Anda di halaman 1dari 8

Manajemen Kolangitis Akut

Kolangitis akut merupakan infeksi sistem bilier yang dihubungkan dengan obstruksi
parsial atau komplit sistem bilier. Etiologi bervariasi diantaranya koledokolitiasis, striktur
CBD benigna atau maligna, malfungsi anastomose biliodigestif, dan malfungsi stent bilier.
Infeksi sistem bilier saja tidak menyebabkan kolangitis, karenanya diperlukan keadaan
obstruksi biler untuk terjadinya kolangitis. Seperti yang dikatakan Csenden et al., bahwa
kolangitis tidak disebabkan oleh empedu yang terinfeksi tanpa obstruksi, atau oleh obstruksi
tanpa infeksi dari empedu.
Mekanisme Infeksi dapat terjadi melalui infeksi ascending dari traktus bilier,
translokasi bakteri melalui sistem porta, atau melalui sistem limfatik. Infeksi ascending akan
terjadi pada keadaan obstruksi parsial akibat batu gall bladder dan atau batu CBD. Sedangkan
translokasi bakteri dapat terjadi akibat gangguan pada gut barrier sehingga terjadi infeksi
melalui sirkulasi porta.
Obstruksi bilier dapat menurunkan pertahanan yang dibentuk oleh sistem bilier, mulai
dari spingter Oddi, aliran empedu, dan sifat bakteriostatik empedu. Proses stasis akibat
obstruksi dapat meningkatkan multiplikasi bakteri. Keadaan obstruksi akan meningkatkan
tekanan intraduktal sampai pada level yang cukup menyebabkan refluks kolangiovenosa atau
kolangiolimfatik sehingga empedu yang terinfeksi masuk ke sirkulasi sistemik. (tekanan
normal intraduktal 7-14 cm H2O, refluks terjadi bila tekanan melebihi 20 cm H2O). Pada
pasien kolangitis berat tekanan intraductal melebihi 30 cm H2O. Sehingga perkembangan
kolangitis akut akan dimulai dari yang ringan berupa infeksi/inflamasi sistem bilier lokal
kemudian berkembang menjadi inflamasi sistemik (SIRS), dan bila berlanjut akan
menyebabkan sepsis dengan atau tanpa disfungsi organ.
Sebelum tahun 1970 secara umum angka mortalitas penderita kolangitis akut yang
dilaporkan lebih dari 50%, namun dengan perkembangan yang pesat dari intensive care,
antibiotika yang baru, dan drainase bilier maka terjadi penurunan yang drastis menjadi
kurang dari 7% pada tahun 1980.
Diagnosis klinis kolangitis akut dibuat berdasarkan temuan klinis, seperti Trias
Charcot, data laboratorium, dan imaging. Dan penilaian beratnya kolangitis akut adalah
sangat penting karena dapat dipakai untuk mengambil keputusan untuk tindakan yang harus
dilakukan, diantaranya drainase bilier. Sampai saat ini tidak ada kriteria standar yang

digunakan untuk diagnosis dan penilaian beratnya kolangitis akut. Namun ada suatu
konsensus Internasional yang sampai saat ini banyak digunakan negara-negara di dunia yaitu
Tokyo Guidelines mulai tahun 2006 (dinamakan TG07) dan 2012 (TG13).
Kriteria diagnosis kolangitis akut didasarkan pada:
Manifestasi klinis
Manifestasi klinis merupakan faktor yang sangat penting dalam membuat diagnosis
kolangitis akut. Pada tahu 1877, Charcot pertama kali menjelaskan tentang Trias Charcot
yaitu fever, jaundice dan abdominal pain. Tahun 1959, Reynolds dan Dragan pertama kali
menjelaskan kolangitis akut berat yang menambahkan syok sepsis dan perubahan status
mental ke dalam Trias Charcot sehingga dinamakan Pentad Reynolds.
Data Laboratorium
Data laboratorium dapat mengindikasikan adanya inflamasi ( leukositosis dan
peningkatan C-reactive protein/CRP) dan adanya stasis bilier ( hiperbilirubinemia,
peningkatan enzim bilier dan liver) sehingga mengarah kolangitis akut.
Imaging
Ditemukan adanya dilatasi duktus bilier, adanya obstruksi bilier, dapat ditemukan
tumor, gall-stones, atau stent dengan dilakukan pemeriksaan USG, CT Scan, dan
MRI/MRCP.
Kriteria diagnosis kolangitis akut menurut Tokyo Guidelines :
1. Riwayat penyakit empedu : gallstones ds, riwayat pembedahan saluran empedu,
darinase bilier atau stent.
2. Manifestasi klinis : sesuai Trias Charcot (fever, jaundice, abdominal pain
3. Data laboratorium yang mengindikasikan adanya respon inflamasi dan obstruksi
bilier
4. Pemeriksaan imaging yang mengindikasikan adanya obstruksi bilier.
Sebesar 50%-70% kolangitis akut menunjukan adanya Trias Charcot, artinya
sepertiga penderita kolangitis akut tidak menunjukan semua komponen Trias Charcot.
Sehingga untuk menegakkan diagnosis kolangitis akut pada penderita yang dicurigai
kolangitis akut (berdasarkan riwayat penyakit empedu; gall-stones ds, pembedahan

sistem bilier, stenting sistem bilier) namun tidak ditemukan Trias Chaercot, maka
diperlukan temuan dari data laboratorium dan imaging.
Tabel 1. Kriteria diagnosis cholangitis akut

Penilaian beratnya kolangitis akut


Penilaian keadaan kolangitis akut dapat berupa ringan (mild/grade I), sedang
(moderate/ grade II), berat (severe/grade III). Kebanyakan penderita berespon terhadap terapi
awal (initial medical treatment), namun ada juga beberapa kasus yang tidak berespon dimana
manifestasi klinis dan data laboratorium tidak ada perbaikan, sehingga dapat berkembang
menjadi sepsis dengan atau tanpa disfungsi organ.
Tabel 2. Kriteria penilaian beratnya cholangitis

Pada kolangitis akut berat, disfungsi organ merupakan prediktor untuk outcome buruk yang
paling umum digunakan. Sehingga onset disfungsi organ merupakan faktor yang sangat
penting diketahui.
Faktor lain yang digunakan untuk menilai beratnya kolangitis akut adalah respon terhadap
terapi awal. Penderita kolangitis akut tanpa disfungsi organ namun tidak berespon terhadap
terapi awal

(kolangitis akut sedang/moderate/grade II) memerlukan strategi terapi

selanjutnya berupa penggantian antibiotika atau drainase bilier. Sedangkan penderita yang

berespon terapi awal disertai perbaikan manifestasi klinis dan data laboratorium,
diklasifikasikan sebagai kolangitis akut ringan/mild/grade I. Dan selanjutnya penderita
disiapkan untuk terapi definitif (tergantung penyebab, misalnya ERCP-ES-ekstraksi batu,
koledokolitotomi, Whipple procedure)
Kolangitis akut ringan (mild/grade I) dan sedang (moderate/grade II) sering pula disebut
kolangitis akut non supurativa.
Tabel 3. Definisi kriteria penilaian beratnya cholangitis akut

Beberapa ahli memasukan kolangitis akut dengan Pentade Reynold atau disfungsi organ
kedalam kolangitis akut berat (severe, grade III), dan adapula yang memasukan sebagai toxic
cholangitis atau acute obstruction suppurative cholangitis (AOSC). Untuk disfungsi organ
yang dimaksud adalah sedikitnya satu organ yang mengalami disfungsi maka sudah
memenuhi kriteria kolangitis akut berat/severe/grade III.
Manajemen kolangitis akut
Manajemen awal terdiri dari koreksi defisit cairan dan elektrolit (resusitasi cairan dan
elektrolit, Early Goal Directed Therapy /EGDT bila penderita mengalami syok sepsis atau
sepsis berat), koreksi koagulopati (disebabkan oleh defisiensi vitamin K akibat obstruksi
ikterus, atau trombositopeni akibat sepsis), dan analgesia/antipiretik. Pada setiap kasus yang
diduga kolangitis akut, kultur darah harus dilakukan dan antibiotik empiris dapat diberikan.
Pada pasien yang merespon terapi awal dapat dilakukan tindakan semi elektif (idealnya
dalam waktu 72 jam). Sekitar 10% sampai 15% dari pasien gagal untuk merespon terapi awal
(dalam waktu 12 sampai 24 jam) atau memburuk setelah terapi awal, sehingga memerlukan
dekompresi

bilier

darurat/emergensi.

