Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
mengalami peningkatan kadar gula darah (glukosa) akibat kekurangan hormon insulin secara
absolut/ relatif. Diabetes Melitus (DM) apabila tidak ditangani dengan baik akan
mengakibatkan komplikasi penyakit serius lainnya, diantaranya stroke, jantung, disfungsi
ereksi, GGK, dan kerusakan sistem syaraf (Syafei, 2006).

Menurut WHO, Diabetes Melitus atau kencing manis telah menjadi masalah
ksehatan dunia. Prevalensi dan insiden penyakit ini meningkat secara drastis di negara-negara
industri maju dan sedang berkembang termasuk Indonesia. Tahun 2009 terdapat sekitar 230
juta jiwa kasus diabetes di dunia dan diperkirakan akan terus meningkat setiap tahun nya.
Indonesia menempati urutan ke-4 dunia. Jumlah penderita DM tipe II menurut data WHO
tahun 2000 terdapat sekitar 8,4 juta jiwa penderita. Jumlah ini meningkat tiga kali lipat pada
tahun 2010, mencapai 21,3 juta jiwa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ahmad
Faik dari 312 sampel penelitian 31% terpaksa di amputasi, di perkirakan penyebabnya karena
ketidak patuhan penderita DM dalam pengelolaan diet.

Pelaksanaan terapi pada pasien Diabetes Melitus (DM) ada empat pilar yang
perlu diperhatikan, yaitu : Edukasi, perencanaan makan, pelatihan jasmani, dan intervensi
abologis.
Semakin tinggi pengetahuan gizi seseorang akan semakin memperhitungkan jenis dan jumlah
makanan yang di pilih untuk di konsumsi.
Orang yang pengetahuan gizinya rendah akan berprilaku memilih makanan yang menarik
panca indera dan tidak mengandalkan pemilihan berdasarkan nilai makanan, sebaliknya
orang yang tinggi pengetahuan gizinya lebih banyak mempergunakan pertimbangan rasional
dan pengetahuan tentang nilai gizi makanan tersebut (Sediaoetama, 1996).
Menurut purba (2009), mengatakan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin, pendidikan,
dan pengetahuan gizi terhadap tingkat kepatuhan diet.

Data hasil laporan tahunan di poli Diabetes Melitus RS Husada Jakarta, pada
tahun 2010 - 2011 terdapat 364 orang yang mendapatkan konsultasi atau pendidikan tentang
pengelolaan diet DM. Dan dari jumlah tersebut, orang pasien yang mendapatkan konsultasi
gizi lebih dari satu kali.

Hasil anamnesa gizi pada saat konsultasi yang ke-2 menunjukkan ternyata kepatuhan pasien
dalam menjalankan dietnya hanya di lakukan pada saat pasien tinggi kadar gulanya.
Sedangkan pasien yang sudah turun kadar gula darahnya dan kondisi padannya sudah merasa
baik, maka pasien tidak lagi menjalankan diet.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul Tingkat Kepatuhan dan Sikap Penderita DM tipe II Dalam Mematuhi Diet DM
di Poli DM RS Husada periode 2010 - 2011.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum
Untuk mengetahui tingkat kepatuhan penderita DM tipe II dalam mematuhi diet DM setelah
diberikan penyuluha kesehatan din poli DM RS Husada - Jakarta.

2. Tujuan Khusus
a.

Mendeskripsikan tingkat kepatuhan diet responden

b. Menganalisis tingkat kepatuhan diet pada penderita Diabetes Melitus tipe II setelah diberikan
penyuluhan kesehatan di poli DM RS Husada - Jakarta

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dapat diambil perumusan masalah Bagaimana
tingkat kepatuhan penderita DM tipe II dalam mematuhi diet DM di Poli DM RS Husada
Jakarta ?

D. Ruang Lingkup Masalah

Ruang lingkup penelitian meliputi :


1. Tingkat pemahaman penderita Diabetes Melitus tipe II mengenai diet DM
2. Tingkat kepatuhan penderita Diabetes Melitus tipe II terhadap pengelolaan diet DM
3.

Perubahan prilaku penderita Diabetes Melitus tipe II dalam mematuhi diet DM setelah
diberikan penyuluhan kesehatan di poli DM RS Husada Jakarta.

E. Manfaat Penelitian

1.

Bagi pembaca diharapkan dapat lebih mematuhi diet DM dengan baik dan benar serta
mampu merubah prilaku penderita Diabetes Melitus tipe II yang belum mematuhi diet DM.

2. Bagi Rumah Sakit Husada sebagai masukan untuk ahli gizi Rumah Sakit dalam memberikan
penyuluhan

3.

dan

kosultasi

gizi

bagi

pasien

rawat

jalan.

Bagi penulis menambah pengetahuan tentang penyakit Diabetes Melitus (DM) tipe II dan
pengelolaan dietnya, serta untuk memenuhi mata ajar Riset Keperawatan.

F. Metode Penelitian
Dalam penelitian kami menggunakan metode deskriptif yaitu pendekatan riset yang
berorientasi pada masa sekarang,dan desain untuk menjawab pertanyaan yang didasarkan
pada kejadiana yang berlangsung saat ini. Dalam hal ini peneliti mencoba untuk mendapatkan
jawaban atas pertanyaaan yang ada,yaitu fakto- faktor apa saja yang mempengaruhi
menurunya tingkat kedisiplinan mahasiswa Akper Husada Tingkat III periode 2011 selama
proses pendidikan.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Kepatuhan
1. Pengertian
Kepatuhan adalah derajat dimana pasien mengikuti anjuran klinis

dari dokter yang

mengobatinya ( Kapplan dkk, 1997). Menurut Sacket dalam Niven (2000) kepatuhan adalah
sejauh mana prilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional
kesehatan

(http://syakira-blog.blogspot.com/2009/01/konsep-kepatuhan.html

diakses

tanggal 30 April 2009). Pendapat lain tentang kepatuhan menurut Stanley, (2006) adalah
tingkat prilaku pasien yang setuju terhadap instruksi atau petunjuk yang diberikan dalam
bentuk terapi apapun yang ditentukan.

2. Variabel yang mempengaruhi tingkat kepatuhan


Beberapa variabel yang mempengaruhi tingkat kepatuhan menurut Suddart dan Brunner
(2002) adalah :
a.

Variabel demografi seperti usia, jenis kelamin, status sosio ekonomi dan pendidikan.

b. Variabel penyakit seperti keparahan penyakit dan hilangnya gejala akibat terapi .
c.

Variabel program terapeutik seperti kompleksitas program dan efek samping yang tidak
menyenangkan.

d. Variabel psikososial seperti intelegensia, sikap terhadap tenaga kesehatan, penerimaan, atau
penyangkalan terhadap penyakit, keyakinan agama atau budaya dan biaya financial dan
lainnya yang termasuk dalam oiuy54mengikuti regimen hal tersebut diatas juga ditemukan
oleh Bart Smet dalam psikologi kesehatan.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan


Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan menjadi empat bagian
menurun Niven (2002) antara lain :
a.

Pemahaman tentang instruksi


Tak seorang pun dapat mematuhi instruksi jika ia salah paham tentang instruksi yang
diberikan kepadanya.

b. Kualitas Interaksi

Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien merupakan bagian yang penting
dalam menentukan derajat kepatuhan.
c.

Isolasi sosial keluarga


Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruhi dalam menentukan keyakinan dan
nilai kesehatan individu serta juga dapat menentukan tentang program pengobatan yang dapat
mereka terima.

d. Keyakinan, sikap dan kepribadian


Becker et al (1979) dalam Niven (2002) telah membuat suatu usulan bahwa model keyakinan
kesehatan

berguna

untuk

memperkirakan

adanya.

(http://syakira-

blog.blogspot.com/2009/01/kpnsep-kepatuhan.html diakses tanggal 30 April 2009).

4. Strategi untuk meningkatkan kepatuhan


Menurun Smet (1994) berbagai strategi telah dicoba untuk meningkatkan kepatuhan adalan :
a.

Dukungan profesional kesehatan


Dukungan profesional kesehatan sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan, contoh
yang paling sederhan dalam hal dukungan tersebut adalah dengan adanya teknik komunikasi.
Komunikasi memegang peranan penting karena komunikasi yang baik diberikan oleh
profesional kesehatan baik Dokter/ perawat dapat menanamkan ketaatan bagi pasien.

b. Dukungan sosial
Dukungan sosial yang dimaksud adalah keluarga. Para profesional kesehatan yang dapat
menyakinkan keluarga pasien untuk menunjang peningkatan kesehatan pasien maka
ketidakpatuhan dapat dikurangi.
c.

