Anda di halaman 1dari 16

HUKUM BISNIS

Pengertian hukum bisnis


lebih sering diidentikkan dengan hukum ekonomi. Padahal pengertian hukum bisnis berada di
ruang lingkup yang lebih kecil daripada hukum ekonomi. Pengertian hukum bisnis sangat jarang
diketahui oleh karena pengertian hukum bisnis hanya menjadi kepentingan bagi para penggelut
dunia bisnis atau akademisi dan mahasiswa yang konsentrasi pada jurusan hukum bisnis.
Sebenarnya pengertian hukum bisnis ini pernah kami ulas dalam artikel sebelumnya yang
berjudul hukum bisnis. Untuk menemukannya anda bisa lihat pada menu kategori hukum bisnis
dibawah menu hukum perdata. Namun artikel tersebut kami rasa masih kurang dan karenanya
tetap merasa perlu untuk memberikan tambahan pengertian hukum bisnis. Sehubungan dengan
hal tersebut, melalui artikel ini kami akan berbagi pengetahuan sedikit mengenai pengertian
hukum bisnis.
Pengertian hukum bisnis secara umum
Hukum bisnis dapat dipahami sebagai hukum yang mengatur tentang aktivitas ekonomi.
Aktivitas tersebut berupa perdagangan, pelayanan jasa, dan keuangan yang dilaksanakan secara
terus menerus, bertujuan mendapatkan keuntungan. Aktivitas ekonomi itulah yang disebut
sebagai bisnis. Kegiatan usaha atau aktivitas ekonomi tersebut dijalankan oleh perorangan atau
badan usaha. Seiring berkembangnya jaman, cara manusia melakukan kegiatan ekonomi juga
semakin beragam. Di zaman dulu, orang melakukan kegiatan ekonomi secara sederhana, seperti
berdagang. Dewasa ini kegiatan ekonomi bisa dilakukan dengan mendirikan badan usaha atau
badan hukum.
Berikut ini adalah beberapa kegiatan bisnis.
1. Usaha sebagai kegiatan perdagangan (commerce), yaitu seluruh kegiatan jual beli yang
dilakukan oleh perorangan dan badan hukum. Kegiatan perdagangan ini bisa dilakukan di
dalam dan di luar negeri. Tujuan dari usaha perdagangan ini untuk mendapatkan
keuntungan. Contohnya adalah dealer, agen, grosir, toko dan lain sebagainya.

2. Usaha sebagai kegiatan industri, yaitu kegiatan yang memproduksi, menghasilkan barang
atau jasa yang berguna bagi masyarakat. Contohnya industri pertaniain, perkebunan,
pertambangan, pabrik semen, pakaian dan sebagainya.
3. Usaha sebagai kegiatan melaksanakan jasa, yaitu kegiatan melaksanakan jasa atau
mnyediakan jasa yang dilakukan secara perorangan atau badan usaha. Contohnya jasa
perhotelan. Konsultan, asuransi, pariwisata, pengacara, akuntan dan sebagainya.
Dari beberapa kegiatan bisnis yang diungkapkan diatas, maka dapat disimpulkan pengertian
hukum bisnis secara sederhana, yakni sebagai peraturan yang dibuat untuk mengatur kegiatan
bisnis. Agar kegiatan itu dijalankan dengan adil.
Fungsi Hukum Bisnis
MenurutAmirizal (1996: 9), salah satu fungsi hukum bisnis adalah sebagai sumber informasi
yang berguna bagi praktisi bisnis, untuk memahami hak-hak dan kewajiban-kewajibannya dalam
praktik bisnis, agar terwujud watak dan perilaku aktivitas di bidang bisnis yang berkeadilan,
wajar, sehat, dan dinamis (yang dijamin oleh kepastian hukum).
Asas Hukum Bisnis
Dalam praktik bisnis yang menjadi sumber dari kontrak meliputi dua aspek pokok:
1. Aspek kontrak (perjanjian) itu sendiri, yang menjadi sumber hukum utama, di mana
masing-masing pihak terikat untuk tunduk kepada kontrak yang telah disepakatinya;
2. Aspek kebebasan berkontrak, di mana para pihak bebas untuk membuat dan menentukan
isi dari kontrak yang mereka sepakati.
Hukum Bisnis merupakan peraturan-peraturan yang mengatur kegiatan bisnis agar bisnis
dijalankan

secara

adil.

Hukum dagang (juga dikenal sebagai hukum bisnis, yang meliputi juga hukum perusahaan)
adalah badan hukum yang mengatur transaksi bisnis dan komersial. Hal ini sering dianggap
sebagai cabang dari hukum perdata dan menangani permasalahan dari kedua hukum perdata dan

hukum

publik.

Salah satu fungsi hukum bisnis adalah sebagai sumber informasi yang berguna bagi praktisi
bisnis, untuk memahami hak-hak dan kewajibannya dalam praktik bisnis agar terwujud watak
dan perilaku aktivitas di bidang bisnis yang adil, wajar, sehat, dinamis, dan bermanfaat yang
dijamin oleh kepastian hukum.

Sumber:

http://id.shvoong.com/law-and-politics/commercial-law/2289048-pengertian-hukum-

bisnis-hukum-dagang/#ixzz2OQRz4HUx

HUKUM DAGANG
Pengertian Hukum Dagang
Hukum dagang sejatinya adalah hukum perikatan yang timbul dari lapangan perusahaan. Istilah
perdagangan memiliki akar kata dagang. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) istilah
dagang diartikan sebagai pekerjaan yang berhubungan dengan menjual dan membeli barang
untuk memperoleh keuntungan. Istilah dagang dipadankan dengan jual beli atau niaga. Sebagai
suatu konsep, dagang secara sederhana dapat diartikan sebagai perbuatan untuk membeli barang
dari suatu tempat untuk menjualnya kembali di tempat lain atau membeli barang pada suatu saat
dan kemudian menjualnya kembali pada saat lain dengan maksud untuk memperoleh kuntungan.
Perdagangan berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan dagang (perihal dagang) atau jual beli
atau perniagaan (daden van koophandel) sebagai pekerjaan sehari-hari.
Ada isitlah lain yang perlu untuk dijajarkan dalam pemahaman awal mengenai hukum dagang,
yaitu pengertian perusahaan dan pengertian perniagaan. Pengertian perniagaan dapat ditemukan
dalam kitab undang-undang hukum dagang sementara istilah perusahaan tidak. Pengertian
perbuatan perniagaan diatur dalam pasal 2 5 kitab undang-undang hukum dagang. Dalam
pasal-pasal tersebut, perbuatan perniagaan diartikan sebagai perbuatan membeli barang untuk
dijual lagi dan beberapa perbuatan lain yang dimasukkan dalam golongan perbuatan perniagaan
tersebut. Sebagai kesimpulan dapat dinyatakan bahwa pengertian perbuatan perniagaan terbatas
pada ketentuan sebagaimana termaktub dalam pasal 2- 5 kitab undang-undang hukum dagang
sementara pengertian perusahaan tidak ditemukan dalam kitab undang-undang hukum dagang.
Hubungan Hukum Dagang dan Hukum Perdata
Sebelum mengkaji lebih jauh mengenai pengertian hukum dagang, maka perlu dikemukakan
terlebih dahulu mengenai hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata. Hukum perdata
adalah hukum yang mengatur hubungan antara perseorangan yang lain dalam segala usahanya
untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu bidang dari hukum perdata adalah hukum perikatan.
Perikatan adalah suatu perbuatan hukum yang terletak dalam bidang hukum harta kekayaan,
antara dua pihak yang masing-masing berdiri sendiri, yang menyebabkan pihak yang satu

mempunyai hak atas sesuatu prestasi terhadap pihak yang lain, sementara pihak yang lain
berkewajiban memenuhi prestasi tersebut.
Apabila dirunut, perikatan dapat terjadi dari perjanjian atau undang-undang (Pasal 1233 KUH
Perdata). Hukum dagang sejatinya terletak dalam hukum perikatan, yang khusus timbul dari
lapangan perusahaan. Perikatan dalam ruang lingkup ini ada yang bersumber dari perjanjian dan
dapat juga bersumber dari undang-undang.
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa hukum dagang adalah hukum perikatan yang
timbul khusus dari lapangan perusahaan. Hukum perdata diatur dalam KUH Perdata dan Hukum
Dagang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Kesimpulan ini sekaligus
menunjukkan bagaimana hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata. Hukum perdata
merupakan hukum umum (lex generalis) dan hukum dagang merupakan hukum khusus (lex
specialis). Dengan diketahuinya sifat dari kedua kelompok hukum tersebut, maka dapat
disimpulkan keterhubungannya sebagai lex specialis derogat lex generalis, artinya hukum yang
bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum. Adagium ini dapat disimpulkan
dari pasal 1 Kitab undang-Undang Hukum Dagang yang pada pokoknya menyatakan bahwa:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seberapa jauh dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang
disinggung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Perkembangan Hukum Dagang
KUH Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang diberlakukan di Hindia Belanda
(Indonesia) berdasarkan asas konkordansi. Asas Konkordansi menyatakan bahwa hukum yang
berlaku di Belanda, berlaku juga di Hindia Belanda atas dasar asas unifikasi. Wetbook van
Koophandel disahkan oleh Pemerintah Belanda dan mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober 1838.
Berdasarkan asas konkordansi, diberlakukan di Hindia Belanda berdasarkan Staatblaad 1847 No.
23 yang mulai berlaku pada tanggal 1 mei 1848.
Apabila dirunut kebelakang, Wetbook van Koophandel atau Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (Hindia Belanda) merupakan turunan dari Code du Commerce, Perancis tahun 1808,
namun demikian, tidak semua isi dari Code du Commerce diambil alih oleh Pemerintah Belanda.

Misalnya tentang Peradilan khusus yang mengadili perselisihan dalam lapangan perniagaan,
yang dalam code du commerce ditangani oleh lembaga peradilan khusus (speciale
handelrechtbanken), tetapi di Belanda perselisihan ini ditangani dan menjadi jurisdiksi peradilan
biasa.
Sementara itu, di Perancis sendiri Code du Commerce 1908 merupakan kodifikasi hasil
penggabungan dari dua kodifikasi hukum yang pernah ada dan berlaku sebelumnya, yaitu
Ordonance du Commerce 1963 dan Ordonance de la Marine 1681. Kodifikasi Perancis yang
pertama ini terjadi atas perintah ra Lodewijk.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang masih berlaku di Indonesia berdasarkan Pasal 1 aturan
peralihan UUD 1945 yang pada pokoknya mengatur bahwa peraturan yang ada masih tetap
berlaku sampai pemerintah Indonesia memberlakukan aturan penggantinya. Di negeri Belanda
sendiri Wetbook van Koophandel telah mengalami perubahan, namun di Indonesia Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang tidak mengalami perubahan yang komprehensif sebagai suatu
kodifikasi hukum. Namun demikian kondisi ini tidak berarti bahwa sejak Indonesia merdeka,
tidak ada pengembangan peraturan terhadap permasalahan perniagaan. Perubahan pengaturan
terjadi, namun tidak tersistematisasi dalam kodifikasi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Strategi perubahan pengaturan terhadap masalah perniagaan di Indonesia dilakukan secara
parsial (terhadap substansi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) dan membuat peraturan baru
terhadap substansi yang tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang pada dasarnya memuat dua (2) substansi besar, yaitu
tentang dagang pada umumnya dan tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang terbit dari
pelayaran.
Bursa yang diaitur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang telah mengalami
perkembangan yang sangat pesat melalui lembaga pasar modal sebagaimana diatur dalam UU
No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan Bursa Komoditi Berjangka yang diatur dalam UU
No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi. Terhadap ketentuan wesel, cek,
promes, sekalipun belum diubah tetapi lembaga surat berharga telah dilengkapi dengan berbagai
peraturan yang tingkatnya dibawah UU, khusus untuk Surat Utang Negara (SUN), yang

termasuk dalam kategori surat berharga, diatur dalam UU No. 24 Tahun 2002. Sementara tentang
Pertanggungan (asuransi) telah berkembang menajdi industri yang sangat besar. Pengaturan
terhadap pertanggungan telah mengalami perkembangan yang cukup mendasar, khususnya
dengan diberlakukannya UU No. 2 Tahun 1992 tentang Perasuransian.
http://statushukum.com/hukum-dagang.html
PERJANJIAN JUAL BELI
Definisi
Jual beli (menurut B.W.) adalah suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak yang
satu (si penjual) berjanjian untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak
lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai
imbalan dari perolehan hak milik tersebut. Perkataan jual beli menunjukan bahwa dari satu pihak
perbuatan dinamakan penjual, sedangkan dari pihak yang lain dinamakan membeli. Istilah yang
mencakup dua perbuatan yang bertimbal balik itu adalah sesuai dengan istilah belanda koop en
verkoop yang juga mengandung pengertian bahwa pihak yang satu verkoopt (menjual)
sedangkan yang lainnya menjual koop (membeli. Dalam bahasa inggris jual beli disebut
dengan hanya sale saja yang berarti penjualan (hanya dilihat dari sudutnya si penjual), begitu
pula dalam bahasa perancis disebut hanya dengan vente yang juga berarti penjualan,
sedangkan dalam bahasa jerman dipakainya perkataan kauf yang berarti pembeli.
Barang yang menjadi objek perjanjian jual belo harus cakup tertentu, setidaknya dapat
ditentukan ujud dan jumlahnya pada saat akan diserahkan hak miliknya kepada si pembeli.
Dengan demiklian adlah sah menurut hukum misalnya jual beli mengenai panenan yang akan
diperoleh pada suatu waktu dari bidang tanah tertentu.

