Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh :
Ana Basirotul Alawiyah
Pembimbing :
dr. Hesti Gunarti Sp.Rad
BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertropi pyloric stenosis (HPS) merupakan gangguan gastrointestinal paling
sering pada bayi muda. Insidensinya 1-2 : 1000 kelahiran hidup. Kondisi ini umum
terjadi pada bayi umur 2-10 minggu kehidupan. Klinisi yang pertama kali
memperkenalkan HPS adalah Fabricious Hildanus di tahun 1627. Pada tahun 1877
Harald Hirschsprungs melaporkan dua kasus fatal pada kongres anak di jerman dan
memberikan pengertian yang modern tentang HPS. Pada HPS terjadi penebalan
muskulus sirkuler antropirolus dan menyebabkan konstriksi dan obstruksi di gastric
outlet. Obstruksi gastric outlet menyebabkan muntah proyektil dan non billous,
hilangnya asam hidroklorida dan berkembang menjadi hipokloremi, alkalosis
metabolik dan dehidrasi1 dan menyebabkan kematian pada lebih dari 50% pasien
yang terkena2,3,4. Diagnosis primer didapatkan dengan palpasi pilorus yang
mengalami hipertropi berupa olive like mass di kuadran kanan atas dan dianggap
tanda diagnostik tanpa diperlukan evaluasi lebih lanjut. Karena pemeriksaan klinis
pada bayi sulit karena bayi menangis dan membutuhkan waktu yang lama, sehingga
saat ini penggunaan imejing radiologi untuk mendeteksi HPS meningkat 2,3.
Double track sign pertama kali di sampaikan oleh Haran et al di tahun 1966,
menunjukkan sensitivitas 95% untuk mendeteksi HPS dengan pemeriksaan UGI
kontras barium. Pemeriksaan dengan barium merupakan pemeriksaan penting untuk
deteksi HPS sampai akhir tahun 19702. Pada tahun 1977 Teele dan Smith
memperkenalkan USG sebagai pilihan prosedur diagnostik alat diagnosis HPS karena
2
tekniknya cepat dan populer1. Indeks muskulus pilorik di perkenalkan di tahun 1988
dan dinyatakan lebih handal dibanding kriteria pengukuran sebelumnya pada
diagnosis menggunakan USG3. Kepercayaan terhadap imejing radiologi dalam
mendiagnosis stenosis pilorik meningkat. Tren ini meningkatkan USG sebagai
pemeriksaan rutin pada pasien yang dicurigai HPS1. Sensitivitas dan spesifitas USG
sampai 89%-100% dan akurasinya 100%. Hal ini merupakan alasan mengapa USG
secara luas digunakan2.
Endoskopi disebutkan oleh beberapa penulis sebagai alat diagnostik yang
sukses untuk mendeteksi HPS pada beberapa tahun terakhir, namun karena endoskopi
merupakan tindakan invasif dan mahal, penggunaan modalitas ini berkurang. Pada
beberapa kasus meskipun pada USG ditemukan HPS, namun sering tidak ditemukan
tanda pada pemeriksaan klinis2.
Alasan dari laporan kasus ini adalah HPS merupakan kasus dengan gambaran
khas berdasar temuan USG, namun terkadang sulit menemukan gambaran khas
tersebut sehingga diperlukan pengetahuan, khususnya residen untuk menegakkan
diagnosis HPS.
berdasar foto polos radiologi dan USG sesuai dengan referensi dan hasil post operasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Hipertropi pyloric stenosis (HPS) merupakan suatu kondisi yang terjadi pada
bayi dengan lambung bagian pilorus mengalami penebalan yang abnormal. Definisi
menurut Wikipedia encyclopedia, HPS adalah penyempitan di jalan keluar lambung
sampai bagian pertama dari duodenum menyebabkan pembesaran (hipertropi)
muskulus sekitar jalan keluar tersebut (pilorus) dan mengalami spasme saat lambung
kosong5.
