Anda di halaman 1dari 17

PROGRAM SUPERVISI AKADEMIK

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Supervisi merupakan bagian keempat dari empat kegiatan proses pembelajaran yang
dilaksanakan oleh tim supervisor baik oleh kepala sekolah dan/atau pengawas pengawas.
Keempat proses pembelajaran itu antara lain; diawali dengan perencanaan, kemudian
pelaksanaan, diteruskan dengan penilaian, dan yang keempat pengawasan. Hal itu
ditegaskan oleh PP 19/2005, pasal 19, ayat (3), Setiap satuan pendidikan melakukan
perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil
pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses
pembelajaran yang efektif dan efisien
Perencanaan proses pembelajaran dilakukan oleh kepala satuan pendidikan bersama
dengan pendidik. Perencanaan itu berbentuk silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP). Pada pasal 20, PP 19/2005 ditegaskan,Perencanaan proses
pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat
sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar,
dan penilaian hasil belajar.
Pelaksanaan proses pembelajaran dilakukan oleh pendidik berdasarkan perencanaan
proses pembelajaran. Wujudnya nyatanya adalah peristiwa di ruangan belajar dan
pemberian tugas terstruktur dan tugas mandiri kepada peserta didik. Peristiwa di kelas
meliputi kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Penilaian proses dan hasil
belajar di tingkat satuan pendidikan dilakukan oleh pendidik dan satuan pendidikan.
Wujud nyata penilaian itu adalah ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan
semester, dan ulangan kenaikan kelas. Pengawasan dilakukan oleh kepala satuan
pendidikan dan pengawas sekolah. Wujud dari pengawasan itu adalah pemantauan,
supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut.
Keempat kegiatan proses pembelajaran itu merupakan satu kesatuan dengan
penanggung jawab yang jelas. Perencanaan merupakan dasar utama dari semua kegiatan.
Perencanaan yang benar diasumsikan bermuara kepada pelaksanaan yang benar.
Perencanaan dilakukan oleh kepala satuan pendidikan dan pendidik. Silabus mata
pelajaran dan silabus muatan lokal disusun oleh guru bersama timnya yang diketuai oleh
kepala satuan pendidikan. Jika silabus belum memenuhi standar yang diharuskan,
penanggung jawabnya adalah kepala satuan pendidikan. Selain itu, silabus merupakan
perangkat kurikulum yang kategori tanggung jawabnya berada di tangan kepala satuan
pendidikan. Lagi pula, di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), silabus

merupakan dokumen dua kurikulum, sedangkan penanggung jawab penyusunan


kurikulum di tingkat satuan pendidikan adalah kepala satuan pendidikan.
Recana pelaksanaan pembelajaran (RPP) disusun oleh pendidik berdasarkan
karakteristik peserta didik yang berada di kelasnya. Penyusunan RPP pada dasarnya
dilakukan secara individu, meskipun tidak dilarang secara berkelompok. Jika RPP yang
bermasalah berarti yang beratanggung jawab adalah pendidik. Jadi di dalam perencanaan
proses pembelajaran sudah terlihat dikotomus (pemisah) tanggung jawab antara kepala
satuan pendidikan dengan pendidik. Silabus tanggung jawab kepala satuan pendidikan
dan RPP tanggung jawab pendidik.
Pelaksanaan proses pembelajaran oleh pendidik, bertumpu kepada perencanaan
yang disusun oleh satuan pendidikan dan pendidik. Kegiatan ini berangkat dari
keberadaan silabus dan RPP. Pelaksanaannya akan terlihat nyata di ruang kelas, dalam
bentuk interaksi dengan peserta didik, dan dalam suasana yang menyenangkan. Seperti
yang ditegaskan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pasal 19, ayat (1)
tentang Standar Nasional Pendidikan seperti berikut ini. Proses pembelajaran pada satuan
pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik.
Penilaian proses dan hasil belajar pada tataran satuan pendidikan dilakukan oleh
pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah. Pada tataran satuan pendidikan hal itu
dilakukan oleh pendidik dan satuan pendidikan. Penegasan itu termaktub pada PP 19/2005
tentang Standar Nasional Pendidikan,pasal 63, ayat (1) sepeti berikut ini. Penilaian
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: (a) penilaian hasil
belajar oleh pendidik; (b) penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan (c) penilaian
hasil belajar oleh Pemerintah. Lebih lanjut rincian dari pasal 63 ayat (1) ini diuraikan
secara rinci di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007
tentang Standar Penilaian.
Perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian dalam proses pembelajaran perlu diawasi.
Hal itulah yang keempat, yakni pengawasan proses pembelajaran. Bahan sajian sederhana
ini berbicara tentang pengawasan proses pembelajaran. Pembahasan akan dilakukan
dengan sistematika berpikir seperti berikut ini. (1) ruang lingkup kerja kepengawasan; (2)
program atau perencanaan pengawasan; (3) pelaksanaan, pelaporan, dan tindaklanjut
kegiatan kepengawasan. Dengan tiga sistematika berpikir itu, diharapkan bahan ini dapat
dijadikan sebagai landasan berpikir untuk melaksanakan kegiatan kepengawasan pada
satuan pendidikan baik oleh pengawas sekolah maupun oleh kepala satuan pendidikan.
2.

Dasar Hukum

a.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional.

b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar


Nasional Pendidikan.
c.

Permendiknas RI Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah.

d. Permendiknas RI Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan


Komptensi Guru.
e.

Permendiknas RI Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi.

f.

Permendiknas RI Noomor 24 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi.

g. Permendiknas RI Nomor 16 tahun 2007 tentang Kualifikasi Akademik dan Kompetensi


Guru.
h. Permendiknas RI Nomor 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian.
i.

Permendiknas No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses.

j.

Permendiknas No. 63 tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan.

3. Tujuan
a. Untuk mengetahui kompetensi guru dalam membuat persiapan atau perencanaan
pembelajaran di dalam kelas.
b.
Untuk mengetahui kemahiran dan ketepatan dalam memilih pendekatan, metode, dan
teknik pembelajaran sesuai dengan bahan ajar yang akan disampaikan kepada peserta
didik.
c. Untuk mengetahui kompetensi guru sebagai tenaga profesional dalam melaksanakan
proses pembelajaran di dalam kelas, misalnya dalam membuka proses pembelajaran,
apersepsi,penguasaan kelas, kegiatan inti yang meliputieksplorasi,elaborasi, dan
konpirmasi, teknik bertanya dan sebagainya sampai pada kegiatan akhir atau evaluasi.
d. Untuk mengetahui kompetensi guru dalam mengembangkan intrumen penilaian dalam
melaksanakan evaluasi, baik evaluasi selama proses pembelajaran atau evaluasi hasil
belajar.
e. Untuk mengetahui kemampuan guru dalam memberikan tindak lanjut pembelajaran
kepada peserta didik.
f.
Untuk mengetahui kelengkapan administrasi pembelajaran yang diperlukan dalam
rangka melaksanakan tugasnya sebagai seorang tenaga profesional di bidang pendidikan.
4.

Manfaat

a.

Guru yang disupervisi akan mengetahui kelemahan dan kekurangan dalam rangka
membuat perencanaan pembelajaran.
b. Guru yang bersangkutan dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan yang ia miliki
dalam rangka melaksanakan proses pembelajaran di dalam kelas.
c. Guru yang bersangkutan akan mengetahui kelemahan dan kekurangannya dalam
merencanakan dan mengembangkan instrumen penilaian pembelajaran.
d. Sebagai bahan introspeksi pada diri pribadi seorang guru, bahwa tugas profesional
sebagai pendidik itu sangat pelik dan kompleks sehingga akan menjadi motivasi untuk
selalu menambah dan meningkatkan wawasan serta pengetahuan.

BAB II
RUANG LINGKUP SUPERVISI KELAS

1.
a.
b.
c.

Ada lima lingkup kerja kepengawasan proses pembelajaran. Kelima


lingkup itu adalah pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak
lanjut. Hal itu tertuang di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 41/2007 tentang Standar Proses seperti berikut ini.
Pemantauan
Pemantauan proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran.
Pemantauan dilakukan dengan cara diskusi kelompok terfokus,
pengamatan, pencatatan, perekaman, wawancara, dan dokumentasi.
Kegiatan pemantauan dilaksanakan oleh kepala dan pengawas satuan
pendidikan.

2. Supervisi
a. Supervisi proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran.
b. Supervisi pembelajaran diselenggarakan dengan cara pemberian contoh,
diskusi, pelatihan, dan konsultasi.

c. Kegiatan supervisi dilakukan oleh kepala dan pengawas satuan pendidikan.


3. Evaluasi
a. Evaluasi proses pembelajaran dilakukan untuk menentukan kualitas
pembelajaran secara keseluruhan, mencakup tahap perencanaan proses
pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian hasil
pembelajaran.
b. Evaluasi proses pembelajaran diselenggarakan dengan cara:
a) membandingkan proses pembelajaran yang dilaksanakan guru dengan
standar proses,
b) mengidentifikasi kinerja guru dalam proses pembelajaran sesuai dengan
kompetensi guru.

c.

Evaluasi proses pembelajaran memusatkan pada keseluruhan kinerja guru dalam


proses pembelajaran.

4. Pelaporan

Hasil kegiatan pemantauan, supervisi, dan evaluasiproses pembelajaran dilaporkan


kepada pemangku kepentingan.
5.
a.

Tindak Lanjut

Penguatan dan penghargaan diberikan kepada guru yang telah memenuhi


standar.
b. Teguran yang bersifat mendidik diberikan kepada guru yang belum
memenuhi standar.

c.

Guru diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan/penataran lebih lanjut.


Kelima lingkup (pematauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut)
kepengawasan merupakan kegiatan yang berentetan. Ada hubungan hierarkis dari lima
kegiatan itu. Kegiatan diawali dengan pematauan. Hal yang dipantau adalah perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian proses pembelajaran. Hasil pemantauan itu tampil dalam
wujud data berupa kondisi ril, kenyataan yang sebenarnya, dan fakta autentik. Hasil
pematauan itu bisa berupa catatan, rekaman, dan dokumentasi. Untuk mendapatkannya
dilakukan dengan berbagai cara atau teknik. Tentu saja cara dan teknik itu memerlukan
instrument pemantauan. Instrumen itu pada hakikatnya adalah instrument pengumpulan
data, informasi, dan fakta tentang kondisi ril dari perencanaan, pelaksanaan, dan
penilaian proses pembelajaran.
Data atau informasi yang diperoleh melalui pemanantauan diolah dan ditafsirkan
agar bermakna. Hasil penafsiran terhadap data atau informasi tersebutlah memerlukan
tindakan selanjutnya. Jika data mengatakan bahwa perencanaan, pelaksanaan, dan
penilaian proses pembelajaran telah memenuhi standar, tentu pengawas (kepala satuan
pendidikan dan pengawas sekolah) berupaya untuk mengembangkan ke tingkat yang lebih
tinggi di atas standar. Kalau data menyatakan belum memenuhi standar, upaya yang
dilakukan adalah meningkatkannya menjadi standar. Kegiatan-kegiatan itulah yang
dilakukan di dalam supervisi. Jadi, supervisi hanya dapat dilkukan jika ada data dan
informasi bermakna dari hasil pemantauan.
Supervisi pendidikan (akademik dan menejerial) menurut Depdiknas (2009) adalah
kegiatan yang berurusan dengan perbaikan dan peningkatan proses dan hasil belajar serta
pengelolaan sekolah (satuan pendidikan). Inti dari kegiatan supervisi adalah perbaikan
dan peningkatan. Data yang diperoleh dari kegiatan pemantauan dijadikan landasan
untuk melakukan supervisi (memperbaiki dan meningkatkan). Jika data
menginformasikan hal yang kurang baik, kegiatan supervisinya adalah memperbaiki.
Kalau data menginformasikan hal yang telah baik, kegiatan supervisinya adalah
meningkatkan.

