular berry dan adanya komplikasi
hidrosefalus obstruktif.
b. Penatalaksanaan Stroke Non-Hemoragik
Tujuan terapi:
1. Pencegahan stroke melalui reduksi faktor risiko.
2. Pencegahan sejak awal atau pada stroke yang rekuren dengan memodifikasi proses
patologik mendasar.
3. Mereduksi kerusakan otak sekunder dengan pemeliharaan perfusi yang adekuat
pada daerah yang secara garis besar mengalami iskemik dengan mengurangi dan
atau menurunkan edema.
Penanganan dari Serangan Iskemia Akut
1. Mengeleminasi atau mengontrol faktor-faktor risiko.
2. Memberi edukasi pada pasien mengenai pengurangan faktor risiko dan tanda serta
gejala-gejala dari TIA dan stroke ringan.
3. Intervensi-Bedah
Endarterektomi karotis ( Cea)
Pengeluaran plak ateromatosa dengan cara bedah.
Pasien yang direservasi untuk pengeluaran bekuan atau lesi berulserasi yang
mengoklusi > 70% dari aliran darah pada arteri karotis.
Dapat menurunkan risiko dari strok > 60% selama tahun keduanya setelah
dioperasi dan wajib mengikuti mengikuti prosedur.
Endarterektomi vertebra umumnya tidak lagi digunakan.
a. Angioplasti balon
Menempatkan suatu balon kecil yang dideflasikan pada pembuluh darah
yang yang mengalami stenose Balon kemudian dipompakan menekan plak

ateromatosa ke arah dinding. Mempunyai risiko melepasnya emboli kecil yang dapat
berpindah ke retina atau otak.
b. Penempatan Sten
Prosedur eksperimental; > 50-60% mengalami kekambuhan. Menempatkan
suatu coil baja tahan-karat kedalam pembuluh darah yang kemudian difiksasi pada
salah satu dinding dari arteri; saat ini coil ditambahkan dengan obat-obatan slowrelease.
4. Agen-agen antiplatelet
Aspirin
Mekanisme kerja: a) Menghambat agregasi platelet. b) Menurunkan atau
mengurangi pelepasan substansi vasoaktif dari platelet. c) Menginaktivasi secara
irreversibel siklooksigenase-platelet; dan efeknya cukup berlangsung selama hidup
dari platelet; 5-7 hari
Efikasi
a. ASA telah menunjukkan pengurangan yang bermakna secara klinis (22-24%)
pada risiko stroke dan kematian, pada uji-uji klinis acak pasien-pasien yang telah
mengalami suatu TIA sebelumnya atau strok sebagai pencegahan sekunder.
b. Dosis berkisar dari 50 -1500 mg perhari.
Pada uji klinis terakhir; evaluasi dosis rendah (30-325 mg perhari); hasilnya
mengindikasikan bahwa dosis rendah mungkin lebih bermanfaat dengan
berkurangnya efek-efek tidak diinginkan dari asam salisilat pada lambung.
Pada beberapa studi menyatakan; bahwa ASA lebih efektif pada laki-laki
dibanding sejumlah kecil perempuan pada studi lain.
Peran pada pencegahan primer belum jelas.
Dipiridamol (Persantine)
Mekanisme kerja: a) Inhibitor lemah dari agregasi platelet. b) Sebagai
inhibit fosfodiesterase platelet.
Efikasi: a) Pada uji klinis belum mempunyai bukti yang kuat dalam
penggunaan dipiridamol pada iskemia otak. b) Tidak ada efek aditif yang
ditemukan bersama dengan aspirin.
Sulfinpirazon (Anturane)
Mekanisme kerja: Innhibisi reversibel dari siklooksigenase.
Efikasi: Uji klinis belum mempunyai dukungan rekomendasi penggunaan.
Tiklopidin (Ticlid)
Mekanisme Kerja: a) Inhibisi agregasi platelet dan menginduksi ADP. b) Inhibisi
agregasi platelet yang diinduksi oleh kolagen, PAF, epinefrin dan thrombin. c)
Waktu perdarahan diperpanjang. d) Berefek minimal pada siklooksigenase.
Efikasi:
a. Telah menunjukkan dapat mereduksi insidens stroke, kira-kira 22% pada
pasien-pasien yang telah mengalami TIAs sebelumnya atau stroke.
b. Lebih efektif dibanding aspirin dengan kurangnya efek gastrointestinal.
c. Tidak ada perbedaan gender yang memperlihatkan tiklopidin bereaksi sama;
seperti halnya dengan ASA.
d. Dosis 500 mg perhari dibagi menjadi dua dosis (250 mg peroral-bid)