B. Anatomi lambung
Lambung merupakan organ berbentuk kantong seperti huruf J, dengan
volume pada orang dewasa 1200-1500cc pada saat berdilatasi. Sedang lambung bayi
baru lahir mempunyai kapasitas 10-20cc, bayi usia 1 minggu 30-90cc, bayi usia 2-3
minggu 75-100cc, bayi usia 1 bulan 90-150cc, bayi usia 3 bulan 90-150cc, dan bayi
usia 1 tahun 210-360cc. Pada bagian superior, lambung berbatasan dengan bagian
distal esofagus, sedangkan bagian inferior berbatasan dengan duodenum. Lambung
terletak pada daerah epigastrium dan meluas ke hipokhondrium kiri. Kecembungan
lambung yang meluas ke gastroesofageal junction disebut kurvatura mayor.
Kelengkungan lambung bagian kanan disebut kurvatura minor, dengan ukuran dari
panjang kurvatura mayor. Seluruh organ lambung terdapat di dalam rongga
peritoneum dan ditutupi oleh omentum6.
dalam dan lapisan otot longitudinal pada bagian luarnya. Otot-otot ini berkelanjutan
membentuk kelompokan kecil (fascia) otot polos yang tipis menuju ke bagian dalam
lamina propria hingga ke permukaan epitel. Pada lapisan sub-mukosa, jaringannya
longgar dan mengandung sejumlah jaringan ikat elastik, terdapat pleksus arteri, vena,
pembuluh limfe dan pleksus nervus Meissner. Muskularis eksterna terdiri dari tiga
lapisan yaitu longitudinal luar (outer longitudinal), sirkuler dalam (inner sirkuler) dan
oblik yang paling dalam (innermost oblique). Lapisan sirkuler sphincter pilorik pada
gastroesofageal junction. Pleksus Auerbach (myenteric) berlokasi pada daerah di
antara lapisan sirkular dan longitudinal dari muskularis eksterna6.
C. Epidemiologi
HPS sering terjadi pada bayi dengan usia kehidupan 2-10 minggu, namun
beberapa literatur 2-12 minggu. Insidensinya di populasi barat 2-4 per 1000 bayi lahir
hidup tetapi pada populasi asia dan afrika lebih rendah. Bayi laki-laki lebih banyak
terkena daripada perempuan dengan perbandingan 4:1. Alasan kenapa lebih banyak
pada laki-laki tidak diketahui. Terdapat beberapa eviden kejadian HPS meningkat
pada kelahiran anak pertama dan 7% terjadi pada keluarga yang mempunyai riwayat
serupa. HPS lebih sering terjadi pada bayi yang mendapatkan minum dari botol pada
populasi pedesaan4. Resiko yang rendah terjadi pada umur ibu yang lebih tua,
pendidikan ibu yang tinggi, dan berat badan lahir rendah8.
D. Gejala Klinis
Manifestasi kinis HPS adalah obstruksi yang menyebabkan muntah proyektil
non bilous sesudah pemberian minuman formula atau ASI. Muntah yang terus
6
penyakit serupa. Sedangkan hubungan HPS dengan bayi kembar monozigot terlihat
pada 0,250,44 sedangkan kembar dizigot 0,05-0,19.
F. Patogenesis
Meskipun HPS pada bayi adalah kondisi paling umum yang membutuhkan
pembedahan dalam beberapa bulan pertama kehidupan, namun patogenesisnya tidak
sepenuhnya dipahami. Perkembangan terbaru patogenesis HPS pada bayi antara lain:
(1) Adanya bukti menunjukkan sel-sel otot polos di HPS pada bayi tidak mempunyai
inervasi yang baik (2) Karena non-adrenergik, saraf non-kolinergik merupakan
mediator relaksasi otot halus, sehingga terdapat kemungkinan tidak adanya saraf ini
di otot pilorus menyebabkan kontraksi berlebihan dan terjadi hipertrofik otot pilorus
sirkuler (3) Terdapat sejumlah protein matriks ekstraseluler yang abnormal dalam
otot pilorus hipertrofik. Sel otot sirkuler pada HPS secara aktif mensintesis kolagen
dan hal ini bertanggung jawab tehadap karakter dari tumor pilorus (4) Peningkatan
ekspresi insulin-like growth factor-I, transforming growth factor- beta 1, dan plateletderived growth factor-BB dan reseptor otot hipertrofik pilorus menunjukkan
peningkatan sintesis lokal dari faktor pertumbuhan dan mungkin memainkan peran
penting dalam hipertrofi otot polos HPS10.
