Anda di halaman 1dari 6

PONDASI TIANG PANCANG

Pondasi tiang pancang merupakan pondasi tiang yang dicetak terlebih dahulu
sebelum dimasukan kedalam tanah hingga mencapai kedalaman tertentu. Metode
yang paling umum memasukan tiang ke dalam tanah adalah dengan memukul
kepala tiang berulang-kali dengan sebuah palu khusus yang disebut pemancangan
tiang. Pondasi tiang yang dipancang umumnya menyebabkan desakan dalam
tanah sehingga mencapai tegangan kontak antara selimut tiang dengan tanah yang
relative lebih besar dibandingkan dengan tiang bor.
Pondasi tiang pancang umumnya digunakan untuk mentransfer beban dari struktur
atas ke lapisan tanah yang dalam dimana dicapai daya dukung yang lebih baik,
dan dapat digunakan pula untuk menahan gaya angkat akibat gaya apung air
tanah, menahan gaya lateral atupun gaya gempa. Pada tanah lunak pengguanaan
pondasi tiang umumnya untuk menghindari penurunan yang berlebihan sedangkan
penggunaan tiang miring lebih ditujukan untuk menahan gaya lateral. Pondasi
tiang pancang juga dapat digunakan untuk menahan galian (sebagai soldier pile)
dan menahan longsoran.
Tiang pancang memiliki keuntungan antara lain :

Dari segi waktu dapat dilaksanakan dengan cepat

Kualitas bahan lebih terkontrol karena tiang telah di pracetak sesuai


dengan kebutuhan spesifikasi.

Dapat dirancang pada daerah dengan elevasi muka air tanah yang tinggi
seperti untuk struktur lepas pantai maupun jetty.

Pemancangan tiang pada tanah pasiran menyebabkan pemadatan tanah


sehingga dapat meningkatkan daya dukung tiang.

Pekerjaan lebih bersih karena tidak ada lumpur hasil pekerjaan tiang.

Sebaliknya tiang pancang juga memiliki kekurangan antara lain :

Menimbulkan getaran yang dapat mengganggu lingkungan.

Tidak dapat menembus lensa pasir padat kecuali didahului oleh pemboran
(predrilling).

Ada potensi terjadinya peningkatan tekanan air tanah pori pada tanah
lempung lunak yang dapat menjalar dan menyebabkan dorongan dan
kerusakan pada infrastruktur.

MACAM-MACAM TIANG PANCANG


Klasifikasi tiang pancang berdasarkan jenis bahan tiang dan pembuatannya dapat
dibedakan menjadi limakategori yaitu :

Pondasi tiang kayu

Pondasi tiang baja

Pondasi tiang beton pracetak

Pondasi tiang beton pratekan

Pondsi tiang komposit

Pada poin ini yang akan dijelaskan oleh penulis hanya jenis pondasi tiang beton
pracetak.
Pondasi Tiang Beton Pracetak

Sesuai dengan namanya, pencetakan, proses curing dan penyimpanan tiang


pancang beton pracetak dilakukan dilapangan atau dipabrik sebelum dipancang.
Bentuk penampang tiang jenis ini dapat bermacam-macam namun umumnya
berbentuk lingkaran, bujursangkar, segitiga, dan octagonal. Pondasi tiang beton
pracetak harus direncanakan agar mampu menahan gaya dan momen lentur pada
tiang yang timbul pada saat pengangkatan, mampu menahan tegangan yang timbul
saat pemancangan, disamping beban rencana yang harus dipikul.

KAPASITAS AKSIAL PONDASI TIANG PANCANG


Kapasitas pondasi tiang pancang ditentukan oleh kemampuan material tiang untuk
menahan beban (kapasitas struktual) atau daya dukung tanah, dengan daya dukung
kecil yang lebih menentukan. Daya dukung tanah pada pondasi tiang pancang
dapat dihitung dengan cara statik, berdasarkan korelasi langsung dengan uji
lapangan (in-situ test), dengan formula dinamik (dari rekaman pemancangan),
analisis perambatan gelombang, berdasarkan hasil pendongkrakan secara hidrolik,
dan dengan pengujian lapangan.
Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang Berdasarkan hasil CPT
Karena cara statistik membutuhkan parameter tanah yang umumnya tidak tersedia
secara kontinu sepanjang tiang, maka terdapat resiko dengan menggunakan
parameter tertentu untuk mewakili suatu lapisan tanah dengan kuat geser yang
bervariasi. Kecenderungan baru saat ini adalah dengan menggunakan data uji
lapangan yang lebih bersifat kontinu secara langsung, yaitu data CPT (sondir) dan
juga SPT.

