Anda di halaman 1dari 4

Teori Keberagaman Budaya

Teori kebudayaan dapat digunakan untuk keperluan praktis, memperlancar


pembangunan masyarakat, di satu sisi pengetahuan teoritis tentang kebudayaan dapat
mengembangkan sikap bijaksana dalam menghadapi serta menilai kebudayaankebudayaan yang lain dan pola perilaku yang bersumber pada kebudayaan sendiri. Secara
garis besar hal yang dibahas dalam teori kebudayaan adalah memandang kebudayaan
sebagai, (a)Sistem adaptasi terhadap lingkungan.(b)Sistem tanda.(c) Teks, baik
memahami pola-pola perilaku budaya secara analogis dengan wacana tekstual, maupun
mengkaji hasil proses interpretasi teks sebagai produk kebudayaan.(d) Fenomena yang
mempunyai struktur dan fungsi. (e) Dipandang dari sudut filsafat.
Keragaman teori kebudayaan dapat ditinjau dari dua perspektif, yaitu, (a)
perspektif perkembangan sejarah yang melihat bahwa keragaman itu muncul karena
aspek-aspek tertentu dari kebudayaan dianggap belum cukup memperoleh elaborasi. Dan
(b) perspekif konseptual yang melihat bahwa keragaman muncul karena pemecahan
permasalahan konseptual terjadi menurut pandangan yang berbeda-beda. Dalam
memahami kebudayaan kita tidak bisa terlepas dari prinsip-prinsip dasarnya. de Saussure
merumuskan setidaknya ada tiga prinsip dasar yang penting dalammemahami kebudayaan,
yaitu:
1. Tanda (dalam bahasa) terdiri atas yang menandai (signifiant, signifier, penanda) dan yang
ditandai (signifi, signified, petanda). Penanda adalah citra bunyi sedangkan petanda
adalah gagasan atau konsep. Hal ini menunjukkan bahwa setidaknya konsep bunyi terdiri
atas tiga komponen (1) artikulasi kedua bibir, (2) pelepasan udara yang keluar secara
mendadak, dan (3) pita suara yang tidak bergetar.
2. Gagasan penting yang berhubungan dengan tanda menurut Saussure adalah tidak adanya
acuan ke realitas obyektif. Tanda tidak mempunyai nomenclature. Untuk memahami
makna maka terdapat dua cara, yaitu, pertama, makna tanda ditentukan oleh pertalian
antara satu tanda dengan semua tanda lainnya yang digunakan dan cara kedua karena
merupakan unsur dari batin manusia, atau terekam sebagai kode dalam ingatan manusia,

menentukan

bagaimana

unsur-unsur

realitas

obyektif

diberikan

signifikasi

ataukebermaknaan sesuai dengan konsep yang terekam.


3. Permasalahan yang selalu kembali dalam mengkaji masyarakat dan kebudayaan adalah
hubungan antara individu dan masyarakat. Untuk bahasa, menurut Saussure ada langue
dan parole (bahasa dan tuturan). Langue adalah pengetahuan dan kemampuan bahasa
yang bersifat kolektif, yang dihayati bersama oleh semua warga masyarakat; parole
adalah perwujudan langue pada individu. Melalui individu direalisasi tuturan yang
mengikuti kaidah-kaidah yang berlaku secara kolektif, karena kalau tidak, komunikasi
tidak akan berlangsung secara lancar.
Gagasan kebudayaan, baik sebagai sistem kognitif maupun sebagai sistem struktural,
bertolak dari anggapan bahwa kebudayaan adalah sistem mental yang mengandung semua
hal yang harus diketahui individu agar dapat berperilaku dan bertindak sedemikian rupa
sehingga dapat diterima dan dianggap wajar oleh sesama warga masyarakatnya.
Sumber:

http://staff.blog.ui.ac.id/arif51/2008/11/11/teori-kebudayaan-dan-ilmu-pengetahuanbudaya/

A. Aturan Teknis Kebijakan Migrasi Penyiaran


Beberapa pelaku industri penyiaran juga menganggap bahwa kebijakan yang dilakukan
oleh pemerintah ini terlalu tergesa-gesa, dan tanpa didukung oleh aturan yang jelas.Bahkan dari
pihak televisi lokal menganggap bahwa kebijakan migrasi penyiaran analog ke digital ini adalah
kebijakan yang tidak adil khususnya setelah pelaksanaan tender bagi penyelenggara penyiaran
multipleksing karena lebih didominasi oleh televisi swasta nasional, sehingga diversity of
ownershipnya menjadi tidak beragam. Seperti halnya yang disampaikan oleh informan 1 melalui
indepth interviewyang dilakukan.
Sementara dari pihak KPI juga menyatakan bahwa kebijakan migrasi penyiaran dari analog ke
digital untuk payung hukumnya belum mencukupi. Idealnya bentuk regulasi bagi
penyelenggaraan penyiaran televisi digital terestrial penerimaan tetap tidak berbayar ini adalah

