Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan dasar manusia dan sumber daya yang perlu dijaga
kelestariannya untuk kepentingan manusia dan lingkungan. Pemeliharaanya secara
kualitas dan kuantitas secara berkelanjutan memerlukan perhatian dan penanganan
yang serius. Salah satu permasalahannya terjadi akibat adanya ketidakseimbangan
antara ketersediaaan air dengan kebutuhan dan penggunaannya.
Gulma air didefinisikan sebagai tumbuhan air yang dalam keadaan dan
waktu tertentu tidak dikehendaki karena dianggap lebih banyak menimbulkan
kerugian daripada manfaat yang ditimbulkannya. Keberadaan gulma air di suatu
perairan umum merupakan bagian dari masalah yang perlu penanganan dalam
manajemen sumber daya perairan. Hydrilla verticillata (ganggang, hydrilla, water
thyme) merupakan salah satu jenis gulma air yang menduduki kategori penting nomor
dua di dunia (termasuk kawasan Asia Tenggara) setelah eceng gondok (Eichhornia
crassipes). Gangguan serius dan kerugian yang disebabkan ganggang antara lain
dapat mengurangi aliran air dalam system saluran irigasi dan hidroelektris. Aliran air
akan berkurang sekitar 40-95 % pada system irigasi, dan dapat menyebabkan banjir
seperti yang terjadi di Guyana dan Malaysia. Gangguan serius lainnya dapat
mengurangi mobilitas navigasi untuk berbagai kepentingan.

B. Tujuan
Tujuan dilaksanakannya praktikum ini ialah agar mahasiswa dan mahasiswi
dapat mengetahui dan memahami cara mengukur parameter kualitas air.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. pH
Menurut Jatmika (1986), derajat keasaman ditentukan oleh konsentrasi ion H.
Air dikatakan asam apabila pH < 7 dan bersifat basa apabila >7. Menurut Susanto
(2003), bahwa pH yang cocok untuk semua jenis ikan berkisar antara 6,7-8,6.
Menurut Pascod (1973), batas yang ideal untuk akuakultur adalah nilai pH antara 6,58,5. Mackereth et al (1989) dalam Effendi (2000), berpendapat bahwa pH juga
berkaitan erat dengan CO2 dan alkalinitas. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi
juga nilai alkalinitas dan semakin sedikit kandungan CO2 bebas dalam air. Alaerts dan
Santika (1987), menyatakan bahwa berdasarkan nilai pH maka tingkat kesuburan
perairan dapat dikategorikan sebagai berikut :
a. kurang produktif jika nilai pH antara 5,5-6,4
b. Produktif jika nilai pH antara 6,5-7,4
c. Sangat produktif jika nilai pH antara 7,5-8,5
Dalam budidaya intensif diperlukan air yang bersifat netral atau sedikit basa
yaitu pada pH 7-8 (Huet, 1971). Selanjutnya ikan masih dapat menyesuaikan diri
pada pH 6,5-8,5 (Pascod, 1973). Boyd (1982), menyatakan bahwa nilai pH yang
mematikan bagi ikan, yaitu kurang dari 4 dan lebih dari 11.

B. Oksigen Teralut (DO)


Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kebutuhan makhluk hidup

di dalam air. Jones (2005) menyatakan bahwa oksigen terlarut berasal dari proses
fotosintesis tumbuhan dan dari udara yang masuk ke dalam air.
Ikan memerlukan kadar oksigen terlarut minimal 1,0 mg/l bila dalam keadaan
diam, tetapi bila keadaan aktif memerlukan oksigen terlarut 3 mg/l (Swingle & Loyd
1980). Alabaster dan Lloyd (1980) mengemukakan bahwa untuk meningkatkan atau
mempertahankan pertumbuhan, nafsu makan dan konversi pakan yang baik bagi ikan,
kandungan oksigen terlarut 3 mg/l pada suhu 26,5oC. Menurut Djadjadiredja dan
Jangkaru (1980) kehidupan ikan air tawar cukup baik jika kandungan O2 terlarut > 5
ppm.