Perilaku sehat
Modifikasi perilaku sehat sangat diperlukan. Untuk pasien dengan diabetes diantaranya
adalah tentang bagaimana cara untuk menghindari dari komplikasi lebih lanjut apabila sudah
menderita diabetes. Modifikasi gaya hidup dan kontrol secara teratur atau minum obat sangat
diperlukan bagi pasien diabetes.

d. Pemberian informasi
Pemberian informasi yang jelas pada klien dan keluarga mengenai penyakit yang dideritanya
serta cara pengobatannya ( http:// syakira blog.blogspot.com/2009/01/ konsep
kepatuhan.html diakses tanggal 30 april 2009 )

B. Konsep Diabetes Melitus


1. Definisi
Menurut Sylvia Anderson Price (2006), diabetes melitus adalah gangguan metabolisme
yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya
toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes mellitus
ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerotik dan penyakit vascular
mikroangiopati, dan neuropati. Pendapat lain tentang diabetes mellitus yang dikemukakan
oleh Arief Mansjoer (2001) menyatakan bahwa diabetes melitus adalah keadaan
hiperalikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang
menyebabkan berbagai komplikasi kronik pada mata ginjal, saraf, dan pembuluh darah
disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron.
2. Etiologi
Penyakit DM tipe 2 dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
a.

Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh tubuh
dapat memicu timbulnya DM tipe 2. Hal ini pankreas mempunyai kapasitas disebabkan
jumlah/kadar insulin oleh sel maksimum untuk disekresikan. Oleh karena itu, mengonsumsi
makanan secara berlebihan dan tidak diimbangi oleh sekresi insulin dalam jumlah memadai
dapat menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat dan menyebabkan DM tipe 2.

b.

Faktor genetik
Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab diabetes mellitus orang tua. Biasanya,
seseorang yang menderita diabetes mellitus mempunyai anggota keluarga yang juga terkena
penyakit tersebut. Jika kedua orang tua menderita diabetes, insiders diabetes pada anakanaknya meningkat, tergantung pada umur berapa orang tua menderita diabetes. Resiko
terbesar bagi kedua orang tua mengalami penyakit ini sebelum berumur empat puluh tahun.
Riwayat keluarga pada kakek dan nenek kurang berpengaruh secara signifikan terhadap cucu.
(http://gizisolusisehat.wordpress.com diakses pada tanggal 13 April 2009).

3. Klasifikasi Diabetes Melitus


Menurut Stanley L. Robbins (2007), diabetes melitus secara-tradisional diklasifikasikan
menjadi dua kategori utama yaitu:
a.

Diabetes melitus primer, yang merupakan bentuk tersering berasal dari defek pada produksi
dan/atau kerja insulin.

b.

Diabetes melitus sekunder, timbul akibat semua penyakit yang menyebabkan kerusakan luas
islet pankreas, seperti pankreatitis, tumor, obat tertentu, kelebihan zat besi (hemokromatosis),

pengangkatan substansi pankreas secara bedah, atau endokrinopati genetik atau didapat
berupa antagonisasi kerja insulin.
Menurut Brunner & Suddarth (2001), ada beberapa tipe diabetes melitus yang berbeda.
Klasifikasi penyakit diabetes ini dibedakan berdasarkan penyebab, perjalanan klinik dan
terapinya. Antara lain:
a.

Tipe I: Diabetes melitus tergantung insulin (Insulin dependent diabetes melitus [IDDM]).
Diabetes melitus tipe I adalah -penyakit hiperglikemia akibat ketiadaan absolute insulin.
Pengidap penyakit ini hares mendapat insulin pengganti. Diabetes tipe I biasanya dijumpai
pada orang yang ticlak gemuk berusia kurang dari 30 tahun, dengan perbandingan laki - laki
sedikit lebih banyak dari pada wanita. Karena insiders diabetes tipe I memuncak pada usia
remaja dim, maka dahulu bentuk ini disebut sebagai diabetes juvenilia. Namur, diabetes tipe I
dapat timbul pada segala usia.

b.

Tipe II: Diabetes melitus tidak tergantung insulin (Non-InsulinDependent Diabetes Melitus
[NIDDN]). Diabetes melitus tipe II adalah penyakit hiperglikemia akibat insensitivitas sel
terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal.
Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel sel beta pankreas. Diabetes melitus tipe 11
biasanya pada orang yang berusia lebih dari 30 tahun, dan dahulu disebut sebagai diabetes
awitan dewasa. Pasien wanita lebih banyak daripada pria.

c.

Diabetes Melitus Gestasional (gestasional diabetes melitus [GDM]) terjadi pada wanita
hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes. Sekitar 50% wanita mengidap kelainan ini
akan kembali ke status nondiabetes setelah kehamilan beralchir. Namur, resiko mengalami
diabetas tipe II pada waktu mendatang lebih besar dari pada normal.

4. Patofisiologi Diabetes Tipe II


Pankreas adalah kelenjar penghasil insulin yang terletak dibelakang lambung. Pankreas
merupakan kumpulan sel yang berbentuk -seperti pulau pada, peta karena itu disebut pulaupulau langerhans. Pulau-pulau langerhans merupakan kumpulan sel-sel yang mengeluarkan
insulin yang sangat berperan dalam mengatur kadar glukosa darah.
Menurut Suzanne C. Smeltzer (2001) pada diabetes tipe 11 terdapat dua masalah utama
yang berhubungan dengan insulin, yaitu:
a.

Resistensi insulin
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisms glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan

penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah,
harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang diekskresikan. Namun demikian, jika sel-sel
beta tidak manipu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa
akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
b.

Gangguan sekresi insulin


Meskipun terdapat gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II,
namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.

Skema 2.1 : Patofisiologi Diabetes Tipe II

Gambar 2.1 : Pathophysiology Diabetes Tipe II

Sumber : http ://savvyhealthfitness.com/get-healthy/diabetes/

5. Gambaran Klinis
Menurut Brunner & Suddarth (2001), tanda dan gejala atau manisfestasi klinik yang
muncul pada penderita diabetes melitus dlantaranya adalali:
a.

Poliuria (penigkatan pengeluaran urin) dikarenakan air tidak- dapat diserap oleh tubulus
ginjal menyebabkan kegiatan osmotik dari glukosa. Jika kadar gula darah sampai diatas 160180 mg/dL, maka glukosa akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tingi lagi, ginjal
akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang.
Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam Jumlah yang berlebihan, maka penderita sering
berkemih dalam jumlah yang banyak. Ini menyebabkan kehilangan air, glukosa, dan elektrolit
pada tubuh, gejala ini lebih sering terlihat pada DM tipe I dibandingkan tipe 11.

b.

Polidipsia (peningkatan rasa haws) akibat volume urin yang sangat besar dan keluarnya air
yang menyebabkan dehidrasi eksternal akibatnya timbul rasa haus dan ingin minum terus.

c.

Rasa lelah dan kelemahan otot akibat katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan
sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi. Gangguan aliran darah yang
dijumpai pada pasien diabetes lama juga berperan menimbulkan kelelahan.

d.

Polifagia (peningkatan rasa lapar) akibat keadaan pasca absorptif yang kromk, katabolisme
protein dan lemak, dan kelaparan relatif sel sel. Glukosa yang tidak masuk ke dalam sel
menyebabkan timbulnya rangsangan ke otak untuk mengirim pesan rasa lapar. Sering terjadi
penurunan berat badan.

e.

Peningkatan angka infeksi akibat peningkatan konsentrasi glukosa di sekresi mukus,


gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.

f.

Kesemutan, kebas, kelemahan pada otot.

g.

Rabas vagina, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten pada prin.

h.

Berat badan turun (penurunan volume plasma menyebabkan hipotensi postural), kehilangan
potasium dan pemecahan protein menyebabkan kelemahan. Gejala awalnya adalah berat
badan menurun drastis, sering lelah, lesu dan tidak bergairah. Hal itu disebabkan LIuk-osa
merupakan sumber energi, dan tenaga tubuh. tidak dapat masuk ke dalam sel. Sumber energi
akan diambil dan hati berkurang akibatnya badan semakin kurus dan berat badan menurun.

i.

Penglihatan kabur mungkin akibat perubahan dalam lensa atau akibat retinopati.

j.

Lulea yang tidak sembuh sembuh.

Jika terjadi luka pada penderita diabetes akan sangat sulit sembuh karena sistem kekebalan
yang cenderung menurun.
k.

Ketonuria (terdapatnya zat keton dalam jumlah yang berlebihan dalam urin) hat ini
dikarenakan glukosa tidak dapat digunakan sebagai energi pada sel yang tergantung oleh
insulin, sehingga lemak digunakan sebagai sumber energi dengan proses lemak dipecah
menjadi badan keton dalam darah dan dikeluarkan oleh ginjal.

l.