Supervisi pembelajaran diselenggarakan dengan cara pemberian contoh, diskusi,


pelatihan, dan konsultasi (Permendiknas No. 41/2007). Kegiatan supervisi yang dilakukan
oleh kepala satuan pendidikan dan pengawas sekolah adalah kegiatan untuk memperbaiki
dan atau meningkkatkan. Hal yang diperbaiki atau ditingkatkan adalah perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian proses pembelajaran. Cara yang digunakan adalah dengan
pemberian contoh, disksusi, pelatihan, dan konsultasi. Pemilihan cara ini tentu sangat
ditentukan oleh keadaan dan kebutuhan pendidik. Bisa jadi seorang pendidik hanya
memerlukan contoh untuk meningkatkan kemampuan merencanakan, sedangkan
pendidik yang memerlukan diskusi, konsultasi, dan pelatihan. Selain itu, kiat kepala
satuan pendidikan dan pengawas sekolah dalam mengemban tugasnya juga sangat
berpengaruh terhadap pemilihan cara yang tepat.
Hal yang esensial dalam pemantauan adalah instrumen, pengumpulan data,
pengolahan data, dan penafsiran data. Sedangkan di dalam supervisi hal esensialnya
adalah penguasaan pengawas sekolah terhadap substansi perencanaan, pelaksanaan, dan
penilaian proses pembelajaran serta teknik (kiat) melakukan supervisi. Secara standar,
perencanaan proses pembelajaran hanya dua, yakni silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP). Akan tetapi, sesuai dengan paradigma kurikulum, setiap satuan
pendidikan berhak menyusun dan melaksanakan kurikulum sesuai dengan keadaan dan
kebutuhannya. Jika seorang pengawas sekolah mengawasi sepuluh sekolah misalnya, bisa
jadi akan terdapat variasi dari perencanaan proses pembelajaran dari sepuluh sekolah itu.
Oleh karena itu, seorang pengawas perlu mengenali jenis dan macam perencanaan proses
pembelajaran pada setiap satuan pendidikan yang diawasinya. Artinya, pengeawas sekolah
tidak bisa menggeneralisasi dan menguniforomisasi (menyeragmkan) hal yang
berhubungan dengan perencanaan proses pembelajaran ini.
Pada saat pengawas sekolah menyeragamkan jenis dan bentuk perencanaan proses
pembelajaran di sekolah binaannya, akan terjadi benturandengan pendidik dan kepala
satuan pendidikan. Satuan pendidikan memiliki otoritas atau kewenangan untuk
menyusun kurikulum diversifikasi. Hal itu dibenarkan oleh undang-undang dan peraturan
yang berlaku. Oleh karena itu, pengawas sekolah seyogianya memiliki informasi yang
lengkap tentang bentuk dan jenis perencanaan proses pembelajaran pada sekolah yang
diawasi atau dibinanya. Hal ini tentu tidak sulit dilakukan, jika terjadi kolaborasi antara
pengawas sekolah dengan kepala satuan pendidikan. Pengawas dan kepala satuan
pendidikan memiliki tugas yang sama dalam kepengawasan karena itu kolaborasi
sangatlah membantu dalam aplikasi tugas.
Hal yang sama tentu berlaku untuk esensi supervisi yang kedua yakni teknik atau
cara melakukan. Cara melakukan supervisi terhadap pendidik di sekolah A bisa berbeda
dengan yang pendidik di sekolah B, C, dan D. Hal itu sangat dipengaruhi oleh keadaan dan
kebutuhan masing-masing pendidik pada satuan pendidikan. Hal yang tidak boleh
diabaikan adalah kultur atau budaya satuan pendidikan. Jadi, seorang pengawas sekolah