Saat terjadinya perjanjian jual beli


Unsur-unsur pokok (essentialia) perjanjian jual beli adalah barang dan harga sesuai
dengan azas konsensualisme yang menjiwai hukum perjanjian B.W. perjanjian jual beli itu
sudah dilahirkan pada detik tercapainya \sepakat: mengenai barang dan harga. Begitu kedua
pihak sudah setuju tentang barang dan harga, maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah.

Sifat konsensuil dari jual beli tersebut ditegaskan dalam pasal 1458 yang berbunyi: jual beli
dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketiaka setelah mereka mencapai sepakat
tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum
dibayar.
Apakah yang dinamakan konsensualisme
Konsensualisme berasal dari perkataan consensus yang berarti kesepakatan. Dengan
kesepakatan dimaksudkan bahwa diantara pihak pihak yang bersangkutan tercapai suatu
persesuaian kehendak, artinya: apa yang dikehendaki oleh yang satu adalah pula yabg
dikehendaki yang lain. Kedua kehendak itu belum dalam sepakat tersebut tercapainya sepakat
ini dinyatakan oleh kedua belah pihak dengan mengucapkan perkataan-perkataan, misalnya
setuju, accord, oke dan lain lain sebagainya ataupun dengan bersama-sama menaruh tanda
tangan dibawah pernyataan-pernyataan tertulis sebagai tanda (bukti) bahwa kedua belah pihak
telah menyetujui segala apa yang tertera diatas tulisan itu. Bahwa apa yang dikehendaki oleh
yang satu itu adalah juga yang dikehendaki oleh yang atau bahwa kehendak mereka adalah
sama, sebenernya tidak tepat. Yang betul adalah bahwa mereka kehendaki adalah sama dalam
kebklikannya. Misalnya: yang satu ingin melepaskab hak miliknya atas suatu barang asal
diberi sejumlah uang tertentu sebanyak gantunya, sedangkan yang lain ingin memperileh hak
milik atas barang tersebut dan bersedua memberukan sejumjlah uang disebutkan itu sebagai
gantinya kepada si pemilik brang.
Kesepakatan berarti persesuaian kehendak, namun kehendak atau keinginan ini harus dinyatakan.
Kehendak atau keinginan yang disimpan dalah hati, tidak mungkin diketahui pihak lain
karenanya tidak mungkin melahirkan sepakat yang diperlukan unuk melahitkan suatu perjanjian.
Menyatakan kehendak ini tidak terbatas pada mengucapkan untuk melahirkan suatu perjanjian.
Menyatakan kehendak ini tidak terbatas pada mengucapkan perkataan-perkataan, ia dapat
dicapai pula dengan memberikan tanda-tanda apa saja yang dapat diterjemahkan kehendak itu,
baik oleh pihak yang mengambil prakarsa yaitu pihak yang menawarkan (melakukan
offerce) maupun oleh pihak yang menerima penawaran tersebut.

Kewajiban-kewajiban si penjual
Bagi pihak si penjual ada dua kewajiban utama yaitu :
a.

Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjual belikan.

b.

Menanggung kenikmatan tenteram atas barang tersebut dan menanggung terhadap cacad-

cacad yang berbunyi


-

Kewajiban menyerahkan hak milik

Kewajiban menyerahkan hak milik meliputi segala perbuatan yang menurut hukum yang
diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang yang diperjual belikan itu dari si penjual
kepada si pembeli.
a.

Biaya penyerahan dipikul oleh si penjual, jika ada telah diperjanjikan sebaliknya (pasal

1476)
b.