Pruritus, infeksi pada kulit terjadi karma infeksi yang diakibatkan oleh bakteri den jamur
sering terlihat secara umum.

Gambar

2.2

Melitus

Sumber: http://images.google.co.id/diabetes/images/gejaladiabetes.jpg

Tanda

Diabetes

Keluhan Minis saja tidak cukup untuk menetapkan klien mempunyai penyakit diabetes
melitus, perlu pemastian dengan pemeriksaan kadar gula darah vena. Perkeni (2002)
menetapkan kriteria diagnostik yang menyatakan diabetes melitus adalah:
a.

Kadar gula darah sewaktu (plasma vena.)

200 mg/dl

b.

Kadar glukosa darah puasa (plasma vena)

126 mg/dl

c.

Kadar plasma 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram,-

6. Komplikasi Diabetes Melitus


Diabetes merupakan penyakit yang memiliki komplikasi (menyebabkan terjadinya
penyakit lain) yang paling banyak. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi
terus menerus, sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal
lainnya
Zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam Binding pembuluh darah menyebabkan
pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah
akan berkurang, terutama yang menuju ke kulit dan saraf.
Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat
berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya aterosklerosis
(penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis . ini 2-6 kali lebih sering
terjadi pada penderita diabetes.
Sirkulasi darah yang buruk ini melalui pembuluh darah besar (makro) bisa melukai
otak, jantung, dan pembuluh darah kaki (makroangiopati),. sedangkan pembuluh darah kecil
(mikro) bisa melukai mata, ginjal, saraf dan kulit serta meraperlambat penyembuhan luka.
Penderita diabetes bisa mengalami berbagai koinplikasi jangka panjang jika
diabetesnya tidak dikelola dengan. baik. Komplikasi yang lebih sering terjadi dan mematikan
adalah serangan jantung dan stroke.
Kerusakan pada pembuluh darah mata bisa menyebabkan gangguan penglihatan akibat
kerusakan pada retina mata (retinopati diabetikum). Kelainan fungsi bisa menyebabkan gagal
ginjal sehingga penderita harus menjalani cuci darah (dialisa).
Gangguan pada saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk. Jika satu saraf
mengalami kelainan fungsi (mononeuropati), maka sebuah lengan atau tungkai biasa secara
tiba-tiba menjadi lemah.

Jika saraf yang menuju ke tangan, tungkai dan kaki mengalami kerusakan
(polineuropati diabetikum), maka pada lengan dan tungkai bisa dirasakan kesemutan atau
nyeri seperti terbakar dan kelemahan.
Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit lebih sering mengalami cedera karena
penderita tidak dapat meradakan perubahan tekanan maupun suhu. Berkurangnya aliran darah
ke kulit juga bisa menyebabkan ulkus (borok) dan semua penyembuhan luka berjalan lambat.
Ulkus di kaki bisa sangat dalam dan mengalami infeksi serta masa penyembuhannya lama
sehingga sebagian tungkai harus diamputasi (www.medicastore.com/diabetes diakses pada
tanggal 5 April 2009).

7. Pencegahan
Menurut Perkeni (2002) dan Hembing (2005), terdapat tiga, upaya pencegahan DM tipe
2 yaitu
a.

Pencegahan prime
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yan termasuk
kelompok resiko tinggi, yakni mereka yang belum. menderita tetapi berpotensi untuk
menderita DM tipe 2. Tentu saja untuk pencegahan primer ini harus dikenal faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap timbulnya DM tipe 2 dan upaya yang perlu dilakukan untuk
menghilangkan faktor-faktor tersebut. Berikut hal-hal yang harus dilakukan dalam
pencegahan primer:

1)

Pola makan sehari-sehari harus seimbang dan tidak berlebihan

2)

Olahraga secara teratur dan banyak beraktivitas

3)

Usahakan berat badan dalam betas nomial

4)

Hindari obat-obatan yang dapat menimbulkan diabetes melllitus (diabetogenik).

b.

Pencegahan sekunder
Maksudnya pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
komplikasi dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal timbulnya
penyakit. Sejak awal harus diwaspadai dan sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya
komplikasi menahun. Berikut hal-hal yang harus dilakukaii dalam pencegahan sekunder.

1)

Diet sehari-hari harus seimbang dan sehat

2)

Menjaga berat badan dalam batas normal

3)

Usaha pengendalian gula darah agar tidak terjadi komplikasi

4)

Olahraga tester sesuai kemampuan fisik dan umur

c.

Pencegahan tersier
Apabila komplikasi menahun terjadi juga, maka pengelola harus berusaha mencegah
terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum
kecacatan tersebut lebih parah. Berikut pencegahan yang di maksud :

1)

Mencegah terjadinya kebutaan jika menyerang pembuluh darah mata

2)

Mencegah gagal ginjal kronik jika menyerang pembuluh darah ginjal

3)

Mencegah stroke jika menyerang pembuluh, darah otak

4)

Mencegah

terjadinya

gangren

jika

terjadi luka. Oleh karena itu, diperlukan

pemeriksaan secara rutin dan berkala terhadap bagian organ tubuh yang rentan terhadap
komplikasi dan kecacatan (http://gizisolusisehat.wordpress.com/ diakses tanggal 13 April
2009).
C.

Diet diabetes melitus tipe II


Menurut Andry Hartono (2006), dalam Palaksanan Diet Diabetes Melitus Tipe II
meliputi:

1.

Jenis diet
Prinsip penanganan termasuk perencanaan makan dan excercise pada Diabetes Melitus
Tipe 11 sama seperti pada Diabetes Melitus Tipe I, kecuali pemberian insulin yang mutlak
diperlukan pada diabetes tipe I. Menurut konsensus Perkeni 2002, pasien dengan diabetes
yang terkendali baik akan memiliki kadar gula puasa 80-109 mg%, kadar gula dua jam
sesudah makan 80- 114 mg% dengan persentase Alc <6,5.
Selain mengontrol kadar gula secara teratur, melakukan diet makanan dan olahraga
yang teratur menjadi kunci sukses pengelolaan diabetes
(http://www.indomedia.com/Intisari/diabetes.htm diakses tanggal 24 April 2009).
Pasien yang penyakit diabetesnya terkendali dengan baik akan memiliki berat badan
yang normal (IMT 18,5-22,9 untuk wanita dan 20-24,9 untuk lakilaki), kadar LDL kolesterol
<100 mg%, kadar trigliserida < 150 mg% dan tekanan darah <130/80 mmHg.
Pasien DM Tipe II (Diabetes Melitus Tak-Tergantung, Insulin/DMTTI) cenderung
berusia lebih tua (>25 tahun) dan mempunyai berat badan yang lebih ringan. Karena itu,
tujuan utama terapi diet pada DM tipe II adalah menurunkan dan/atau mengendalikan berat
badan di samping mengendalikan kadar gula darah dan kolesterol. Semua ini harus dilakukan
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan mencegah atau paling tidak menunda
terjadinya komplikasi akut maupun kronis.

Pasien-pasien DM tipe 11 dengan disertai dislipidemia (hipertrigliseridemia) dapat


diterapkan alternatif diet rendah HA, tinggi lemak tak jenuh,tinggi serat, HA yang dipilih
dalam diet ini adalah HA kompleks yang banyak, terdapat dalam biji-bijian serta sereal yang
utuh, jagung, umbi-umbian, sayuran dan buah yang, rendah kalori, dan camilan seperti
cincau, agar-agar, rumput laut dan sebagainya.
Monosakarida (glukosa, fruktosa) dan disakarida (sukrosa) yang tinggi akan
memberikan indeks glikemik yang tinggi pula, maka penggunaan hidratarang, sederhana
tersebut hanya bisa dibatasi dalam makanan seperti hidangan sayuran dan tidak dianjurkan
dalam minuman. Monosakarida dan disakarida tersebut terutama terdapat di dalam makanan
camilan dan minuman yang manis dan buah-buahan yang rasanya manis seperti mangga,
jeruk, nanas, sawo, rambutan, durian, nangka, anggur dan sebagainya.
Peningkatan persentase lemak tak jenuh dan penurunan persentase hidratarang
sederhana dalam diet rendah HA, tinggi lemak tak jenuh tunggal dan tinggi serat dapat
diimplementasikan dalam bentuk penurunan asupan makanan somber hidratarang sederhana
seperti nasi, mie dan roti putih, peningkatan biji - bijian serta cereal yang utuh, sayuran dan
bush yang berkalori rendah/tidak manis dan penambahan minyak zaitun, alpokat serta
kacang-kacangan ke dalam diet
Peneliti gizi asal Universitas Airlangga, Surabaya, Prof Dr. Dr. H. Askandar
Tjokroprawiro, menggolongkan diet atas dua bagian yaitu:
a.