selain mengenali bentuk dan jenis perencanaan proses pembelajaran juga sangat perlu
memahami kultur satuan pendidikan yang berkaitan dengan proses pembelajaran.
Hal yang sama juga berlaku untuk pelaksanaan proses pembelajaran dan penilian
porses serta hasil belajar. Setiap satuan pendidikan memiliki kekhasannya masaingmasing. Pengenalan dan pemahaman terhadap kondisi-kondisi ini akan dapat
memperlancar tugas pengawas sekolah dalam melakukan supervisi tehadap perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian proses pembelajaran.
Menurut PP 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Evaluasipendidikan
adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap
berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai
bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. Permendiknas 41/2007 tentang
Standar Proses menyatakan, Evaluasi proses pembelajaran dilakukan untuk menentukan
kualitas pembelajaran secara keseluruhan, mencakup tahap perencanaan proses
pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran
Evaluasi dilakukan terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian proses
pembelajaran. Kegiatan evaluasi berlangsung setelah pelaksanaan supervisi. Jika
pemantauan merupakan gambaran kondisi awal, supervisi adalah memperbaiki atau
meningkatkan, dan evaluasi adalah menentukan kualitas. Artinya untuk melihat apakah
perencanaan, pelaksnaan, dan penilaian proses pembelajaran telah memenuhi standar
kualitas atau belum. Dengan demikian evaluasi berada pada tataran untuk melihat hasil
supervisi.
Evaluasi proses pembelajaran diselenggarakan dengan cara: (a) membandingkan
proses pembelajaran yang dilaksanakan guru dengan standar proses; (b) mengidentifikasi
kinerja guru dalam proses pembelajaran sesuai dengan kompetensi guru (Permendiknas
No.41/2007). Proses pembelajaran diatur dengan standar proses. Ketika evaluasi
dilakukan, kegiatannya adalah membandingkan hal yang dilakukan guru dalam proses
pembelajaran dengan yang diamanatkan oleh standar proses. Jika memenuhi harapan
standar proses berarti kinerja guru telah memenuhi standar. Selain itu juga dibandingkan
dengan kompetensi guru seperti yang diamanatkan oleh Permendiknas No. 16/2007
tentang Kualifikasi dan Kompetensi Guru. Intinya adalah apakah guru telah memenhuhi
empat komeptensi (keribadian, pedagogis, profesional, dan sosial) dalam melaksanakan
proses pembelajaran. Jika sudah memenuhi itu berarti kompetensi sudah memadai, jika
belum berarti perlu tindak lanjut.
Produk akhir dari evaluasi adalah gambaran keseluruhan kinerja pendidik dalam
proses pembelajaran (merencanakan, melaksanakan, dan menilai). Dari produk itu akan
terlihat pendidik yang telah memenuhi standar proses dan kompetensi dan pendidik yang
belum memenuhi standar proses dan kompetensi. Pada satuan pendidikan yang
administrasi ketengaannya tertata baik, biasnya setiap pendidik memiliki laporan kinerja
tahunan atau sejenis rapor pendidik. Dengan demikian kepala satuan pendidikan,

pengawas sekolah, dan pemangku pendidikan memiliki peta yang jelas tentang kompetensi
pendidik di sekolah itu.
Pelaporan hasil pengawasan merupakan bagian yang amat penting dari kegiatan
pengawasan. Terlaksana tidaknya pengawasan satuan pendidikan teraktulisasi dalam
laporan. Kegiatan kepengawasan dilaksanakan tetapi tidak ada laporan, dari kaca
administrasi sama dengan tidak ada kegiatan. Selain itu, laporan adalah bentuk
pertanggungjawaban pengelola pendidikan tehadap pemangku kepentingan. Hal yang
tidak dapat diabaikan adalah, menyusun dan menyampaikan laporan adalah kewajiban
bagi setiap orang yang diberi kepercayaan untuk melakukan kegiatan. Oleh karena itu,
pelaporan adalah bagian yang amat penting dari kegiatan kepengawasan.
Substansi laporan kepengawasan adalah hasil pemantauan, hasil supervisi, dan hasil
evaluasi. Seperi dijelaskan sebelumnya, antara pemantauan, supervisi, dan evaluasi proses
pembelajaran memiliki hubungan hierarkis, hubungan atas bawah. Selain itu, di dalamnya
ada data atau informasi yang bermakna. Hal yang dilaporkan adalah data atau informasi
yang telah diberi makna oleh pengawas atau kepala satuan pendidikan. Data dan
informasi itu diharapkan dapat dijadikan landasan untuk mengambil keputuan bagi
pengampu pendidikan atau yang berkepentingan dengan pendidikan. Tentu saja, laporan
ditata dalam bentuk sistematika yang sesuai dengan kaidah-kaidah laporan formal.
Bagian akhir akhir dari kegiatan kepengawasan adalah tindak lanjut.
Tindak lanjut yang dilakukan meliputi tiga hal yakni: (a) penguatan dan

penghargaan diberikan kepada pendidik yang telah memenuhi standar; (b) teguran yang
bersifat mendidik diberikan kepada pendidik yang belum memenuhi standar; dan (c)
pendidik diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan/penataran lebih lanjut. Pada
hakikatnya, tindak lanjut adalah kesinambungan dari kegiatan evaluasi. Hasil evaluasi
menginformasikan pendidik yang memenuhi standard an pendidikan yang belum
memenuhi standar. Jadi, batas kewenangan pengawas dan pengawasan proses
pembelajaran tergambar pada kegiatan akhir ini yakni tindak lanjut.
BAB III
PROGRAM PENGAWASAN
1.

Konsep Dasar Program


Ada dua macam program pengawasan sekolah yaitu program tahunan dan program
semesteran. Pogram tahunan disusun untuk tingkat kabupaten atau kota oleh beberapa
orang pengawas yang ditugaskan khusus oleh koordinator pengawas sesuai dengan
kewenangannya. Program tahunan ini menjadi acuan bagi pengawas di daerah tersebut
untuk menyusun program semesteran. Program semesteran pengawasan sekolah disusun
oleh masing-masing pengawas sekolah sebelum yang bersangkutan melakukan

pengawasan. Program ini berisi pengawasan seluruh sekolah binaan yang menjadi
tanggung jawabnya.
Program pengawasan sekolah bukanlah pogram yang berdiri sendiri. Baik
program tahunan maupun program semesteran merupakan kelanjutan dari program
sebelumnya. Program tahun ini kelanjutan atau kesinambungan dari program tahun lalu.
Begitu pula halnya dengan program semesteran. Oleh karena itu, untuk menyusun
program tahunan diperlukan analisis hasil pengawasan tahun lalu dan analisis kebijakan
yang berlaku pada saat program itu dibuat.
Berdasarkan hal di atas, konsep dasar program kepengawasan sekolah tersebut
adalah: (1) program pengawasan ada dua macam yakni program tahunan dan perogram
semesteran. Program tahunan untuk kolektif kabupaten atau kota, program semesteran
untuk individu pengawas bagi sekolah-sekolah di bawah tanggung jawabnya; (2) program
kepengawasan sekolah menjadi pedoman atau acuan bagi pengawas dalam melaksanakan
tugasnya; (3) program pengawas sekolah disusun berdasarkan analisis hasil
kepengawasan tahun lalu dan analisis kebijakan yang berlaku saat ini.
2. Langkah-langkah Menyusun Program Kepengawasan
a. Langkah-langkah Menyusun Program Tahunan
Penyusunan program tahunan pengawasan sekolah tingkat kabupaten atau kota
adalah bersifat penugasan yang diberikan kepada pengawas sekolah yang bersangkutan
sesuai dengan kewenangannya oleh koordinator pengawas sekolah. Langkah-langkah yang
dilakukan dalam kegiatan penyusunan program tahunan adalah seperti berikut ini.
1)
Mengidentifikasi Hasil Pengawasan Sebelumnya dan Kebijakan Bidang Pendidikan.
Mengidentifikasi hasil pengawasan sebelumnya adalah mendata atau menandai
keberhasilan dan ketidakberhasilan program pengawas sebelumnya. Keberhasilan akan
dintandai dengan pencapaian tujuan atau terpenuhinya kriteria keberhasilan yang
ditetapkan di dalam program. Keberhasilan dalam pelaksanaan program tahun lalu tentu
didukung oleh berbagai faktor. Faktor-faktor pendukung itu juga dicatat atau
diidentifikasi. Keberhasilan pelaksaan program dengan faktor pendukungnya itu menjadi
modal untuk mengembangkan program tahun ini.
Ketidakberhasilan dalam pelaksanaan program tahun lalu tentu didukung oleh
berbagai faktor penyebab. Sisi-sisi ketidakberhasilan tersebut dicatat atau diidentifikasi
beserta faktor-faktor penyebabnya. Ketidakberhasilan bersama faktor penyebabnya itu
menjadi tantangan dalam melaksanakan program tahun yang akan datang. Jadi,
keberhasilan dan ketidakberhasilan beserta faktor yang mempengaruhinya menjadi
landasan untuk menyusun program tahun yang akan datang. Sedangkan kriteria
identifikasi ini meliputi ketepatan metodologi dan kelengkapan serta ketepatan data hasil
identifikasi

Faktor-faktor yang berpengaruh (yang mendukung keberhasilan dan


ketidakberhasilan) terhadap pelaksanan program kepengawasan tersebut biasanya
meliputi: (a) sumberdaya pendidikan seperti sarana/ prasarana, manusia, dana, dan
lingkungan; (b) program sekolah seperti program kepala sekolah, program tatausaha,
program kurikuler, dan program ekstrakurikuler; (c) proses pembelajaran yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian; dan (d) hasil belajar seperti hasil ulangan
harian, hasil ulangan umum, hasil ujian akhir sekolah dan hasil ujian akhir nasional, dan
hasil kegiatan pengembangan diri atau ekstrakurikuler.
Selain menganalisis hasil pengawasan tahun lalu dengan segala aspeknya, juga
dilakukan analisis terhadap kebijakan yang berlaku. Kebijakan itu dapat bersumber dari
undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, keputusan menteri,
keputusan-keputusan lain di tingkat kabupaten dan kota yang terkait dengan pendidikan.
Hal itu perlu dianalisis karena akan berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas
pengawasan.
2)
Mengolah dan Menganalisis Hasil Pengawasan Sebelumnya
Mengolah dan menganalisis hasil pengawasan tahun lalu meliputi beberapa
kegiatan. Kegiatan-kegiatan itu antara lain: (a) mengelompokkan masalah berdasarkan
ruang lingkupnya; (b) menganalisis (menguraikan) masalah menjadi lebih rinci; (c)
menempatkan atau mencari faktor penyebab setiap masalah yang dianalisis; (d) mencari
alternatif saran atau pemecahan masalah. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan
format tertentu. Kriteria untuk pengolahan dan analisis ini adalah ketepatan metodologi
dan kelengkapan seluruh komponen yang diolah dan dianalisis.
3)
Merumuskan Rancangan Program Tahunan
Rancangan program tahunan pengawasan sekolah disusun dengan isi (komponen
atau unsur-unsur) yang lengkap. Unsur-unsur itu antara lain meliputi: latar belakang,
tujuan, sasaran, hasil yang diharapkan, metodologi, jadwal pelaksanaan, pelaksana, biaya,
sarana, dan kriteria keberhasilan (dapat bervariasi tiap kabupaten/kota). Rancangan ini
disusun dengan sistematika yang logis dan dapat diukur keberhasilan dan
ketidakberhasilannya. Dengan demikian, untuk penganalisisan dalam rangka penyususnan
program tahun berikut akan dapat dilaksanakan dengan mudah. Kriteria yang digunakan
untuk penyusunan rancangan ini adalah kelengkapan komponen atau isi dan ketepatan
perumsuannya.
4)
Mengkoordinasikan Rancangan Program
Rancangan program tahunan ini perlu dikoordinasikan dengan atasan pengawas
seperti Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Pengkoordinasian ini diperlukan untuk
mendapat masukan dan dukungan dari atasan. Dengan dukungan dan masukan itu,
program akan mendapat legalisasi secara administratif.
5) Memantapkan dan Menyempurnakan Rancangan Program

Memantapkan dan menyempurnakan rancangan program tahunan adalah pekerjaan yang


terakhir dalam menyusun program tehunan kepengawasan. Kegiatan pada tahap ini
adalah merevisi program. Hal-hal yang perlu diperbaiki, ditambah, dkurangi, dan
disempurnakan akan berlangsung pada fase ini. Semua masukan, terutama yang datang
dari atasan dijadikan bahan untuk merevisi program. Masukan atau informasi dari satuan
pendidikan yang akan menjadi sasaran pengawasan, ditampung dan diakomodasi pada
fase ini. Selain itu, berbagai kemungkinan seperti perkembangan baru, informasi baru,
teknologi, dan sejenisnya yang juga pantas dijadikan pertimbangan untuk memperbaiki
program. Artinya, fase ini adalah fase final dalam penyusunan program tahunan sehingga
program itu benar-benar bedaya guna dan berhasil guna.
b.

1)

2)

3)

4)

5)

Langkah-langkah Menyusun Program Semesteran


Program semester pengawasan sekolah disusun oleh masing-masing pengawas sekolah.
Program ini berisi pengawasan seluruh sekolah yang menjadi tanggung jawabnya.
Langkah-langkah penyusunannya adalah seperti berikut ini.
Menjabarkan program tahunan dan dikaitkan dengan identifikasi masalah dari sekolah
binaan. Semua masalah dari sekolah binaan dikelompokkan atau diklasifikasi ke dalam
kelompok: sumberdaya sarana/prasarana; sumberdaya manusia; sumberdaya lingkungan;
program sekolah; proses belajar mengajar; dan hasil belajar.
Mengolah dan menganalisis hasil identifikasi yang dikaitkan dengan hasil penjabaran
program tahunan. Pengolahannya meliputi pengelompokan masalah ke dalam kelompok
yang sama di setiap sekolah. Kemudian juga dikelompokkan sesuai dengan skala prioritas.
Dengan demikian akan diperoleh masalah sejenis dan masalah yang mendesak untuk
dimasukkan ke dalam program semesteran.
Mempelajari visi dan misi sekolah binaan yang menjadi tanggung jawab pengawas. Setiap
sekolah memiliki visi, misi, dan tujuan yang berbeda. Oleh karena itu pemahaman yang
mendalam terhadap visi, misi, dan tujuan setiap sekolah sangatlah diperlukan. Dengan
adanya variasi visi, misi, dan tujuan sekolah yang menjadi binaan pengawas, maka
program semester disusun secara spesifik setiap sekolah.
Merumuskan rancangan program semester dengan kriteria antara lain: (a) disusun
berdasarkan ketentuan yang ada; (b) sekurang-kurangnya berisi identitas sekolah yang
akan dikunjungi; nama pengawas, waktu atau jadwal kunjungan; visi dan misi sekolah;
identifikasi masalah; deskripsi kegiatan yang terdiri dari tujuan, sasaran, indikator
keberhasilan, deskripsi kegiatan, dan waktu kegiatan
Menyampaikan dan mengkoordinasikan kepada koordinator pengawas sehingga
mendapat masukan dan dukungan. Bedasarkan masukan itu dilakukan revisi program
semester sehingga menjadi program semester yang mantap dan siap untuk dilaksanakan
BAB IV
TAHAPAN KEGIATAN SUPERVISI KELAS

1. Pelaksanaan Pengawasan
Ada tiga hal penting yang direncanakan dalam pengawasan proses pembelajaran.
Ketiga hal penting itu adalah pemantauan, supervisi, dan evaluasi. Pada bagian
sebelumnya telah dijelaskan hal-hal yang direncanakan dan dilakukan dalam ketiga
kegiatan itu. Perencanaan pemantauan direalisasikan dalam bentuk tindakan pemantauan.
Tindakan pemantauan dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan. Cara, teknik,
prosedur, dan instrumen yang digunkanakan mengacu kepada program atau rencana yang
dibuat. Dengan acuan itu setiap aktifitas pemanataun akan dapat dikendalikan dan
diukur. Produknya atau hasilnya adalah data atau informasi dalam bentuk dokumen,
rekaman, atau catatan. Jadi, pada dasarnya memantau adalah melaksanakan program
pemantauan untuk mengumpulkan informasi atau data yang bertujuan untuk
mendapatkan gambaran kondisi ril proses pembelajaran pada satuan pendidikan.
Pelaksanaan pengawasan yang kedua adalah supervisi. Supervisi adalah upaya
untuk membantu pendidik memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas proses dan hasl
pembelajaran. Pelaksanaan supervisi terkait dengan hasil pemantauan. Jika hasil
pemantauan menggambarkan kondisi yang kurang atau belum baik, maka supervisi
ditetapkan untuk memperbaiki kualitas proses pembelajaran. Kalau hasil pemantauan
mendeskripsikan kondisi yang telah baik, supervisi ditetapkan untuk meningkatkan
kualitas proses pembelajaran. Pelaksnaan supervisi tentu saja mengacu kepada program
supervisi yang telah disusun. Dengan demikian, tindakan-tindakan dalam supervisi akan
terlihat sebagai tindakan yang terkendali dan terukur secara standar.
Hasil keigiatan supervisi adalah terjadinya perbaikan dan atau peningkatan.
Perbaikan dan peningkatan akan terlihat pada komepetensi pendidik yang bermuara
kepada proses dan hasil. Hasil supervisi akan terlihat pada kemampuan atau kompetensi
pendidik dalam merencanakan, melaksanakan, dan menilai proses/ hasil pembelajaran.
Tolok ukur keberhasilan supervisi berada pada ketiga tataran kegiatan itu yakni
peningkatan kemampuan pendidik dalam merencanakan, melaksanakan, dan menilai
proses/hasil pembelajaran. Jadi, pada dasarnya hasil supervisi akan terlihat pada proses
dan hasil. Proses dapat diamati pada aktifitas pendidik dan hasil pada produk kerjanya.
Pelaksanaan pengawasan ketiga adalah evaluasi. Evaluasi dilakukan terhadap
kompetensi pendidik dalam merencanakan, melaksanakan, dan menilai proses/hasil
belajar. Evaluasi dikaitkan dengan standar nasional pendidikan yakni standar proses dan
komepetnsi pendidik. Standar proses diatur dengan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 41 Tahun 2007. Apakah perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian
proses/hasil pembelajaran telah memenuhi tuntutan standar proses? Jika sudah berarti
kompetensi pendidik telah memenuhi salah satu ukuran keberhasilan dan evaluasi.
Kompetensi pendidik (guru) diatur dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 16 Tahun 2007. Apakah capaian kompetensi pendidik sudah berada pada taraf

seperti yang diharapkan oleh peraturan ini? Jika sudah berari kompetensi pendidik telah
terevaluasi dengan benar dan tepat.
Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa pelaksanaan pengawasan proses
pembelajaran merupakan rangkaian tali-temali dalam bentuk siklus atau putaran.
Pemantauan dilakukan untuk mengumpulkan informasi atau data. Informasi atau data
memperlihatkan gambaran nyata proses pembelajaran. Dari gambaran nyata itu
dilakukan supervisi dalam bentuk perbaikan dan atau peningkatan kualitas proses
pembelajaran. Hasil supervisi, kemudian dievaluasi, dilihat dengan patron standar yakni
stadar proses dan standar kompetensi pendidik. Begitulah seterusnya. Secara menyeluruh
(konfrehensif) kegiatan kepengawasan yang berlangsung pada satu periode, ditandai
dengan penyusunsn program sampai kepada tindak lanjut. Di dalamnya akan ada penilaia,
pembinaan, pemantauan, analisis hasil, evaluas, dan pelaporan.
2.

Pelaporan
Ada tiga substansi isi laporan pengawasan proses pembelajaran. Ketiga substansi
itu adalah hasil pemantauan, hasil supservisi, dan hasil evaluasi. Di dalam hasil
pemnatauan terdapat hasil kerja penilaian terhadap proses pembelajaran. Jika
pemantauan diberi makna mengumpulkan informasi atau data, maka penilaian dimaknai
sebagai proses pengolahan dan penafsiran data yang dapat dijadikan landasan untuk
perlakuan selanjutnya. Isi laporan tentang pemantauan merupakan deskripsi dari data
dan informasi, prosedur dan hasil pengolahan data, prosedur penafsiran data, hasil
penafsiran data sebagai data yang bermakna, dan rekomendasi untuk pelaksanaan
supervisi.
Isi laporan supervisi sekurang-kurangnya menyangkut empat hal. Keempat hal
itu adalah tujuan, sasaran, , prosedur pelaksanaan, dan hasil. Tujuan supervisi pada
dasarnya hanya menyalin dari yang telah ada pada program supervisi. Tujuan tersebut
tentunya harus tegas, tajam, jelas, terukur, dan tidak mengandung makna ganda atau
mendua makna. Sasaran harus terukur baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif.
Sasaran yang terukur akan dapat menjadi pedoman untuk menentukan keberhasilan dan
ketidakberhasilan dalam supervisi. Prosedur pelaksanaan diuraian secara jelas sehingga
menggambarkan langkah-langkah nyata dalam supervisi. Fase-fase pekerjaan dalam
supervisi tergambar pada bagian ini sehingga setiap fase akan terlihat sebagai bagian dari
fase yang lain. Hasil supervisi dideskripsikan dengan bahasa yanga jelas, mudah
dipahami, dan dapat ditangkap maknanya.
Isi laporan evaluasi sekurang-kurangnya memuat tiga hal pokok. Ketiga hal
pokok itu adalah prosedur atau teknik evaluasi, instrumen yang digunakan dalam
evaluasi, dan hasil evaluasi. Prosedur evaluasi diuraikan secara ringkas dan komunikatif.
Tahapan-tahapan dalam evaluasi digaambarkan secara jelas sehingga terlihat hubungan
kausal antara satu tahap dengan tahap yang lain. Instrumen (alat) evaluasi diampilkan

dan dijelaskan secara komunikatif sehingga fungsi isntrumen (alat) tersebut terlihat
dengan jelas. Artinya, bahwa alat evaluasi yang digunakan benar-benar berfungsi,
berdayaguna, dan berhasil guna untuk keprluan evaluasi. Hasil evaluasi merupakan
jasmen dari evaluator terhadap kebrhasilan peroses pembelajaran. Oleh karena itu, hasil
evaluasi benar-benar diungkapkan dengan jelas dan mudah dipahami. Hal itu penting
karena hasil evaluasi ini akan bermuara kepada tindak lanjut.
Sistematika laporan disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan. Kelaziman
suatu laporan selalu ditata dengan urutan sistematik yang terdiri dari bagian awal bagian
isi dan lampiran. Bagian awal meliputi halaman judul, daftar kata pengantar, daftar isi,
daftar lampiran. Bagian isi meliputi pendahuluan, uraian dan pembahasan, serta penutup.
Lampiran disesuaikan dengan kebutuhan seperti isntrumen yang digunakan, data yang
tidak bisa dimasukkan ke batang tubuh laporan, gambar-gambar, diagram, dan
sebagainya.
Bahasa laporan hendaklah menggunanakn bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Bahasa Indoensia yang baik adalah bahasa Indonesia yang sesuai dengan konteks, situasi,
dan kondisi. Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang sesuai dengan
kaidah bahasa Indonesia baku. Hal yang paling penting dari itu, bahasa yang digunakan
dalam laporan adalah bahasa yang komunikatif, dapat dipahami, dan dapat dicerna
dengan mudah oleh pembaca. Tujuan dari sebuah laporan adalah agar orang lain
(pembaca) memahami isi atau substansi laporan dan hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai
landasan untuk perlakukan berikutnya.
3. Tindak Lanjut
Tindak lanjut adalah bagian terakhir dari kegiatan pengawasan
proses pembelajaran. Tindak lanjut merupakan jastifikasi, rekomendasi,
dan eksekusi yang disampaikan oleh pengawas atau kepala satuan
pendidikan tentang pendidik yang menjadi sasaran kepengawasannya.
Seperti diuraikan sebelumnya, ada tiga alternatif tindak lanjut yang
diberikan
terhadap
pendidik.
Ketiga
tindak
lanjut
itu
adalah:
(1) Penguatan dan penghargaan diberikan kepada guru yang telah
memenuhi standar; (2) Teguran yang bersifat mendidik diberikan kepada
guru yang belum memenuhi standar; dan (3) Guru diberi kesempatan
untuk mengikuti pelatihan/penataran lebih lanjut.