Efek samping:
meningkat.

diare, ruam pada kulit, total kolesterol serum yang

Antikoagulasi (warfarin)
a. Belum ada studi-studi yang membuktikan superioritas dari antikoagulan ini
sebagai agen antiplatelet.
b. Dapat mereduksi risiko dari stroke pada pasien dengan infark miokard
sebelumnya.
c. Bermanfaat pada pasien yang menderita keluhan simptomatik pada terapi
antiplatelet.
d. Eksepsi mayor adalah pada pasien dengan embolisme otak yang berasal
kardiac;
1. Antikoagulasi kronik dengan warfarin telah dibuktikan untuk mencegah
keadaan gangguan serebrovaskuler pada pasien dengan AF (atrial
fibrilasi).
2. Penanganan terhadap stroke infarction /dan atau ischemic serebral akut.
Obat Antihipertensi Pada Stroke
Golongan/Obat
Tiazid
Diazoksid

ACEI
Enalaprit

Mekanisme
Aktivasi
sensitive
channels

ACE inhibitor

Calcium Channel Blocker


Nikardipin
Penyekat
Clevidipin
kalsium
Verapamil
Diltiazem

Beta Blocker
Labetalol

Esmolol

Dosis

Interaksi Obat

Efek Samping

ATP IV bolus: 50-100 Awitan < 5 menit


K- mg; IV infus; 1530 mg/menit

0,625-1,25 mg IV Awitan
selama 15 menit. menit.

kanal 5 mg/jam IV, 2.5


mg/jam tiap 15
menit, sampai 15
mg/jam.

<

Retensi cairan dan


garam,
hiperglikemia
berat, durasi lama
(1-12 jam).

15 Durasi
jam),
renal.

lama (6
disfungsi

Awitan cepat (1- Bradikardia,


5 menit), tidak hipotensi, durasi
terjadi rebound. lama (4-6 jam).
Eliminasi tidak
dipengaruhi oleh
disfungsi hati/
renal,
potensi
interaksi
obat
rendah.

Antagonis
10-80 mg IV tiap Awitan cepat (5- Bradikardia,
reseptor 1, 1, 10 menit sampai 10 menit).
hipoglikemia,
2
300
mg/hari;
durasi lama (2-12
infus
0,5-2
jam).
Gagal
mg/menit.
jantung kongestif,
bronkospasme.
Bradikardia, gagal
Antagonis selektif 0,25-0,5 mg/kg IV Awitan segera, jantung kongestif.
reseptor 1.
bolus
disusul durasi singkat <
dosis
15 menit.
pemeliharaan.

Alfa Blocker
Fentolamin

Antagonis
reseptor 1, 2.

5-20 mg IV.

Awitan cepat (2 Takikardia,


menit),
durasi aritmia.
singkat
(10-15
menit)

Vasodilator Langsung
Hidralasin
NO terkait dengan 2,5-10 mg IV
mobilisasi kalsium bolus (sampai 40
dalam otot polos. mg).

