PENDAHULUAN
Kejahatan seksual (sexual offences), sebagai salah satu bentuk dari kejahatan yang
menyangkut tubuh, kesehatan, dan nyawa manusia, mempunyai kaitan yang erat dengan Ilmu
Kedokteran Forensik; yaitu di dalam upaya pembuktian bahwa kejahatan tersebut memang
benar terjadi. Adanya kaitan antara ilmu kedokteran dengan kejahatan seksual dapat
dipandang sebagai konsekuensi dari pasal-pasal di dalam KUHP (Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana) serta KUHAP (Kitab Undang-Undang Acara Hukum Pidana) yang memuat
ancaman hukuman serta tata cara pembuktian pada setiap kasus yang termasuk di dalam
pengertian kasus kejahatan seksual tersebut.1
Sedangkan untuk permintaan bantuan keterangan ahli pada tahap pemeriksaan
persidangan, disebutkan pada pasal 180 ayat (1) yang menyatakan: Dalam hal diperlukan
untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua
sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang
berkepentingan. Suatu kasus yang dapat menunjukkan bahwa pihak Kepolisian selaku aparat
penyidik membutuhkan keterangan ahli dalam tindakan penyidikan yang dilakukannya yaitu
pada pengungkapan kasus perkosaan. Kasus kejahatan kesusilaan yang menyerang
kehormatan seseorang dimana dilakukan tindakan seksual dalam bentuk persetubuhan dengan
menggunakan ancaman kekerasan atau kekerasan ini, membutuhkan bantuan keterangan ahli
dalam penyidikannya. Keterangan ahli yang dimaksud ini yaitu keterangan dari dokter yang
dapat membantu penyidik dalam memberikan bukti berupa keterangan medis yang sah dan
dapat dipertanggungjawabkan mengenai keadaan korban, terutama terkait dengan
pembuktian adanya tanda-tanda telah dilakukannya suatu persetubuhan yang dilakukan
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.1,2
Dengan demikian upaya pembuktian secara kedokteran forensik pada setiap kasus
kejahatan kesusilaan, seperti perkosaan, sebenarnya terbatas di dalam upaya pembuktian ada
tidaknya tanda-tanda persetubuhan, tanda-tanda kekerasan, perkiraan umur, serta pembuktian
apakah seseorang itu memang sudah pantas atau sudah mampu untuk dikawini atau tidak.
Keterangan dokter yang dimaksudkan tersebut dituangkan secara tertulis dalam bentuk surat
hasil pemeriksaan medis yang disebut dengan visum et repertum. Menurut pengertiannya,
visum et repertum diartikan sebagai laporan tertulis untuk kepentingan peradilan (pro
yustisia) atas permintaan yang berwenang, yang dibuat oleh dokter, terhadap segala sesuatu
yang dilihat dan ditemukan pada pemeriksaan barang bukti, berdasarkan sumpah pada waktu
menerima jabatan, serta berdasarkan pengetahuannya yang sebaik- baiknya.1,2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. PERKOSAAN
2.1.1. DEFINISI
Pengertian perkosaan tidak sama untuk setiap negara atau ahli yang
membahasnya. Ada yang mendefinisikan sebagai persetubuhan tanpa seizing
perempuan atau di luar kemauan korban, yang lain menyebut perkosaan
adalah suatu tindakan criminal apabila si pemerkosa memakai kekerasan dan
korban memberi perlawanan sampai saat- saat terakhir. 2
Narayan Reddy ( India) menghubungkan dengan ketentuan hukum yang
berlaku di India menyatakan laki-laki dapat dituduh melakukan perkosaan bila
dilakukan :
1) Diluar kehendak perempuan
2) Tanpa persetujuannya
3) Dengan persetujuan perempuan bila dilakukan dengan ancaman kekerasan
atau kematian terhadap perempuan atau orang yang disayanginya
4) Menipu perempuan dalam keadaan tidak sadar atas apa yang terjadi pada
dirinya seperti dibawah pengaruh obat-obatan.