setingkat undang-undang. Jika pun upaya regulasi dengan peraturan menteri mendesak
diperlukan sebagai sebuah regulasi yang bottom up, sebagai respon
memenuhi kesepakatan-kesepakatan pemerintah secara bilateral maupun internasional, serta
memandang efektivitas dan efisiensi,maka ketentuan UU Penyiaran tetaplah harus diupayakan
sebaik-baiknya. M. Riyanto selaku Ketua Komisioner KPI kepada peneliti juga mengungkapkan
bahwa seharusnya kebijakan migrasi penyiaran dari analog ke digital ini perlu untuk dikaji
secara komprehensip oleh pemerintah karena digitalisasi ini bukan hanya alih teknologi tapi juga
mengubah keseluruhan sistem dari industri penyiaran sehingga perlu dikaji dari sisi legal,
ekonomi bisnis, teknologi dan juga implikasinya ke konten penyiaran. Pemerintah sebaiknya
tidak tergesa-gesa dalam melaksanakan kebijakan migrasi penyiaran ini. Pihak KPI juga sudah
memberikan pandangan hukum dan saran untuk melakukan penundaan pelaksanaan migrasi
penyiaran sampai revisi UU Penyiaran disahkan oleh DPR RI.
Sumber : http://eprints.undip.ac.id/40969/4/Bab_III.pdf
B. Penyiaran Televisi
Munculnya media penyiaran televisi di segenap antero dunia membuka cakrawala
baru dalam dunia komunikasi massa. Meski sebelumnya telah ditemukan mesin cetak
maupun pesawat radio, namun dari aspek karakteristiknya penemuan pesawat televisi
lebih memberi efek yang cukup spektakuler di tengah-tengah masyarakat dunia.
Kehadiran media televisi tidak dapat melupakan nama Fransworth (USA) sebagai
seorang yang pertama sekali menemukan tabung vakum untuk menangkap gambar
bergerak dan dapat ditampilkan secara elektronik di layar pada tahun 1920. Kemudian
pada tahun 1927 Philo Fransworth berhasil menyebarluaskan gambar bergerak melalui
peralatan transmissi sehingga era audio-visual berkembang sampai sekarang.
Di Indonesia media televisi pertama sekali mengudara saat dilangsungkannya
upacara hari ulang tahun kemerdekaan RI ke-17 pada 17 agustus 1962 dalam siaran
percobaan oleh TVRI. Barulah kemudian secara definitif TVRI menyiarkan secara
langsung pembukaan Asian Games ke-4 pada tahun yang sama, sekaligus dinyatakan
bahwa tanggal 24 agustus 1962 sebagai siaran yang secara resmi pertama sekali media
tetevisi mengudara di bumi Indonesia. Kemajuan media elektronik di Indonesia
mengalami pergerakan yang cukup pesat, seiring dengan perkembangan dalam bidang

media massa elektronik dunia termasuk era teknologi satelit dengan beragam varian yang
populer disebut sebagai news media, menjadikan Indonesia tidak bisa dipisahkan dari
konstelasi media informasi global sekaligus sebagai bahagian dari komunitas masyarakat
informasi dunia.
Mengingat betapa pentingnya media penyiaran televisi sebagai sebuah sarana
informasi elektronik yang sekaligus memiliki multilinier efek, maka masing-masing
negara memiliki rambu-rambu tersendiri yang secara khusus mengatur tentang aktivitas
media ini, baik dari aspek legalitas kelembagaan, isi siaran, maupun etika
pengelolaannya. Di Indonesia sendiri dilakukan pengaturannya melalui produk hukum
positif dengan diterbitkannya undang-undang maupun Peraturan Pemerintah dan
Peraturan Menteri ditambah dengan pembentukan lembaga pengawasan independen.
Dalam perjalanannya, siaran televisi selama beberapa dekade dimonopoli oleh TVRI
sebagai media informasi pemerintah. Barulah sejak tahun 1989 bermunculan lembaga
penyiaran swasta yang diawali oleh RCTI dan diikuti oleh lembaga penyiaran televisi
swasta lainnya. Pada tahun 2002, dengan terbitnya undang-undang penyiaran maka
lembaga televisi yang ada melakukan penyesuaian dengan status yang beragam, TVRI
menjadi lembaga penyiaran publik dan semua televisi swasta wajib menjadi lembaga
siaran berjaringan
Sumber: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27445/3/Chapter%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai