Anda di halaman 1dari 21

KASUS MINAMATA DAN PENCEMARAN TANAH DDT

(Makalah Sains Dasar Kimia)

Oleh
M Iqbal Nugraha
1417051081

JURUSAN ILMU KOMPUTER


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014

I. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Pencemaran lingkungan merupakan masalah kita bersama, yang
semakin penting untuk diselesaikan, karena menyangkut keselamatan,
kesehatan, dan kehidupan kita. Siapapun bisa berperan serta dalam
menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan ini, termasuk kita. Dimulai
dari lingkungan yang terkecil, diri kita sendiri, sampai ke lingkungan yang
lebih luas.
Permasalahan pencemaran lingkungan yang harus segera kita atasi
bersama diantaranya pencemaran air tanah dan sungai, pencemaran udara
perkotaan, kontaminasi tanah oleh sampah, hujan asam, perubahan iklim
global, penipisan lapisan ozon, kontaminasi zat radioaktif, dan sebagainya.
Untuk menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan ini, tentunya
kita harus mengetahui sumber pencemar, bagaimana proses pencemaran itu
terjadi, dan bagaimana langkah penyelesaian pencemaran lingkungan itu
sendiri.

II. ISI

2.1`KASUS MINAMATA DI JEPANG


Penyakit Minamata atau Sindrom Minamata adalah sindrom kelainan
fungsi saraf yang disebabkan oleh keracunan akut air raksa. Penyakit ini
mendapat namanya dari kota Minamata, Prefektur Kumamoto di Jepang,
yang merupakan daerah di mana penyakit ini mewabah mulai tahun 1958.
Pada waktu itu terjadi masalah wabah penyakit di kota Minamata Jepang.
Ratusan orang mati akibat penyakit yang aneh dengan gejala kelumpuhan
syaraf. Mengetahui hal tersebut, para ahli kesehatan menemukan masalah
yang harus segera di amati dan di cari penyebabnya. Melalui pengamatan
yang mendalam tentang gejala penyakit dan kebiasaan orang jepang,
termasuk pola makan kemudian diambil suatu hipotesis. Hipotesisnya adalah
bahwa penyakit tersebut mirip orang yang keracunan logam berat. Kemudian
dari kebudayaan setempat diketahui bahwa orang Jepang mempunyai
kebiasaan mengonsumsi ikan laut dalam jumlah banyak. Dari hipotesis dan
kebiasaan pola makan tesebut kemudian dilakukan eksperimen untuk
mengetahui apakah ikan-ikan di Teluk Minamata banyak mengandung logam
berat (merkuri). Kemudian disusun teori bahwa penyakit tesebut diakibatkan
oleh keracunan logam merkuri yang terkandung pada ikan. Ikan tesebut
mengandung merkuri akibat adanya orang atau pabrik yang membuang
merkuri ke laut. Penelitian berlanjut dan akihrnya ditemukan bahwa sumber
merkuri berasal dar pabrik batu baterai Chisso. Akhirnya pabrik tersebut
ditutup dan harus membayar kerugian kepada penduduk Minamata kurang
lebih dari 26,6 juta dolar.

2.1.1 PENYEBAB PENYAKIT MINAMATA


Penyakit minamata mirip orang yang keracunan logam berat.
Kemudian dari kebudayaan setempat diketahui bahwa orang Jepang

mempunyai kebiasaan mengonsumsi ikan laut dalam jumlah banyak.


Dari hipotesis dan kebiasaan pola makan tesebut kemudian dilakukan
eksperimen

untuk

mengetahui

apakah

ikan-ikan

di Teluk

Minamata banyak mengandung logam berat (merkuri), dan ternyata


benar. Kemudian di susun teori bahwa penyakit tersebut diakibatkan
oleh keracunan logam merkuri yang terkandung pada ikan. Ikan tesebut
mengandung merkuri akibat adanya orang atau pabrik yang membuang
merkuri ke laut.
Penyakit ini ditemukan pertama kali di kota Kumamoto pada
tahun 1956 dan pada tahun 1968 pemerintah Jepang menyatakan bahwa
penyakit ini disebabkan pencemaran pabrik batu baterai Chisso Co.,
Ltd. oleh pembuangan limbah metil merkuri. Limbah merkuri di
Perairan Minamata berasal dari perusahaan Nippon Mitrogen Vertilaser
yang merupakan cikal bakal Ciso Go LTD dengan produksi utama
pupuk Urea. Penyakit aneh ini kemudian dikenal dunia dengan nama
Penyakit Minamata. Penyakit Minamata tidak hanya menyerang
manusia. Tetapi juga binatang yang mengkonsumsi bahan makanan
yang tercemar merkuri atau menghirup udara yang mengandung
merkuri.
Metil merkuri adalah merkuri organik yang berbentuk serbuk
putih dan berbau seperti belerang pada sumber air panas. Senyawa ini
mudah terserap oleh organ pencernaan dan dibawa oleh darah ke dalam
otak, liver dan ginjal bahkan ke dalam janin. Metil merkuri yang masuk
ke tubuh manusia akan menyerang sistem saraf pusat. Merkuri
anorganik dapat berubah menjadi metil merkuri karena ditransformasi
oleh bakteri di perairan, misalnya Desulfovibrio desulfuricans LS.
Merkuri organik akan terserap oleh ikan dan kerang melalui insang atau
saluran pencernaan. Metil merkuri yang terbentuk di perairan secara
bertahap diakumulasi dalam tubuh ikan dan kerang dan konsentrasinya
berlipat ganda dalam rantai makanan biota perairan. Contohnya merkuri