5) Dengan atau tanpa persetujuan bila perempuan berumur dibawah 16 tahun
Perkosaan aalah istilah hukum bukan istilah medis. Dokter tidak dapat
menggunakan istilah perkosan dalam visum, karena ia tidak dapat menentukan
apakah persetubuhan dilakukan tanpa perstujuan perempuan dilakukan secara
paksa.
Di Indonesia pengertian perkosaan harus disesuaikan dengan ketentuan
hukum yang terdapat dalam KUHP pasal 285, 286 dan 287. Perkosaan adalah
istilah hukum bukan medis. 2
KUHP pasal 89
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan
kekerasan
Melakukan kekerasan artinya mempergunakan tenaga atau kekuatan
jasmani tidak kecil misalnya memukul dengan tangan senjata, menendang.
Pingsan artinya korban tidak ingat atau tidak sadar akan dirinya. Tidak
berdaya artinya tidak mempunyai kekuatan atau tenaga sama sekali, sehingga
ia tidak dapat memberikan perlawanan (baik tenaga atau pengaruh obat, bahan
berbahaya) atau bila korban diikat. Bila dalam pemeriksaan dokter dapat
menjelaskan keadan ini, maka para penegak hukum mendapat pegangan dalam
menerapkan ketentuan hukum dalam pasal 286 KUHP
Bantuan yang diharapkan dari dokter dalam pasal ini adalah mengenai
umur korban. Bila perempuan tidak mempunyai akte kelahiran , mempunyai
KTP atau ijazah dan bukti lain yang diperlukan menunjukan umurnya belum
15 tahun, maka diperlukan bantuan dokter untuk menentukan umurnya secara
medis. Demikian pula penentuan untuk umur 12 tahun. Dalam ketentuan
hukum ini jelas disebut bila umur belum 15 tahun tetapi sudah lebih dari 12
tahun maka penuntutan baru dilakukan bila perempuan dan keluarganya
mengadu kepada menyidik (delik aduan). Tetapi bila umur perempuan belum
12 tahun maka tidak diperlukan pengaduan.
Umur
Status perkawinan
Waktu kejadian
Tempat kejadian
B. Pemeriksaan fisik1,4,5,6
Pemeriksaan pakaian :
Robekan lama / baru / memanjang / melintang
Kancing putus
Bercak darah, sperma, lumpur dll.
Pakaian dalam rapih atau tidak
Benda-benda yang menempel sebagai trace evidence
Pemeriksaan tubuh :
Umum :
1. Rambut atau wajah rapi atau kusut.
(kemerahan)
vestibulum
atau
jaringan
sekitar
vena
atau pooling
vena (juga
ditemuka
pada
konstipasi)
8. Perdarahan pervaginam (mungkin berasal dari sumber lain,
seperti uretra, atau mungkin akibat infeksi vagina, benda asing
atau trauma yang aksidental).
9. Pemeriksaan selaput dara.
Keterangan
Bentuk Hymen
Keterangan
Hymen cribriform
yang
cincin.
Ketika
hymen
dikarakteristikkan
mulai
robek
(akibat
oleh
lain),
maka
tersebut
tidak
jarang,
beberapa
lubang kecil.
Hymen denticular
yang
jarang,
sabit.
berbentuk
seperti
Hymen
yang
berbentuk
mengelilingi lubang
fimbria
jarang,
ireguler,
vagina.
Hymen seorang wanita
Hymen
yang
hanya
melakukan
seksual
pernah
aktivitas
sedikit
labialis
bibir vulva.
atau
Vulva
dari
wanita
yang
seorang
melahirkan.
Hymen
pernah
mikroperforatus
Hymen
dengan
lubang
secara
lengkap
hilang
atau
hampir
hilang
sehingga
seluruhnya.
Satu
dari
memerlukan operasi
2000
perempuan
anak
dilahirkan
dengan
hymen
imperforate.
Hymen
bifenestratus
atau
Hymen
yang
jarang,
septa
menyeberangi
tidak
seluruh
lubang vagina.
Pemeriksaan Ekstra-Genital
1. Pemeriksaan terhadap pakaian dan benda-benda yang melekat
pada tubuh
2. Deskripsi luka
3. Pemeriksa rongga mulut pada kasus oral sex
4. Scrapping pada kulit yang memiliki noda sperma
5. Pemeriksaan kuku jari korban untuk mencari material dari
tubuh pelaku
2. Pelaku
Pemeriksaan tubuh
Untuk mengetahui apakah seorang pria baru melakukan
persetubuhan, dapat dilakukan pemeriksaan ada tidaknya sel epitel
10
Pemeriksaan pakaian
Pada pemeriksaan pakaian, catat adanya bercak semen, darah,
dan sebagainya. Bercak semen tidak mempunyai arti dalam
pembuktian sehingga tidak perlu ditentukan. Darah mempunyai nilai
karena kemungkinan berasal dari darah deflorasi. Penentuan golongan
darah penting untuk dilakukan. Trace evidence pada pakaian yang
dipakai ketika terjadi persetubuhan harus diperiksa. Jika fasilitas
pemeriksaan tidak ada, kirim ke laboratorium forensik di kepolisian
atau bagian Ilmu Kedokteran Forensik, dibungkus, segel, serta dibuat
berita acara pembungkusan dan penyegelan.
Memperkirakan umur
11
coitus akan berwarna merah, berdarah, bengkak dan tertarik ke arah cincin
hymenal, bentukan inilah yang disebut cauruncale hymenales. Pada
keadaan dimana coitus berjalan lebih dari satu dan teratur maka tanda ini
akan hilang. Sekali hymen rusak maka tidak akan bisa kembali lagi.
Bentuk dari hymen bermacam-macam.
Tidak terdapatnya robekan pada hymen, tidak dapat dipastikan
bahwa pada wanita tidak terjadi penetrasi, sebaliknya adanya robekan pada
hymen hanya merupakan pertanda adanya sesuatu benda (penis atau benda
lain), yang masuk ke dalam vagina.3
Apabila pada persetubuhan tersebut disertai dengan ejakulasi dan
ejakulat tersebut mengandung sperma, maka adanya sperma di dalam liang
vagina merupakan tanda pasti adanya persetubuhan. Apabila ejakulat
tidak mengandung sperma maka pembuktian adanya persetubuhan dapat
diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap ejakulat tersebut.
Komponen yang terdapat di dalam ejakulat dan dapat diperiksa adalah
enzim asam fosfatase, kholin dan spermin. Ketiganya bila dibandingkan
dengan sperma, nilai untuk pembuktian lebih rendah oleh karena ketiga
komponen tersebut tidak spesifik. Walaupun demikian enzim fosfatase
masih dapat diandalkan, oleh karena kadar asam fosfatase yang normalnya
juga terdapat dalam vagina, kadarnya jauh lebih rendah bila dibandingkan
dengan asam fosfatase yang berasal dari kelenjar prostat.2,3
Dengan demikian, apabila pada kejahatan seksual yang disertai
dengan persetubuhan itu tidak sampai berakhir dengan ejakulasi, dengan
sendirinya pembuktian adanya persetubuhan secara kedokteran forensik
tidak mungkin dapat dilakukan secara pasti. Sebagai konsekuensinya
dokter tidak dapat secara pasti pula menentukan bahwa pada wanita tidak
terjadi persetubuhan. Maksimal dokter harus mengatakan bahwa pada diri
wanita yang diperiksa itu tidak ditemukan tanda-tanda persetubuhan, yang
mencakup dua kemungkinan: pertama, memang tidak ada persetubuhan,
dan kedua, persetubuhan ada tetapi tanda-tandanya tidak dapat ditemukan.3
Apabila persetubuhan telah dapat dibuktikan secara pasti, maka
perkiraan saat terjadinya persetubuhan harus pula ditentukan. Hal ini
menyangkut masalah alibi yang sangat penting di dalam proses
penyidikan. Sperma di dalam liang vagina masih dapat bergerak dalam
12
waktu 4-5 jam setelah persetubuhan. Sperma masih dapat ditemukan tidak
bergerak sampai sekitar 24-36 jam setelah persetubuhan pada korban yang
hidup. Sedangkan pada orang yang mati sperma masih dapat ditemukan
dalam vagina paling lama sampai 7-8 hari setelah persetubuhan. Perkiraan
saat
terjadinya
3. Memperkirakan umur
Tujuan pemeriksaan untuk memperkirakan umur korban salah satunya
mengacu pada pasal 287 KUHP bahwa barang siapa yang bersetubuh
dengan seorang wanita diluar perkawinan, padahal diketahuinya atau
sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau
kalau umurnya tidak jelas, bahwa belum waktunya untuk dikawin,
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Tindak
pidana ini merupakan persetubuhan dengan wanita yang menurut undangundang belum cukup umur. Jika umur korban belum cukup 15 tahun tetapi
13
sudah di atas 12 tahun, penuntutan baru dilakukan bila ada pengaduan dari
yang bersangkutan (delik aduan). 1,2,3
Selain itu, pentingnya memperkirakan umur korban juga didasarkan
pada pasal 81 Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan
anak, bahwa: 4
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman
kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau
dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit
Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula
bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat,
serangkaian
kebohongan,
atau
membujuk
anak
melakukan
Pada kasus dimana umur korban belum jelas, maka memperkirakan umur
merupakan pekerjaan yang paling sulit, karena tidak ada satu metodepun yang
dapat memastikan umur seseorang dengan tepat. Dengan teknologi kedokteran
yang canggih pun maksimal hanya sampai pada perkiraan umur saja. 1,2,3
Berkaitan dengan umur ada beberapa patokan yang perlu dipahami, yaitu
mengenai kedewasaan, belum cukup umur dan belum mampu untuk dikawini.
Dewasa dalam pengertian hukum adalah di atas 21 tahun atau belum 21
tahun tetapi sudah atau pernah kawin. Perempuan yang belum cukup umur
adalah perempuan dibawah 15 tahun. Perempuan yang belum mampu untuk
dikawini adalah perempuan yang tidak akan menjadi hamil walaupun
disetubuhi karena belum terjadi ovulasi. Ovulasi yang tidak dibuahi akan
menyebabkan datangnya haid pada perempuan. Tetapi pedoman belum haid
tidak selamanya identic dengan belum ovulasi , karena pada infantile uterus
atau hymen tertutup ( aseptate hymen ) hal ini dapat terjadi. Ini bisa dipastikan
dengan observasi ketat di rumah sakit selama 8 minggu atau dengan
pemeriksaan vaginal smear.
14
Perkiraan
umur
dapat
diketahui
dengan
melakukan
serangkaian
payudara
dan
pertumbuhan
rambut
kemaluan
perlu
15
Rambut Pubis
Payudara
Pre-remaja
Pre-remaja
Lebih gelap, mulai keriting, makin Payudara dan areola membesar, tidak
16
lebat
Kasar, keriting, lebat, tetapi kurang Areola dan papilla membentuk bukit
4
peminim
dewasa, Matur,
putting
menonjol,
areola
keseluruhan
17
dilakukan
pengambilan sampel.
pemeriksaan
laboratorium
Sampel didapat
perlu
dilakukan
a. Penentuan spermatozoa
Tanpa pewarnaan
Setetes cairan vagina diletakkan di atas kaca benda dan diperiksa
dengan pembesaran 500x dengan kondensor diturunkan. Perhatikan
apakah spermatozoa bergerak.Dapat diambil sebagai patokan bahwa
spermatozoa masih bergerak kira-kira 4 jam postkoital.
Dengan pewarnaan
Buat sediaan apus dari cairan vagina pada kaca benda, keringkan di
udara, fiksasi dengan api, warnai dengan Malachite-green 1% dalam
air, tunggu 10- 15 menit, cuci dengan air, warnai dengan eosinyellowish 1% dalam air, tunggu 1 menit, cuci dengan air, keringkan
dan diperikasa di bawah mikroskop. Hasil yang diharapkan adalah
bagian basis kepala sperma berwarna ungu, bagian hidung berwarna
merah muda.
18
Tes Florence
Cairan vagina ditetesi larutan yodium. Kristal yang terbentuk diamati
di bawah mikroskop. Hasil yang diharapkan tampak kristal-kristal
kholin-peryodida tampak berbentuk jarum-jarum yang berwarna
coklat.
Tes Berberio
Cairan vagina ditetesi larutan asam pikrat, kemudian kristal yang
terbentuk diamati di bawah mikroskop. Hasil yang diharapkan adalah
terbentuknya kristal-kristal spermin pikrat berbentuk rhombik atau
jarum kompas yang berwarna kuning kehijauan.
Elektroimmunodifusi
Digunakan serum anti air mani manusia. Selain spesifik terhadap
antigen manusia, serum ini juga mengandung zat anti terhadap enzim
fosfatase. Apabila serum ini direaksikan dengan air mani akan
terbentuk enzim antibodi kompleks yang ternyata masih memiliki sifat
enzimatik dan dapat dinyatakan dengan reagen asam phospatase.
Sebagai medium digunakan plat agar yang mengandung serum anti
dalam konsentrasi kecil.
Elektroforetik
19
3.
Taktil
Diraba dengan jari-jari tangan terasa kaku seperti cairan kanji yang
tidak menyerap. Bila diraba permukaan bercak terasa kasar.
5.
Pencairan spermatozoa
Konsentrasi spermatozoa yang terbesar terdapat di bagian sentral dari
bercak. Dari bagian itu diambil sebagian kecil, dipulas dengan
pewarnaan Baeechi. Bahan dipulas selama 2 menit, dicuci di dalam
HCl 1%, dihidrasi dalam alkohol 70%, 80%, dan 95-100%, dan
20
dijernihkan
dengan
xilol.
Kemudian
dikeringkan
dengan
TLC
Mikrodiffusi, dsbnya.
Hasil yang diharapkan : adanya obat yang dapat menurunkan atau
menghilangkan kesadaran
21
BAB 3
KESIMPULAN
Perkosaan aalah istilah hukum bukan istilah medis. Dokter tidak dapat menggunakan
istilah perkosan dalam visum, karena ia tidak dapat menentukan apakah persetubuhan
dilakukan tanpa perstujuan perempuan dilakukan secara paksa.
Persetubuhan yang merupakan kejahatan seperti yang dimaksudkan oleh undangundang, dapat dilihat pada pasal-pasal yang tertera pada bab XIV KUHP, yaitu bab tentang
kejahatan terhadap kesusilaan yaitu pasal 285, pasal 286, pasal 89 dan pasal 287.
Terdapat beberapa hal penting yang harus ditentukan dan dievaluasi pada korban
kejahatan seksual, yaitu menentukan adanya tanda-tanda persetubuhan, menentukan adanya
tanda-tanda kekerasan, memperkirakan umur, menentukan pantas tidaknya korban buat
kawin.dan menentukan apakah korban dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya.
Pemeriksaan dilakukan terhadap korban dan pelaku perkosaan. Pemeriksaan yang
dapat dilakukan berupa pemeriksaan fisi ( umum dan khusus) dan pemeriksaan penunjang.
Peran dokter dalam tindak pidana perkosaan adalah membantu membuktikan adanya
tanda-tanda persetubuhan, tanda-tanda kekerasan kemudian membuatnya dalam sebuah
laporan tertulis yaitu Visum et Repertum yang diserahkan kepada pihak berwenang sebagai
pemohon untuk dilakukannya Visum et Repertum. Selain itu dokter juga harus melakukan
penanganan akibat perkosaan yang terjadi pada korban baik yang berupa trauma fisik maupun
psikis.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiyanto, dkk. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik.. Edisi pertama, cetakan kedua.
Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal:
147 158.
2. Amir, Amri. 2005. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi kedua, cetakan kedua.
Medan: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara Medan. Hal: 142-158.
3. Munim, Abdul.2008. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses
Penyidikan.Jakarta: Sagung Seto. Hal 113-132
4. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Edisi ketiga, cetakan kedua.
Jakarta: Media Aesculaplus. Hal 173-174
5. Munim, Abdul. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Jakarta :
Binarupa Aksara. Hal 216-240
6. Munim , Abdul. 2009 Pedoman Praktis Ilmu Kedokteran Forensik bagi Praktisi
Hukum. Jakarta : Sagung Seto. Hal 35-47
23