Anda di halaman 1dari 8

Foto Esai dalam Media

copyright on Dwi Oblo


Pada hari Minggu sore(18/7) kemarin di kawasan wisata Benteng Vredeburg
Yogyakarta saya secara iseng menghadiri seminar jurnalistik dalam suatu acara
yang bertajuk Festival Pers Mahasiswa Nasional 2010. Acara seminar yang digelar
sebagai salah satu rangkaian kegiatan dalam rangka Milad LPM Himmah Universitas
Islam Indonesia ke-43 ini mengambil tema Foto Esai dalam Media Jurnalistik. Tema
yang sangat menarik inilah yang membawa rasa penasaran saya ke acara ini, selain
memang minat saya dalam bidang fotografi akhir-akhir ini, ditambah pula dengan
kehadiran dua narasumber yang berpengalaman dalam hal foto jurnalistik, yaitu
Mas Wawan H. Prabowo sebagai salah satu kontributor tetap kolom Foto Pekan Ini
di harian Kompas dan Mas Dwi Oblo, freelance Majalah National Geographic
Indonesia dan Kantor Berita Reuters.

Secara umum foto esai, yang sering disebut dengan foto cerita, adalah kumpulan
dua foto atau lebih (biasanya 6-12 foto) yang disusun sedemikian rupa dan saling
terkait menceritakan fenomena atau suatu peristiwa dari sudut pandang fotografer.
Jenis penyampaian berita lewat media foto esai ini lahir dari kejenuhan yang dialami
banyak pembaca surat kabar dalam membaca tulisan narasi, selain itu data dalam
bentuk visual umumnya lebih cepat dicerna dan dimengerti dibandingkan tulisan.
Layaknya narasi berita tulis, foto esai juga menyajikan suatu permasalahan dari
sudut pandang pembuat berita (dalam hal ini fotografer). Oleh karenanya, selain
rangkaian foto, unsur penting dari esai foto ini adalah adanya narasi atau teks
penyerta. Teks tersebut menjadi pembingkai masalah dan menerangkan hal-hal
yang tak terjelaskan dalam foto. Tanpa teks tersebut, foto tak akan berbicara
banyak.

Pada sesi pertama acara seminar, tampil Mas Wawan memberikan sekilas info
tentang seluk beluk foto esai. Beliau juga menyampaikan teknik penciptaan foto
esai dengan metode EDFAT. Metode ini akan dijelaskan kemudian di tulisan ini.
Secara garis besar, Mas Wawan lebih banyak menceritakan pengalamannya dalam
mengambil foto dan mengisi rubrik foto esai di harian Kompas. Menurut
pengalaman beliau, fotografer jurnalistik, tidak terkecuali pembuat foto esai
sebagian besar perannya diisi oleh jiwa wartawan. Tidak seperti fotografer murni,
fotografer jurnalis harus mampu mengumpulkan info tentang suatu permasalahan
dan menuangkannya dalam bentuk tulisan dan susunan foto.

Mas Oblo sebagai narasumber pada sesi kedua juga menyampaikan seluk beluk
tentang foto esai dan sejarahnya. Selain itu beliau banyak memberikan tips-tips dan
pengetahuan dalam menciptakan foto esai yang baik. Sebagai freelance
photographer, beliau juga membagikan pengalaman pahit-manisnya menjadi
fotografer lepas.

Lepas dari itu semua, baik Mas Oblo maupun Mas Wawan memberikan pengetahuan
baru bagi para jurnalis muda dalam bidang fotografi jurnalistik dan tentunya
memotivasi semua kalangan, tidak hanya jurnalis untuk membuat esai foto. Semua
itu karena fotografi jurnalistik tidak hanya eksklusif untuk kaum jurnalis, tetapi siapa
saja yang ingin menceritakan kejadian atau fenomena di sekitarnya dalam bentuk
foto. Imbalan karya esai foto yang dimuat di media cetak juga bisa dibilang lumayan
bagi kaum mahasiswa seperti saya ini. Hehe

Lebih jauh dengan Foto Esai

Sebenarnya dalam dunia fotografi jurnalistik dibagi menjadi dua jenis foto, yaitu
stand alone photo dan series photo. Foto esai masuk ke dalam jenis foto kedua
bersama foto seri dan foto sekuen. Semua jenis foto jurnalistik pasti mempunyai
caption atau teks singkat penyerta sebagai penjelas foto tersebut. Tambahan untuk
esai foto, foto jenis ini juga harus disertai narasi yang pentingnya seperti telah
dijelaskan pada tulisan di atas.

Unsur pertama dalam membuat foto esai adalah menciptakan foto yang tepat.
Untuk menghasilkan foto yang tepat dan juga indah, pembuat foto setidaknya harus
mengetahui elemen-elemen yang harus ada dalam foto esai. Elemen-elemen
tersebut ialah:

Establishing shoot, yaitu foto yang dipakai untuk membuka cerita. Foto ini biasanya
memasukkan semua elemen dari subjek foto (overview) dan juga sebisa mungkin
dipilih foto yang menarik pembaca.
Relationship, yaitu hubungan yang terjalin antara dua subjek dalam satu bingkai.
Hubungan yang tercipta dapat berupa hubungan positif atau negatif.

Men at work, yaitu suatu penggambaran dimana subjek foto berusaha keras untuk
suatu tujuan dengan kesulitan dan resiko pekerjaannya.
Potraits, yaitu penggambaran ekspresi subjek foto yang dapat diambil dengan
frame medium sampai close-up wajah.
Close-up and detail, yaitu penggambaran secara detail dari subjek sebagai simbol
yang ingin diceritakan dari subjek foto tersebut.
Moment, yaitu penggambaran kejadian yang tidak terjadi sewaktu-waktu, perlu
keberuntungan dan pengambilan waktu yang tepat untuk mendapatkannya.
Dalam dunia fotografi jurnalistik juga dikenal metode EDFAT, yaitu kependekan
Entire, Detail, Frame, Angle, dan Time untuk menciptakan foto esai yang baik.
Semua elemen foto esai secara garis besar telah masuk dalam metode ini. Melalui
metode ini fotografer akan berproses untuk menemukan bingkai foto yang tepat,
kreatif, dan bisa mengumpulkan data lengkap untuk ditampilkan dalam foto esai.

Setelah foto tercipta, pekerjaan selanjutnya yang tidak kalah penting dan tidak
mudah bagi fotografer ialah menyusun foto esai. Beragam bingkai foto dalam
kesatuan esai akan mendapat nilai tambah bila dihadirkan dalam tata letak yang
baik. Pekerjaan ini menuntut fotografer untuk bekerjasama dengan beberapa pihak,
antara lain editor dan layouter. Editor sebagai penentu foto mana yang akan
ditampilkan di media, sedangkan layouter sebagai pembuat tata letak antara foto
dan narasi dalam media harus dihadapi fotografer dalam rangka pengajuan
proposal hasil hunting foto. Oleh karena itu, fotografer perlu melakukan
komunikasi yang baik dengan pihak-pihak tersebut, terutama editor agar foto yang
terpilih dapat benar-benar relevan dengan narasi yang dibuat. Sebanyak mungkin
bertukar pendapat dengan editor, merupakan cara yang efektif untuk
mengkompromikan foto yang dipilih fotografer dengan keinginan editor.

Tahap-tahap pekerjaan dari mencipta foto dan menyusunnya dalam kesatuan esai
merupakan gambaran umum dari proses yang harus dilalui oleh fotografer jurnalis
untuk membuat foto esai. Diharapkan dengan kesatuan cerita dan foto yang saling
terkait menghasilkan kesan yang mendalam di hati pembacanya, sehingga foto esai
tidak hanya berfungsi sebagai berita penghias kolom akhir pekan, tetapi juga
dapat mempengaruhi hati dan pikiran pembaca untuk mendukung gagasan yang
disampaikan dalam foto esai ini.