C. Suhu
Pada dasarnya suhu dipengaruhi oleh musim, letak lintang (latitude),
ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan,
serta kedalaman badan air (Haslam, 1995 dalam Effendi, 2003).
Suhu air mempunyai pengaruh yang besar terhadap peristiwa pertukaran zat
atau metabolisme dari makhluk hidup. Suhu air bukan saja mempengaruhi parameter
fisika dan kimia perairan dan fisiologis ikan, tetapi juga zat pencemar beracun akan
semakin toksik dengan kenaikan suhu (America Public Health Association, 1995).
Peningkatan suhu akan mengakibatkan meningkatnya reaksi kimia dalam air,
menigkatnya proses metabolisme biota akuatik dan menurunkan kadar oksigen
terlarut dalam air. Peningkatan metabolisme organisme dalam air akan menambah

penggunaan oksigen akibat adanya respirasi. Kenaikan suhu 1 oC akan meningkatkan


penggunaan oksigen 10% (Brown, 1987 dalam Effendi, 2003). Suhu yang optimal
bagi pemeliharaan ikan biasanya berkisar antara 25-30oC, sedangkan perbedaan suhu
antara siang dan malam tidak boleh melebihi 5oC apalagi jika sampai mendadak
drastis (Susanto, 2003). Menurut Aston dan Brown, dalam Noryadi (2003). Suhu
perairan yang ideal bagi pertumbuhan ikan mas (Cyprinus carpio) berkisar antara 1532oC dengan suhu kritis ambang bawah 0-15oC dan ambang atas 32-41oC.

D. Alkalinitas
Alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam dikenal
dengan Acid-Neutralizing Capacity (ANC) atau kapasitas anion di dalam air yang
menetralkan kation hidrogen. Alkalinitas juga diartikan sebagai kapasitas penyangga
(buffer capacity). Pembentukan alkalinitas utama di perairan adalah bikarbonat,
karbonat dan hidroksida. Diantara ketiga ion tersebut paling banyak ion hidroksida
terdapat di perairan alami (Effendie, 2000). Dalam budidaya intensif diperlukan air
yang bersifat netral atau sedikit basa yaitu pH 7-8 (Huet, 1971). Nilai alkalinitas yang
rendah menyebabkan kematian ikan karena pada kondisi tersebut pH air sangat
berfluktuasi. Pada umumnya budidaya ikan nilai alkalinitas air berkisar antara 30-200
mg/l CaCO3 (Stickney, 1979)
E. Karbondioksida (Co2)
Karbondioksida (CO2) adalah sumber karbon yang lebih disukai oleh

tumbuhan akuatik seperti algae dibandingkan bikarbonat dan karbonat. Kadar CO 2 di


perairan mengalami pengurangan bahkan juga hilang dari perairan akibat proses
fotosintesis, evaporasi dan gerakan air. Perairan yang diperuntukkan bagi kepentingan
budidaya sebaiknya memiliki kadar CO2 bebas < 5 mg/l (Effendi, 2000). Kandungan
karbon bebas di perairan dalam jumlah berlebihan bersifat racun bagi ikan. Tetapi
pada konsentrasi 60 mg/l ikan masih mampu hidup apabila kelarutan oksigen cukup
tersedia di perairan (Boyd, 1988). Menurut Pascod (1973) batas kelayakan kandungan
CO2 bagi ikan dalam lingkungan budidaya adalah 12 mg/l.

F. Sampling Plankton
Pengambilan sampel dapat dilakukan baik secara vertical maupun horizontal.
Pengambilan secara vertical sering mengikuti petunjuk kedalaman standar
oseanografi (Michael, 1995). Peralatan sampling yang digunakan untuk pengambilan
sampel pada umumnya berbeda-beda menurut ukuran plankton. Pada pengambilan
sampel fitoplankton dan nanoplankton dapat dilakukan dengan cara :
1. Menggunakan jaring plankton yang memiliki diameter mulut sebesar 30 cm dan
mata jarring 64 mm
2. Pengambilan sampel dengan anung Van Dorn atau Niskin, ditampung dalam botol
sampel (250 ml) diberi bahan pengawet formalin atau larutan lugol
3. Pengambilan sampel dengan tabung Van Dorn atau Niskin, selanjutnya dilakukan
penyaringan sebanyak lebih dari 21 kali dengan jaring plankton berdiameter 15

cm dengan mata jaring 20 mm (Michael, 1995)


Pengambilan zooplankton pada umumnya dilakukan dengan menggunakan
jaring plankton, meskipun dapat dilakukan dengan cara lain, misalnya melakukan
penyedotan air dengan pompa, kemudian air disaring dengan jaring tertentu (102 mm,
200 mm atau 300 mm). Cara ini cukup jarang dilakukan karena memerlukan
peralatan khusus dan wahana praktikum yang dilengkapi peralatan listrik agar dapat
melakukan penyedotan air dan dalam pengoprasianya hanya terbatas pada kedalaman
permukaan (Michael, 1995)
Pemberian bahan pengawet pada sampel dimaksudkan agar sampel-sampel
yang tidak dapat diamati segera setelah pengambilan sampel, tidak mengalami
kerusakan. Jenis-jenis bahan pengawet yang umum digunakan dilapangan adalah
formalin, larutan lugol, dan larutan boutin. Sedangkan penggunaan alcohol untuk
pengawetan plankton jarang dilakukan. Pemberian bahan pengawet dilakukan dengan
segera setelah sampel ditampung dalam botol sampel agar plankton tidak mengalami
kerusakan akibat terjadi proses pembusukan (Michael, 1995)

BAB III
METODELOGI
A. Waktu dan Tempat
Praktikum Manajemen Kualitas Air dilaksanakan pada tanggal 07 Mei 2014
dan 14 Mei 2014, pukul 14.00-selesai di Laboratorium Toksikologi Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Mulawarman Jalan Gunung Tabur Kampus
Gunung Kelua Samarinda, Kalimantan Timur.

B. Alat dan Bahan


Tabel 1. Alat dan Bahan
No
1.

Bahan
pH
a. Air sampel

2.

Alat

a. pH meter
b. Alat Tulis

Oksigen terlarut (DO)


a. Air sampel
b. Sulfamic Acid
c. MnSO4 (mangan
sulfat)
d. NaOH+KI
e. H2SO4 pekat

a. Erlemenyer
b. Pipet
c. Gelas Ukur

f. Na-thiosulfat
3.

Suhu
a. Air
Sampel
(Kolam FPIK)

4.

a. Termometer
b. Erlemenyer
c. Alat Tulis

Alkalinitas
a. Air Sample 50 ml
b. BCG+MR
c. HCL 0,025

5.

a.
b.
c.
d.

Karbondioksida (Co2)
a. Air Sample
b. Indikator PP
c. Natrium
Karbonat
(Na2CO3)

6.

Erlemenyer
Gelas Ukur
Pipet
Alat tulis

a. Pipet
b. Erlemenyer
c. Gelas ukur

Alkalinitas
a. Gelas ukur 50 ml
b. Labu erlemenyer
50 ml
c. Pipet ukur 1 ml
d. Pro pipet

a.
b.
c.
d.

Na2S2O3 1 N
Indikator PP
HCL 0,025 N
Mix. Indikator

1. Suhu Air
a) Air Sampel (Kolam FPIK)

b) Termometer
c) Erlemenyer
d) Alat Tulis
2. Alkalinitas
a) Air Sample 50 ml

g) Alat tulis

b) Erlemenyer
c) Gelas Ukur
d) Pipet
e) BCG+MR
f) HCL 0,025
3. pH
Air Sample
pH meter
Alat Tulis
Ogsigen Terlarut (Do)
Air sample
Sulfamic Acid
MnSO4 (mangan sulfat)
NaOH+KI
H2SO4 pekat
Na-thiosulfat

10

Erlemenyer
Pipet
Gelas Ukur
CO2 (Karbondioksida)
Air Sample
Indikator PP
Natrium Karbonat (Na2CO3)
Pipet
Erlemenyer
Gelas ukur
PROSEDUR PRAKTIKUM
1.

Suhu Air

a.

Thermometer dicelupkan ke dalam air sample (air kolam FPIK)

b.

Didiamkan selama 2 menit

c.

Mencatat nilai suhu yang tertera pada thermometer

2.

Alkalinitas

a.

Mengambil air sample sebanyak 50 ml dengan menggunakan pipet,

kemudian dimasukkan kedalam erlemenyer


b.

Menambahkan 2 tetes indikator pp. bila:

Terbentuk warna pin, lanjutkan ke 3

Tidak berwarna, lanjutkan ke 4

11

c.

Mentitrasi dengan HCl atau H2SO4 0,025 N, hingga terjadi perubahan

warna dari pink menjadi tidak berwarna. Titrant yang digunakan dicatat (sebut saja
A=ml).
d.

Menambahkan indikator BCG+MR sebanyak 3-4 tetes, kemudian titrasi

dengan titrant yang sama hingga terjadi perubahan warna dari biru menjadi merah
kebiruan . hasil titrant yang digunakan dicatat (misalnya=B ml)
e.

