kering, sementara 19 waduk masih berstatus normal. Selain itu masih rendahnya kesadaran
dari para pemangku kepentingan di daerah-daerah untuk mempertahankan lahan pertanian
produksi, menjadi salah satu penyebab infrastruktur pertanian menjadi buruk.
Selanjutnya, masalah ketiga adalah adanya kelemahan dalam sistem alih teknologi. Ciri
utama pertanian modern adalah produktivitas, efisiensi, mutu dan kontinuitas pasokan yang
terus menerus harus selalu meningkat dan terpelihara. Produk-produk pertanian kita baik
komoditi tanaman pangan (hortikultura), perikanan, perkebunan dan peternakan harus
menghadapi pasar dunia yang telah dikemas dengan kualitas tinggi dan memiliki standar
tertentu. Tentu saja produk dengan mutu tinggi tersebut dihasilkan melalui suatu proses yang
menggunakan muatan teknologi standar. Indonesia menghadapi persaingan yang keras dan
tajam tidak hanya di dunia tetapi bahkan di kawasan ASEAN. Namun tidak semua teknologi
dapat diadopsi dan diterapkan begitu saja karena pertanian di negara sumber teknologi
mempunyai karakteristik yang berbeda dengan negara kita, bahkan kondisi lahan pertanian di
tiap daerah juga berbeda-beda. Teknologi tersebut harus dipelajari, dimodifikasi,
dikembangkan, dan selanjutnya baru diterapkan ke dalam sistem pertanian kita. Dalam hal ini
peran kelembagaan sangatlah penting, baik dalam inovasi alat dan mesin pertanian yang
memenuhi kebutuhan petani maupun dalam pemberdayaan masyarakat. Lembaga-lembaga
ini juga dibutuhkan untuk menilai respon sosial, ekonomi masyarakat terhadap inovasi
teknologi, dan melakukan penyesuaian dalam pengambilan kebijakan mekanisasi pertanian
Hal lainnya sebagai masalah keempat, muncul dari terbatasnya akses layanan usaha
terutama di permodalan. Kemampuan petani untuk membiayai usaha taninya sangat terbatas
sehingga produktivitas yang dicapai masih di bawah produktivitas potensial. Mengingat
keterbatasan petani dalam permodalan tersebut dan rendahnya aksesibilitas terhadap sumber
permodalan formal, maka dilakukan pengembangkan dan mempertahankan beberapa
penyerapan input produksi biaya rendah (low cost production) yang sudah berjalan ditingkat
petani. Selain itu, penanganan pasca panen dan pemberian kredit lunak serta bantuan
langsung kepada para petani sebagai pembiayaan usaha tani cakupannya diperluas.
Sebenarnya, pemerintah telah menyediakan anggaran sampai 20 Triliun untuk bisa diserap
melalui tim Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Bank BRI khusus Kredit Bidang Pangan dan
Energi.
Yang terakhir menyangkut, masalah kelima adalah masih panjangnya mata rantai tata niaga
pertanian, sehingga menyebabkan petani tidak dapat menikmati harga yang lebih baik, karena
pedagang telah mengambil untung terlalu besar dari hasil penjualan.
Pada dasarnya komoditas pertanian itu memiliki beberapa sifat khusus, baik untuk hasil
pertanian itu sendiri, untuk sifat dari konsumen dan juga untuk sifat dari kegiatan usaha tani
tersebut, sehingga dalam melakukan kegiatan usaha tani diharapkan dapat dilakukan dengan
seefektif dan seefisien mungkin, dengan memanfaatkan lembaga pemasaran baik untuk
pengelolaan, pengangkutan, penyimpanan dan pengolahannya. Terlepas dari masalahmasalah tersebut, tentu saja sektor pertanian masih saja menjadi tumpuan harapan, tidak
hanya dalam upaya menjaga ketahanan pangan nasional tetapi juga dalam penyediaan
lapangan kerja, sumber pendapatan masyarakat dan penyumbang devisa bagi negara.
Istilah hidroponik (hydroponics) digunakan untuk menjelaskan tentang cara bercocok tanam
tanpa menggunakan tanah sebagai media tanamnya. Disini termasuk juga bercocok tanam di
dalam pot atau wadah lainnya yang menggunakan air atau bahan porous lainnya, seperti
pecahan genting, pasir kali, kerikil, maupun gabus putih. Penemu dari metode hidroponik ini
adalah DR. WF. Gericke. Beliau adalah seorang agronomis dari Universitas California, USA.
Saat itu beliau berhasil menanam tomat setinggi 3 meter yang penuh buah dan ditanam di
dalam bak yang berisi mineral hasil uji cobanya.
Berikut ini adalah kelebihan bercocok tanam dengan menggunakan sistem hidroponik: