TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Tumor ganas (neoplasma) secara harfiah berarti pertumbuhan baru. Dengan
kata lain, neoplasma merupakan massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya
berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal
meskipun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti (Kumar et
al, 2007). Tumor ganas (kanker) laring merupakan suatu neoplasma yang
ditandai dengan sebuah tumor yang berasal dari epitel struktur laring (Kamus
Saku Mosby, 2008).
Menurut Negri E (2009) dalam Ramroth H (2011), terdapat beberapa bukti yang
menunjukkan peningkatan risiko terjadinya kanker laring yaitu jika terdapat
keluarga yang memiliki riwayat menderita kanker kepala dan leher.
Risiko terjadinya tumor ganas laring ini akan meningkat seiring dengan berat dan
banyaknya faktor risiko yang terdapat pada seseorang. Faktor risiko tersebut
diantaranya adalah:
a.
Usia
Kanker laring merupakan kanker yang sering terjadi pada usia pertengahan
dan usia tua dengan puncak insidensi terjadi pada dekade ke enam sampai dekade
ke delapan (Robin et al, 1991 dalam Ratiola, 2000).
Lee, 2003 menyebutkan bahwa insidensi penderita tumor ganas laring
terbanyak pada dekade 70. American Cancer Society (2011), lebih dari setengah
kasus kanker laring terjadi pada usia 65 tahun.
Berdasarkan National Cancer Institutes Surveilance Epidemiology and End
Result Cancer Statistic Review (2012), dari tahun 2005-2009 rata-rata penderita
tumor ganas laring adalah pada usia 65 tahun, tidak ditemukan (0%) pada usia
kurang dari dua puluh tahun. Namun ditemukan 0,4% antara usia 20-34 tahun;
2,7% antara usia 35-44 tahun; 16,3% antara usia 45-54 tahun; 29,8% antara usia
55-64 tahun; 28,6% antara usia 65-74 tahun, 17,3% pada usia 75-84 tahun dan
4,8% pada usia 85 tahun keatas.
b.
Jenis Kelamin
Angka kejadian masih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita
adalah karena masih tingginya kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol pada
laki-laki (American cancer Society, 2011)
Insidensi tertinggi kanker laring ini lebih banyak terjadi pada laki- laki
dibandingkan dengan wanita yaitu sekitar 5:1 (Lee, 2003). 1 Januari 2008, di
United States diperkirakan jumlah tumor ganas laring 88.941 kasus, yang terdiri
dari 71.273 laki-laki dan 17.668 wanita (National Cancer Institute, 2012).
c.
Ras
Tumor ganas laring lebih sering pada ras African American dan kulit putih
dibandingkan dengan ras asia dan latin (American Cancer Society, 2011). Data
National Cancer Institute (2012), insidensi terjadinya kanker laring berdasarkan
ras yang telah didiagnosis pada 18 area SEER (San Francisco, Connecticut,
Detroit, Hawaii, Iowa, New Mexico, Seattle, Utah, Atlanta, San Jose-Monterey,
Merokok
Sebagian besar (88-89%) penderita tumor ganas laring adalah perokok.
Secara garis besar terdapat tiga jenis nitroso dalam rokok, diantaranya
adalah sebagai berikut:
1)
(NNK)
dan
N2-
nitrosonornicotine (NNN).
2)
3)
(NPYR),
N-nitrosopiperidine
(NPIP)
dan
N-
nitrosomorpholine (NMOR).
Kandungan lain yang terdapat dalam rokok diantaranya adalah benzene,
arsenik, dan hidrokarbon. Selain dari kandungan rokok tersebut, bahan
karsinogenik juga dihasilkan dari pembakaran rokok (tembakau) oleh para
perokok aktif diantaranya adalah nikotin, karbon monoksida, hydrogen sianida
dan ammonia. Pemaparan bahan-bahan tersebut baik pada perokok aktif maupun
pasif dapat menyebabkan kerusakan dari mukosa laring dimana sel-selnya akan
bermetaplasia dan akan berkembang kearah keganasan. Hal tersebut akan
meningkat jika seseorang juga mengkomsumsi alkohol.
e.
Alkohol
Alkohol bukan merupakan faktor risiko tunggal yang menyebabkan
f.
Virus
Berdasarkan Heller dalam Ballenger (1977), virus dapat menyebabkan
berupa asbestos, komponen nikel, dan beberapa minyak mineral, radiasi (Adams,
2005). Penelitian di Italia disebutkan bahwa, Serbuk kaca juga dapat
meningkatkan angka kematian pada penderita kanker laring (Bertazzi, 1980 dalam
Adams, 2005).
Pada
tingkat molekular, progresi ini terjadi akibat akumulasi kelainan genetik yang
pada sebagian kasus dipermudah oleh adanya gangguan pada perbaikan DNA.
Perubahan genetik tersebut melibatkan terjadinya angiogenesis, invasi dan
metastasis. Sel kanker juga akan melewatkan proses penuaan normal yang
membatasi pembelahan sel. Tiap gen kanker memiliki fungsi spesifik, yang
disregulasinya ikut berperan dalam asal muasal atau perkembangan keganasan.
Gen yang terkait dengan kanker perlu dipertimbangkan dalam konteks enam
perubahan mendasar dalam fisiologi sel yang menentukan fenotipe ganas,
diantaranya:
a.
onkogen. Gen ini berasal dari mutasi protoonkogen dan ditandai dengan
kemampuan mendorong pertumbuhan sel walaupun tidak terdapat sinyal
pendorong pertumbuhan yang normal. Produk gen ini disebut onkoprotein. Pada
keadaan fisiologik, proliferasi sel awalnya terjadi karena terikatnya suatu faktor
pertumbuhan ke reseptor spesifiknya di membran sel. Aktivasi reseptor
pertumbuhan secara transien dan terbatas, yang kemudian mengaktifkan beberapa
protein transduksi sinyal di lembar dalam plasma. Transmisi sinyal ditransduksi
melintasi sitosol menuju inti sel melalui perantara kedua. Induks i dan aktivasi
faktor regulatorik inti sel yang memicu transkrip DNA. Selanjutnya sel masuk
kedalam dan mengikuti siklus sel yang akkhirnya menyebabkan sel membelah.
Dengan latar belakang ini, kita dapat mengidentifikasi berbagai strategi yang
digunakan sel kanker
untuk
b.
tumor TP53 (dahulu p53). TP53 ini dapat menimbulkan efek antiproliferatif,
tetapi yang tidak kalah penting gen ini juga dapat mengendalikan apoptosis.
Secara mendasar, TP53 dapat dipandang sebagai suatu monitor sentral untuk stres,
mengarahkan sel untuk memberikan tanggapan yang sesuai, baik berupa
penghentian siklus sel maupun apoptosis.
Berbagai stres yang dapat memicu jalur respon TP53, termasuk anoksia,
ekspresi onkogen yang tidak sesuai (misalnya MYC) dan kerusakan pada integritas
DNA. Dengan mengendalikan respon kerusakan DNA, TP53 berperan penting
dalam mempertahankan integritas genom.
Apabila terjadi kerusakan TP53 secara homozigot, maka kerusakan DNA
tidak dapat diperbaiki dan mutasi akan terfiksasi disel yang membelah sehingga
sel akan masuk jalan satu-satunya menuju transformasi keganasan (Kumar et al,
2007).
c.
d.
dan setelah itu sel akan kehilangan kemampuan membelah diri dan masuk masa
nonreplikatif. Hal ini terjadi karena pemendekan progresif telomer di ujung
kromosom. Namun pada sel tumor akan menciptakan cara untuk menghindar dari
proses penuaan yaitu dengan mengaktifkan enzim telomerase sehingga telomer
tetap panjang. Hal inilah yang menyebabkan replikasi sel tanpa batas (Kumar et al,
2007).
e.
ini dapat terjadi oleh karena mutasi inaktivasi gen E-kaderin. Secara fisiologis gen
E-kaderin bekerja sebagai lem antarsel agarsel tetap menyatu. Proses selanjutnya
adalah degradasi lokal membran basal dan jaringan interstitium. Invasi ini
mendorong sel tumor berjalan menembus membran basal yang telah rusak dan
matriks yang telah lisis (Kumar et al, 2007).
2.5.3. Subglottis
Tumor subglottis tumbuh lebih dari 10 mm dibawah tepi bebas pita suara
asli sampai batas inferior krikoid. Tumor yang menyeberangi ventrikel dan
mengenai pita suara asli dan pita suara palsu ataupun meluas ke subglottis lebih
dari 10 mm merupakan tumor ganas transglottis (Hermani dan Abdurrachman,
2007).
2.6.
2.6.1. Anamnesis
Anamnesis mengenai perjalanan penyakit dan faktor-faktor yang diduga
sebagai penyebab terjadinya tumor ganas laring seperti merokok, konsumsi
alkohol serta faktor lain seperti usia, jenis kelamin dan riwayat pekerjaan (Lee,
2003 dalam Sofyan, 2011).
Pemeriksaan Laring
Pemeriksaan laring dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan
iii)
Tumor subglottis akan tampak lebih difus dan memiliki ulkus yang
superfisial dengan tepi yang lebih tinggi.
b.
Pemeriksan Leher
Pemeriksaan leher dilakukan dengan palpasi, hal ini untuk menentukan
apakah terdapat pembesaran kelenjar limfa dan metastasis tumor ke ekstra laring
(Concus et al, 2008 dan Probst et al, 2006). Palpasi dilakukan dengan sistematis
dimulai dari submental berlanjut kearah angulus mandibula, sepanjang muskulus
sternokleimastoid, klavikula dan diteruskan sepanjang saraf assesorius. Pada saat
pemeriksaan perlu diperhatikan mengenai lokasi, ukuran, batas, dan mobilitas
tumor.
Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan biopsi pada lesi laring dengan
laringoskop langsung. Hal ini perlu dilakukan untuk menilai keganasan (Concus
et al, 2008 dan Ballenger, 1977) dan membedakannya dengan lesi jinak atau lesi
lain misalnya oleh karena infeksi bakteri, virus dan jamur (Sofyan, 2011 dan
Adams, 2005). Selain itu pemeriksaan biopsi ini juga dapat mengidentifikasi tipe
tumor dan diferensiasinya (Sofyan, 2011). Biopsi dilakukan diruang operasi dan
pasien diberikan anestesi umum serta diberi neuromuskular paralisis sebelum
dilakukan operasi.
b.
Pencitraan Toraks
Metastasis kanker laring pada awalnya adalah pada nodus servikal regional
setelah itu akan bermetastasis ke paru. Oleh karena itu, pasien dengan kanker
kepala dan leher harus dilakukan foto toraks rutin sekali atau dua kali dalam
setahun untuk evaluasi dan skrining metastasis tumor. Jika terdapat abnormalitas
yang signifikan maka computed tomography (CT) scan dada harus dilakukan
untuk konfirmasi lesi. Bronkoskopi dengan evaluasi apusan bronkial atau biopsi
transbronkial harus dilakukan jika dicurigai adanya lesi (Concus et al, 2008 dan
Adams, 2005).
2.7.3. Sarkoma
Keganasan yang berasal dari pertumbuhan sel mesenkim ini sangat jarang
terlihat.
Sarkoma
yang
paling
sering
terjadi
adalah
kondrosarkoma.
Kondrosarkoma laring ini muncul paling sering dari kartilago krikoid dan massa
submukosa glottis posterior. Diagnosis keduanya sangat sulit.
Kondrosarkoma memiliki sifat yang non-agresif sehingga terapinya dapat
dilakukan pembedahan parsial laring. Radiasi secara umum tidak efektif untuk
kondrosarkoma (Concus et al, 2008).
T2
: Tumor menginvasi mukosa lebih dari satu sisi supraglottis tanpa ada
fiksasi dari laring.
T3
: Tumor terbatas pada laring dengan fiksasi pita suara dan/ atau telah
menginvasi area postcricotiroid, jaringan pre-epiglottis dan bagian
dasar lidah.
T4
Glottis
Tis : Karsinoma insitu
T1
T3
T4
Subglottis
Tis : Karsinoma insitu
T1
T2
T3
T4
: Tumor menginvasi krikoid atau tulang rawan tiroid dan/ atau meluas
ke jaringan lain selain laring: trakea, jaringan lunak leher, tiroid,
esofagus.