Semoga tulisan ini dapat menjadi pengetahuan baru bagi kita yang sama sekali
awam dengan dunia fotografi dan jurnalistik. Bagi penghobi fotografi, semoga

wacana ini juga dapat memberikan wawasan baru dalam berkarya. Kemungkinan
artikel ini akan berlanjut. Jadi nantikan artikel selanjutnya. :D

Page 1
13

BABII
KAJIANPUSTAKA
2.1.LandasanTeori
2.1.1.MajalahSebagaiMediaMassaCetak
Majalahmerupakansalahsatubentukdarimediamassacetak.
Mediamassamerupakansalahsatuunsurdalamkomunikasimassa.
Komunikasimassaadalahpenyebaranpesandenganmenggunakanmedia
yangditujukankepadamasyarakatyangabstrak,yaitusejumlahorang
yangtidaknampakolehpenyampaipesan(Effendy,2002).
Jenisjenismajalahitusendiridapatdibedakanatasdasarfrekuensi
penerbitandankhalayakpembaca.Sedangkanfrekuensipenerbitandi
Indonesiapadaumumnyaterbitmingguan,bulanan,duakalisebulan,tiga
kalisebulandanbahkanadayangterbittriwulanan.
Majalahyangberkembangdipasaransekaranginidapatdibedakan
menjadi3jenis,yaitu(Vivian,2005):
1.NewsMagazine
Adalahmajalahyangmenampilkanrangkumanlengkapdanlebih
mendalamdaripadapemberitaanyangtertulisdiKoran.Berita

Tiga foto di atas dibuat dengan menggunakan teknik fotografi HDR. Apakah HDR
itu ? Pada artikel ini, kita akan belajar mengenal fotografi HDR. Nah, fotografi HDR
atau High Dynamic Range (Rentang Dinamis Tinggi) adalah teknik untuk
merepresentasikan tingkat kecerahan yang lebih luas dari yang biasanya mampu
ditampung pada hasil pemotretan normal.

Dynamic Range, adalah term dari range pencahayaan (brightness) level dari sebuah
imaji (image). Secara teoritis, dynamic range adalah sebuah ratio perbandingan
antara maximum dan minimum dari sebuah pengukuran, yang dalam dunia
fotografi, pencahayaan.

Dalam dunia fotografi, rentang dinamis berarti perbedaan antara bagian dan nilai
warna paling gelap. Dengan kata lain, jangkauan dinamis berarti kontras dari
sebuah foto.

Dynamic range adalah ukuran dari berbagai tingkat cahaya yang berbeda dari
hitam gelap ke putih terang yang dapat direkam atau ditampilkan oleh perangkat.
Ini mendefinisikan jumlah kontras yang dapat ditangkap atau ditunjukkan sebuah
device tanpa kehilangan detail pada ekstrem.

Rentang dinamis yang dapat ditangkap dengan SLR Anda lebih besar daripada yang
dapat ditampilkan pada monitor Anda.

Dengan belajar mengenal fotografi HDR mampu menghasilkan foto yang tampak
lebih natural seperti yang dilihat oleh mata (walaupun juga tidak menutup

kemungkinan untuk memberikan hasil yang lebih artistik atau bahkan berbeda jauh
dari tampilan natural yang sesungguhnya).

Rentang dinamis ini diukur dalam satuan Exposure Value (EV) (yang juga dikenal
dengan istilah stop) antara bagian yang tercerah dan tergelap dalam suatu foto.
Sekedar informasi, rentang dinamis yang mampu ditampung dalam format JPG
berkisar antara 5 hingga 8 stop sementara RAW bisa menampung antara 10 hingga
12 stop.

Di sisi lain jika dibandingkan dengan mata, mata manusia dalam satu waktu bisa
menampung rentang dinamis hingga 14 stop. Bahkan bila memasukkan variabel
berupa bukaan diafragma pada mata (iris), rentang dinamis yang mampu
ditampung oleh mata hampir mencapai 24 stop!

