Anda di halaman 1dari 3

PEMBANGUNAN PERTANIAN INDONESIA

PEMBANGUNAN PERTANIAN INDONESIA


Pembangunan pertanian di Indonesia dengan prinsip kemandirian dan berkelanjutan
senantiasa harus diwujudkan dari waktu ke waktu, sebagai prasyarat bagi keberlanjutan
eksistensi bangsa dalam mengatasi ancaman kelangkaan pangan dunia yang dampaknya
semakin terlihat nyata. Berkaca dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kerja Sama Ekonomi
Asia Pasifik (APEC) di Vladivostok, Rusia, 8-9 September lalu, yang mengangkat tema
ancaman krisis pangan global, perhatian terhadap masalah krisis pangan harus lebih
ditingkatkan.
Secara hakikat, sejarah tak akan pernah dapat diulang secara sama persis sehingga respons
kebijakan yang harus segera diambil pemerintah juga perlu lebih inovatif. Benar bahwa
Kementerian Pertanian telah melakukan rapat koordinasi dengan seluruh kepala dinas
pertanian. Begitu pula konsep dan strategi telah disusun dengan sejumlah perencanaan akan
menambah jumlah anggaran produksi pangan, membuka akses pada daerah-daerah yang
terisolasi, serta meningkatkan pendapatan para petani. Namun langkah nyata dan pelaksanaan
kebijakan di tingkat lapangan sangat ditunggu segera karena ancaman krisis pangan tidak
akan dapat diselesaikan hanya di ruang rapat.
5 (lima) Masalah Pembangunan Pertanian
Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam masalah
yang dihadapi, masalah Pertama yaitu penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya lahan
pertanian. Dari segi kualitas, faktanya lahan dan pertanian kita sudah mengalami degradasi
yang luar biasa, dari sisi kesuburannya akibat dari pemakaian pupuk an-organik. Berdasarkan
Data Katalog BPS, Juli 2012, Angka Tetap (ATAP) tahun 2011, untuk produksi komoditi
padi mengalami penurunan produksi Gabah Kering Giling (GKG) hanya mencapai 65,76
juta ton dan lebih rendah 1,07 persen dibandingkan tahun 2010. Jagung sekitar 17,64 juta ton
pipilan kering atau 5,99 persen lebih rendah tahun 2010, dan kedelai sebesar 851,29 ribu ton
biji kering atau 4,08 persen lebih rendah dibandingkan 2010, sedangkan kebutuhan pangan
selalu meningkat seiring pertambahan jumlah penduduk Indonesia.
Berbagai hasil riset mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan pertanian intensif di
Indonesia, terutama di Pulau Jawa telah menurun produktivitasnya, dan mengalami degradasi
lahan terutama akibat rendahnya kandungan C-organik dalam tanah yaitu kecil dari 2 persen.
Padahal, untuk memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan kandungan C-organik lebih
dari 2,5 persen atau kandungan bahan organik tanah > 4,3 persen. Berdasarkan kandungan Corganik tanah/lahan pertanian tersebut menunjukkan lahan sawah intensif di Jawa dan di luar
Jawa tidak sehat lagi tanpa diimbangi pupuk organik dan pupuk hayati, bahkan pada lahan
kering yang ditanami palawija dan sayur-sayuran di daerah dataran tinggi di berbagai daerah.
Sementara itu, dari sisi kuantitasnya konfeksi lahan di daerah Jawa memiliki kultur dimana
orang tua akan memberikan pembagian lahan kepada anaknya turun temurun, sehingga terus
terjadi penciutan luas lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi lahan bangunan dan
industri.
Masalah kedua yang dialami saat ini adalah terbatasnya aspek ketersediaan infrastruktur
penunjang pertanian yang juga penting namun minim ialah pembangunan dan pengembangan
waduk. Pasalnya, dari total areal sawah di Indonesia sebesar 7.230.183 ha, sumber airnya 11
persen (797.971 ha) berasal dari waduk, sementara 89 persen (6.432.212 ha) berasal dari nonwaduk. Karena itu, revitalisasi waduk sesungguhnya harus menjadi prioritas karena tidak
hanya untuk mengatasi kekeringan, tetapi juga untuk menambah layanan irigasi nasional.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan, 42 waduk saat ini dalam
kondisi waspada akibat berkurangnya pasokan air selama kemarau. Sepuluh waduk telah