N0
N1
Stadium
Stadium 0
: Tis
N0
M0
Stadium I
: T1
N0
M0
Stadium II
: T2
N0
M0
Stadium III
: T1, T2
N1
M0
T3
N0, N1
M0
: T4
N0, N1
M0
T mana saja
N2
M0
Stadium IVB
: T mana saja
N3
M0
Stadium IVC
: T mana saja
N mana saja
M1
Stadium IVA
pembedahan atau radiasi sebagai terapi single modaliti. Pada stadium ini kanker
masih memberikan respon baik terhadap radiasi, reseksi laser transoral atau
operasi laring parsial. Angka kesembuhan primer diperkirakan sekitar 80-85% dan
jika ditambahkan pengobatan lini kedua angka kesembuhan >90% (Concus et al,
2008 dan Lee, 2003).
Terapi radiasi diberikan pada penderita kanker laring glottis dan supraglottis
stadium awal. Terapi ini dilakukan lebih dari 5 sampai 8 minggu. Dengan terapi
radiasi tentu saja akan menurunkan angka kesakitan akibat operasi dan kualitas
suara yang lebih baik setelah terapi meskipun suara tidak akan kembali seutuhnya
seperti semula. Terapi radiasi ini dapat menyebabkan terjadinya kondronekrosis,
edem laring dan kadang- kadang akan menginduksi tumor yang baru (Lee, 2003).
Bedah Mikrolaring
Pembuangan jaringan kanker melalui endoskopi kanker laring dapat dipilih
dengan aman dan efektif dengan penggunaan mikroskop bedah dan instrumen
pembedahan mikrolaringeal.
Laser karbondioksida digunakan dengan laringoskop langsung dan
mikroskop sebagai petunjuk sekaligus digunakan sebagai alat pembedahan. Pada
umumnya pembedahan ini dilakukan untuk lesi supraglottis (Concus et al, 2008).
b.
Hemilaringektomi
Pembedahan ini dapat dilakukan jika (1) tumor subglottis tidak lebih dari 1
cm dibawah pita suara asli, (2) pita suara yang terlibat masih mobil, (3)
Keterlibatan unilateral atau
anterior pita suara asli dapat diterapi dengan hemilaringektomi vertikal secara luas,
(4) tumor belum menginvasi kartilago, dan (5) tidak ada keterlibatan jaringan
lunak ekstralaring (Concus et al, 2008).
c.
Laringektomi Supraglottis
Pembedahan ini dilakukan untuk membuang jaringan tumor di daerah
supraglottis atau bagian atas laring. Pembedahan ini dapat dipertimbangkan jika
(1) tumor dengan stadium T1, T2, atau T3 dengan hanya melibatkan preepiglottis,
(2) pita suara masi mobil, (3) kartilago tidak terlibat, (4) komisura anterior tidak
terlibat, (5) pasiem memiliki status pulmonologi yang baik, (6) bagian dasar lidah
tidak terlibat, (7) sinus piriform pre-apex tidak terlibat, dan (8) FEV 1
diprediksikan lebih dari 50% (Concus et al, 2008).
d.
Suprakrikoid Laringektomi
Pembedahan ini masih terbilang baru dan merupakan pengembangan dari
Near-Total Laryngectomy
Terapi pembedahan ini merupakan laringektomi parsial yang lebih luas
Laringektomi Total
Pembedahan ini di lakukan untuk membuang seluruh jaringan laring yang
terkena, terdiri atas tiroid dan kartilago tiroid, mungkin juga beberapa cincin
trakea bagian atas dan tulang hyoid. Indikasi laringektomi total adalah (1) lesi T3
dan T4 tidak dapat dilakuka parsial laringektomi atau terapi penyelatan organ
dengan kemoterapi, (2) keterlibatan tiroid dan kartilago tiroid secara luas, (3)
terdapat invasi langsung pada jaringan lunak dileher, dan (4) keterlibatan bagian
dasar lidah sampai papila sirkumvalata (Concus et al, 2008).
Terapi Fotodinamik
Terapi ini menggunakan photosensitizing agent yang diberikan secara
Terapi Radiasi
Radiasi diberikan sebagai terapi primer untuk kanker laring atau terapi
c.
Kemoterapi
Cisplatin dan 5-fluorouracil merupakan dua agen yang paling efektif untuk
3.1
i.
Hipotiriodisme
j.