Thiopental

Trimetafan

Fenoldipam

Sodium
Nitroprusid

Nitrogliserin

Serum sicknesslike, drug-induced


lupus, durasi jam
(3-4 jam), awitan
lambat
(15-30
menit)
Aktivasi reseptor 30-60 mg IV.
Awitan cepat (2 Depresi
GABA
menit),
durasi miokardial
singkat
(5-10
menit).
Blockade
1-5 mg/ menit IV Awitan segera, Bronkospasme,
ganglionik.
durasi singkat (5- retensi
urin,
10 menit)
siklopegia,
midriasis
Agonis DA-1 dan 0,001- 1,6 g/kg/ Awitan < 15 Hipokalemia,
reseptor alfa 2
menit IV; tanpa menit, durasi 10- takikardia,
Nitrovasodilator
bolus
20 menit.
bradikardia.
0,25-10/
kg/ Awitan segera, Keracunan sianid,
menit IV.
durasi singkat (2- vasodilator
3 menit)
serebral
(dapat
mengakibatkan
peningkatan
tekanan
intracranial)
refleks takikardi.
Nitrovasodilator
Produksi
5-1000
Awitan
1-2 methemoglobin,
g/kg/menit IV
menit, durasi 3-5 reflek takikardia.
menit.

1.8. Prognosis
Indikator prognosis adalah : tipe dan luasnya serangan, age of onset, dan tingkat
kesadaran
Hanya 1/3 pasien bisa kembali pulih setelah serangan stroke iskemik
Umumnya, 1/3-nya lagi adalah fatal, dan 1/3- nya mengalami kecacatan jangka
panjang
Jika pasien mendapat terapi dengan tepat dalam waktu 3 jam setelah serangan, 33%
diantaranya mungkin akan pulih dalam waktu 3 bulan
Prognosis pasien dgn stroke hemoragik (perdarahan intrakranial) tergantung pada
ukuran hematoma. hematoma > 3 cm umumnya mortalitasnya besar, hematoma yang
massive biasanya bersifat lethal
Jika infark terjadi pada spinal cord prognosis bervariasi tergantung keparahan
gangguan neurologis jika kontrol motorik dan sensasi nyeri terganggu prognosis
jelek.

1.9. Komplikasi
1. Komplikasi Akut
Kenaikan tekanan darah. Keadaan ini biasanya merupakan mekanisme kompensasi
sebagai upaya mengejar kekurangan pasokan darah di tempat lesi. Oleh karena itu
kecuali bila menunjukkan nilai yang sangat tinggi (sistolik > 220/ diastolik >130)
tekanan darah tidak perlu diturunkan, karena akan turun sendiri setelah 48 jam.
Pada pasien hipertensi kronis tekanan darah juga tidak perlu diturunkan segera.
Kadar gula darah. Pasien stroke seringkali merupakan pasein DM sehingga kadar
glukosa darah pasca stroke tinggi. Akan tetapi seringkali terjadi kenaikan glukosa
darah pasein sebagai reaksi kompensasi atau akibat mekanisme stress.
Gangguan jantung. Baik sebagai penyebab maupun sebagai komplikasi. Keadaan ini
memerlukan perhatian khusus, karena seringkali memperburuk keadaan stroke
bahkan sering merupakan penyebab kematian.
Gangguan respirasi. Baik akibat infeksi maupun akibat penekanan di pusat napas.
Infeksi dan sepsis. Merupakan komplikasi stroke yang serius pada ginjal dan hati.
Gangguan cairan, elektrolit, asam dan basa.
Ulcer stres. Yang dapat menyebabkan terjadinya hematemesis dan melena.
2. Komplikasi Kronik
Akibat tirah baring lama di tempat tidur bias terjadi pneumonia, dekubitus,
inkontinensia serta berbagai akibat imobilisasi lain.
Rekurensi stroke.
Gangguan sosial-ekonomi.
Gangguan psikologis.
1.10.