Keterlambatan

meningkatkan kemungkinan outcome yang buruk.

dalam

menangani

situasi

ini

Endoscopic biliary drainage


ERCP merupakan terapi/tindakan pilihan untuk dekompresi sistem bilier pada
kolangitis akut Tindakan ini memiliki tingkat keberhasilan 90% sampai 98% dan lebih
unggul dibandingkan dengan drainase bedah atau percutaneous transhepatik bilier drainage
(PTBD) di beberapa studi. Lai et al dalam penelitiannya menggunakan 83 pasien dengan
kolangitis akut yang menjalani endoskopi atau dekompresi bedah dan menemukan bahwa
angka kematian (10% versus 32%) secara signifikan lebih rendah pada endoskopi. Studi-studi
lain juga menegaskan hal ini.
ERCP juga telah terbukti memiliki tingkat morbiditas yang lebih rendah, lama rawat
inap yang pendek, dan tingkat keberhasilan definitif yang lebih tinggi daripada percutaneous
drainase (PTBD).
Pada ERCP dapat dilakukan drainase bilier dengan stent plastik atau kateter
nasobiliary, endoskopi sfingterotomi (ES), dan ekstraksi batu dengan atau tanpa litotriptor..
Pada pasien kolangitis akut berat/kritis atau pada pasien dengan koagulopati, ada
kekhawatiran bahwa ES dapat meningkatkan risiko komplikasi. Penggunaan kateter
nasobiliary atau stent untuk kolangitis akut, Lee et al menemukan bahwa keduanya sama
sama efektif tapi stent lebih berhubungan pada insiden ketidaknyamanan yang rendah setelah
prosedur dan terhindar dari risiko terlepasnya kateter. Pada pasien yang tidak kritis, ES harus
dicoba. Komplikasi ERCP dan ES meliputi pankreatitis, perdarahan, impaksi batu, dan
perforasi dan terjadi pada 5% sampai 10%, dengan perdarahan menjadi masalah tertentu pada
pasien dengan kolangitis. Antibiotik harus dilanjutkan setelah tindakan, durasi terapi
antibiotik tergantung pada respon dan beberapa literatur menyarankan dilanjutkan terapi
selama 7 hari. Sebuah penelitian di Belanda menunjukkan, bahwa pada pasien kolangitis akut
yang tidak berat, dan respon yang baik pada drainase empedu, terapi antibiotik cukup
diberikan selama 3 hari.
Percutaneous transhepatik bilier drainase (PTBD)
Angka keberhasilan percutaneous transhepatik bilier drainase sampai 90% pada
pasien dengan obstruksi saluran empedu. Tindakan ini memiliki tingkat morbiditas (30%
sampai 80%) dan mortalitas (5% sampai 15%) yang lebih tinggi dibandingkan drainase
endoskopi. Meskipun demikian, Percutaneous transhepatik bilier drainase lebih dipilih
daripada ERCP dalam situasi tertentu, seperti hepatolithiasis; cholangitis intrasegmental;

ketika papilla tidak dapat diakses endoskopi (misalnya setelah pembentukan Roux-en-Y);
atau ketika ERCP telah gagal.
Drainase Bilier Bedah
Operasi terbuka telah digunakan untuk terapi kolangitis akut selama hampir 100
tahun. Tindakan ini terkait dengan tingkat kematian hingga 40%, dan jarang digunakan
sebagai metode lini pertama drainase bilier. Ketika ini dilakukan, operasi darurat mungkin
terbatas pada choledochotomy, dekompresi, dan pemasangan T-tube. Sebagian dari pasien
yang dilakukan endoskopi atau perkutaneus transhepatik membutuhkan intervensi bedah
definitif, dan tingkat mortalitas rendah pada pasien yang mampu menjalani ini secara elektif.

Algoritma klinis untuk pengelolaan kolangitis akut

Daftar Pustaka

1. Keita Wada, Tadahiro Takada dkk. 2007. Journal of Hepatobiliary Pancreas Surgery:
Diagnostic criteria and severity assessment of acute cholangitis: Tokyo Guidelines.
Published by Springer. Tokyo University School of Mdicine
2. Anonym 1, 2006. The Victorian Surgical Consultative Council: Acute Cholangitis
and Availability of Urgent ERCP Services. VSCC. British.
3. Ian F. Yusoff, Jeffrey S. Barkun, Alan N. Barkun; 2003. Gastroenterology Clinics of
North America: Diagnosis and management of cholecystitis and cholangitis. WBS.
North America.
4. Masimo Sarteli, Christian Trano. 2012. Journal of Acute Disease: A focus on acute
cholecystitis and acute cholangitis. Journal of Acute Disease. Italy
5. Joseph A. Karan, Joel Rslyn : Cholangitis in Maingots Abdominal Operation, 10th
ed, Prentice Hall Inc, 1997, p. 1717-1738
6. Wei-Zhong Zhang, Yi-Shao Chen, Jin-Wei Wang dkk. 2002. World Journal of
Gastroenterology: Early diagnosis and treatment of severe cholangitis. The WJG
Press. Beijing, China.
7. Philipus C. Bornman dkk. 2003. Journal of Hepatobiliary Pancreas Surgery:
Management of cholangitis. Springer-Verlag. America.

Anda mungkin juga menyukai