Teori lain yang menyebabkan terjadinya HPS pada bayi antara lain teori
abnormalitas genetik, teori kausa infeksi dan teori hiperasiditas11. Selain itu defisiensi
lokal dari neuronal nitric oxide synthase di pylorus bertanggung jawab terhadap
manifestasi klinis dari HPS. Defisiensi neuronal nitric oxide synthase menyebabkan
kurangnya oksidasi nitrat dan menyebabkan relaksasi otot sehinggga terjadi obstruksi
pilorus12.
G. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis HPS diperlukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang meliputi
pemeriksaan USG dan pemeriksaan gastrointestinal dengan kontras.
1. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan klinis didapatkan gambaran yang bervariasi. Bayi datang ke
klinisi bisa masih dalam hidrasi baik maupun sudah mengalami dehidrasi berat.
Namun bayi sering datang dengan tanda dehidrasi berupa berat badan rendah dan
nafsu makan yang tak terpuaskan sehingga tampak kening muka berkerut dan keriput.
Pada beberapa bayi, didapatkan perut buncit di hipokondrium, dan tampak aktivitas
peristaltik meningkat di dinding perut yang tipis. Pada palpasi tampak masa bentuk
bulat telur, mobile, yang teraba di epigastrium atau di kuadran kanan dan disebut
sebagai olive sign (gambar 3). Tanda tersebut diaggap menjadi hallmark diagnostik
HPS. Pada beberapa penelitian 70% pasien HPS mempunyai tanda olive sign (+) dan
dengan gelombang peristaltik yang meningkat. Namun sensitivitas temuan olive sign
pada HPS 75%-85%2.
2. Foto polos radiografi
Foto polos radiografi tidak mempunyai peran penting dalam penentuan
diagnosis HPS. Distensi lambung masif (diameter > 7cm) dengan isi cairan atau
udara dengan gambaran gas di intestinal minimal yang disebut sebagai single bubble
9
6). Muskulus biasanya tampak hipoekoik tetapi kadang-kadang membentuk pola yang
tidak seragam. Tampak muskulus lebih ekoik di banding area dekatnya namun kurang
ekoik di sisi yang lain. Hal itu disebabkan efek anisotropik yang berhubungan dengan
tranduser USG dan serabut silindris muskulus pilorus7. Pada potongan longitudinal
muskulus silindris relatif lebih hipoekoik dibanding hepar9. Diameter pilorus pada
potongan melintang (meliputi lumen dan kedua dinding pilorus) jarang di ukur.
Panjang saluran pilorus (struktur ekogenik) dapat diukur namun lebih pendek
dibanding panjang muskulus pilorus (struktur hipoekoik). Terdapat beberapa
perbedaan kriteria indeks ukuran sebagai indikator HPS. Menurut Dahnert dalam
Radiol Oncol 2001 oleh Frkovic M et al menyebutkan kriteria HPS jika tebal
muskulus pilorus 3mm pada potongan melintang, diameter pilorus potongan
transversal 13 mm dan panjang saluran pilorus 17 mm7. Sedang kriteria HPS pada
USG menurut al-alawee MS et al. adalah: a) adanya penebalan muskulus pilorus pada
potongan melintang dan longitudinal 4-7 mm, b) adanya saluran pilorus yang
mengalami elongasi (lebih dari 14 mm) atau disebut sebagai cervix sign (gambar 7),
dan c) adanya obstruksi gastric outlet (misalnya saluran pilorus tidak pernah
membuka secara normal)7. Batas ini lebih rendah pada bayi umur kurang dari 30 hari.
Menurut Chan et al, pada bayi kurang dari 21 hari menggunakan cut off tebal
muskulus pylorus 3,5 mm.