Pencegahan

Pencegahan Premordial
Tujuan pencegahan premordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko bagi
individu yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan premordial dapat dilakukan
dengan cara melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye tentang bahaya rokok
terhadap stroke dengan membuat selebaran atau poster yang dapat menarik perhatian
masyarakat. Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat dilakukan adalah program
pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan informasi tentang penyakit
stroke hemoragik melalui ceramah, media cetak, media elektronik.
Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko stroke
bagi individu yang mempunyai faktor risiko tetapi belum menderita stroke dengancara
melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain:
a. Menghindari merokok, stres mental, alkohol, kegemukan, konsumsi garam
berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
b. Mengurangi kolesterol, lemak dalam makanan seperti jerohan, daging
berlemak, goreng-gorengan.
c. Mengatur pola makan yang sehat seperti kacang-kacangan, susu dan kalsium,
ikan, serat, vitamin yang diperoleh dari makanan dan bukan suplemen (vit C,
E, B6, B12 dan beta karoten), teh hijau dan teh hitam serta buah-buahan dan
sayur-sayuran.
d. Mengendalikan faktor risiko stroke, seperti hipertensi, diabetes mellitus,
penyakit jantung dan lain-lain.
e. Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang dan berolahraga secara teratur,

minimal jalan kaki selama 30 menit, cukup istirahat dan check up kesehatan
secara teratur minimal 1 kali setahun bagi yang berumur 35 tahun dan 2 kali
setahun bagi yang berumur di atas 60 tahun.
Pencegahan Sekunder
Untuk pencegahan sekunder, bagi mereka yang pernah mendapat stroke, dianjurkan :
a. Hipertensi : diet, obat antihipertensi yang sesuai
b. Diabetes melitus : diet, obat hipoglikemik oral/ insulin
c. Penyakit jantung aritmik nonvalvular (antikoagulan oral)
d. Dislipidemia : diet rendah lemak dan obat antidislipidemia
e. Berhenti merokok
f. Hindari alkohol, kegemukan dan kurang gerak
g. Polisitemia
h. Asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagai obat antiagregasi trombosit
pilihan pertama. Tiklopidin diberikan pada penderita yang tidak tahan
asetosal.
i. Antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan faktor risiko penyakit
jantung dan kondisi koagulopati yang lain
j. Tindakan bedah lainnya.
Pencegahan Tertier
Meliputi program rehabilitasi penderita stroke yang diberikan setelah terjadi
stroke. Rehabilitasi meningkatkan kembali kemampuan fisik dan mental dengan
berbagai cara. Tujuan program rehabilitasi adalah memulihkan independensi atau
mengurangi ketergantungan sebanyak mungkin. Cakupan program rehabilitasi stroke
dan jumlah spesialis yang terlibat tergantung pada dampak stroke atas pasien dan orang
yang merawat.

4.Kewajiban suami istri


Hak dan Kewajiban Suami Isteri dalam Islam
Sebagai bahan referensi dan renungan bahkan tindakan, berikut, garis besar hak dan kewajiban
suami isteri dalam Islam yang di nukil dari buku Petunjuk Sunnah dan Adab Sehari-hari Lengkap
karangan H.A. Abdurrahman Ahmad.
Hak Bersama Suami Istri

Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum: 21)
Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (AnNisa: 19 Al-Hujuraat: 10)
Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa: 19)
Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)

Adab Suami Kepada Istri .

Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama. (Ataubah: 24)
Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan Rasul-Nya. (AtTaghabun: 14)

Hendaknya senantiasa berdoa kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan: 74)
Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah (makan,
pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri lebih dari satu.
(AI-Ghazali)
Jika istri berbuat Nusyuz, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara
berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang tidak
menyakitkan. (An-Nisa: 34) Nusyuz adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal
ketaatan kepada Allah.
Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan paling
ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-Thalaq: 7)
Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya terkadang
menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi, Umar bin Khattab
ra., Hasan Bashri)
Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Yala)
Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang, tanpa
kasar dan zhalim. (An-Nisa: 19)
Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak
memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah
sendiri. (Abu Dawud).
Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan
menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6,
Muttafaqun Alaih)
Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-hukum
haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa: 3)
Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasai)
Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib mendidiknya
dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali)
Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada
istrinya. (AI-Baqarah: ?40)

Adab Isteri Kepada Suami

Hendaknya istri menyadari clan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki adalah
pemimpin kaum wanita. (An-Nisa: 34)
Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi daripada
istri. (Al-Baqarah: 228)
Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa: 39)
Diantara kewajiban istri terhadap suaminya, ialah:

1.
2.
3.
4.
5.