Metode Schmertmann Nottingham (1975)


Metode yang diberikan oleh Schmertmann dan Nottingham (1975) ini hanya
berlaku untuk pondasi tiang pancang Schmertmann dan Nottingham mengajurkan
perhitungan daya dukung ujung pondasi tiang mengikuti cara Begemann, yaitu
dengan meninjau perlawanan ujung sondir hingga jarak 8D diatas ujung tiang dan
dari 0.7D hingga 4D dibawah ujung tiang (lihat Gambar 4.47) dengan D adalah
diameter atau sisi tiang, sehingga :

dimana :
Qp

= daya dukung ujung ultimit tiang

qc1

= nilai qc rata-rata pada 0.7D 4D

qc2

= nilai qc rata-rata dari ujung tiang hingga 8D diatas ujung tiang

Ap

= lua proyeksi penampang tiang

Bila zona tanah lunak dibawah tiang masih ditemui pada kedalaman 4D 10D,
maka perlu dilakukan reduksi terhadap nilai rata-rata tersebut. Pada umumnya
nilai perlawanan ujung diambil tidak lebih dari 100 kg/cm2 untuk tanah pasiran
dan tidak melebihi 75 kg/cm2 untuk tanah pasir kelanauan.
Untuk mendapat daya dukung selimut tiang maka digunakan formula berikut :

Ks dan Kc adalah factor reduksi yang tergantung pada jenis alat sondir,
kedalaman dan nilai gesekan, fs, dan digunakan sesuai dengan jenis tanah pasiran
(Gambar 4.48) sedangkan Kc digunakan untuk tanah lempungan (Gambar 4.49).
Apabila tanah terdiri dari beberapa lapisan pasir dan lempung, Schmertmann
menganjurkan untuk menghitung daya dukung setiap lapisan secara terpisah.
Namun perlu diingat bahwa nilai Ks,c pada persamaan diatas dihitung
berdasarkan total kedalaman tiang.
Nilai fs dibatasi hingga 1,2 kg/cm2 untuk tanah pasir dan 1,0 kg/cm2 untuk pasir
kelanauan.
MEKANISME PEMBEBANAN PADA PONDASI TIANG PANCANG
Pondasi tiang mengalihkan beban yang diterima kepada tanah melalui dua
mekanisme, yaitu berupa gesekan selimut dan tahanan ujung. Kedua komponen
daya dukung tersebut ditunjukan dalam gambar 2.1. gesekan selimut sebagai
akibat adhesi atau perlawanan geseran antara selimut tiang dengan tanah
sekelilingnya, sedangkan tahanan ujung timbul karena desakan ujung pondasi
terhadap tanah.
Jika pondasi tiang dibebani, akan menghasilkan suatu kurva beban-penurunan
seperti ditujukan oleh gambar 2.2. pada awalnya system tiang-tanah berperilaku
secara elastis, membentuk garis lurus hingga Titik A, dan jika beban dilepaskan
kepala tiang akan kembali ke posisi semula. Pada kondisi pembebanan ini seluruh
beban masih dipikul oleh tahanan selimut dari tiang. Gambar 2.3 (a) menunjukan
distribusi pemikulan beban hingga di Titik A.

Bila beban ditingkatkan hingga Titik B, maka sebagian dari gesekan selimut
dibagian atas tiang mencapai gesekan ultimit dan terjadi gelinciran antara tiang
dan tanah. Pada saat dimana ujung tiang mulai bergerak, tahanan ujung mulai
dimobilisasi. Jika beban dilepaskan lagi maka tiang maka kepala tiang tidak akan
kembali ke posisi pemula di Titik O melainkan di Titik C, menyebabkan suatu
penurunan tetap (permanent set) sebesar OC.
Pergerakan yang dibutuhkan untuk mobilisasi gesekan ultimit

Anda mungkin juga menyukai