Gambaran cervix sign disebabkan karena indentasi masa muskulus di antrum
yang terisi oleh cairan pada potongan longitudinal. Gambaran antral nipple sign
(gambar 8) yang merupakan gambaran mukosa saluran pilorus yang redundant dan
11
mengalami protusio masuk kedalam antrum lambung. Diagnosis HPS dengan USG
mempunyai spesifitas dan sensitifitas yang tinggi (96% dan 100%) serta positive
predictive value lebih besar dari 90%7.
Saat relaksasi sering HPS pada bayi sulit dibedakan dengan pilorospasme.
Pilorospasme di hipotesakan sebagai suatu stadium awal dari HPS, tetapi hal itu
belum terbukti9.
4. Pemeriksaan gastrointestinal bagian atas (upper gastrointestinal/UGI) dengan
kontras
Sebelum sonografi popular digunakan, pemeriksaan UGI dengan kontras
menjadi andalan diagnosis gangguan gastric outlet obstruction selama bertahuntahun. Pemeriksaan UGI dengan kontras pada HPS menunjukkan tanda tidak
langsung berupa adanya efek pilorus pada lumen. Pada kasus-kasus yang meragukan
pada pemeriksaan USG diperlukan pemeriksaan UGI dengan kontras untuk
memastikan diagnosis.
Selama pemeriksaan UGI dengan kontras lambung harus dikosongkan melalui
selang naso gastric tube (NGT) sebelum dan sesudah dilakukan pemeriksaan agar
tidak terjadi refluks dari isi lambung.
Kriteria primer diagnosis HPS pada pemeriksaan UGI dengan kontras adalah
adanya penyempitan saluran pilorus, elongasi saluran pilorus dengan efek masa
pilorus ke lambung dan duodenum. Bahan kontras yang melalui saluran pilorus
menyebabkan lumen kanal terurai, pada beberapa kasus bahan kontras terlihat melalui
lebih dari satu saluran dengan lipatan mukosa, yang dikenal sebagai double atau
12
triple track sign (gambar 9). Gambaran lain yang ditemukan adalah string sign yang
disebabkan karena penyempitan saluran pilorus menyebabkan kontras yang lewat
hanya sedikit dan shoulder sign yang disebabkan karena adanya efek masa dari
pilorus yang mengalami hipertropi pada antrum (gambar 10,11). Gambaran teat sign
merupakan puncak dari kontras di sisi curvatura minor antrum akibat adanya
peristaltik sedang gambaran beak sign merupakan gambaran puncak kontras yang
masuk ke dalam saluran pylorus yang menyempit
1,9,13
13
I. Diagnosis banding
Diagnosis banding bayi dengan HPS adalah GERD (gastroesophageal reflux
disease), pylorospasme, atresia pylorus, stenosis duodeni, malrotasi atau midgut
volvulus15.
Selama bertahun-tahun ahli radiologi menganggap pylorospasm terjadi karena
spasme cincin pilorus atau spingter pilorus. Spasme cincin (atau "sphincter")
menutup
apertura
pilorus,
sehingga
menunda
pengosongan
lambung
dan
menyebabkan retensi. Dengan kata lain, jika lambung terisi penuh oleh kontras
barium, menunjukkan pengosongan tertunda, atau kegagalan pengosongan lambung
dalam waktu tertentu (tanpa adanya lesi organik), ahli radiologi yang lebih tua
cenderung menyebut sebagai "pylorospasm". Namun beberapa ahli menyatakan
pylorospasme merupakan kontraksi tonik dari antrum bukan hanya kontraksi dari
spingter. Penyakit yang mendasari pylospasme dapat berupa ulkus duodenum, ulkus
lambung, gangguan nervus, atau spasme reflek akibat penyakit di organ perut
lainnya16.
Atresia pilorus merupakan kasus yang jarang. Insidennya 1 per 100.000 bayi
hidup dan kir-kira 1% dari semua kasus atresia intestinal. Diagnosis suspek atresia
pilorus bisa didapatkan gejala muntah non bilious pada hari pertama kehidupan
dengan didukung adanya distensi abdomen dengan atau tanpa gangguan nafas.
Diagnosis dikonfirmasi dengan foto polos abdomen dan ditemukan gambaran dilatasi
gaster (single bubble appearance) namun tidak disertai adanya gambaran udara usus
di distal gaster. Pemeriksaaan USG tidak dapat memberikan gambaran yang khas.
15
diatas pilorus di sisi myotomy9. Namun, beberapa kasus pilorus bisa tetap menebal
setelah pembedahan dan bisa sampai 5 bulan untuk kembali ke ketebalan normal.
Pada minggu pertama setelah operasi, ketebalan muskulus bisa sama atau bahkan
lebih tebal dari sebelum operasi dan secara bertahap dapat kembali normal. Bagian
anterior muskulus cenderung untuk normal lebih dahulu, dan biasanya berkurang 3
mm selama 3 bulan. Bagian posterior merupakan bagian yang terakhir untuk menjadi
normal, biasanya terjadi setelah 5 bulan14.
Pyloromyotomy inkomplet dapat terjadi namun sulit dinilai selama fase awal
paska operasi. Pencitraan paska operasi biasanya sulit di interpretasi dan tidak
membantu. Namun jika terjadi obstruksi gatric outlet komplet maka diperlukan
pyloromyotomy ulang. Mortalitas jarang, dan jika terjadi biasanya disebabkan karena
kurangnya cairan dan elektrolit pada pasien9.
17
BAB III
LAPORAN KASUS
Dilaporkan sebuah kasus bayi laki-laki usia 21 hari datang ke RS Sardjito
dengan keluhan muntah menyemprot. Pasien merupakan rujukan dari spesialis anak
dengan diagnosis piloris spasme. Dua puluh satu hari sebelum masuk rumah sakit,
lahir bayi laki-laki dari seorang ibu umur 21 tahun P1A0 dengan umur kehamilan 40
minggu 5 hari di puskesmas ditolong bidan. Bayi lahir spontan dan langsung
menangis, AS tidak diketahui, berat badan 3000 gram, mekonium keluar < 24 jam.
Pada usia 13 hari (7 HSMRS) saat anak menetek anak muntah 4-5 kali, muntah
langsung dan menyemprot. Pasien dibawa ke puskesmas dan dirujuk ke RS W. Di RS
W pasien di rawat selama 5 hari dengan diagnosis dehidrasi. Pasien diterapi dengan
infus. Tak tampak perbaikan pada pasien dan pasien pulang paksa. Pada usia 20 hari
(1 HSMRS) pasien masih muntah dan pasien di bawa ke spesialis anak, dikatakan
pasien mengalami kelainan usus.
Pada HMRS (tanggal 10-1-2013) keluhan menetap, muntah proyekti 3x/10
jam, tiap kali muntah 10-20 cc, isi muntah sesuai yang diminum (ASI), tak tampak
warna kehijauan. Pasien di bawa ke RSI dan di rujuk ke RSS. Pada saat masuk pasien
tampak kehausan, kompos mentis, gerakan kurang aktif, nangis masih kuat. Suhu
tubuh pasien 35,9 derajat celsius, nadi=135 x /m, respirasi = 45 x /m. Tampak mata
cowong, tak teraba pembesaran limfonodi pada leher. Pemeriksaan palpasi tampak
perut distensi di epigastrium, peristaltik (+) normal, olive sign (+), pada perkusi
18
terdengar timpani. Pemeriksaan ekstremitas akral masih hangat, turgor kulit turun.
Pada RT: TMSA dalam batas normal, mukosa licin.
Pemeriksaan laboratorium tanggal 10-1-2013 hasil: Hb= 19,7; AT=63.000;
AL=10,7; albumin=4,4; GDS=47; Na=174, K=3,0; Cl=10. Pemeriksaan laboratorium
ke 2 tanggal 16-1-2013 hasil: Hb: 13; AT=99.000; AL=12.900; Alb=2,5; GDS=65;
Na=139; K=3,26; Cl=10,1.