Diet A
Diet A yang terdiri atas 40 - 50% karbohidrat, 30 35% lemak dan 20 - 25% protein.

b.

Diet B
Diet B dengan komposisi 68% karbohidrat, 20% lemak, dan 12% protein, lebih cocok
boat orang Indonesia dibandingkan dengan diet A. Diet B selain karbohidrat lumayan, tingi
juga kaya serat dan rendah tinggi, kolesterol. Berdasarkan penelitian, diet tinggi karbohidrat
kompleks dalam dosis terbagi, dapat memperbaiki kepekaan sel beta pankreas.
Sementara itu tingginya serat dalam sayuran jenis A (bayam, bands, kacang panjang,
jagung muda, labu sian, wortel, pare, nangka muda) ditambah sayuran jenis B (kembang kol,
jamur segar, seledri, taoge, ketimun, gambas, cabai hijau, labu air, terung, tomat, sawi) akan
menekan kenaikan kadar glukosa dan kolesterol darah. Bawang merah dan putih (berkhasiat
10 kali bawang merah) serta buncis baik sekali jika ditambahkan dalam diet diabetes karena
secara bersama-sama dapat menurunkan kadar lemak darah dan glukosa - darah
(http://www.indomedia.com/Intisari/diabetes.htm diakses tanggal 24 April 2009).

2.

Nutrisi preventif

Intervensi gizi yang bersifat preventif untuk mengurangi resiko terjadinya DM Tipe II
harus berfokus pada:
a.

Pencegahan obesitas pada pasien-pasien yang beresiko diabetes.

b.

Asupan serat pangan 25 gram/1000 kalori, khususnya serat larut atau solubel dapat
membantu mengendalikan kadar glukosa darah dan menambah rasa kenyang.

c.

Menghindari asupan kalori yang berlebihan.

d.

Olahraga teratur (yaitu, 3 kali semmiggu atau lebih selama >30 menit dengan intensitas 5060% dan frekuensi jantung maksimal [220-usia]) ternyata dapat mencegah atau menunda
onset diabetes pada mereka yang mempunyai predisposisi untuk terkena diabetes.

3. Nutrisi kuratif
Tujuan intervensi diet untuk mengendalikan glukosa darah merapakan salah satu
intervensi penting bagi pasien-pasien DM Tipe II. Tujuan intervensi diet/gizi DM Tipe II
yaitu:
a.

Mengendalikan kadar glukosa dan lemak darah agar komplikasi diabetes dapat dicegah atau
ditunda.

b. Mendapatkan dan mempertahankan berat badan normal atau ideal.


c.

Menghasilkan status gizi yang adekuat.

d. Menghasilkan kebugaran dan rasa nyaman tubuh karena pengendalian gula darah dapat
menghilangkan keluhan mudah lelah, sering atau sakit kepala, kram, kesemutan, gatal-gatal
dan sebagainya.
Dengan demikian, tetapi nutrisi untuk pengendalian glukosa darah pada pasien-pasien
DM Tipe II mencakup:
a.

Jadwal makan yang teratur; jumlah kalori dari makanan sesuai dengan kebutuhan; dan jenis
makanan dengan indeks glikemik yang tinggi harus dibatasi.

b.

Asupan kolesterol <300 ing qd karena pasien DM Tipe II menghadapi resiko tinggi untuk
terkena penyakit kardiovaskuler. Pada pasien diabetes dengan disiplidemia, asupan kolestrol
bahkan harus < 200 mg perhari.

c.

Asupan serat 25 mg perhari, meningkatkan asupan serat yang larut maupun tidak.

d.

Menghindari suplemen niasin karena dapat meningkatkan kadar gula darah. Suplemen ini
biasanya digunakan untuk mengotrol kadar kolestrol darah.

e.

Pengendalian berat badan

f.

Olahraga teratur

g.

Pemantauan kadar glukosa darah

4. Preskripsi Diet

a. Makan 3 kali makanan utama dan 2 3 kali camilan perhari dengan interval waktu 3 jam.
b.

Makanan camilan yang rendah kaori dengan indeks glikemik yang rendah dan indeks
kekenyangan tinggi,seperti kolang kaling, cincau, agar agar, rumput laut, pisang rebus,
kacang hijau serta kacang-kacangan lainya, sayuran rendah kalori dan buah buahan yang
tidak manis ( apel, blimbing, jambu ) serta alpukat. Makan buah berserat, seperti apel dengan
kulitnya, setiap hari merupakan kebiasaan ngemil yang baik.

c.

Hindari kebiasaan minum sari buah setiap hari secara berlebihan, khususnya pada pagi hari
dan gantikan dengan minuman berserat ari kelompok sayuran yang rendah kalori seperti
blendder tomat, ketimun, dan labu siam yang sudah direbus.

d. Sertakan rebusan buncis atau sayuran lain yang dapat mengendalikan glukosa darah dalam
menu sayuran anda sedikitnya 2 kali sehari. Buncis, bawang dan beberapa sayuran lunak lain
( pare, terong, gambas, labu siam ) dianggap dapat membantu mengendalikan kadar lukosa
darah karena kandungan seratnya.
e. Biasakan sarapan dengan sereal tinggi serat, seperti havermout, kacang hijau, jagung rebus
atau roti bekatul / whole wheat bread ) setiap hari.
f.

Makanan pokok bisa bervariasi antara nasi ( sebaiknya nasi beras merah / beras tumbuk ),
kentang, roti ( sebaiknya roti bekatul / whole bread ) dan jagung jangan menggabungkan dua
atau lebih makanan pokok seperti nasi denganlauk mie goreng atau perkedel kentang ( karena
ketiganya memiliki indeks glisemik yang tinggi )

g. Hindari penambahan gula pasir pada minuman ( kopi, teh ) dan makanan sereal.
h. Makanan camilan dan minuman bebas gula yang tersedia dipasaran seperti cookies diet, sirup
diet ( Tropicana Slim ), coke diet, dapat digunakan jika diinginkan tetapi jangan
mengkonsumsi secara berlebihan. Penyandang diabetes yang gemar memasak dapat membuat
kue kue basah seperti wafel yang terdiri atas tepung gandum utuh, havermout, putih telor,
susu skim dan sedikit buah buahan dengan aroma yang mengundang selera.
i.

Biasakan membuang lemak atau gajih sebelum memasaknya. Kurangi konsumsi daging
merah yang dapat diganti daging putih seperti ayam dan ikan.

j.

Gunakan minyak goring dalam jumlah terbatas ( kurang lebih setengah sendok makan sekali
makan ) biasakan memasak dengan menumis, merebus, memepes, memanggang serta
menanak dan hindari menggoreng makanan dengan mengunakan banyak minyak goreng.

k.

Biasakan memakan makanan vegetarian pada malam hari.

l.

Dalam membuat menu yang menggunakan telor, setiap kuning telor dapat diganti dengan
dua putih telor, masakan yang menggunakan santan bisa diganti dengan susu skim. Untuk
menu yang menggunakan kecap gunakan kecap diet dalam jumlah terbatas.

D. Penatalaksanaan DM
Tujuan penatalaksanaan diet secara umum pada penderita DM diabetes mellitus
adalah mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah mendekati kadar normal,
mencapai dan mempertahankan lemak mendekati kadar yang optimal, mencegah komplikasi
akut/kronik dan meningkatkan kualitas hidup (Waspadji,2007).
Menurut Waspadji (2007) mengutip pendapat Joslin (1952) dari Medical Centre
Institute, dalam penatalaksanaan diet diabetes mellitus ada 3 (tiga) J yang harus diketahui dan
dilaksanakan oleh penderita DM diabetes mellitus, yaitu jumlah makanan, jenis makanan dan
jadwal makanan. Berikut ini uraian mengenai ketiga hal tersebut:
1. Jumlah Makanan
Jumlah makanan yang diberikan disesuaikan dengan status gizi penderita DM,
bukan berdasarkan tinggi rendahnya gula darah. Jumlah kalori yang disarankan berkisar
antara 1100-2900 KKal.
Sebelum menghitung berapa kalori yang dibutuhkan seorang pasien diabetes, terlebih
dahulu harus diketahui berapa berat badan ideal (idaman) seseorang.Yang paling mudah
adalah dengan rumus Brocca : Berat Badan Idaman : 90% X (tinggi badan dalam cm = 100)
X 1 kg.

Tingkat Kegiatan Sehari-hari untuk Perhitungan Kalori

Ringan

Sedang

Berat

Mengendarai mobil

Kerja rumah tangga

Aerobik

Memancing

Bersepeda

Bersepeda

Kerja Lab

Bowling

Memanjat

Kerja sekretaris

Jalan cepat

Menari

Mengajar

Berkebun

Lari

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan seorang pasien
diabetes :
a.