Menyerahkan dirinya,
Mentaati suami,
Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya,
Tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami
Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali)

Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam
kesibukan. (Nasa i, Muttafaqun Alaih)

Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu sang istri
menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga suami meridhainya.
(Muslim)
Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt. mengampuni dosadosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang tuanya. (Tirmidzi)
Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia dalam
keridhaan suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah, TIrmidzi)
Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw.: Seandainya
dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada
suaminya. .. (Timidzi)
Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)
Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan suami(Thabrani)
Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya (saat
suami tidak di rumah). (An-Nisa: 34)
Ada empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu: (1) Banyak anak (2) Sedikit harta (3)
Tetangga yang buruk (4) lstri yang berkhianat. (Hasan Al-Bashri)
Wanita Mukmin hanya dibolehkan berkabung atas kematian suaminya selama empat bulan
sepuluh hari. (Muttafaqun Alaih)
Wanita dan laki-laki mukmin, wajib menundukkan pandangan mereka dan menjaga
kemaluannya. (An-Nur: 30-31)

Anda mungkin juga menyukai

  • Sken 2 Repro
    Sken 2 Repro
    Dokumen27 halaman
    Sken 2 Repro
    citranurul6
    Belum ada peringkat
  • sk1 Respi
    sk1 Respi
    Dokumen12 halaman
    sk1 Respi
    citranurul6
    Belum ada peringkat
  • Sken 3 Repro
    Sken 3 Repro
    Dokumen29 halaman
    Sken 3 Repro
    citranurul6
    Belum ada peringkat
  • TM SK 2
    TM SK 2
    Dokumen49 halaman
    TM SK 2
    citranurul6
    Belum ada peringkat
  • Sken 2 Cardio
    Sken 2 Cardio
    Dokumen20 halaman
    Sken 2 Cardio
    citranurul6
    Belum ada peringkat
  • Sken 1 Repro
    Sken 1 Repro
    Dokumen20 halaman
    Sken 1 Repro
    citranurul6
    Belum ada peringkat
  • Sken 1 Neoplasia
    Sken 1 Neoplasia
    Dokumen25 halaman
    Sken 1 Neoplasia
    citranurul6
    Belum ada peringkat
  • Sken3 Emgcy
    Sken3 Emgcy
    Dokumen40 halaman
    Sken3 Emgcy
    citranurul6
    Belum ada peringkat
  • Skenario 1 CA Mamae Neoplasia
    Skenario 1 CA Mamae Neoplasia
    Dokumen24 halaman
    Skenario 1 CA Mamae Neoplasia
    Prisca Ockta Putri
    Belum ada peringkat
  • Sken 1 Repro
    Sken 1 Repro
    Dokumen20 halaman
    Sken 1 Repro
    citranurul6
    Belum ada peringkat
  • TBR Cairan 2013
    TBR Cairan 2013
    Dokumen1 halaman
    TBR Cairan 2013
    citranurul6
    Belum ada peringkat
  • Demam Rematik
    Demam Rematik
    Dokumen28 halaman
    Demam Rematik
    citranurul6
    Belum ada peringkat
  • PKN
    PKN
    Dokumen6 halaman
    PKN
    citranurul6
    Belum ada peringkat
  • NSAID
    NSAID
    Dokumen2 halaman
    NSAID
    citranurul6
    Belum ada peringkat
  • NSAID
    NSAID
    Dokumen2 halaman
    NSAID
    citranurul6
    Belum ada peringkat
  • Sken 2 Cardio
    Sken 2 Cardio
    Dokumen20 halaman
    Sken 2 Cardio
    citranurul6
    Belum ada peringkat
  • Sken 2 Repro
    Sken 2 Repro
    Dokumen27 halaman
    Sken 2 Repro
    citranurul6
    Belum ada peringkat
  • sk3 Repro
    sk3 Repro
    Dokumen24 halaman
    sk3 Repro
    citranurul6
    Belum ada peringkat
  • Sken 2 Cardio
    Sken 2 Cardio
    Dokumen20 halaman
    Sken 2 Cardio
    citranurul6
    Belum ada peringkat