Pendidik perlu penguatan atas kompetensi yang dicapainya. Penguatan adalah


bentuk pembenaran, bentuk legalisasi, dan bentuk pengakuan atas kompetensi yang
dicapainya. Pengakuan seperti ini diperlukan oleh pendidik, bukan hanya sebagai motivasi
atas keberhasilannya, tetapi juga sebagai kepuasan indvidu dan kepuasan profesional atas
kerja kerasnya. Penguatan seperti ini jarang, bahkan hampir tidak diterima oleh pendidik.
Penghargaan bagi pendidik yang telah memenuhi standar perlu diberikan. Hal itu akan

membedakan antara pendidik yang berkompetensi standar dengan yang belum standar.
Bnetuk penghargaan yang diberikan sesuai dengan kondisi pada satuan pendidikan
bersangkutan atau ditentukan oleh kepala satuan pendidikan dan pengawas sekolah yang
menjadi pengawasnya. Hal ini pun jarang bahkan hampir tidak diperoleh guru selama ini.
Oleh Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41/2007 tentang Standar Proses, hal
ini sangat ditekankan.
Teguran yang bersifat mendidik diberikan kepada guru yang belum memenuhi
standar. Teguran dapat dilakukan dengan cara lisan atau tertulis. Idealnya, untuk
memenuhi persyaratan administratif, teguran syogiyanya disampaikan secara tertulis. Hal
itu akan dapat dipertanggungjawabkan dan dapat pula terdokumentasi. Jika teguran itu
behasil memotivasi pendidik, dokumennya akan bermakna positif baik bagi yang menegur
maupun yang ditegur. Kalau teguran itu tidak berhasil memotivasi agar pendidik
berupaya mencapai standar dalam kerjanya, tentu dapat dilanjutkan dengan teguran
berikutnya. Intinya, teguran yang bersifat mendidik adalah teguran yang diharapkan
dapat menimbulkan perubahan dan yang ditegur tidak merasa dilecehkan atau tidak
merasa tersinggung.
Tindak lanjut yang terakhir adalah merekomendasikan agar pendidik diberi
kesempatan untuk mengikuti pelatihan atau penataran. Rekomendasi itu bukan hanya
bermakna bagi pendidik, tetapi juga bermakna bagi institusi tempat pendidik bertugas
untuk meningkatkan kinerjanya.

BAB V
JADWAL SUPERVISI KELAS
CONTOH FORMAT:

No

Nama Guru

Mata
Pelajaran

Nama Supervisor

Waktu
Supervisi

Kelas

Jam
Ke

BAB V
SIMPULAN
Bahan sederahana ini dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Ada empat kegiatan dalam proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan. Keempat
kegiatan itu adalah perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran,
penilaian hasil belajar, dan pengawasan proses pembelajaran.

2. Perencanaan proses pembelajaran dirancang bersama-sama oleh pendidik, kepala satuan


pendidikan, dan pemangku kepentingan lannya pada satuan pendidikan. Pelaksanaan
proses pembelajaran dan penilaian hasil pembelajaran dilakukan oleh pendidik sesuai
dengan bidang tugasnya.
3. Pengawasan proses pembelajaran dilakukan oleh kepala satuan pendidikan dan pengawas
sekolah. Hal itu sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.
4. Kegiatan kepengawasan yang dilakukan meliputi pemanataun, supervisi, evaluasi,
pelaporan, dan tindak lanjut. Pemantauan, supervisi, dan evaluasi dilakukan terhadap
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran. Pelaporan disusun dengan
substansai hasil pemantauan, hasil supervisi, dan hasil evaluasi. Tindak lanjut diberikan
dalam bentuk penguatan, penghargaan, teguran, dan saran mengikuti pelatihan.
5. Pengawasan proses pembelajaran perlu program. Khusus untuk pengawas sekolah ada
dua bentuk program yakni program tahunan dan program semesteran. Program tahunan
disusun untuk tingkat kabupaten/ kota. Program semesteran disusun untuk sekolah binaan
masing-masing pengawas sekolah.
6. Penyusunan program tahunan didasarkan kepada hasil pengawasan tahun sebelumnya
dan kebijakan pendidikan yang berlaku. Program semesteran disusun berdasarkan
program tahunan, visi dan misis sekolah, dan hasil analisis kepengawasan sekolah binaan
tahun sebelumnya.

DAFTAR BACAAN
Departemen Pendidikan Nasional, 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Direktoran Jenderal
Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Departemen Pendidikan Nasional, 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22
Tahun 2006 tentang Standar Isi. Jakarta: Direktoran Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik
dan Tenaga Kependidikan
Departemen Pendidikan Nasional, 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23
Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta: Direktoran Jenderal
Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Departemen Pendidikan Nasional, 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12
Tahun 2007 tentang Kompetensi Pengawas Sekolah. Jakarta: Direktoran Jenderal
Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Departemen Pendidikan Nasional, 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13


Tahun 2007 tentang Kompetensi Kepala Sekolah. Jakarta: Direktoran Jenderal
Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Departemen Pendidikan Nasional, 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20
Tahun 2007 tentang Standar Penilaian. Jakarta: Direktoran Jenderal Peningkatan Mutu
Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Departemen Pendidikan Nasional, 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41
Tahun 2007 tentang Standar Proses. Jakarta: Direktoran Jenderal Peningkatan Mutu
Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Anda mungkin juga menyukai