Inilah yang menjelaskan mengapa mata manusia mampu melihat detail di daerah
terang dan gelap jauh lebih baik dari kamera tercanggih sekalipun.

Foto HDR sendiri pada dasarnya tidak selalu mutlak dibutuhkan. Saat kita memotret
sesuatu yang memiliki pencahayaan merata dan kamera sanggup menangkap
semua terang gelap dari bidang foto dengan baik, kita tidak merasa ada yang salah
dengan foto tersebut. Namun umumnya saat siang hari, dimana sebagian dari
langit yang terang ikut terekam dalam foto, barulah kita mulai merindukan
kemampuan lebih dari sebuah kamera.

Sayangnya kamera modern saat ini pun masih belum sanggup memberikan lebih
dari apa yang dia bisa, dihadapkan pada kondisi kontras tinggi, metering kamera
hanya memilih antara menyelamatkan detil di area gelap (mengorbankan detil di
area terang) atau sebaliknya. Maka kita lah yang perlu mengeluarkan sedikit usaha
untuk memperbaiki foto dengan teknik HDR, bila perlu.

secara umum, HDR akan terasa lebih efektif saat pemotretan outdoor, landscape,
siang hari dan melibatkan elemen langit yang terang.

Prinsip kerja teknik HDR adalah mengatasi keterbatasan sensor dengan mengambil
beberapa foto yang berbeda eksposur (umumnya tiga foto dengan eksposur normal,
under dan over), Foto pertama memakai exposure -3; foto kedua 0; dan foto ketiga
+3. Lalu digabung menjadi satu foto di komputer, memakai program Photoshop
atau Photomatix.

Proses penggabungan dan olah digital ini dilakukan pada foto mentah, karena itu
pastikan kamera Anda dapat menyim- pan data dalam format RAW. Foto jenis ini
memang berukuran besar dan membuat kartu memori cepat penuh, tapi RAW
dapat menyimpan informasi cahaya yang sangat banyak.

Kamera modern kini sudah bisa melakukan proses penggabungan HDR di kamera
tanpa bantuan komputer, meski tentu hasilnya akan lebih baik dengan memakai
komputer.

Beberapa tips dan trik fotografi HDR :

1. Gunakan tripod dan shutter release untuk take multiple images

2. Gunakan RAW untuk mendapatkan kualitas foto yang lebih baik dan images
depth

3. Gunakan ISO terendah, untuk menghindari noise.

4. Hati hati terhadap angin saat long exposure, karena bergeser sedikit saja subjek
akan mempengaruhi hasil photo HDR

5. Motret dengan berbagai exposure (atau +2EV, +1EV,0,-1EV, -2EV) dengan 1 nilai
aperture (bisa menggunakan aperture priority, dan mengkompensasi manualy, atau
bisa juga dengan bracketing)

6. Membuat multiple photo dengan cepat, untuk menghindari movements yang


terjadi sehingga pada akhirnya membuat munculnya ghost

7. Perhatikan histogram saat mengkompensasi foto untuk HDR, jika photo banyak
dominan shadow, usahakan sequence photo banyak di daerah highlight begitu juga
sebaliknya, sehingga sequence photo tersebut akan mengisi detail photo yg di
range brightness tsb.

8. Tapi yang terpenting, jangan memikirkan post processing apa yang perlu
dilakukan sebelum memotret atau saat mengintip di viewfinder. Berpikirlah untuk
menghindari post processing dan just take a best shot -IN- camera dengan
memikirkan baik baik metering dan kompensasi, komposisi serta angle juga aspek
aspek dasar fotografi.

9. Karena perbedaan dinamic range yang tinggi, jika kita pinter memilih dan
mengukur eksposure dan memilih kompensasi, kita akan mendapatkan image yang
secara pencahayaan yang lebih baik. Atau bahkan tak membutuhkan HDR lagi.

Jika kita tidak hati hati, HDR teknik juga akan mengubah sebuah foto menjadi
overblown, oversaturated, noisy, atau bahkan lebih buruk lagi.

Anda mungkin juga menyukai