Pada hari yang sama (tanggal 10-1-2013) dilakukan pemeriksaan foto polos
babygram dengan hasil thorax: pulmo dan besar jantung dalam batas normal,
abdomen: tampak distensi gaster dengan gambaran udara usus minimal didistal dari
gaster, single bubble appearance (+) menyokong gambaran HPS, saran USG
abdomen. Dilakukan pemeriksaan USG pada hari yang sama hasil: pada gaster
tampak tebal dinding muskulus pylorus 4,7 cm dan panjang 19 cm. Pemeriksaan
organ lain VF, lien, ren bilateral, dan vesica urinaria dalam batas normal. Kesan:
mengarah gambaran HPS.
Dari pemeriksaan fisik, laboratorium, foto babygram dan USG sesuai
gambaran HPS. Pasien di diagnosis sebagai gastric outlet obstruction suspek HPS
dengan dehidrasi tak berat. Pasien direncanakan dilakukan operasi Ramstedt
pyloromyotomy. Pasien menjalani operasi Ramstedt pyloromyotomy pada tanggal
16-1-2013. Diagnosis paska operasi HPS. Paska operasi albumin dan angka trombosit
turun dengan suhu tubuh berubah-ubah disertai intoleransi makananan, takipnea dan
ikterik. Tanggal 25 pasien membaik dan dipulangkan.
19
BAB IV
PEMBAHASAN
Hipertrophic pyloric stenosis merupakan kondisi tersering pada bayi yang
memerlukan pembedahan pada awal awal bulan kehidupan. HPS
mempunyai
20
pilorus > 3 mm dan panjang saluran > 15mm, diameter pylorus > 11 mm dan volume
pilorus > 12 ml.
USG merupakan modalitas diagnostik yang lebih disukai dan merupakan
teknik yang non invasif. Namun diperlukan penelitian yang sistematik dan dinamik
serta perlu memperhatikan kesulitan teknis dan cara mengatasinya.
Pada saat pemeriksaan USG pada bayi curiga HPS, jika memungkinkan
seharusnya tidak diberi makan selama setidaknya 3 jam. Lambung dibuat distensi
dengan memberikan cairan bening sehingga dapat memberikan efek acoustic shadow
melalui pilorus dan organ disekitarnya dapat divisualisasikan lebih mudah. Bayi
diberikan cairan air glukosa dan di masukkan melalui tabung nasogastrik. Pasien
ditempatkan terlentang dan dilakukan sken dengan meletakkan transduser ke kanan
dari midline dan dengan arah transduser secara transversal maupun longitudinal dari
pilorus. Cara terbaik dan lebih mudah untuk mengevaluasi pilorus baik lapisan otot
maupun tebal otot serta aktifitas peristaltik lambung dengan potongan longitudinal.
Penggunaan anestesi pada bayi tidak diperlukan. Hal-hal yang perlu dinilai pada
pemeriksaan USG pada pasien curiga HPS adalah panjang saluan pilorus, ketebalan
dan diameter muskulus8. Namun pada beberapa penelitian diameter muskulus tidak
diukur.
Kesulitan yang paling sering pada pemeriksaan USG adalah lambung yang
terisi udara sehingga penebalan muskulus pilorus tidak dapat terlihat dengan baik.
Cara yang paling mudah untuk mencegahnya adalah dengan menempatkan bayi pada
21
posisi oblik dengan sisi kanan di bawah. Posisi ini akan menyebabkan cairan mengisi
antrum. Lambung yang terisi susu juga dapat menimbulkan suatu artefak. Cara
mengatasinya dengan memberikan bayi air atau bahkan menempatkan NGT dan
mengosongkan lambung dan kemudian diisi dengan air. Lambung yang terlalu
distensi menyebabkan pilorus tergeser ke bagian distal sehingga sulit di visualisasi.
Pada situasi ini bayi dipindahkan pada posisi oblik dengan sisi kiri di bawah sehingga
membantu pilorus pindah ke posisi lebih anterior. Perlu diingat bahwa pilorus yang
normal sulit di visualisasi dibanding pilorus yang mengalami hipertropi14.
Pada pasien ini pada pemeriksan fisik palpasi ditemukan olive sign (+).
Namun klinisi ingin memastikan diagnosis mereka dengan meminta pemeriksaan
radiologi berupa foto polos babygram dan USG. Pada foto polos babygram
ditemukan gambaran single bubble (+), yang merupakan tanda HPS, meskipun bukan
tanda khas, karena gambaran tersebut dapat juga terjadi pada pylorospasme, hipotonia
lambung, sepsis dan ileus. Saat pemeriksaan USG, awalnya tampak gambaran udara
dalam lambung yang prominen sehingga kesulitan dalam visualisasi lambung, pilorus
bahkan organ disekitarnya. Kemudian pasien diminta untuk dipasang NGT dan diisi
dengan air. Beberapa saat kemudian pasien di USG ulang. Didapatkan hasil adanya
hipertropi muskulus pilorus dengan tebal 4,7 mm dan panjang elongasi dari muskulus
pilorus (cervix sign) 19 mm. Pada pasien juga tampak obstruksi gastric outlet (pilorus
tidak dapat membuka secara normal). Pasien tidak diminta pemeriksaan UGI dengan
22
kontras karena tidak ada keraguan terhadap diagnosis HPS baik dari pemeriksaan
fisik, radiografi polos (babygram) maupun USG.
Persamaan HPS dengan pylorospasme yaitu adanya distensi lambung yang
diakibatkan karena pengosongan lambung yang terlambat. Sedangkan yang
membedakan, pada pylorospasme biasanya disertai dengan penyakit yang lain
misalnya penyakit pada kandung empedu dan appendiks. Untuk diagnosis lebih lanjut
di lakukan pemeriksaan USG. Berdasar penelitian oleh Hernanz-Schulman dalam
jurnal ultrasound medical oleh Cohen et al menyebutkan pilorospasme memiliki
keterlambatan pengosongan lambung dan panjang pylorus antara 10 dan 14 mm (tapi
tidak lebih besar dari 14 mm) dan tebal muskulus pylorus antara 1,3-2,7 mm. Pada
pilolorospasme terdapat ukuran yang bervariasi pada beberapa seri pencitraan.
HPS dibedakan dengan atresia pilorus berdasar klinis dan gambaran foto
polos abdomen. Pada atresia pilorus terjadi muntah non bilious pada awal kehidupan.
Foto polos abdomen didapatkan gambaran single bubble tanpa disertai adanya udara
usus di distal dari gaster.
Stenosis duodeni dibedakan dengan HPS berdasar anamnesa. Pada stenosis
duodeni muntah bisa bilous maupun non bilous. Pada foto polos abdomen ditemukan
gambaran double bubble. Seperti halnya stenosis duodeni, malrotasi atau midgut
volvulus, dibedakan dari HPS dari anamnesis pada midgut volvulus gejalanya berupa
muntah billous. Pada pemeriksaan radiografi polos tampak gambaran double bubble.
23
Namun pada pemeriksaan USG baik stenosis duodeni dan midgut volvulus tak
tampak adanya penebalan muskulus pilorus. Pada midgut volvulus tampak gambaran
whirlpool sign dan pada pemeriksaan dengan kontras tampak gambaran twisted
ribbon sign.
24
KESIMPULAN
Dilaporkan kasus bayi umur 21 hari dengan keluhan muntah proyektil dengan
dehidrasi tak berat. Gejala pada pasien muntah menyemprot sejak umur 13 hari dan
didiagnosis HPS setelah umur 21 hari. Penegakan diagnosis HPS berdasarkan
pemeriksaan fisik ditemukan olive sign (+) dan peristaltik meningkat, serta tanda
dehidrasi tak berat dengan hipokalemia. Pada pemeriksaan penunjang foto babygram
ditemukan adanya distensi gaster masif dengan single bubble appearance (+).
Gambaran tersebut dapat menyokong gambaran HPS. Pada pemeriksaan USG
ditemukan doughnut sign dan cervix sign dengan tebal muskulus pilorus ukuran 4,7
mm dan panjang pilorus 19 mm. Pemeriksaan tersebut sesuai dengan gambaran
hypertrophic pyloric stenosis, dengan cut off nilai normal tebal muskulus pilorus < 3
mm dan panjang saluran pilorus < 15 mm.
Dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang radiologis (foto polos dan
USG)
mendukung
diagnosis
HPS.
Tindakan
yang
dilakukan
ramstedt
25
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Gambar 2
26
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5a
27
Gambar 5b
Gambar 6
Gambar 7
28
Gambar 8
Gambar 9
Gambar 10
29
Gambar 11
Gambar 12
Gambar 13 (kasus)
Foto baby gram tanggal 10-1-2013
Foto babygram, AP view, asimetris, kondisi cukup,hasil :
Thorax:
- pengembangan kedua paru cukup
- Tak tampak gambaran reticulogranuler di kedua pulmo
- Tak tampak penebalan pleural space
- Kedua diaphragm intak
- Cor, konfigurasi normal
Abdomen :
- Tampak distensi abdomen
- Preperitoneal fat line relative tegas
- Tampak distensi gaster dengan gambaran udara usus minimal
didistal gaster, single bubble (+)
- Konfigurasi hepar normal
- Sistema tulang yang tervisualisasi intak
Kesan :
- Thorax : pulmo dan besar cor dalam batas normal
- Abdomen: menyokong gambaran HPS
30
Gambar 14 (kasus)
Gambar 14.Expertise USG
Dilakukan USG dengan klinis HPS, hasil :
Hepar : ukuran dan echostruktur normal, permukaan licin, sistema bilier dan vaskuler intrahepatal tak
prominen, tak tampak massa
Lien, pankreas, ren dextra et sinistra dalam batas normal
Gaster : tampak gambaran pylorus dengan target sign (+) tebal dinding 4,7 mm dan cervix sign (+)
panjang saluran pylorus 19 mm
Kesan : mengarah gambaran HPS
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Croteau L, Arkovitz M, Berlin R, Josephs M, Kotagal U, Reeves S, et al.
Hypertrophic pyloric stenosis: evidence based clinical practice guideline for
hypertrophic pyloric stenosis. Children's Hospital Medical Center Cincinnati.
2007. Available from http://www.cincinnatichildrens.org/svc/alpha/h/healthpolicy/ev-based/ default.htm
2. Katami A, Ghoroubi G, Imanzadeh F, Attaran M, Mehrafarin M, Sohrabi MR.
Olive palpation, sonography and barium study in the diagnosis of
hypertrophic pyloric stenosis: decline in physicians art barium. Iran J Radiol
2009; 6(2): 87-90
3. Godbole P, Sprigg A, Dickson JAS, Lin PC. Ultrasound compared with
clinical examination in infantile hypertrophic pyloric stenosis. Arch Dis Child
1996; 75: 335-37
4. Aspelund G, Jacob C, Langer. Current management of hypertrophic pyloric
stenosis. Seminars in pediatric surgery. 2007; 16: 27-33
5. Anonim. Wikipedia: The free encyclopedia. Available from http://en.
wikipedia org/wiki/ Hypertrophic pyloric stenosis. Di download pada tanggal
This 15 December 2013
6. Anonim. Abdomen. Bagian anatomi embriologi dan antropologi FK UGM
Yogyakarta. 1997
7. Frkovi M, Kuhar MA, Perho E, Babi VB, Molnar M, Vukovi J. Diagnostic
imaging of hypertrophic pyloric stenosis (HPS). Radiol Oncol. 2001; 35(1):
11-6
8. Al-alawee MS, Zangana AF, Almishhadany SS. The role of ultrasonography
in infantile hypertrophied pyloric stenosis. The iraqi postgraduate medical
journal. 2006; 5(1): 1-6
9. Chirdan LB, Ameh EA, Thomas AH. Infantile hypertrophic pyloric stenosis. J
Pediatr Surg; 2008: 43: 1227-29
32
33