Kewajiban menanggung kenikmatan tentram dan menanggung terhadap cacad-cacad

tersembunyi (vrijwaring, warranti)


Jika dijanjikan penanggungan, atau jika tentang itu tidak ada suatu perjanjian, si pembeli berhak,
dalam halnya suatu penghukuman untuk menyerahkan barang yang dibelunya kepada seorang
lain, menuntut kembali dari si penjual:
pengembalian uang harga pembelian
pengambilan hasil-hasik jika ia diwajibkan menyerahkan hasil-hasil itu kepada si emilik sejati
yang melakukan tuntutan penyerahan
biaya yang dikeluarkan berhubung dengan gugatan si pembeli untuk ditanggung, begitu pula
biaya yang telah dikeluarkan oleh si penggugat
penggantian kerugian beserta biaya perkara mengenai pembelian dan penyerahan, sekedar itu
telah dibayar oleh si pembeli.

Kewajiban-kewajiban si pembeli
Kewajiban utama si pembeli ialah membayar harga pembelian pada waktu dan ditempat
sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian.
harga tersebut harus berupa sejumlah uang. Meskipun mengenai hal ini tidak ditetapkan dalam
sesuatu pasal undang-undang, namun sudah dengan sendurunyta temasuk didalam pengertian
jual beli, oleh karena itu tidak umpamanya harga itu berupa barang, maka ia akam memperuleh
perjanaiannya akan menjadi tukar-menukar kerja dan begitu seterusnya. Dalam pengertian
jual beli sudah temasuk pengertian bahwa disatu pihak ada barang dan dilain pihak ada uang.
Tentang macamnya iang, dapat diterangkan bahwa, meskipun jual beli itu terjadi di indinesua,

tidak diharuskan bahwa harga itu ditetaokan dalam mata uang rupiah, namun diperolehkan
kepada para pihak untuk menetapkannya dalam mata uang apa saja.
http://wahyuayunk.blogspot.com/2012/05/perjanjian-jual-beli.html
Aspek-Aspek Hukum Transaksi Jual beli
Berdasarkan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat yang berbunyi :
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia
merupakan landasan hukum dalam upaya melindungi segenap bangsa Indonesia, tidak terkecuali
bagi orang-orang yang melakukan perbuatan hukum tertentu seperti transaksi jual beli secara
elektronik. Indonesia merupakan negara hukum sehingga setiap warga negara bersamaan
kedudukannya dalam hukum, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang
Dasar 1945.
Menurut Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang dasar 1945, disebutkan bahwa segala badan
negara dan peraturan yang ada masih tetap berlaku sebelum diadakan yang beru menurut
undang-undang dasar ini. Ketentuan tersebut mengandung arti bahwa peraturan perundangundangan yang ada di Indonesia masih tetap berlaku seperti Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUH Perdata) dan peraturan perundang-undangan lainnya apabila ketentuan termaksud
memang belum diubah atau dibuat yang baru.
Berbicara menganai transaksi jual beli secara elektronik, tidak terlepas dari konsep perjanjian
secara mendasar sebagaimana termuat dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang menegaskan bahwa
perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih. Ketentuan yang mengatur tentang perjanjian terdapat dalam
Buku III KUH Perdata, yang memiliki sifat terbuka artinya ketentuan-ketentuannya dapat
dikesampingkan, sehingga hanya berfungsi mengatur saja. Sifat terbuka dari KUH Perdata ini
tercermin dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang mengandung asas Kebebasan
Berkontrak, maksudnya setiap orang bebas untuk menentukan bentuk, macam dan isi perjanjian
asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kesusilaan dan

ketertiban umum, serta selalu memperhatikan syarat sahnya perjanjian sebagaimana termuat
dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang mengatakan bahwa, syarat sahnya sebuah perjanjian adalah
sebagai berikut :
1. Kesepakatan para pihak dalam perjanjian
2. Kecakapan para pihak dalam perjanjian
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Kesepakatan berarti adanya persesuaian kehendak dari para pihak yang membuat perjanjian,
sehingga dalam melakukan suatu perjanjian tidak boleh ada pakasaan, kekhilapan dan penipuan
(dwang, dwaling, bedrog)
Kecakapan hukum sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian maksudnya bahwa para pihak
yang melakukan perjanjian harus telah dewasa yaitu telah berusia 18 tahun atau telah menikah,
sehat mentalnya serta diperkenankan oleh undang-undang. Apabila orang yang belum dewasa
hendak melakukan sebuah perjanjian, maka dapat diwakili oleh orang tua atau walinya
sedangkan orang yang cacat mental dapat diwakili oleh pengampu atau curatornya.[1]
Suatu hal tertentu berhubungan dengan objek perjanjian, maksudnya bahwa objek perjanjian itu
harus jelas, dapat ditentukan dan diperhitungkan jenis dan jumlahnya, diperkenankan oleh
undang-undang serta mungkin untuk dilakukan para pihak.
Suatu sebab yang halal, berarti perjanjian termaksud harus dilakukan berdasarkan itikad baik.
Berdasarkan Pasal 1335 KUH Perdata, suatu perjanjian tanpa sebab tidak mempunyai kekuatan.
Sebab dalam hal ini adalah tujuan dibuatnya sebuah perjanjian.[2]
Kesepakatan para pihak dan kecakapan para pihak merupakan syarat sahnya perjanjian yang
bersifat subjektif. Apabila tidak tepenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan artinya selama dan
sepanjang para pihak tidak membatalkan perjanjian, maka perjanjian masih tetap berlaku.
Sedangkan suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal merupakan syarat sahnya perjanjian
yang bersifat objektif. Apabila tidak terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum artinya sejak
semula dianggap tidak pernah ada perjanjian.

Pada kenyataannya, banyak perjanjian yang tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian secara
keseluruhan, misalnya unsur kesepakatan sebagai persesuaian kehendak dari para pihak yang
membuat perjanjian pada saat ini telah mengalami pergeseran dalam pelaksanaannya.
Pada saat ini muncul perjanjian-perjanjian yang dibuat dimana isinya hanya merupakan
kehendak dari salah satu pihak saja. Perjanjian seperti itu dikenal dengan sebutan Perjanjian
Baku (standard of contract). Pada dasarnya suatu perjanjian harus memuat beberapa unsur
perjanjian yaitu :
transaksi jual beli yaitu :[3]
1. unsur esentialia, sebagai unsur pokok yang wajib ada dalam perjanjian, seperti identitas
para pihak yang harus dicantumkan dalam suatu perjanjian, termasuk perjanjian yang
dilakukan jual beli secara elektronik
2. unsur naturalia, merupakan unsur yang dianggap ada dalam perjanjian walaupun tidak
dituangkan secara tegas dalam perjanjian, seperti itikad baik dari masing-masing pihak
dalam perjanjian.
3. unsur accedentialia, yaitu unsur tambahan yang diberikan oleh para pihak dalam
perjanjian, seperti klausula tambahan yang berbunyi barang yang sudah dibeli tidak
dapat dikembalikan
Dalam suatu perjanjian harus diperhatikan pula beberapa macam azas yang dapat diterapkan
antara lain :
1. Azas Konsensualisme, yaitu azas kesepakatan, dimana suatu perjanjian dianggap ada
seketika setelah ada kata sepakat
2. Azas Kepercayaan, yang harus ditanamkan diantara para pihak yang membuat perjanjian
3. Azas kekuatan mengikat, maksudnya bahwa para pihak yang membuat perjanjian terikat
pada seluruh isi perjanjian dan kepatutan yang berlaku
4. Azas Persamaan Hukum, yaitu bahwa setiap orang dalam hal ini para pihak mempunyai
kedudukan yang sama dalam hukum

5. Azas Keseimbangan, maksudnya bahwa dalam melaksanakan perjanjian harus ada


keseimbangan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak sesuai dengan apa yang
diperjanjikan
6. Azas Moral adalah sikap moral yang baik harus menjadi motivasi para pihak yang
membuat dan melaksanakan perjanjian
7. Azas Kepastian Hukum yaitu perjanjian yang dibuat oleh para pihak berlaku sebagai
undang-undang bagi para pembuatnya
8. Azas Kepatutan maksudnya bahwa isi perjanjian tidak hanya harus sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku tetapi juga harus sesuai dengan kepatutan,
sebagaimana ketentuan Pasal 1339 KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu
perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya,
tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan,
kebiasaan atau undang-undang.
9. Azas Kebiasaan, maksudnya bahwa perjanjian harus mengikuti kebiasaan yang lazim
dilakukan, sesuai dengan isi pasal 1347 KUH Perdata yang berbunyi hal-hal yang
menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan dianggap secara diam-diam dimasukkan ke
dalam perjanjian, meskipun tidak dengan tegas dinyatakan.

Hal ini merupakan

perwujudan dari unsur naturalia dalam perjanjian.


http://wonkdermayu.wordpress.com/artikel/tinjauan-hukum-mengenai-perbuatan-melawan-hukumdalam-transaksi-jual-beli-melalui-internet-e-commerce-dihubungakan-dengan-buku-iii-kuh-perdata/

HUTANG DAGANG
H u t a n g d a g a n g ( a c c o u n t s p a ya b l e ) a d a l a h k e w a j i b a n ( l i a b i l i t y ) ya n g
b e l u m dibayarkan untuk barang dan jasa yang diterima dalam kegiatan uasaha
normalperusahaan .Jadi perkiraan hutang dagang mencakup kewajiban karena perolehan bahan
baku ,peralatan , prasarana , reparasi dan banyak lagi jenis barang dan jasa lainnya yangtelah
diterima sebelum akhir tahun .
Pengendalian Intern
Terdapat dua contoh :
1 . Klien mempunyai pengendalian yang efektif terhadap pencatatan
a t a s pembayaran dan perolehan.
klien mempunyai struktur pengendalian intern yang efektif atas dokumentasi padalaporan
penerimaan barang yang telah bernomor , setiap voucher yang bernomor urut disiapkan
dengan cepat dan efisien dan dicatat di dalam daftar voucher dan buku tambahan hutang
dagang . Setiap pembayaran juga dilakukan dengan cepatkalau sudah jatuh tempo , dan
pembayaran langsung di catat ke dalam buku harianpembayaran kas dan buku tambahan hutang dagang
.Dalam keadaan seperti ini verifikasi terhadap hutang dagang hanya membutuhkansedikit upaya
audit setelah auditor menyimpulkan bahwa struktur pengendalian interntersebut berlaku efektif
2.Pengendalian klien kurang efektif
asumsikan laporan penerimaan barang tidak digunakan , klien selalu menunda tagihan.
Tagihan sering dibayarkan beberapa bulan setelah tanggal jatuh tempo.Kalau auditor
menghadapi situasi ini besar kemungkinan hutang dagang dinyatakanterlalu rendah , sehingga dalam
situasi ini diperlukan pengujian rincian saldo hutang.Penting membuat rekonsilisasi bulanan antara
laporan penjual dengan hutang yangtelah di catat dan antara buku tambahan dengan buku
besarnya . dilakukan olehseorang yang independen.

Cek Kosong
Praktik penerbitan cek kosong makin lama makin meningkat, sehingga banyak pihak yang
dirugikan. Cek kosong adalah cek yang diajukan kepada bank, namun dana nasabah yang
menerbitkan tidak cukup atau tidak ada untuk membayar surat cek tersebut. Cek kosong adalah
cek yang ditolak dalam tenggang waktu adanya kewajiban adanya penyediaan dana oleh penarik

kaerena dananya tidak cukup. Hal ini sudah diatur dalam SK Direksi Bank Indonesia
No.28/122/KEP/DIR/1996 tentang Cek/Bilyet/Giro Kosong dan SEBI No.28/137/UPG tanggal 5
Januari 1996, serta Undang-Undang tentang cek kosong UU No.17 tahun 1964, UU ini dicabut
karena sanksi yang terlalu berat.
Masalah yang menyebabkan diterbitkannya surat cek kosong adalah:
a. Kelemahan pasal 180 KUHD yang berhubungan dengan penerbitan surat cek dan penyediaan
dana pada bankir. Yangmempunyai dana dibawah pengawasannya guna kepentingan penerebit,
dana mana menurut perjanjian, tegas dan diam-diam, penerbit berhak menggunakannya dengan
menerbitkan surat cek.
b. Adanya rahasia bank seperti yang diatur dalam pasal 40 UU No.7 tahun 1992 jo UU No.10
tahun 1998. Rahasia ank merupakan suatu kewajiban yang dipegang oleh bank, oleh karena itu
siapapun tidak boleh tahu tentang keadaan keuangan seorang nasabah, seperti penerbit cek., yang
penting pada waktu surat cek ditunjukkan dana untuk surat cek cukup, karena penyediaan dana
merupakan kewajiban dan tanggung jawab si penerbit, sadar atau tidak sadar si penerbit
bertanggung jawab atas penyedaiaan dana tersebut.
c. Ada unsur spekulasi dari pemilik rekening giro, yaitu penerbit surat cek. Kadang-kadang
penerbit surat cek bertindak spekulasi, dengan harapan pada waktu jatuh tempo si penerbit dapat
menyediakan dana yang cukup pada tersangkut pada waktu surat cek jatuh tempo. Tindakan
spekulasi ini kadang dimanfaatkan oleh para spekulan dalam lalu lintas pembayaran dengan surat
cek, dalam arti, apabila surat cek itu baru diperlihatkan menjelang waktu peredarannya berakhir,
maka si penerbit memiliki cukup waktu untuk mengusahakan dana guna pembayaran surat cek
tersebut.
d. Administrasi bank kurang waspada, karena tidakmenjalankan prinsip-prinsip kehati-hatian.
Hal ini terjadi karena adanya sikap kurang waspada, misalnya ada pegawai bank yang bertindak
tidak memeriksa dana setiap surat cek tersebut, cukup atau tidak? Sehingga dapat terjadi surat
cek kosong yang diterbitkan oleh spekulan, tanpa kesulitan apapun.
Untuk mengatasi permasalahan surat cek kosong ini dapat diatasi dengan usaha:
1. Bersifat preventif
Suatu tindakan pencegahan agar suatu perbuatan tidak terjadi, misalnya dengan penyempurnaan
pasal-pasal dalam KUHD. Selain diperlukan adanya peningkatan efektifitas asministasi bank
serta pengawasan yang rapi, dengan memperhatikan dan menjalankan prinsip kehati-hatian
sebagaimana yang diwajibkan dalam undang-undang perbankan.
2. Bersifat represif
Tindakan lebih lanjut akibat adanya perbuatan penerbitan cek kosong secara damai menurut
peraturan yang berlaku dan kesepakatan pihak-pihak dan penyelesaian lewat pengadilan secara
perdata. Apabila yang bersangkutan dapat dibuktikan bahwa ia sengaja menerbitkan cek kosong

guna keuntungan pribadi dengan cara menipu sehingga orang lain dirugikan, maka dapat saja
yang bersangkutan dituntut pidana.
Contoh kasus :
Gobby datang ke toko kain milik Gareng dengan maksud akan membeli beberapa jenis kain
untuk membuat baju dan kerudung. Pada tanggal 1 Maret 2013, Gobby membeli kain sebanyak 250 yard
senilai Rp. 25 juta. Lalu baru dibayar Rp. 10 juta. Lalu pada tanggal 5 Maret 2013, Gobby datang lagi dan
membeli 300 yard kain senilai Rp35 juta. Pada saat itu Gobby hanya membayar Rp. 15 juta. Lalu pada
tanggal 15 Maret 2013 , Gobby membeli kain juga sebanyak 350 yard senilai Rp. 45 juta. Pada saat itu
gobby baru membayar Rp. 10 juta. Ketika Gobby akan membali kembali kain yang ke empatnya, gobby
tidak diberikan barang oleh Gareng, selanjutnya Gobby, membujuk dan berkata bahwa minta lagi
diberikan barang sebanyak 500 yard senilai Rp. 65 juta dan akan dibayar dengan cek atas nama Gobby
senilai Rp. 65 juta. Lalu pada saat itu, Gobby diberikan kain namun esok harinya ketika Gareng
mengkliringkan ceknya ternyata cek tersebut tidak ada dananya

Jadi pada dasarnya mengenai kegagalan pembayaran adalah termasuk dalam ranah hukum
perdata. Menurut pasal 1234 KUHPer kegagalan pembayaran utang dikategorikan sebagai
wanprestasi terbagi dalam tiga :
a. Pestasi untuk menyerahkan sesuatu ( termasuk dalam pasal 1237 KUHPer)
b. Prestasi untuk melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu ( termasuk dalam pasal
1239 KUHPer)
c. Prestasi untuk tidak melakukan atau tidak berbuat sesuatu ( termasuk dalam pasal
1239 KUHPer)

Namun, menurut artikel cek kosong memang terdapat juga kemungkinan kegagalan pembayaran
tersebut dilakukan untuk melakukan tindak pidana, misalnya tindak pidana penipuan
sebagaimana diatur dalam pasal 378 KUHP. Berdasarkan pengaturan UU No.17 thn 1964
tentang larangan penarikan cek kosong ( UU cek kosong ) yang secara khusus menyatakan
bahwa tindak pidana dari penarikan cek kosong adalah kejahatan ( pasal 3 UU cek kosong )

Anda mungkin juga menyukai