dalam plankton diserap oleh ikan kecil dan jumlahnya berlipat sesuai
dengan jumlah plankton yang dimakan ikan, kemudian ikan kecil
dimakan oleh ikan besar dan merkurinya berlipat ganda. Beberapa
polutan seperti metil merkuri dan dioksin yang dilepaskan ke
lingkungan menunjukkan konsentrasi yang tinggi pada organisme yang
menempati puncak rantai makanan.
Methyl mercuri dalam ikan tidak dapat direduksi dengan
memasaknya karena metil merkuri dalam ikan terikat erat pada protein
dan pemanasan pada temperatur yang biasa digunakan saat memasak
kecuali jika ikan dibakar pada suhu diatas 400 dan ikan akan menjadi
arang. Oleh sebab itulah terjadi penyakit Minamata.
Parahnya, penyakit Minamata tidak ada obatnya. Tahun 1956,
kecurigaan mulai muncul setelah Direktur Rumah Sakit Ciso
melaporkan ke Pusat Kesehatan Masyarakat Minamata. Atas masuknya
gelombang pasien dengan gejala sama, kerusakan sistem syaraf. Namun
penyakit Minamata ini, amat lambat penanganannya oleh Pemerintah
Jepang. Baru 12 tahun, yakni pada tahun 1968, pemerintah Jepang
mengakui, penyakit aneh ini bersumber dari limbah Ciso yang dibuang
ke Perairan Minamata.

2.1.2 GEJALA PENYAKIT MINAMATA


Gejala awal antara lain kaki dan tangan menjadi gemetar dan
lemah, kelelahan, telinga berdengung, kemampuan penglihatan
melemah, kehilangan pendengaran, bicara cadel dan gerakan menjadi
tidak terkendali. Beberapa penderita berat penyakit Minamata menjadi
gila, tidak sadarkan diri dan meninggal setelah sebulan menderita
penyakit ini.
Penderita kronis penyakit ini mengalami gejala seperti sakit
kepala, sering kelelahan, kehilangan indera perasa dan penciuman, dan

menjadi pelupa. Meskipun gejala ini tidak terlihat jelas tetapi sangat
mengganggu kehidupan sehari-hari. Yang lebih parah adalah penderita
congenital yaitu bayi yang lahir cacat karena menyerap metil merkuri
dalam rahim ibunya yang banyak mengkonsumsi ikan yang
terkontaminasi metil merkuri. Ibu yang mengandung tidak terserang
penyakit Minamata karena metil merkuri yang masuk ke tubuh ibu akan
terakumulasi

dalam

kandungannya.

plasenta

Disamping

dan

dampak

diserap

oleh

kerusakan

janin

fisik,

dalam

penderita

Minamata juga mengalami diskriminasi sosial dari masyarakat seperti


dikucilkan, dilarang pergi tempat umum dan sukar mendapatkan
pasangan hidup.

2.1.3 PROSES PENCEMARAN LINGKUNGAN AKIBAT MERKURI


Merkuri merupakan benda cair, hydrargyrum, air/cairan perak
unsur golongan transisi berwarna keperakan dan merupakan satu dari
lima unsur yang berbentuk cair dalam suhu kamar serta mudah
menguap. Karena merupakan benda cair sehingga merkuri dengan
mudah meresap ke dalam tanah. Tanah yang mengandung 50 % poripori yang terisi air dan udara lebih mempermudah merkuri yang
merupakan benda cair untuk bereaksi ke dalam tanah Secara alamiah,
pencemaran Hg berasal dari kegiatan gunung api atau rembesan air
tanah yang melewati deposit Hg. Apabila masuk ke dalam air tanah,
kemudaia air tanah mengalir masuk menuju ke perairan dengan system.
permeabilitas tanah. Merkuri mudah bereaksi dengan unsur yang ada
dalam tanah dan air dan membentuk HgCl (merkurianorganik). Merkuri
anorganik akan berubah oleh peran mikro organisme. Merkuri dapat
pula bersenyawa dengan karbon membentuk senyawa organomerkuri.
Senyawa organo merkuri yang paling umum adalah methyl merkuri
yang dihasilkan oleh mikro organisme dalam tanah dan air.

Komponen merkuri yang digunakan dalam pestisida, umumnya


memasuki tanah dengan jumlah 1g/ha sampai 200g/ha (0,00050,1
ppm), yang mana apabila lebih dari tingkatan itu dapat menghancurkan
organik dalam tanah dan nitrogen dalam mineral tanah. Tanah
mengandung CO2dengan kesuburan tanah NH2dan NaOH. Merkuri
dapat

bereaksi

dengan

nitrogen

tanah

membentuk

methyl

mercuryHg(NO2)3. Methyl merkuri dapat terendap dengan skala waktu


yang cukup lama di dalam tanah karena merkuri stabil dan tidak dapat
dipisahkan bahkan dicampurkan dengan zat lain.
Proses metabolisme sebagian dari alkil merkuri akan diubah
menjadi senyawa merkuri anorganik dan akan terakumulasi pada organ
hati dan ginjal. Senyawa alkil merkuri dalam tubuh selama 70 hari dan
dikeluarkan dari dalam tubuh sebagai hasil samping metabolisme.
Jumlah hasil alkil merkuri yang dikeluarkan sebagai hasil samping
metabolisme tubuh hanyalah mencapai 1 % dari total alkil yang masuk,
99 % terakumulasi dalam berbagai organ dalam tubuh. Pembuangan
senyawa merkuri organik dari dalam tubuh berkaitan erat dengan sistem
urinaria atau sistem pembuangan. Merkuri yang masuk ke dalam hati
akan terbagi 2:
1.

Sebagian akan terakumulasi pada hati

2.

Sebagian lainnya akan dikirim ke empedu

Dalam kantung empedu senyawa merkuri organik akan dirombak untuk


dapat dihancurkan dan dimusnahkan daya racunnya, hasil perombakan
berupa senyawa merkuri anorganik yang kemudian dikirim lewat darah
ke ginjal. Pada ginjal, senyawa merkuri anorganik ini mengalami proses
pemilahan akhir, dimana akan terakumulasi pada ginjal dan lainnya
dibuang bersama urin.
Wanita hamil yang terpapar oleh senyawa alkil merkuri dapat
menyalurkan pada janin yang dikandungnya. Senyawa alkil merkuri

masuk bersama makanan melewati plasenta dibawa oleh peredaran


darah ke janin. Kontaminasi yang disebabkan oleh alkil merkuri dapat
merusak otak janin sehingga bayi menjadi cacat. Wanita menyusui yang
terpapar oleh senyawa metil merkuri dapat mengakibatkan keracunan
merkuri pada bayi yang disusui.

2.1.4 CARA PENGOBATAN PENYAKIT MINAMATA


Tidak ada pengobatan tuntas bagi korban Minamata. Korban
pergi ke rumah sakit untuk mengurangi gejala dan rehabilitasi. Ketika
korban menjadi semakin tua, jumlah orang yang dirawat semakin
banyak dan kebutuhan bantuan perawatan di rumah semakin bertambah.
Dalam masyarakat yang cepat menua ini, penderita berharap untuk
dapat hidup di masyarakat tanpa khawatir dikucilkan masyarakat.
Penderita yang dapat menggerakkan badannya diberi kesempatan untuk
melakukan apa yang dapat dilakukannya. Meskipun berkebun dan
mencari ikan adalah pekerjaan yang cukup berat, penderita dapat
melakukannya setelah menjalani rehabilitasi. Beberapa penderita
bekerja di perusahaan dan mereka telah beradaptasi dengan kondisinya.
Walaupun begitu penilaian dan salah paham pada penderita Minamata
tetap terjadi sehingga penderita tidak memberitahu orang lain bahwa ia
menderita Minamata bahkan kepada keluarganya sendiri. Tetapi
penderita lainnya malah dengan terbuka menceritakan perasaannya dan
penderitaan yang dialami sebagai korban Minamata dengan harapan
tragedi Minamata tidak akan terjadi lagi.

2.1.5 PENCEGAHAN ATAU SOLUSI PREVENTIF


Solusi preventif merupakan sebuah solusi untuk melakukan pencegahan
sebelum terjadinya suatu pencemaran. Banyak cara yang dapat
dilakukan untuk melakukan pencegahan terhadap suatu pencemaran,

namun khusus untuk pencemaran raksa dan logam berat tentunya dari
banyak cara tersebut hanya beberapa cara saja yang dapat diterapkan
untuk mencegah pencemaran tersebut. Cara-cara tersebut diantaranya
adalah :
1. Mengatur pembuangan limbah industri sehingga tidak mencemari
lingkungan, dengan mengatur tata cara pembuangan limbah
industri terutama untuk limbah raksa dan logam berat maka
seharusnya tidak terjadi pencemaran di perairan Indonesia. Namun
hal yang terjadi adalah perusahaan melakukan pembuagan limbah
dengan tidak mengikuti aturan untuk pembuangan limbah sehingga
limbah dari perusahaan mencemari perairan Indonesia dan
merugikan warga yang berada di sekitar daerah pembuangan
limbah.
2. Menempatkan industri

atau pabrik

terpisah dari kawasan

permukiman penduduk, hal ini berguna agar limbah hasil dari


operasional pabrik tidak langsung pada penduduk yang ada di
sekitar pabrik, dan bila terjadi pengolahan limbah secara tidak
sempurna maka efeknya tidak akan langsung mengenai para
penduduk karena daerah permukimannya yang terpisah dari pusat
industri atau pabrik tersebut.
3. Melaksanakan audit lingkungan, berguna untuk mengevaluasi
ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap
persyaratan hukum dan kebijakan, dalam hal ini adalah kebijakan
terhadap pembuangan limbah hasil industri terutama limbah raksa
dan logam berat.
4. Memberikan sanksi atau hukuman secara tegas terhadap pelaku
kegiatan yang mencemari lingkungan, artinya bahwa pemerintah
sebagai

regulator

harus

tegas

untuk

menindak

pelanggar

pencemaran lingkungan, dalam penegakannya-pun tidak boleh


pandang bulu, siapa yang salah harus bertanggung jawab baik

pelakunya perusahaan multinasional maupun pelaku perusahaan


nasional.

2.2 DDT (Dichloro-Diphenyl-Trichloroethane)


DDT (Dichloro-Diphenyl-Trichloroethane) adalah salah satu yang
dikenal pestisida sintetis. Ini merupakan bahan kimia yang panjang, unik,
dan sejarah kontroversial.
Synthesized pertama di 1874, DDTs insecticidal properti tidak
ditemukan sampai 1939. Dalam paruh kedua Perang Dunia II, telah
digunakan dengan dampak yang luar biasa di antara kedua-dua penduduk
sipil dan militer untuk mengendalikan penyebaran nyamuk malaria dan
kutu transmisi tipus, mengakibatkan penurunan dramatis dalam insiden
kedua penyakit. Swiss chemist Paul Hermann Mller dari Geigy
Pharmaceutical dianugerahi Penghargaan Nobel dalam Physiology
Pengobatan atau di 1948 untuk penemuan tingginya efisiensi DDT
sebagai racun kontak terhadap beberapa arthropods Setelah perang, DDT
telah tersedia untuk digunakan sebagai insektisida pertanian, dan segera
produksinya dan menggunakan skyrocketed.
Pada tahun 1962, Silent Spring oleh American biologi Rachel
Carson telah diterbitkan. Buku di katalog lingkungan dampak dari
sembarangan

penyemprotan

DDT

di

Amerika

Serikat

dan

pertanggungjawaban logika melepaskannya dari banyak bahan kimia ke


dalam lingkungan tanpa sepenuhnya pemahaman mereka terhadap ekologi
atau kesehatan manusia. Buku yang disarankan DDT dan pestisida dapat
menyebabkan kanker dan pertanian yang mereka gunakan merupakan
ancaman bagi satwa liar, terutama burung. Publikasi-nya adalah salah satu
tanda tangan dalam peristiwa kelahiran gerakan lingkungan hidup. Diam
Spring menghasilkan besar masyarakat yang gaduh akhirnya menyebabkan
paling pantas atas DDT yang dilarang di AS pada 1972. [4] DDT

kemudian dilarang digunakan untuk pertanian di seluruh dunia di bawah


Konvensi Stockholm, namun terbatas dalam menggunakan penyakit vector
kontrol terus.
Seiring dengan petikan dari Endangered Species Act, Amerika
Serikat pada ban DDT adalah dikutip oleh para ilmuwan sebagai faktor
utama dalam cerdas dari bald eagle berdampingan di Amerika Serikat.
DDT adalah insektisida organochlorine, mirip dalam struktur ke dicofol
dan pestisida methoxychlor. Ini adalah sangat hydrophobic, warna, kristal
kuat dengan yang lemah, bau kimia. Yg tdk dpt ia hampir dalam air tetapi
kelarutan yang baik di sebagian besar larutan organik, Fats, dan minyak.
DDT tidak terjadi secara alami, namun yang dihasilkan oleh reaksi dari
khloral (CCl3CHO) dengan chlorobenzene (C6H5Cl) di hadapan sulfuric
acid, yang bertindak sebagai katalisator. DDT nama dagang yang telah
dipasarkan di bawah termasuk Anofex, Cezarex, Chlorophenothane,
Clofenotane, Dicophane, Dinocide, Gesarol, Guesapon, Guesarol, Gyron,
Ixodex, Neocid, Neocidol, dan Zerdane.
Isomer dan Terkait
DDT komersial sebenarnya campuran dari beberapa erat kaitannya
compounds. Komponen utama (77%) adalah p, p isomer yang
digambarkan di atas artikel ini. , O, p isomer (digambarkan di sebelah
kanan)

juga

hadir

dalam

Dichlorodiphenyldichloroethylene

jumlah

yang

signifikan

(DDE)

(15%).
dan

dichlorodiphenyldichloroethane (es) membentuk keseimbangan. DDD


DDE dan juga yang besar dan metabolites kemogokan produk DDT di
lingkungan. [3] Istilah total DDT sering digunakan untuk merujuk
kepada jumlah semua terkait DDT compounds (p, p-DDT, o, p DDT,
DDE,dan pakaian dalam sampel.
Mekanisme aksi

DDT adalah racun cukupan, dengan tikus LD50 dari 113 mg / kg.
[12] Hal ini berpengaruh insecticidal properti, dimana kills membuka
saluran ion sodium di neurons, sehingga mereka ke api yang mengarah ke
spasms spontan dan akhirnya mati. Serangga tertentu dengan mutations di
saluran sodium gene yang tahan terhadap DDT dan insektisida sejenis
lainnya. DDT tahan juga conferred oleh up-peraturan mengekspresikan
gen cytochrome P450 dalam beberapa jenis serangga.
DDT (Dichloro Diphenyl Trichlorethane) adalah insektisida
tempo dulu yang pernah disanjung setinggi langit karena jasa-jasanya
dalam penanggulangan berbagai penyakit yang ditularkan vektor serangga.
Tetapi kini penggunaan DDT di banyak negara di dunia terutama di
Amerika Utara, Eropah Barat dan juga di Indonesia telah dilarang. Namun
karena persistensi DDT dalam lingkungan sangat lama, permasalahan
DDT masih akan berlangsung pada abad 21 sekarang ini. Adanya sisa
(residu) insektisida ini di tanah dan perairan dari penggunaan masa lalu
dan adanya bahan DDT sisa yang belum digunakan dan masih tersimpan
di gudang tempat penyimpanan di selurun dunia (termasuk di Indonesia)
kini menghantui mahluk hidup di bumi. Bahan racun DDT sangat persisten
(tahan lama, berpuluh-puluh tahun, bahkan mungkin sampai 100 tahun
atau lebih?), bertahan dalam lingkungan hidup sambil meracuni ekosistem
tanpa dapat didegradasi secara fisik maupun biologis, sehingga kini dan di
masa mendatang kita masih terus mewaspadai akibat-akibat buruk yang
diduga dapat ditimbulkan oleh keracunan DDT.
Sifat kimiawi dan fisik DDT
Senyawa yang terdiri atas bentuk-bentuk isomer dari 1,1,1-trichloro-2,2bis-(p-chlorophenyl) ethane yang secara awam disebut juga Dichoro
Diphenyl Trichlorethane (DDT) diproduksi dengan menyampurkan
chloralhydrate dengan chlorobenzene.

Dichoro Diphenyl Trichlorethane


DDT-teknis terdiri atas campuran tiga bentuk isomer DDT (6580% p,p-DDT, 15-21% o,p-DDT, dan 0-4% o,o-DDT, dan dalam
jumlah yang kecil sebagai kontaminan juga terkandung DDE [1,1dichloro-2,2- bis(p-chlorophenyl) ethylene] dan DDD [1,1-dichloro-2,2bis(p-chlorophenyl) ethane]. DDT-teknis ini berupa tepung kristal putih
tak berasa dan tak berbau. Daya larutnya sangat tinggi dalam lemak dan
sebagian besar pelarut organik, tak larut dalam air, tahan terhadap asam
keras dan tahan oksidasi terhasap asam permanganat.
DDT pertama kali disintesis oleh Zeidler pada tahun 1873 tapi
sifat insektisidalnya baru ditemukan oleh Dr Paul Mueller pada tahun
1939. Penggunaan DDT menjadi sangat populer selama Perang Dunia II,
terutama untuk penanggulangan penyakit malaria, tifus dan berbagai
penyakit lain yang ditularkan oleh nyamuk, lalat dan kutu. Di India, pada
tahun 1960 kematian oleh malaria mencapai 500.000 orang turun menjadi
1000 orang pada tahun 1970. WHO memperkirakan bahwa DDT selama
Perang Dunia II telah menyelamatkan sekitar 25 juta jiwa terutama dari
ancaman malaria dan tifus, sehingga Paul Mueller dianugerahi hadiah
Nobel dalam ilmu kedokteran dan fisiologi pada tahun 1948.
DDT adalah insektisida paling ampuh yang pernah ditemukan dan
digunakan manusia dalam membunuh serangga tetapi juga paling
berbahaya bagi umat manusia manusia sehingga dijuluki The Most
Famous and Infamous Insecticide.

Bahaya toksisitas DDT terhadap ekosistem


Pada tahun 1962 Rachel Carson dalam bukunya yang terkenal,
Silenty Spring menjuluki DDT sebagai obat yang membawa kematian bagi
kehidupan di bumi. Demikian berbahayanya DDT bagi kehidupan di bumi
sehingga atas rekomendasi EPA (Environmental Protection Agency)
Amerika Serikat pada tahun 1972 DDT dilarang digunakan terhitung 1
Januari 1973. Pengaruh buruk DDT terhadap lingkungan sudah mulai
tampak sejak awal penggunaannya pada tahun 1940-an, dengan
menurunnya populasi burung elang sampai hampir punah di Amerika
Serikat. Dari pengamatan ternyata elang terkontaminasi DDT dari
makanannya

(terutama

ikan

sebagai

mangsanya)

yang

tercemar

DDT. DDT menyebabkan cangkang telur elang menjadi sangat rapuh


sehingga rusak jika dieram. Dari segi bahayanya, oleh EPA DDT
digolongkan dalam bahan racun PBT (persistent, bioaccumulative, and
toxic) material. Dua sifat buruk yang menyebabkan DDT sangat berbahaya
terhadap lingkungan hidup adalah:
Sifat apolar DDT: ia tak larut dalam air tapi sangat larut dalam
lemak. Makin larut suatu insektisida dalam lemak (semakin lipofilik)
semakin tinggi sifat apolarnya. Hal ini merupakan salah satu faktor
penyebab DDT sangat mudah menembus kulit
Sifat DDT yang sangat stabil dan persisten. Ia sukar terurai
sehingga cenderung bertahan dalam lingkungan hidup, masuk rantai
makanan (foodchain) melalui bahan lemak jaringan mahluk hidup. Itu
sebabnya DDT bersifat bioakumulatif dan biomagnifikatif. Karena sifatnya
yang stabil dan persisten, DDT bertahan sangat lama di dalam tanah;
bahkan DDT dapat terikat dengan bahan organik dalam partikel tanah.

Dalam ilmu lingkungan DDT termasuk dalam urutan ke 3 dari


polutan organik yang persisten (Persistent Organic Pollutants, POP), yang
memiliki sifat-sifat berikut:
-tak terdegradasi melalui fotolisis, biologis maupun secara kimia,
-berhalogen (biasanya klor),
-daya larut dalam air sangat rendah,
-sangat larut dalam lemak,
-semivolatile,
-di udara dapat dipindahkan oleh angin melalui jarak jauh,
-bioakumulatif,
-biomagnifikatif (toksisitas meningkat sepanjang rantai makanan)
Di Amerika Serikat, DDT masih terdapat dalam tanah, air dan
udara: kandungan DDT dalam tanah berkisar sekitar 0.18 sampai 5.86
parts per million (ppm), sedangkan sampel udara menunjukkan kandungan
DDT 0.00001 sampai 1.56 microgram per meter kubik udara (ug/m3), dan
di perairan (danau) kandungan DDT dan DDE pada taraf 0.001 microgram
per liter (ug/L). Gejala keracunan akut pada manusia adalah paraestesia,
tremor, sakit kepala, keletihan dan muntah. Efek keracunan kronis DDT
adalah kerusakan sel-sel hati, ginjal, sistem saraf, system imunitas dan
sistem reproduksi. Efek keracunan kronis pada unggas sangat jelas antara
lain terjadinya penipisan cangkang telur dan demaskulinisasi
Sejak tidak digunakan lagi (1973) kandungan DDT dalam tanaman
semakin menurun. Pada tahun 1981 rata-rata DDT dalam bahan makanan
yang termakan oleh manusia adalah 32-6 mg/kg/hari, terbanyak dari

umbi-umbian dan dedaunan. DDT ditemukan juga dalam daging, ikan dan
unggas.
Walaupun di negara-negara maju (khususnya di Amerika Utara dan
Eropah Barat) penggunaan DDT telah dilarang, di negara-negara
berkembang terutama India, RRC dan negara-negara Afrika dan Amerika
Selatan, DDT masih digunakan. Banyak negara telah melarang
penggunaan DDT kecuali dalam keadaan darurat terutama jika muncul
wabah penyakit seperti malaria, demam berdarah dsb. Departeman
Pertanian RI telah melarang penggunaan DDT di bidang pertanian
sedangkan larangan penggunaan DDT di bidang kesehatan dilakukan pada
tahun 1995. Komisi Pestisida RI juga sudah tidak memberi perijinan bagi
pengunaan

pestisida

golongan

hidrokarbon-berklor

(chlorinated

hydrocarbons) atau organoklorin (golongan insektisida di mana DDT


termasuk).
Permasalahan sekarang
Walaupun secara undang-undang telah dilarang, disinyalir DDT
masih juga secara gelap digunakan karena keefektifannya dalam
membunuh hama serangga. Demikian pula, banyaknya DDT yang masih
tersimpan yang perlu dibinasakan tanpa membahayakan ekosistem
manusia maupun kehidupan pada umumnya merupakan permasalahan bagi
kita. Sebenarnya, bukan saja DDT yang memiliki daya racun serta
persistensi yang demikian lamanya dapat bertahan di lingkungan hidup.
Racun-racun POP lainnya yang juga perlu diwaspadai karena mungkin
saja terdapat di tanah, udara maupun perairan di sekitar kita adalah aldrin,
chlordane,

dieldrin,

endrin,

heptachlor,

mirex,

toxaphene,

hexachlorobenzene, PCB (polychlorinated biphenyls), dioxins dan furans.


Untuk mengeliminasi bahan racun biasanya berbagai cara dapat
digunakan seperti secara termal, biologis atau kimia/fisik. Untuk Indonesia

dipertimbangkan untuk mengadopsi cara stabilisasi/fiksasi karena dengan


cara termal seperti insinerasi memerlukan biaya sangat tinggi. Prinsip
stabilisasi/fiksasi adalah membuat racun tidak aktif/imobilisasi dengan
enkapsulasi mikro dan makro sehingga DDT menjadi berkurang daya
larutnya. Namun permasalahan tetap masih ada karena DDT yang telah
di-imobilisasi ini masih harus dibuang sebagai landfill di tempat yang
aman. Namun dengan cara ini potensi racun DDT masih tetap bertahan
untuk waktu yang lama pada abad 21 ini.
2.2.1 BAHAYA DDT PADA MAKHLUK HIDUP
Pada bulan Juli 1998, perwakilan dari 120 negara bertemu
untuk membahas suatu pakta Persatuan Bangsa Bangsa untuk
melarang penggunaan DDT sebagai insektisida dan 11 bahan kimia
lainnya secara global pada tahun 2000. Amerika Serikat dan negaranegara industri lain menyetujui pelarangan ini karena bahan-bahan
kimia ini adalah senyawa kimia yang persisten dimana senyawasenyawa ini dapat terakumulasi dan merusak ekosistem alami dan
memasuki rantai makanan manusia. Namun banyak negara tidak
setuju dengan pelarangan DDT secara global karena DDT digunakan
untuk mengkontrol nyamuk penyebab malaria. Malaria timbul di 90
negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia, dan merupakan
penyebab kematian dalam jumlah besar terutama daerah ekuatorial
Afrika.
Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa 2.5 juta
orang tewas setiap tahun akibat malaria dan ini kian terjadi di
berbagai belahan dunia. Namun karena DDT begitu efektif dalam
mengontrol nyamuk penyebab malaria, banyak ahli berpikir bahwa
insektisida menyelamatkan lebih banyak jiwa dibandingkan bahan
kimia lainnya.

DDT diproduksi secara massal pada tahun 1939, setelah


seorang kimiawan bernama Paul Herman Moller menemukan dengan
dosis kecil dari DDT maka hampir semua jenis serangga dapat
dibunuh dengan cara mengganggu sistem saraf mereka. Pada waktu
itu, DDT dianggap sebagai alternatif murah dan aman sebagai jenis
insektisida bila dibandingkan dengan senyawa insektisida lainnya
yang berbasis arsenik dan raksa. Sayangnya, tidak seorangpun yang
menyadari kerusakan lingkungan yang meluas akibat pemakaian
DDT.
Sebagai suatu senyawa kimia yang persisten, DDT tidak
mudah terdegradasi menjadi senyawa yang lebih sederhana. Ketika
DDT memasuki rantai makanan, ini memiliki waktu paruh hingga
delapan tahun, yang berarti setengah dari dosis DDT yang
terkonsumsi baru akan terdegradasi setelah delapan tahun. Ketika
tercerna oleh hewan, DDT akan terakumulasi dalam jaringan lemak
dan dalam hati. Karena konsentrasi DDT meningkat saat ia bergerak
ke atas dalam rantai makanan, hewan predator lah yang mengalami
ancaman paling berbahaya. Populasi dari bald eagle dan elang
peregrine menurun drastis karena DDT menyebabkan mereka
menghasilkan telur dengan cangkang yang tipis dimana telur ini
tidak akan bertahan pada masa inkubasi. Singa laut di lepas pantai
California akan mengalami keguguran janin setelah memakan ikan
yang terkontaminasi.
Seperti

yang

(diklorodifeniltrikloroetana)

terlihat
adalah

pada

diagram,

senyawa

DDT

hidrokarbon

terklorinasi. Tiap heksagon dari struktur ini terdapat gugus fenil


(C6H5-) yang memiliki atom klor yang mengganti satu atom
hidrogen. Namun, perubahan kecil pada struktur molekularnya dapat
membuat hidrokarbon terklorinasi ini aktif secara kimia.

Dengan memanipulasi molekul DDT dalam cara ini,


kimiawan berharap untuk mengembangkan suatu insektisida yang
efektif namun ramah lingkungan, dimana senyawa in akan mudah
terdegradasi. Namun disaat bersamaan, para peneliti sedang
menyelidiki cara lain untuk mengkontrol populasi nyamuk. Salah
satu caranya adalah penggunaan senyawa menyerupai hormon yang
menyebabkan nyamuk mati kelaparan, hingga dapat mengurangi
populasinya hingga dapat mengurangi penyebaran malaria.
Para peneliti lingkungan dan pakar wabah penyakit mulai
mengamati serius dampak unsur pengganggu itu sejak tiga dekade
lalu. Mula-mula diketahui, racun pembunuh serangga yang amat
ampuh dan digunakan secara luas membasmi nyamuk malaria, yakni
DDT (dichlorodiphenytrichloroethane) memiliki dampak sampingan
amat merugikan. DDT memiliki sifat larut dalam lemak. Karena itu,
residunya terus terbawa dalam rantai makanan, dan menumpuk
dalam jaringan lemak. Dari situ, sisa DDT mengalir melalui air susu
ibu kepada anaknya, baik pada manusia maupun pada binatang.
Binatang pemangsa mendapat timbunan sisa DDT dari binatang
makanannya. Rantainya seolah tidak bisa diputus.
Pengamatan terhadap burung pemangsa menunjukkan, DDT
menyebabkan banyak burung yang memproduksi telur dengan kulit
amat tipis, sehingga mudah pecah. Selain itu, terlepas dari tebal
tipisnya kulit telur, semakin banyak anak burung pemangsa yang
lahir cacat. Penyebaran residu DDT bahkan diamati sampai ke
kawasan kutub utara dan selatan. Anjing laut di kutub utara, banyak
yang melahirkan anak yang cacat, atau mati pada saat dilahirkan.
Penyebabnya pencemaran racun serangga jenis DDT. Diduga, residu
DDT pada manusia juga berfungsi serupa, yakni menurunkan
kemampuan reproduksi. Atau menyebabkan cacat pada janin.

III. KESIMPULAN

Dari beberapa urain di atas dapat di simpulkan bahwa pencemaran


lingkungan terjadi tidak hanya akibat yang tidak disengaja, tetapi juga yang
disengaja oleh manuasia atau pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggungjawab.

Pencemaran dapat engakibatkan kerusakan di bumi ini, bila lingkungan


ini rusak maka seluruh kehidupan yang ada dimuka bumi ini akan terganggu dan
lebih jauh lagi akan musnah.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2004.Penyakit Minamata.http://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit_
Minamata. diakses tanggal 13 Desember 2014 pukul 20.00 WIB
Anonim.2012.Toksikologi Lingkungan Logam.http://tralalaikrima.blogspot.com/
2012/04/makalah-toksikologi-lingkungan-logam.html.diakses tanggal 13
Desember 2014 pukul 20.00 WIB
Anonim.2012.Hukum Lingkungan Penyakit Minamata.http://burgerawa.
wordpress.com/2012/12/30/makalah-hukum-lingkungan-penyakitminamata-dan-pembuangan-limbah-pabrik/.diakses tanggal 12 Desember
2014 pukul 21.00 WIB
Anonim.2011.Minamata Disease.http://indahnyaberbagibiologi.blogspot.com/
2011/06/minamata-disease.html.diakses tanggal 12 Desember 2014 pukul
21.00 WIB
Anonim.2010.Pengertian dan Dampak DDT.https://abrar4lesson4tutorial4ever.
wordpress.com/2010/02/20/pengertian-dan-dampak-ddt-dichlorodiphenyl-trichloroethane-dalam-kehidupan/.diakses tanggal 12 Desember
2014 pukul 22.00 WIB

Anda mungkin juga menyukai