Kemudian dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan berikut ini

Alkalinitas pp (karbonat) = A x N titran x 100/2 x 1000


(PPM CaCO3)

ml sampel

Alkalinitas total = (A + B) x N titran x 100/2 x 1000


(ppm CaCO3)

ml sampel

3.

pH

a.

Memasukkan pH meter ke dalam sampel air (air kolam FPIK)

b.

pH meter didiamkan hingga nilai yang tertera dimonitor berhenti

c.

Kemudian nilai yang tertera pada monitor pH meter dicatat

DO (ogsigen terlarut)

a.

Air sampel dimasukkan ke dalam botol BOD sampai maluap, (jangan

sampai terjadi gelembung udara), kemudian ditutup kembali

12

b.

Menambahkan 1 ml Sulfamic Acid dengan pipet dibawah permukaan, tutup

dan aduk dengan membolak-balik


c.

Tambahkan 2/1 ml mangan sulfat (MnSO 4),

dan 2 ML NaOH + KI.

Penambaha reagen-reagen ini juga dengan memasukkan pipet dibawah permukaan air
dalam botol, kemudian botol ditutup denga hati-hati dan mengaduk dengan mebolakbalik 20 kali. Biarkan beberapa saat hingga endapan coklat terbentuk sempurna
d.

Menambahkan 2 ml H2SO4 pekat dengan hati-hati, kemudia diaduk dengan

cara yang sama hingga semua endapan larut. Kalau endapan belum larut semua,
ditambahkan kembali 0,5 ml H2SO4 pekat.
e.

Mengambil 100 ml sampel air dari botol BOD tersebut dengan

menggunakan pipet Mohr atau gelas ukur, masukkan ke dalam erlemenyer, usahakan
jangan samapi terjadi aerasi
f.

Titrasi dengan Na-thiosulfat hingga terjadi perubahan warna warni dari

kuning tua ke kuning muda. Tambahkan 5-8 tetes indikator amylum hingga terbentuk
warna biru. Kemudian dilanjutkan titrasi dengan Na thio-sulfat hingga tepat tidak
berwarna (bening).

5.

CO2 (karbondioksida)

a.

Mengambil air sampel sebanyak 25 ml dengan menggunakan pipet,

kemudian dimasukkan kedalam erlemenyer dengan hati-hati, sedapat mungkin

13

menghindari terjadinya pengaruh aerasi


b.

Menambahkan 3-4 tetes indikator pp, jika berwarna pink berarti tidak ada

CO2
c.

Kemudian dititrasi dengan natrium karbonat (Na2CO3) 0,0454 N atau

natrium hidroksida (NaOH) 0,0227 N sampai warna pink yang stabil selama 30 detik.
Catat yang digunakan
d.

Kemudian dihitung dengan menggunakan perhitungan berikut ini

Bila titrant yang digunakan Na2CO3 :


CO2 (mg/l) = ml titran x N titran x 44/2 x 1000
Volume sampel (=25 ml)

Bila titrant yamg digunakan NaOH:


CO2 (mg/ml)= ml titran x N titran x 44 x 1000
Volume sampel (=25 ml)

14

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Suhu Air
Dari hasil pengukuran suhu yang dilakukan yaitu 28 o C dengan
menggunakan alat ukur termometer
Alkalinitas
a.

Diketahui

- ml titran

: 0,2 ml

- N titran

: 0,25 ml

- Volume sampel : 50 ml
b.

Rumus Penyelesaian

15

Alkalinitas = ml titran x N titran x 50.000


Volume sampel
c.

Penyelesaian

Alkalinitas = 0,2 x 0,25 x 50.000 = 50 mg/l


50.000
pH
Dari hasil pengukuran pH yang dilakukan dengan menggunakan pH meter
yaitu 8,1
DO (ogsigen terlarut)

CO2 (karbondioksida)
a.

Diketahui

ml titran

: 1,0 ml

N titran

: 0,025 ml

Volume sampel : 50 ml

b.

Rumus Penyelesaian
CO2 (mg/l) = ml titran x N titran x 22.000
Volume sampel

c.

Penyelesaian

CO2 (mg/l) = 1,0 x 0.025 x 22.000 = 11 mg/l


50 ml

16

6.

Padatan Terlarut Total (TDS)

Status kualitas air menurut sistem nilai STORET


Di kolam FPIK UNMUL
NO Parameter
Fisika
1.

Satuan

Baku mutu Hasil Pengukuran

Skor

17

Anda mungkin juga menyukai