Desember 2006
Abstrak
Dalam upaya mengurangi tingkat penggunaan pembayaran tunai yang pada gilirannya
dikhawatirkan akan menimbulkan beban terhadap perekonomian maka upaya-upaya
peningkatan pembayaran non tunai perlu terus dikembangkan. Untuk melengkapi instrumen
pembayaran non tunai yang sudah ada di Indonesia seperti instrumen pembayaran high
value dan low/retail value maka dipandang perlu untuk mengembangkan instrumen
pembayaran mikro. Instrumen pembayaran mikro didesain untuk melayani pembayaran yang
bernilai sangat kecil dengan frekuensi penggunaan yang tinggi dengan proses pembayaran
yang sangat cepat. Saat ini dirasakan bahwa instrumen pembayaran mikro yang paling tepat
untuk digunakan adalah e-money yang merupakan stored value facility instrument. Untuk
itu, Bank Indonesia secara dini perlu menyusun kebijakan dan ketentuan yang mengatur
penyelenggaraan e-money sehingga instrumen ini dapat beroperasi secara efisien dan aman.
Koordinasi dan fasilitasi perlu dilakukan oleh Bank Indonesia mengingat pihak-pihak yang
terkait dengan penyelanggaran e-money ini sangat banyak dan beragam seperti lembaga
penerbit e-money, merchant, otoritas lain, lembaga penunjang e-money dan masyarakat.
Koordinasi dan fasilitasi ini perlu dilakukan sejak awal untuk menciptakan standarisasi
sehingga memungkinkan interoperability antar instrumen yang pada gilirannya akan
menciptakan sistem pembayaran yang lebih efisien.
Paper ini dibuat dalam rangka kegiatan Inisiatif Bank Indonesia 2006 Grand Desain Upaya Peningkatan
Penggunaan Pembayaran Non Tunai Pandangan dalam paper ini merupakan pandangan penulis dan tidak
semata-mata merefleksikan pandangan Bank Indonesia. Kritik, saran dan pertanyaan dapat diajukan kepada :
ahidayat@bi.go.id , nuryanti@bi.go.id, ponco@bi.go.id
DAFTAR ISI
Abstrak............. ................................................................................................................... i
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................. iii
BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2. E-Money Sebagai Instrumen Pembayaran Mikro ............................................. 7
1.3. Tujuan Kebijakan Pengembangan E-money .................................................... 8
1.4. Metodologi dan Sistematika Penulisan............................................................ 9
BAB II. GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN PEMBAYARAN NON TUNAI DALAM
PEREKONOMIAN INDONESIA................................................................................ 11
2.1. Persepsi, Preferensi Dan Perilaku Masyarakat, Pengusaha dan Pelaku Pasar
Terhadap Pembayaran Non Tunai ................................................................. 11
2.1.1. Persepsi, Preferensi Dan Perilaku Masyarakat, Pengusaha dan Pelaku
Pasar Terhadap Instrumen Pembayaran Non Tunai ............................ 12
2.1.2. Persepsi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat, Pengusaha dan Pelaku
Pasar Terhadap Pengembangan E-Money.......................................... 15
2.1.3. Pemetaan Potensi Pengembangan Pembayaran Non Tunai ................ 18
2.2. Peran Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian................................. 19
2.2.1. Indikator Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai di Indonesia 19
2.2.1. Peranan Perkembangan Alat Pembayaran Non Tunai Terhadap
Perekonomian Dan Kebijakan Moneter ............................................. 24
BAB III. PENGEMBANGAN E-MONEY SEBAGAI INSTRUMEN PEMBAYARAN MIKRO............ 27
3.1. Latar Belakang Perlunya Pengaturan Terhadap E-Money ............................... 28
3.2. Ketentuan E-Money Saat Ini ......................................................................... 28
3.2. 1. Jenis Kartu Prabayar Yang Memerlukan Persetujuan Bank Indonesia.. 29
3.2. 2. Penerbit E-Money ............................................................................. 30
3.2. 3. Manajemen Risiko............................................................................. 30
3.2. 4. Hak dan Kewajiban para pihak.......................................................... 31
3.2. 5. Anti Money Laundering .................................................................... 31
3.3. Pedoman Pengembangan E-Money .............................................................. 32
3.3.1. Pengelolaan E-Money ....................................................................... 32
3.3.2. Aspek Perlindungan Konsumen......................................................... 37
3.3.3. Pengawasan dan Pelaporan Penyelenggaraan E-Money..................... 38
BAB IV. STRATEGI KOMUNIKASI DAN DISEMINASI INFORMASI DALAM RANGKA
PENGGUNAAN E-MONEY ..................................................................................... 40
3.1. Tujuan Komunikasi ....................................................................................... 41
3.2. Pengguna Potensial E-Money ....................................................................... 41
3.3. Pesan Yang Perlu Dikomunikasikan............................................................... 43
3.4. Media Komunikasi....................................................................................... 43
ii
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 -1 Posisi Bank Indonesia dalam pengembangan pembayaran mikro ............. 6
Gambar 2- 1 Fungsi E-Money Yang Diinginkan Masyarakat ............................................... 15
Gambar 2- 2 Kesediaan Pengusaha Menerima E-Money .................................................... 16
Gambar 2- 3 Peta Potensi Pengembangan di Indonesia...................................................... 19
Gambar 2- 4 Perkembangan Nilai dan Volume Transaksi RTGS .......................................... 20
Gambar 2- 5 Perkembangan Kliring Penyerahan secara Nasional........................................ 21
Gambar 2- 6 Perkembangan Total Volume dan Transaksi APMK ........................................ 22
Gambar 2- 7 Rasio Konsumsi Swasta terhadap Uang Kartal yang diedarkan....................... 23
Gambar 2- 8 Rasio Uang Kartal terhadap Deposito dan Transaksi Pembayaran Berbasis
Kartu............................................................................................................ 24
iii
BAB I. PENDAHULUAN
Bank Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa tanggung jawab yang dipikul untuk
mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah dalam jumlah dan pecahan yang
cukup merupakan sebuah tantangan tersendiri. Hal ini mengingat jumlah penduduk
yang cukup banyak serta kondisi geografis yang sangat luas untuk mengedarkan
uang dalam jumlah dan pecahan yang tepat kepada masyarakat. Selain itu
penggunaan uang tunai sebagai alat pembayaran dirasakan mulai menimbulkan
masalah terutama tingginya biaya cash handling, risiko perampokan / pencurian,
kesehatan,
kepraktisan
serta
uang
palsu.
Meskipun
sebagian
masyarakat
menganggap bahwa uang kas merupakan alat / instrumen pembayaran yang bebas
biaya, praktis dan efisien, namun apabila dilihat dari prespektif perekonomian secara
luas, penggunaan uang kas dalam jumlah yang sangat besar dalam jangka panjang
akan menimbulkan beban bagi perekonomian terutama berkaitan dengan cash
handling dan rendahnya velocity of money. Di sisi lain, penggunaan uang tunai juga
dapat mengakibatkan inefisiensi waktu karena panjangnya antrian di sentra-sentra
pembayaran serta ketidakpraktisan membawa uang dalam jumlah yang cukup
banyak.
Dari sisi sistem pembayaran non tunai, Bank Indonesia berkepentingan untuk
memastikan bahwa sistem pembayaran non tunai yang digunakan oleh masyarakat
dapat berjalan secara aman, efisien dan handal. Oleh karena itu, perkembangan
penggunaan alat pembayaran non tunai mendapat perhatian yang serius dari Bank
Indonesia mengingat perkembangan pembayaran non tunai diharapkan dapat
mengurangi beban penggunaan uang tunai dan semakin meningkatkan efisiensi
perekonomian dalam masyarakat. Meskipun dari sisi teknologi alternatif penggunaan
instrumen pembayaran non tunai sangat feasible untuk menggantikan uang tunai
namun demikian aspek psikologis, keamanan, kenyamanan dan kepercayaan
masyarakat terhadap uang kas kemungkinan besar tetap merupakan hambatan yang
masih harus dihadapi dalam pengembangan instrumen pembayaran non tunai.