Menghitung kebutuhan basal dahulu dengan cara mengalikan berat badan idaman dengan
sejumlah kalori :

- Berat badan idaman dalam kg x 30 Kkal untuk laki-laki


- Berat badan idaman dalam kg x 25 Kkal untuk perempuan
Kemudian ditambah dengan jumlah kalori yang diperlukan untuk kegiatan sehari-hari (lihat
tabel 1). Tampak pada tabel itu ada tiga jenis kegiatan, dari yang ringan sampai yang berat.
- Kerja ringan : tambah 10 % dari kalori basal
- Kerja sedang : tambah 20 % dari kalori basal
- Kerja berat : tambah 40-100% dari kalori basal
- Tambahkan kalori sekitar 20-30% pada keadaan sbb:
1) Pasien kurus
2) Pasien masih tumbuh kembang
3) Ada stres misalnya infeksi, hamil atau menyusui
- Kurangi kalori bila gemuk sekitar 20-30% tergantung tingkat kegemukannya.
b. Cara lain tertera pada tabel 2.2 yang tampaknya lebih mudah. Tampak pada table itu bahwa
seseorang dengan dengan berat badan normal yang bekerja santai memerlukan 30 Kkal/kg
BB idaman. Bagi orang yang kurus dan bekerja berat memerlukan 40-50 Kkal/kg BB idaman.
Dengan cara ini tidak perlu ditambahtambahkan lagi.
c. Untuk gampangnya, secara kasar dapat dibuat suatu pegangan sbb :
- Pasien kurus : 2300-2500 Kkal
- Pasien berat normal : 1700-2100 Kkal
- Pasien gemuk : 1300-1500 Kkal
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PARKENI) telah menetapkan standar jumlah
gizi pada diet diabetes mellitus, dimana telah ditetapkan proporsi yang ideal untuk zat
makanan seperti karbohidrat, protein, lemak, kolesterol, serat, garam dan pemanis dalam satu
porsi makanan utama. Menurut Moehyi (1996) ketentuan mengenai pengaturan jumlah zat
makanan yang harus dikonsumsi oleh penderita diabetes mellitus adalah sebagai berikut:
a.

Karbohidrat
Sampai saat ini sebagian orang berpendapat bahwa pasien diabetes mellitus harus
mengkonsumsi makanan rendah karbohidrat. Namun belakangan banyak dilakukan penelitian
dan ditemukan bahwa justru diet tinggi karbohidrat dan rendah lemak lebih unggul daripada
diet rendah karbohidrat. Didapatkan pula bahwa diet tinggi karbohidrat menimbulkan
perbaikan glukosa terutama pada pasien diabetes mellitus yang tidak terlalu berat, apalagi
pada pasien yang gemuk. Tetapi harus diingat, walaupun pasien dianjurkan diet tinggi
karbohidrat, pasien tersebut harus menghindari karbohidrat yang mudah diserap tubuh seperti
sirup, gula, sari buah dan makanan lain yang manis atau mengandung gula. Selain itu

penderita DM harus mengetahui bahwa jumlah karbohidrat dalam makanan untuk setiap kali
makan harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan hidrat
arangsepanjang hari.
b. Protein
Protein merupakan bahan dasar untuk zat pembangun, pertumbuhan, hormone dan
antibodi. Pada penderita diabetes mellitus, kebutuhan protein akan meningkat akibat
digunakannya protein sebagai energi. Sedangkan karbohidrat sendiri tidak dapat diserap oleh
tubuh sehingga penderita merasa lemas. Berdasarkan hal tersebut, maka seorang penderita
DM diabetes mellitus memerlukan protein sebanyak 10-15% untuk memenuhi kebutuhan
tubuhnya.
c.

Lemak
Pada penderita diabetes mellitus penggunaan lemak dibatasi, terutama lemak jenuh
yang secara tidak langsung dengan mekanisme tertentu dapat mempengaruhi kenaikan kadar
gula darah. Makanan yang mengandung lemak jenuh antara lain minyak kelapa, margarin,
santan, keju dan lemak hewan. Sedangkan lemak tidak jenuh efeknya jauh lebih kecil
terhadap kadar gula darah daripada lemak jenuh.

d. Kolesterol
Kadar kolesterol yang tinggi dalam tubuh dapat menimbulkan hiperkolesterolemia
yang berkaitan dengan terjadinya aterosklerosis. Pada penderita diabetes mellitus, kadar
kolesterol yang tinggi dapat memperberat penyakitnya. Oleh karena itu konsumsi makanan
yang berkolesterol harus dibatasi, dengan perkiraan jumlah yang dibutuhkan <300 mg per
hari.
e.

Serat
Serat yang dikonsumsi sebanyak 25 gram per hari akan mempercepat pergerakan
makanan di saluran pencernaan dan pembentuk massa sehingga absorbs glukosa dan lemak di
usus akan berkurang.

f.

Garam
Penggunaan garam yang tinggi dalam makanan dapat meningkatkan kerja jantung.
Oleh karena itu pada penderita diabetes mellitus dengan hipertensi,pemakaian garam dibatasi.

g. Pemanis
Selama ini pemanis yang ada di pasaran adalah sukrosa, fruktosa, sorbitol, manitol,
xylol, sakkarin, siklamat dan aspartam. Pemanis yang mengandung kalori adalah sukrosa dan
fruktosa. Berikut ini tabel perbandingan jumlah total zat makanan yang terdapat dalam satu
porsi makanan utama penderita DM.

Jumlah Total Zat Makanan yang Dikonsumsi


Jenis Zat Makanan

Jumlah

Karbohidrat

60 70 %

Protein

10 15 %

Lemak

20 25 %

kolestrol

< 300 mg/ hari

Serat

25 mg / hari

Garam

Dibatasi terutama jika ada hipertensi

Pemanis

Secukpnya

2. Jenis Makanan
Penderita diabetes mellitus harus mengetahui dan memahami jenis makanan apa yang
boleh dimakan secara bebas, makanan yang mana harus dibatasi dan makanan apa yang harus
dibatasi secara ketat. Makanan yang mengandung karbohidrat mudah diserap seperti sirup,
gula, sari buah harus dihindari. Sayuran dengan kandungan karbohidrat tinggi seperti buncis,
kacang panjang, wortel, kacang kapri, daun singkong, bit dan bayam harus dibatasi. Buahbuahan berkalori tinggi seperti pisang, pepaya, mangga, sawo, rambutan, apel, duku, durian,
jeruk dan nanas juga dibatasi. Sayuran yang boleh dikonsumsi adalah sayuran dengan
kandungan kalori rendah seperti oyong, ketimun, kol, labu air, labu siam, lobak, sawi,
rebung, selada, toge, terong dan tomat (Waspadji, 2007).
Cukup banyak pasien DM mengeluh karena makanan yang tercantum dalam daftar menu
diet kurang bervariasi sehingga sering terasa membosankan. Untuk itu agar ada variasi dan
tidak menimbulkan kebosanan, dapat diganti dengan makanan penukar lain. Perlu diingat
dalam penggunaan makanan penukar, kandungan zat gizinya harus sama dengan makanan
yang digantikannya (Suyono, 1996).
3. Jadwal Makan
Penderita diabetes mellitus harus membiasakan diri untuk makan tepat pada
waktu yang telah ditentukan. Penderita diabetes mellitus makan sesuai jadwal, yaitu 3 kali
makan utama, 3 kali makan selingan dengan interval waktu 3 jam. Ini dimaksudkan agar

terjadi perubahan pada kandungan glukosa darah penderita DM, sehingga diharapkan dengan
perbandingan jumlah makanan dan jadwal yang tepat maka kadar glukosa darah akan tetap
stabil dan penderita DM tidak merasa lemas akibat kekurangan zat gizi. Jadwal makan
standar yang digunakan oleh penderita DM diabetes mellitus (Waspadji, 2007) disajikan
dalam tabel berikut:

Jadwal Makan Penderita DM

Waktu

jadwal

total kalori

Pukul 7.00

Makan pagi

20%

Pukul 10.00

Selingan

10%

Pukul 13.00

Makan siang

30%

Pukul 16.00

Selingan

10%

Pukul 19.00

Makan malam

20%

Pukul 21.00

Selingan

10%

E. Faktor Psikososial
Menurut Smet (1994) Psikososial didefinisikan sebagai hubungan yang dinamis
antara psikologis dan pengaruh sosial dan di antara keduanya saling mempengaruhi. Kedua
komponen tersebut merupakan hal yang penting untuk proses perkembangan individu.
Gangguan psikososial terjadi apabila terdapat ketidak seimbangan antara kedua komponen di
atas yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan, sehingga penderita DM harus
beradaptasi untuk menghadapi perubahan tersebut.
Menurut WHO (2002), Psikososial didefinisikan sebagai hubungan yang dinamis
antara psikologis dan pengaruh sosial dan di antara keduanya saling mempengaruhi. Kedua
komponen tersebut merupakan hal yang penting untuk proses perkembangan, hal tersebut
akan beriringan dengan proses pertumbuhan dan maturasi, sehingga psikososial akan berubah
sesuai dengan perubahan pertumbuhan dan perkembangan individu.