Dalam perkembangannya, sistem pembayaran non tunai sangat dipengaruhi oleh
kemajuan perkembangan teknologi dan perubahan pola hidup masyarakat. Saat ini
perkembangan instrumen pembayaran non tunai berjalan sangat pesat seiring
dengan perkembangan teknologi sistem pembayaran yang pada akhir-akhir ini telah
membawa dampak yang besar terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam sistem
2
Instrumen
Pembayaran
Nasional
(Revisi
2004)
lebih
banyak
berisi
kebijakan
PENERBIT
LEMBAGA
PENUNJANG
OTORITAS
LAIN
BANK
INDONESIA
MERCHANT
MASYARAKAT
MASYARAKAT
Peraturan Bank Indonesia No.7/52/PBI tahun 2005 tentang Alat Pembayaran dengan
Menggunakan Kartu (APMK), di masa depan dimungkinkan penerbit kartu prabayar
multi purpose dapat berasal dari institusi non bank sehingga dipastikan komunikasi
antara Bank Indonesia dengan lembaga tersebut akan berjalan secara intens. Jalur
komunikasi baru ini perlu disosialisasikan sehingga pihak-pihak terkait dapat
memahami peran dan posisinya masing-masing dalam kegiatan pembayaran mikro.
Interaksi antara Bank Indonesia dengan penerbit di luar bank ini juga menimbulkan
konsekuensi perlunya komunikasi antara Bank Indonesia yang mendapatkan mandat
sebagai otoritas sistem pembayaran dengan otoritas lembaga penerbit non bank
tersebut. Pihak-pihak lain yang juga akan terkait dengan pembayaran mikro ini
adalah merchant yang menerima pembayaran mikro, masyarakat sebagai pengguna
instrumen pembayaran mikro dan yang terakhir adalah lembaga-lembaga penunjang
seperti lembaga penyedia infrastruktur telekomunikasi, independen auditor,
penyelenggara kliring antar penerbit dan sebagainya.
Aspek lain yang akan sangat menonjol dalam pengembangan pembayaran
mikro nantinya adalah munculnya alat pembayaran non tunai yang bersifat multimerchant sehingga aspek tata kelola alat pembayaran ini menjadi sangat penting
agar kepentingan berbagai merchant yang berpartisipasi dalam alat pembayaran
tersebut dapat saling terlindungi disamping tentunya terwujudnya perlindungan
konsumen yang memadai.
Implications for Central Banks of the Development of Electronic Money, Bank for Internatonal Settlements,
Basle, October 1996, page 1
antara lain
sebagai berikut:
Nilai uang telah tercatat dalam instrumen e-money, atau sering disebut
dengan stored value, yang akan berkurang pada saat konsumen
menggunakan untuk melakukan transaksi pembayaran.
Pada saat transaksi, perpindahan dana dalam bentuk electronic value dari
e-money milik konsumen kepada terminal merchant dapat dilakukan
secara off-line. Dalam hal ini verifikasi cukup dilakukan pada level merchant
(point of sale), tanpa harus on-line ke komputer penerbit.
standarisasi
platform,
chip
dan
messaging
sehingga
laporan di atas juga dibaca mengingat kajian dan laporan tersebut menguraikan
secara lebih rinci dan menyeluruh tentang penyelenggaraan e-money dan sistem
pembayaran non tunai secara keseluruhan.
Penulisan paper ini dilakukan dengan sistematika sebagai berikut :
1. Bab I berisi tentang pendahuluan yang mengulas latar belakang mengapa perlu
dikembangkan e-money, deskripsi dan cakupan serta tujuan pengembangan emoney.
2. Bab II berisi dua segmen. Segmen pertama adalah tentang persepsi, preferensi
dan perilaku masyarakat kalangan usaha dan perbankan terhadap pembayaran
non tunai. Sedangkan segmen kedua akan berisi tentang uraian perkembangan
dan dampak sistem pembayaran non tunai secara umum terhadap perekonomian.
3. Bab III berisi tentang uraian yang mendalam tentang penyelenggaraan e-money
yang akan diuraikan dari berbagai aspek.
4. Bab IV berisi tentang strategi komunikasi dan diseminasi informasi berkaitan
dengan
e-money
dalam
rangka
meningkatkan
penggunaan
instrumen
pembayaran tersebut.
10
Dalam bab ini akan dibahas mengenai potret pembayaran non tunai dalam
perekonomian Indonesia yang dilihat dari kacamata masyarakat, pengusaha dan
pelaku pasar penyedia jasa pembayaran non tunai serta potensi pembayaran non
tunai. Selain itu juga diulas tentang peranan dan dampak pembayaran non tunai
terhadap perekonomian dan moneter.
2.1. Persepsi, Preferensi Dan Perilaku Masyarakat, Pengusaha dan Pelaku
Pasar Terhadap Pembayaran Non Tunai
Untuk mendapatkan informasi yang menyeluruh tentang persepsi, preferensi dan
perilaku masyarakat, pengusaha dan pelaku pasar pembayaran non tunai terhadap
penggunaan pembayaran non tunai, Bank Indonesia berusaha untuk menampung
aspirasi baik dari masyarakat, pengusaha penyedia jasa pembayaran non tunai maupun
pelaku pasar potensial melalui tiga kegiatan yakni survei5 , seminar6 dan diskusi7 dengan
pelaku pasar / potensial issuer.
Informasi dan isu-isu strategis yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan tersebut
merupakan
masukan
yang
sangat
berguna
dalam
menentukan
strategi
pengembangan sistem pembayaran non tunai yang tepat di Indonesia. Selain itu,
informasi tersebut juga dapat menggambarkan peta potensi pengembangan
instrumen pembayaran non tunai yang sesuai dengan karakteristik masyarakat dan
wilayah di Indonesia, terutama masyarakat di perkotaan dan daerah-daerah yang
relatif maju. Peta potensi ini akan menjadi sumber informasi yang penting bagi para
pelaku pasar untuk melakukan penetrasi pasar dan pengembangan usaha.
4
Referensi yang lebih detail dan jelas dalam bab ini terdapat pada tulisan/paper mengenai : 1. Penelitian
Persepsi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat dan Lembaga Penyedia Jasa Terhadap Pembayaran Non Tunai, 2.
Kajian Peranan BI Dalam Mendukung Pengembangan Sistem Oleh Pelaku Pasar Dalam Rangka Mendukung
Terciptanya Less Cash Society, 3. Kajian Peranan Pembayaran Non Tunai Dalam Perekonomian dan Kebijakan
Moneter, 4. Hasil Seminar Internasional Toward a Less Cash Society in Indonesia
5
Survei Persepsi, Preferensi, dan Perilaku Masyarakat dan Lembaga Penyedia Jasa Terhadap Sistem Pembayaran
Non Tunai yang dilakukan atas kerjasama Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
dengan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, tahun 2006
6
Seminar International Towards a Less Cash Society In Indonesia, Jakarta 17-18 Mei 2006
Diskusi dilakukan dengan para pelaku pasar potensial untuk menyusun kajian mengenai peranan BI dalam
mendukung pengembangan sistem oleh pelaku pasar dalam rangka mendukung terciptanya less cash society.
11
instrumen ini telah diterapkan secara luas. Bahkan menurut hasil survei 50%
merchant telah memiliki rencana menerapkan pembayaran non tunai dalam
strategi bisnisnya.
Berdasarkan hasil survei, instrumen pembayaran non tunai yang paling
disukai oleh pengusaha berturut-turut adalah kartu debit, kartu kredit dan
transfer bank. Hal ini didasarkan pada beberapa kriteria yang digunakan antara
12
dapat
lebih
berkembang,
pengusaha
menginginkan
sistem
pembayaran non tunai bersifat lebih mudah / praktis, lebih aman, biaya rendah,
disosialisasikan dengan baik serta memiliki jaringan yang lebih luas.
3. Perbankan
Tingginya animo masyarakat dan dunia usaha dalam menggunakan
instrumen pembayaran non tunai juga direspon secara positif oleh dunia
perbankan. Hal ini diindikasikan oleh kenyataan bahwa mayoritas perbankan
melihat pertumbuhan penggunaan kartu ATM, kartu debit maupun kartu kredit
yang sangat tinggi. Disamping itu, peningkatan trend di masyarakat dalam
menggunakan instrumen non tunai juga merupakan faktor pendorong bagi
dunia perbankan.
Biaya
investasi
yang
tinggi
khususnya
investasi
teknologi
untuk
Namun demikian sebagian besar bank tetap bertekad untuk melakukan investasi
agar dapat
13
14
100
80
60
50.54
33.18
40
33.18
29.19
27.96
27.96
Bus Umum
Kereta Api
20
0
Pom Bensin
& Apotik
15
alasan pengusaha yang tidak bersedia menerima e-money (27%) tersaji dalam
gambar sebagai berikut :
27%
73%
Menerima
Tidak
:
:
:
:
:
47%
16%
8%
6%
< 5%
3. Perbankan
Dalam pengembangan e-money tantangan yang dihadapi perbankan
diantaranya adalah biaya investasi yang mahal serta pangsa pasar yang relatif
kecil atau belum adanya kejelasan mengenai potensi / peluang pasar. Disamping
itu, teknologi
belum menjadi prioritas utama dalam strategi bisnis perusahaan juga menjadi
tantangan lain bagi perbankan.
Walaupun terdapat berbagai tantangan dalam pengembangan e-money,
hasil survei menunjukkan bahwa 51% bank telah memiliki rencana bisnis untuk
mengembangkan e-money. Instrumen ini diyakini dapat meningkatkan efisiensi
biaya, memperluas jaringan dan meningkatkan pelayanan bagi nasabah. Dari
jumlah tersebut, 49% bank memiliki rencana untuk mengembangkan produk
kartu prabayar yang bersifat multifungsi.
Rencana
Pengembangan
E-Money
Persentase
Jumlah Bank
Jangka Waktu
Mekanisme
Pengembangan Produk Pengembangan
<3
3-5
>5
Terpisah Gabung
tahun tahun tahun
17,70 20,35 13,27
9,73
41,59
Produk yang
Dikembangkan
Single
Multi
Purpose Purpose
2,65
48,67
16
Dalam
mengembangkan
e-money,
supermarket
merupakan
jenis
17
pembayaran
non
tunai.
Pemetaan
potensi
pengembangan
pembayaran non tunai dihasilkan dari penggabungan antara variabel potensi yang
diperoleh dari data primer hasil survei dengan variabel-variabel sosial ekonomi dari
data sekunder. Variabel sosial ekonomi tersebut meliputi jumlah kantor bank, total
penyaluran kredit, dana pihak ketiga di bank, produk domestik regional bruto dan
jumlah penduduk.
Berdasarkan
peta
potensi
wilayah,
kota-kota
yang
potensial
bagi
18
wilayah lain (potensi menengah bawah dan rendah). Kajian, metodologi dan hasil
pemetaan potensi pengembangan pembayaran non-tunai dapat dilihat dalam
laporan survey.
sejauh
ini
belum
banyak
terdapat
indikator
pengukur
19
volume transaksi alat pembayaran non tunai, rasio antara konsumsi swasta terhadap
uang kartal di masyarakat dan rasio uang tunai terhadap M1.
Ribu Transaksi
800
3,500,000.00
3,000,000.00
700
Nilai Transaksi
Volume Transaksi
2,500,000.00
600
500
2,000,000.00
400
1,500,000.00
300
1,000,000.00
200
500,000.00
100
-----------------------------------------------------------2001
2002
2003
2004
2005
Sementara itu, tren yang sama juga terjadi dengan penyelesaian transaksi
melalui mekanisme kliring. Salah satu faktor yang mendorong peningkatan transaksi
kliring adalah penerapan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) yang dapat
mengakomodir kebutuhan pelaksanaan transfer kredit antar bank ke seluruh wilayah
Indonesia tanpa kewajiban melakukan pertukaran fisik warkat (paperless).
20
Juta Rp
Volume
160,000,000
9,000,000
Volume
150,000,000
Nominal (Juta Rp)
8,000,000
140,000,000
110,000,000
6,000,000
100,000,000
5,000,000
90,000,000
80,000,000
4,000,000
70,000,000
60,000,000
3,000,000
50,000,000
40,000,000
2,000,000
1
2002
9 10 11 12 1
9 10 11 12 1
2003
2004
9 10 11 12 1
9 10 11 12
2005
Selain BI-RTGS dan kliring, perkembangan pembayaran non tunai juga dapat
diindikasikan dengan perkembangan alat pembayaran dengan menggunakan kartu
(APMK). Kegiatan APMK merupakan aktivitas penggunaan instrumen pembayaran
menggunakan kartu seperti kartu ATM, kartu kredit, kartu debet maupun kartu
prabayar (e-money). Transaksi pembayaran dengan menggunakan instrumen APMK
pada saat ini bersifat account based, sehingga setelmen transaksi dilakukan pada
level bank dengan metode yang dipilih oleh masing-masing bank (penyelenggara)
sesuai dengan skala operasional jaringannya.
Perkembangan transaksi APMK mengalami peningkatan dari waktu ke waktu
baik disisi volume dan nilai transaksi. Perkembangan tersebut diprediksikan terus
berlangsung sejalan dengan semakin beragamnya fasilitas dan fungsi APMK. Dengan
kemajuan teknologi dalam sistem pembayaran dan keinginan perbankan untuk
meningkatkan layanan kepada nasabah, penggunaan fungsi APMK menjadi lebih
beragam. Penggunaan kartu ATM tidak hanya untuk penarikan tunai atau
pengecekan saldo namun juga dapat digunakan sebagai kartu debet untuk
melakukan berbagai jenis pembayaran (misalnya pembayaran tagihan listrik dan
telepon).
APMK yang telah ada di Indonesia sejauh ini adalah kartu ATM, kartu debet,
smartcards, kartu kredit dan prepaid card. Informasi dan data mengenai
perkembangan APMK di Indonesia baru dapat diperoleh sejak tahun 1999.
21
Juta transaksi
Triliun Rp
80,00
90,00
80,00
70,00
70,00
60,00
60,00
50,00
50,00
40,00
40,00
30,00
30,00
20,00
20,00
Jumlah Transaksi (Juta transaksi)
10,00
10,00
May-05
Jan-05
Sep-04
May-04
Jan-04
Sep-03
May-03
Jan-03
Sep-02
May-02
Jan-02
Sep-01
May-01
Jan-01
Sep-00
May-00
Jan-00
Sep-99
May-99
Jan-99
22
19
18
17
16
15
Konsumsi swasta per uang kartal yang diedarkan
14
Countries
1980 - 1990
1990 - 2004
UK
10,92
18,42
24,27
Canada
14,78
18,35
16,51
Austria
6,56
8,47
na
Finland
19,70
20,82
na
Ireland
7,71
10,05
11,16
Italy
6,47
9,73
10,08
Netherlands
na
7,27
7,98
Portugal
4,08
7,84
12,68
Sweden
7,91
9,62
12,45
Spain
7,18
8,15
na
rasio
ini
dimaksudkan
agar
dapat
memberikan
gambaran
perkembangan pembayaran non tunai yang lebih baik. Dari sisi teknis perhitungan,
rasio ini memiliki kelemahan karena digunakannya jenis data yang berbeda yakni
data flow pada transaksi pembayaran dan jenis data stok pada giro dan deposito.
23
0.40
0.35
0.30
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Gambar 2- 8 Rasio Uang Kartal terhadap Deposito dan Transaksi Pembayaran Berbasis Kartu
2.2.1. Peranan
Perkembangan
Alat
Pembayaran
Non
Tunai
Terhadap
24
2.
target.
Sehingga
untuk
dapat
mempertahankan
efektivitas
25
sebagai dana yang sangat likuid sehingga dapat disetarakan dengan uang tunai
(cash) atau giro. Sehingga untuk mengkomodasi perkembangan e-money ke
depan dan mengeliminir kemungkinan dampaknya terhadap perumusan besaran
moneter, seyogyanya float e-money dapat diperhitungkan sebagai bagian dari
M1.
Selanjutnya untuk melihat peranan e-money terhadap kebijakan moneter
maka dapat dikaji dari sudut pandang penerbitnya yaitu bank dan non bank.
Penerbitan e-money oleh bank akan menyebabkan pergeseran simpanan
masyarakat di bank dari tabungan dan deposito atau giro ke dalam bentuk float
yang tetap masih dalam sisi kewajiban neraca bank. Sepanjang variabel float dari
e-money telah dikategorikan sebagai komponen M1, penerbitan e-money oleh
bank hanya akan menyebabkan pergeseran (shifting) dari tabungan (S) atau
deposito (T) ke dalam bentuk float e-money atau perubahan komponen M2
menjadi M1. Dalam hal penerbit adalah lembaga non bank, penerbitan e-money
berpotensi mengurangi simpanan masyarakat pada perbankan jika dana float emoney tidak (atau hanya sebagian) ditempatkan kembali pada bank umum.
26
27
28
berbentuk kartu.
Secara garis besar, ruang lingkup pengaturan mengenai e-money (kartu
prabayar) oleh Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam PBI APMK, meliputi aspekaspek sebagai berikut:
3.2. 1. Jenis Kartu Prabayar Yang Memerlukan Persetujuan Bank Indonesia
Kartu prabayar yang penerbitannya wajib terlebih dahulu mendapat
persetujuan Bank Indonesia adalah :
1. Kartu prabayar single-purpose multi merchants, yaitu kartu prabayar singlepurpose tetapi dapat digunakan di lebih dari satu merchant;
2. Kartu prabayar multi-purpose multi merchants, yaitu kartu prabayar multipurpose yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran pada lebih
dari satu merchant; dan
3. Kartu prabayar single-purpose atau multi-purpose yang penerbitnya bukan
merupakan merchant.
Persetujuan Bank Indonesia terhadap penerbitan kartu prabayar tersebut
diperlukan mengingat kartu tersebut bersifat seperti uang. Adapun persetujuan Bank
Indonesia tersebut dimaksudkan untuk 1) memberikan perlindungan kepada
masyarakat pengguna, 2) menjaga kepercayaan masyarakat terhadap alat
pembayaran tersebut, dan 3) melaksanakan tugas Bank Indonesia dalam memonitor
uang beredar.
29
3. Pihak yang akan menjadi penerbit harus mendapat ijin prinsip dari Bank
Indonesia. Ijin prinsip akan diberikan setelah calon penerbit memenuhi
persyaratan teknis operasional dan administratif
31
yang berjalan secara aman dan efisien. Saat ini pengembangan e-money berpedoman
pada ketentuan PBI APMK yang khususnya dengan basis kartu. Ke depan, Bank
Indonesia perlu merumuskan kembali ketentuan mengenai pengembangan e-money
secara lebih komprehensif, termasuk perluasan pengaturan e-money yang berformat
voucher / paper dan media elektronik seperti internet account dan mobile phone,
pengaturan tentang pengelolaan float yang sehat, standarisasi platform infrastruktur,
chip dan messaging sehingga dimungkinkan interoperability antar penerbit, aspek
perlindungan konsumen dan sebagainya.
Selain berpedoman pada PBI APMK, penyelenggaraan e-money juga perlu
memperhatikan hal-hal pokok sebagai berikut :
3.3.1. Pengelolaan E-Money
Dalam mengelola e-money penerbit
32
j.
2. Faktor Keamanan
Faktor utama yang mempengaruhi tingkat security penggunaan e-money
antara lain adalah instrumen dan peralatan yang digunakan dan proses
pertukaran data elektronik pada saat terjadi transaksi. Dalam penyelenggaraan e-
33
security
alteration
system
operator
tersebut
untuk
memastikan
pemenuhan
kewajibannya.
34
mengurangi
risiko
mishandling,
penerbit
diharuskan
float adalah dana (monetary value) yang tercatat dalam e-money dan belum digunakan untuk
pembayaran, atau sudah digunakan untuk pembayaran namun belum ditagihkan / di-redeem
oleh merchant. Float merupakan kewajiban (liability) issuer atas e-money yang diterbitkannya.
35
likuid dengan risiko yang rendah seperti deposito dan surat utang
pemerintah. Investasi strategis dengan risiko tinggi sebaiknya dihindari.
c.
37
b. Fee dan biaya yang dikenakan kepada pemegang e-money dan merchants;
c. Tanggung jawab masing-masing pihak dalam hal terjadi kerugian, misalnya
akibat kegagalan operasional, fraud, counterfeiting, pencurian dan
kehilangan;
d. Besarnya nominal stored value yang dikelola oleh penerbit yang memiliki
perlindungan seperti pengelolaan oleh trust agency;
e. Resolusi bila terjadi dispute (mekanisme, rules dan prosedur);
f.
38
Dalam hal penerbit e-money adalah lembaga non bank dimana tentunya
lembaga-lembaga tersebut juga memiliki otoritas sendiri di luar Bank Indonesia,
maka perlu dilakukan koordinasi antara Bank Indonesia dengan otoritas terkait
untuk memastikan bahwa penyelenggaran e-money oleh lembaga tersebut
berjalan dengan baik. Beberapa hal dapat dilakukan untuk meningkatkan
koordinasi antar otoritas ini antara lain berupa pembuatan Memorandum of
Understanding (MoU) mengenai pertukaran informasi dan penanganan hal-hal
khusus, pembentukan forum komunikasi, dan sebagainya.
39
untuk
meningkatkan
keyakinan
(confidence)
masyarakat
untuk
5Th Meeting of Directors of Payment and Settlement Systems in the Asia-Pacific Economies,
November 30 December 1, 2006
40
produk e-money sampai dirasakan produk tersebut ada dan beroperasi secara aman.
Di sisi lain, penerbit e-money dikhawatirkan juga menunggu potential demand
masyarakat terhadap e-money. Situasi telur dan ayam ini seharusnya dapat
dipecahkan melalui strategi komunikasi dan fasilitasi yang tepat yang dilakukan oleh
Bank Indonesia.
Selanjutnya, tanpa strategi komunikasi yang baik pengembangan e-money
sebagai salah satu alternatif instrumen pembayaran non tunai tidak akan
memberikan manfaat yang optimal kepada masyarakat. Oleh karena itu diperlukan
suatu strategi komunikasi dan diseminasi informasi yang efektif agar masyarakat
mengetahui manfaat dan prosedur penggunaan e-money. Hasil maksimal dari
strategi komunikasi yang efektif adalah pembentukan persepsi masyarakat yang
positif terhadap instrumen e-money tersebut.
Agar komunikasi yang akan dilakukan dapat menjadi efektif, strategi
komunikasi harus dilakukan menggunakan langkah-langkah yang tepat. Idealnya,
pesan yang efektif harus menarik perhatian, mampu bertahan dalam benak
masyarakat, mampu membangkitkan keinginan serta menggerakkan masyarakat
untuk menggunakan e-money.
3.1. Tujuan Komunikasi
Tujuan komunikasi yang diharapkan adalah untuk meningkatkan pemahaman,
pengetahuan dan apresiasi kepada masyarakat terhadap penggunaan e-money.
Diharapkan komunikasi tersebut mampu membentuk persepsi positif pada
masyarakat terhadap e-money yang selanjutnya dapat merubah preferensi
masyarakat dalam bertransaksi.
3.2. Pengguna Potensial E-Money
Berdasarkan hasil penelitian 10 , pengguna potensial e-money adalah orangorang yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
10
Survei Persepsi, Preferensi, dan Perilaku Masyarakat dan Lembaga Penyedia Jasa Terhadap Sistem
Pembayaran Non Tunai yang dilakukan atas kerjasama Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan
Sistem Pembayaran dengan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, tahun 2006
41
42
Hal ini
menunjukkan bahwa strategi komunikasi yang patut untuk dilakukan adalah melalui
sosialisasi, iklan televisi dan surat kabar.
43