Menurut Sarwono (2002) beberapa faktor yang termasuk dalam Psikososial


antara lain persepsi, motivasi (motif), kepercayaan dan adanya interaksi sosial. Ke
empat faktor tersebut merupakan unsur-unsur yang tidak terlepas dalam diri individu
selama proses perkembangan dan perilakunya, termasuk dalam perilaku kesehatan
yaitu dalam mengatur pola makan seimbang dan sehat.
Menurut Rachmat (2002), unsur-unsur yang termasuk dalam psikososial (psikologi
sosial) adalah unsur persepsi, motif atau motivasi diri, kepercayaan diri dan dukungan
keluarga dan dukungan sosial serta norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Unsurunsur psikososial secara umum dapat dimodifikasikan dari teori Model Kepercayaan yang
dikemukakan oleh Rosenstock (1982), maka unsure psikososial merupakan faktor yang
berhubungan dengan perilaku kesehatan dan kepercayaan individu terhadap perilaku
kesehatan dan salah satu bentuk perilaku kesehatan tersebut adalah pola makan seimbang
bagi penderita DM. Secara terperinci
dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Motivasi Diri
Menurut Sherif, dkk (1956) dalam Gerungan (2002) motif adalah bagian integral dari
motivasi diri adalah istilah generik yang meliputi semua faktor internal yang mengarah ke
berbagai jenis perilaku yang bertujuan, semua pengaruh internal seperti kebutuhan (needs)
yang berasal dari fungsi-fungsi organisme, dorongan dan keinginan, aspirasi, dan selera sosial
yang bersumber dari fungsi-fungsi tersebut.
Menurut Rachmat (2005), motivasi diri adalah dorongan, baik dari dalam maupun
dari luar diri manusia untuk menggerakkan dan mendorong sikap dan perubahan perilakunya.
Motivasi ini didasarkan dari faktor internal individu yang bersifat psikologis dan sebagai
akibat dari internalisasi dari informasi dan hasil pengamatan suatu objek yang melahirkan
persepsi sehingga individu dapat terdorong untuk berbuat atau melakukan sesuatu.
Perilaku kesehatan individu juga dipengaruhi oleh motivasi diri individu untuk
berperilaku yang sehat dan menjaga kesehatannya. Menurut Wahjosumido (1985) dalam
Sarwono (2004) bahwa motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan
interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang,
dan motivasi sebagai proses psikologis timbul diakibatkan oleh faktor di dalam diri seseorang
itu sendiri yang disebut dengan faktor intrinsic atau faktor di luar dirinya disebut faktor
ekstrinsik. Faktor di dalam diri seseorang dapat berupa kepribadian, sikap, pengalaman dan
pendidikan atau bebagai harapan, cita-cita yang menjangkau kemasa depan. Sedangkan faktor

di luar diri, dapat ditimbulkan oleh berbagai sumber dari lingkungannya atau faktor-faktor
lain yang sangat kompleks.
Menurut Hordget (2000) motivasi adalah psikologis yang mendorong sekaligus
mengendalikan seseorang secara langsung. Makna yang terkandung didalamnya yaitu
dorongan dan motif dimana motif ini yang memegang peranan penting karena motif berisikan
perilaku, artinya dalam konteks perubahan pola makan bagi penderita DM didasarkan pada
keinginan penderita untuk sembuh dan mengurangi kecatatan akibat menderita DM sehingga
mereka termotivasi untuk mengikuti program diet yang dianjurkan oleh dokter.

2. Persepsi
Menurut Rachmat (1998), persepsi adalah pengalaman tentang objek,
peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan. Menurut Ruch (1967) dalam Rachmat (1998) persepsi adalah suatu
proses tentang petunjuk-petunjuk inderawi (sensory) dan pengalaman masa lampau yang
relevan diorganisasikan untuk memberikan kepada kita gambaran yang terstruktur dan
bermakna pada suatu situasi tertentu.
Senada dengan hal tersebut Atkinson dan Hilgard (1991) dalam Sarwono (2004)
bahwa persepsi adalah proses dimana kita menafsirkan dan mengorganisasikan pola stimulus
dalam lingkungan. Dikarenakan persepsi bertautan dengan cara mendapatkan pengetahuan
khusus tentang kejadian pada saat tertentu, maka persepsi terjadi kapan saja stimulus
menggerakkan indera. Dalam hal ini persepsi diartikan sebagai proses mengetahui atau
mengenali obyek dan kejadian obyektif dengan bantuan indera.
Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena adanya respon terhadap stimulus.
Stimulus yang diterima seseorang sangat komplek, stimulus masuk ke dalam otak, kernudian
diartikan, ditafsirkan serta diberi makna melalui proses yang rumit baru kemudian dihasilkan
persepsi. Dalam hal ini, persepsi mencakup penerimaan stimulus (inputs), pengorganisasian
stimulus dan penerjemahan atau penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan cara
yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap, sehingga orang dapat cenderung
menafsirkan perilaku orang lain sesuai dengan keadaannya sendiri (Gibson, 1986).
Proses pembentukan persepsi dijelaskan oleh Feigi dalam Gibson (1986) sebagai
pemaknaan hasil pengamatan yang diawali dengan adanya stimuli. Setelah mendapat stimuli,
pada tahap selanjutnya terjadi seleksi yang berinteraksi dengan "interpretation", begitu juga
berinteraksi dengan "closure". Proses seleksi terjadi pada saat seseorang memperoleh

informasi, maka akan berlangsung proses penyeleksian pesan tentang mana pesan yang
dianggap penting dan tidak penting.Proses closure terjadi ketika hasil seleksi tersebut akan
disusun menjadi satu kesatuanyang berurutan dan bermakna, sedangkan interpretasi
berlangsung ketika yang bersangkutan memberi tafsiran atau makna terhadap informasi
tersebut secara menyeluruh.
Faktor-faktor fungsional yang menentukan persepsi seseorang berasal dari kebutuhan,
pengalaman masa lalu dan hal-hal lain termasuk yang kita sebut sebagai faktor-faktor
personal (Rachmat 1998). Selanjutnya Rakhmat menjelaskan yang menentukan persepsi
bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberi respon terhadap
stimuli. Persepsi meliputi juga kognisi (pengetahuan), yang mencakup penafsiran objek,
tanda dan orang dari sudut pengalaman yang bersangkutan (Gibson, 1986). Persepsi adalah
pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Menurut Rachmat (2005), persepsi adalah suatu proses tentang petunjuk-petunjuk
inderawi (sensory) dan pengalaman masa lampau yang relevan diorganisasikan untuk
memberikan kepada kita gambaran yang terstruktur dan bermakna pada suatu situasi tertentu.
Kaitannya dengan pola makan penderita DM, perbedaan penderita maka perbedaan terhadap
persepsi mereka terhadap pencegahan penyakit DM dalam konteks konsumsi makanan.
Menurut Ismael (2001), bahwa penderita DM mempunyai perbedaan persepsi
terhadap dirinya dan kehidupannya termasuk dalam pola makan karena adanya perubahan
fungsi dan struktur tubuh, seperti sering kencing, perubahan pola tidur, dan stres.
3. Kepercayaan Diri
Kepercayaaan merupakan suatu keyakinan yang diyakini oleh individu
terhadap sesuatu fenomena. Kepercayaan tersebut didasarkan pada pengalaman sebelumnya
dan kebiasaan-kebiasaan yang ada di masyarakat. Kepercayaan tersebut secara tidak langsung
berimplikasi terhadap keseluruhan tata cara kehidupan masyarakat, dan erat kaitannya dengan
kebudayaan suatu kelompok masyarakat.
Menurut GM Foster (1973) aspek kepercayaan mempengaruhi status kesehatan dan
perilaku kesehatan seseorang. Kepercayaan tersebut secara psikologis bersumber dari dalam
diri individu terhadap suatu objek atau informasi yang diyakininya bermanfaat dan dapat
diadopsi.
Menurut G.M.Foster, (1973) untuk mempelajari dinamika dari proses proses
perubahan dari sudut individu, maka perlu sekali mengetahui kondisi dasar dari individu agar
mau mengubah tingkah lakunya, yaitu : a) individu harus menyadari adanya kebutuhan untuk

berubah, b) harus mendapat informasi bagaimana kebutuhan ini dapat dipenuhi, c)


mengetahui bentuk pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhannya dan biayanya, d) tidak
mendapat sanksi yang negative terhadap individu yang akan menerima inovasi.
Selanjutnya Foster (19873) menyatakan bahwa untuk membantu individu mau
mengubah perilakunya, maka yang perlu diperhatiakan adalah : a) Mengidentifikasi individu,
masyarakat yang menajadi sasaran perubahan, b) mengetahui motif yang mendorong
perubahan, antara lain adalah motif ekonomi, religi, persahabatan, prestise, c) mengetahui
faktor-faktor lain misalnya : kekuatan sosial dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat,
kebutuhan masyarakat, waktu yang tepat, golongan dalam masyarakat yang mudah diterima
ide baru, serta golongan yang berkuasa.
4. Dukungan Keluarga
Variabel psikososial yang erat kaitannya dengan perilaku kesehatan adalah adanya
interaksi sosial dalam bentuk dukungan baik dukungan kelompok maupun dukungan secara
sosial. Interaksi sosial adalah keterlibatan secara individu penderita DM dalam suatu
kelompok masyarakat dan keluarga, artinya adanya dukungan social atau dukungan keluarga
dalam memperhatikan pola makan penderita DM merupakan suatu interaksi sosial.
Menurut Departemen Kesehatan RI (1998) keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri atas kepala Keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal
di suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Secara prinsip
keluarga adalah unit terkecil masyarakat,terdiri atas dua orang atau lebih, adanya ikatan
perkawinan dan pertalian darah, hidup dalam satu rumah tangga, di bawah asuhan seorang
kepala rumah tangga, berinteraksi di antara sesama anggota keluarga, setiap anggota keluarga
mempunyai peran masing-masing, menciptakan, mempertahankan suatu kebudayaan.
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang
berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu.
Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari
keluarga, kelompok dan masyarakat. Setiap anggota keluarga mempunyai struktur peran
formal dan informal. Misalnya, ayah mempunyai peran formal sebagai kepala keluarga dan
pencari nafkah. Peran informal ayah adalah sebagai panutan dan pelindung keluarga. Struktur
kekuatan keluarga meliputi kemampuan berkomunikasi, kemampuan keluarga untuk saling
berbagi, kemampuan sistem pendukung diantara anggota keluarga, kemampuan perawatan
diri, dan kemampuan menyelesaikan masalah (Sudiharto,2007).
Friedman dalam Sudiharto (2007), menyatakan bahwa fungsi dasar keluarga antara
lain adalah fungsi efektif, yaitu fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan

psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih, serta saling menerima dan
mendukung.

BAB III
KERANGKA KERJA
A. Kerangka Konsep
Melalui penelitian ini didapat data mengenai unsur unsur yang menunjukan tingkat
kepatuhan penderita DM tipe II dalam mematuhi diet DM.

Input

Proses

Output

Variabel dependen :
1. Jumlah makanan

1. Membimbing penderita DM

Positif :

2. Jenis makanan

tipe II dalam menerapkan

Tingkat kepatuhan penderita

3. Jadwal makan

program diet.

DM tipe II dalam mematuhi

2. Menciptakan komunikasi
Variabel Independen :

yang terbuka kepada

1. Motivasi diri

penderita DM tipe II dengan

2. Persepsi

memberikan perhatian.

3. Kepercayaan Diri
4. Dukungan Keluarga

diet DM meningkat.

3. Memonitor perkembangan
kepatuhan penderita DM tipe

Negatif :

II

Tingkat kepatuhan penderita


DM tipe II dalam mematuhi
diet DM menurun

B. Definisi Variabel

1. Jumlah Makanan
a.

Konseptual : Banyaknya segala bahan yang kita makan atau masuk ke dalam tubuh yang
membentuk atau mengganti jaringan tubuh, memberikan tenaga, atau mengatur semua proses
dalam tubuh..

b. Fungsional : jumlah makanan penderita DM tipe II harus sesuai dengan dietnya.


2. Jenis Makanan
a.

Konseptual : Segala bahan yang kita makan atau masuk ke dalam tubuh yang membentuk
atau mengganti jaringan tubuh, memberikan tenaga, atau mengatur semua proses dalam
tubuh yang mempunyai ciri atau sifat yang khusus.

b. Fungsional : variasi makanan penderita Dm tipe II harus sesuai dengan jenis diet.

3. Jadwal makan

a.

Konseptual : : Segala bahan yang kita makan atau masuk ke dalam tubuh yang membentuk
atau mengganti jaringan tubuh, memberikan tenaga, atau mengatur semua proses dalam
tubuh sesuai rencana kegiatan atau pembagian waktu pelaksanaan yg terperinci.

b. Operasional : penderita DM tipe II harus makan tepat waktu sesuai dietnya.


4. Motivasi Diri
a.

Konseptual : Dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk
melakukan suatu tindakan deng an tujuan tertentu.

b. Operasional : penderita DM tipe II memilki keinginan dari diri untuk mencegah timbulnya
komplikasi dengan mematuhi diet DM.
5. Persepsi
a.

Konseptual : pengalaman tentang objek,peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh


dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

b. Operasional : Penderita DM tipe II dapat mengetahui pentingnya pengelolaan diet.


6.

Kepercayaan Diri

a.

Konseptual : Yakin benar atau memastikan akan kemampuan atau kelebihan diri sendiri.

b. Operasional : penderita DM tipe II memiliki keyakinan bahwa dia dapat menjalankan diet
yang telah ditentukan.
7. Dukungan Keluarga
a.

Konseptual : Sokongan atau bantuan ibu dan bapak beserta anak-anaknya,seisi rumah.

b. Operasional : keluarga memberikan dukungan kepada penderita DM tipe II untuk mematuhi


diet.

BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah Metode deskriptif yaitu pendekatan riset
yang pada masa sekarang dan didesain untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang di
dasarkan pada kejadian yang berlangsung saat ini. Dalam hal ini peneliti mencoba untuk
mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang ada yaitu mengenai tingkat kepatuhan dan sikap
penderita DM tipe II dalam mematuhi diet DM di poli Diabetes RS Husada periode 2009
2010.
B. Populasi
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah penderita DM tipe II yang
berobat ke Poli Diabetes RS Husada.
C. Sampel
Jumlah sampel penelitian ini adalah 30 orang penderita DM tipe II yang berobat ke
poli DM RS Husada yang akan di pilih menggunakan tehnik Non-Probapbility dan dengan
cara Purposive Sampling, di mana peneliti tidak mampu untuk menilai probapbilitas setiap
elemen untuk menjadi sampel atau kejadian yang memiliki peluang untuk dilibatkan. Subjek
yang di pilih berdasarkan kriteria spesifik yang ditetapkan. Dalam hal ini, subjeknya adalah
penderita DM tipe II yang berobat ke poli DM RS Husada tahun 2010 2011.

D. Tempat Penelitian
Tempat yang akan kami gunakan untuk penelitian adalah Poli Diabetes RS Husada.
E. Etika Penelitian
a. Informed concent
Terdapat surat persetujuan yang akan di berikan kepada responden. Lembar
persetujuan akan ditandatangani oleh responden, jika meraka bersedia. Jika tidak bersedia
peneliti akan menghormati hak para penderita DM tipe II sebagai responden.
b. Anomity (Tanpa Nama)

Peneliti tidak akan memberi nama responden pada lembar alat ukurnya. Peneliti akan
menuliskan kode pada lembar pengumpalan data.
c. Kerahasiaan
Peneliti akan menjamin kerahasiaan dari hasil penelitian baik informasi maupun
masalah-masalah

lainnya.

Semua

informasi

yanag

telah

dikumpulkan

dijamin

keberhasilannya oleh peneliti. Hanya beberapa kelompok data tertentu yang akan dilaporkan
pada hasil penelitian.

F. Alat Pengumpulan Data


Proses pengumpulan data menggunakan beberapa alat berupa kuesioner yang
berstruktur. Kuesioner adalah instrumen tulisan yang diisi sendiri oleh objek studi dan
hasilnya akan dianalisa dengan uji spearmen yaitu dengan meranking hasil observasinya pada
dua variabel yang diukur, kemudiaan menentukan tingkat hubungan diantara dua variabel
tersebut.
G. Analisa Data
Proses analisa data dilakukan sampai diperoleh sebuah informasi yang dapat
menjawab permasalahan pertanyaan peneliti. Analisa data merupakan bagian yang sangat
penting dalam metode ilmiah, karena dengan analisa data akan menghasilkan beberapa arti
dan makna untuk memecahkan masalah dalam penilitian.
H. Pengukuran Variabel.
Kuisioner Penelitian.
1. Jumlah Makanan
a.

Jumlah makanan yang dimakan menunjukkan tingkat kepatuhan penderita DM tipe II dalam
mematuhi diet.
( ) Sangat setuju

( ) Setuju

( ) Kurang Setuju

( ) Tidak Setuju

b. Jumlah makanan yang diberikan kepada penderita DM tipe II disesuaikan berdasarkan tinggi
rendahnya kadar gula darah.

c.

( ) Sangat setuju

( ) Setuju

( )Kurang Setuju

( ) Tidak Setuju

Jumlah makanan yang diberikan kepada penderita DM tipe II disesuaikan dengan berat
badan.

d.

( ) Sangat setuju

( ) Setuju

( ) Kurang Setuju

( ) Tidak Setuju

Jumlah makan yang di konsumsi penderita DM tipe II merupakan salah satu yang
menunjukkan tingkat kepatuhan Penderita DM dalam mematuhi diet.

e.

( ) Sangat setuju

( ) Setuju

( ) Kurang Setuju

( ) Tidak Setuju

Jumlah makan penderita DM tipe II harus memenuhi proporsi menu makan yang seimbang.
( ) Sangat setuju
( ) Kurang Setuu

f.

( ) Setuju
( ) Tidak Setuju

Jumlah kalori yang diberikan kepada penderita DM tipe II sekitar 1100 2900 KKal per hari.
( ) Sangat Setuju

( ) setuju

( ) Kurang Setuju

( ) Tidak Setuju

2. Jenis Makanan

a.

b.

Jenis makanan yang di konsumsi Penderita DM tipe II harus sesuai dengan diet.
( ) Sangat setuju

( ) Setuju

( ) Kurang Setuju

( ) Tidak Setuju

Penderita DM harus mengetahui dan memahami jenis makanan apa yang boleh di makan
secara bebas.

c.

( ) Sangat setuju

( ) Setuju

( ) Kurang Setuju

( ) Tidak Setuju

Penderita DM harus mengetahui dan memahami jenis makanan apa yang harus di batasi.
( ) Sangat setuju

( ) Setuju

( ) Kurang Setuju

( ) Tidak Setuju

d. Jenis makanan yang di konsumsi oleh penderita DM tipe II menunjukkan tingkat kepatuhan
penderita DM dalam mematuhi diet DM.
( ) Sangat setuju

( ) Setuju

( ) Kurang Setuju

( ) Tidak Setuju

e.

f.

Jenis makanan boleh bervariasi agar penderita DM tidak bosan.


( ) Sangat Setuju

( ) Setuju

( ) Kurang Setuju

( ) Tidak Setuju

Jenis makanan karbohidrat dan pemanis sangat dibatasi konsumsinya untuk penderita DM
Tipe II.
( ) Sangat Setuju

( ) Setuju

( ) Kurang Setuju

( ) Tidak Setuju

3. Jadwal Makan
a.

Jadwal makan penderita DM harus sesuai dengan diet.


( ) Sangat setuju

( ) Setuju

( ) Kurang Setuju

( ) Tidak Setuju

b. Penderita DM tipe II harus membiasakan diri untuk makan tepat pada waktu yang telah di
tentukan.

c.

( ) Sangat setuju

( ) Setuju

( ) Kurang Setuju

( ) Tidak Setuju

Perbandingan jumlah makan dan jadwal makan harus tepat agar kadar gula darah penderita
DM tipe II tetap stabil.

d.

( ) Sangat setuju

( ) Setuju

( ) Kurang Setuju

( ) Tidak Setuju

Penderita DM tipe II yang makan sesuai dengan jadwal menunjukkan tingkat kepatuhan
terhadap diet DM.

e.

( ) Sangat setuju

( ) Setuju

( ) Kurang Setuju

( ) Tidak Setuju

Jumlah total kalori yang di berikan kepada penderita DM tipe II di sesuaikan menurut jadwal
makan penderita DM.
( ) Sangat setuju

( ) Setuju

( ) Kurang Setuju

( ) Tidak Setuju

4. Motivasi Diri
a.

Perilaku penderita DM tipe II dalam mematuhi diet DM dipengaruhi oleh motivasi diri untuk
tetap menjaga kesehatannya.

b.

( ) Sangat setuju

( ) Setuju

( ) Kurang Setuju

( ) Tidak Setuju

Penderita DM tipe II harus memiliki motivasi diri untuk mencegah timbulnya komplikasi
dengan mematuhi diet DM.
( ) Sangat setuju

( ) Setuju

( ) Kurang Setuju
c.

( ) Tidak Setuju

Motivasi diri penderita DM tipe II dalam mematuhi diet DM dapat timbul dari dalam diri
sendiri maupun dari orang lain.

d.

( ) Sangat setuju

( ) Setuju

( ) Kurang Setuju

( ) Tidak Setuju

Kepribadian, sikap, pengalaman dan pendidikan sangat berpengaruh pada motivasi diri
penderita DM tipe II dalam mematuhi diet DM.

e.

( ) Sangat setuju

( ) Setuju

( ) Kurang Setuju

( ) Tidak Setuju

Keinginan penderita DM tipe II untuk sembuh dan mengurangi kecatatan akibat menderita
DM memotivasi mereka untuk mengikuti program diet yang dianjurkan oleh dokter.
( ) Sangat setuju

( ) Setuju

( ) Kurang Setuju

( ) Tidak Setuju

5. Persepsi
a.

Penderita DM tipe II mempunyai perbedaan persepsi terhadap pola makan.


( ) Sangat setuju

( ) Setuju

( ) Kurang Setuju

( ) Tidak Setuju

b. Penderita DM tipe II memiliki perbedaan persepsi terhadap pencegahan penyakit DM dalam


konteks konsumsi makanan.

c.

( ) Sangat setuju

( ) Setuju

( ) Kurang Setuju

( ) Tidak Setuju

Penyebab penderita DM tipe II tidak patuh dalam menjalankan diet DM karena penderita
DM salah persepsi tentang dietnya.
( ) Sangat setuju

( ) Setuju

( ) Kurang Setuju

( ) Tidak Setuju

6. Kepercayaan diri
a.

Kepercayaan diri penderita DM tipe II dalam mematuhi diet DM menunjukan tingkat


kepatuhan penderita DM.
( ) Sangat setuju

( ) Setuju

( ) Kurang Setuju

( ) Tidak Setuju

b. Kepercayaan diri penderita DM tipe II dapat mengubah perilaku penderita DM untuk lebih
patuh terhadap diet DM.

c.

( ) Sangat setuju

( ) Setuju

( ) Kurang Setuju

( ) Tidak Setuju

Penderita DM tipe II harus memiliki kepercayaan diri bahwa penderita DM dapat


menjalankan diet DM yang telah ditentukan.
( ) Sangat setuju

( ) Setuju

( ) Kurang Setuju

( ) Tidak Setuju

d. Penderita DM tipe II harus memiliki keyakinan bahwa dengan mematuhi diet dapat terhindar
dari komplikasi.
( ) Sangat setuju

( ) Setuju

( ) Kurang Setuju

( ) Tidak Setuju

7. Dukungan keluarga
a.

Dukungan keluarga dalam memperhatikan pola makan mempengaruhi penderita DM tipe II


dalam mematuhi diet DM.
( ) Sangat setuju

( ) Setuju

( ) Kurang Setuju

( ) Tidak Setuju

b. Keluarga harus mengetahui tentang diet DM.

c.

( ) Sangat setuju

( ) Setuju

( ) Kurang Setuju

( ) Tidak Setuju

Keluarga selalu mengingatkan penderita DM tipe II dalam mematuhi diet.


( ) Sangat setuju

( ) Setuju

( ) Kurang Setuju

( ) Tidak Setuju

d. Keluarga mengetahui makanan yang boleh dimakan dan makanan yang harus dibatasi bagi
penderita DM tipe II.

e.

( ) Sangat setuju

( ) Setuju

( ) Kurang Setuju

( ) Tidak Setuju

Keluarga selalu mendampingi penderita DM tipe II untuk konsultasi kepada dokter secara
teratur.
( ) Sangat setuju

( ) Setuju

( ) Kurang Setuju

( ) Tidak Setuju

Kegiatan

Persiapan dan bimbingan

Pengumpulan data

Analisa data

I.

Jadwal kegiatan

Waktu dan bulan (dalam minggu)


september

oktober

1 2 3 4

1 2

november
3

X X

4 1

Desember
4

X X X X X X

Penulisan laporan

Seminar/persentasi
penelitian

Diposkan oleh rosliana di 05.06


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
1 komentar:

1.
CAK YITNO13 April 2014 22.03
mantab,isi blognya brow...
Balas

Anda mungkin juga menyukai