kering, sementara 19 waduk masih berstatus normal. Selain itu masih rendahnya kesadaran
dari para pemangku kepentingan di daerah-daerah untuk mempertahankan lahan pertanian
produksi, menjadi salah satu penyebab infrastruktur pertanian menjadi buruk.
Selanjutnya, masalah ketiga adalah adanya kelemahan dalam sistem alih teknologi. Ciri
utama pertanian modern adalah produktivitas, efisiensi, mutu dan kontinuitas pasokan yang
terus menerus harus selalu meningkat dan terpelihara. Produk-produk pertanian kita baik
komoditi tanaman pangan (hortikultura), perikanan, perkebunan dan peternakan harus
menghadapi pasar dunia yang telah dikemas dengan kualitas tinggi dan memiliki standar
tertentu. Tentu saja produk dengan mutu tinggi tersebut dihasilkan melalui suatu proses yang
menggunakan muatan teknologi standar. Indonesia menghadapi persaingan yang keras dan
tajam tidak hanya di dunia tetapi bahkan di kawasan ASEAN. Namun tidak semua teknologi
dapat diadopsi dan diterapkan begitu saja karena pertanian di negara sumber teknologi
mempunyai karakteristik yang berbeda dengan negara kita, bahkan kondisi lahan pertanian di
tiap daerah juga berbeda-beda. Teknologi tersebut harus dipelajari, dimodifikasi,
dikembangkan, dan selanjutnya baru diterapkan ke dalam sistem pertanian kita. Dalam hal ini
peran kelembagaan sangatlah penting, baik dalam inovasi alat dan mesin pertanian yang
memenuhi kebutuhan petani maupun dalam pemberdayaan masyarakat. Lembaga-lembaga
ini juga dibutuhkan untuk menilai respon sosial, ekonomi masyarakat terhadap inovasi
teknologi, dan melakukan penyesuaian dalam pengambilan kebijakan mekanisasi pertanian
Hal lainnya sebagai masalah keempat, muncul dari terbatasnya akses layanan usaha
terutama di permodalan. Kemampuan petani untuk membiayai usaha taninya sangat terbatas
sehingga produktivitas yang dicapai masih di bawah produktivitas potensial. Mengingat
keterbatasan petani dalam permodalan tersebut dan rendahnya aksesibilitas terhadap sumber
permodalan formal, maka dilakukan pengembangkan dan mempertahankan beberapa
penyerapan input produksi biaya rendah (low cost production) yang sudah berjalan ditingkat
petani. Selain itu, penanganan pasca panen dan pemberian kredit lunak serta bantuan
langsung kepada para petani sebagai pembiayaan usaha tani cakupannya diperluas.
Sebenarnya, pemerintah telah menyediakan anggaran sampai 20 Triliun untuk bisa diserap
melalui tim Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Bank BRI khusus Kredit Bidang Pangan dan
Energi.
Yang terakhir menyangkut, masalah kelima adalah masih panjangnya mata rantai tata niaga
pertanian, sehingga menyebabkan petani tidak dapat menikmati harga yang lebih baik, karena
pedagang telah mengambil untung terlalu besar dari hasil penjualan.
Pada dasarnya komoditas pertanian itu memiliki beberapa sifat khusus, baik untuk hasil
pertanian itu sendiri, untuk sifat dari konsumen dan juga untuk sifat dari kegiatan usaha tani
tersebut, sehingga dalam melakukan kegiatan usaha tani diharapkan dapat dilakukan dengan
seefektif dan seefisien mungkin, dengan memanfaatkan lembaga pemasaran baik untuk
pengelolaan, pengangkutan, penyimpanan dan pengolahannya. Terlepas dari masalahmasalah tersebut, tentu saja sektor pertanian masih saja menjadi tumpuan harapan, tidak
hanya dalam upaya menjaga ketahanan pangan nasional tetapi juga dalam penyediaan
lapangan kerja, sumber pendapatan masyarakat dan penyumbang devisa bagi negara.
Istilah hidroponik (hydroponics) digunakan untuk menjelaskan tentang cara bercocok tanam
tanpa menggunakan tanah sebagai media tanamnya. Disini termasuk juga bercocok tanam di
dalam pot atau wadah lainnya yang menggunakan air atau bahan porous lainnya, seperti
pecahan genting, pasir kali, kerikil, maupun gabus putih. Penemu dari metode hidroponik ini
adalah DR. WF. Gericke. Beliau adalah seorang agronomis dari Universitas California, USA.
Saat itu beliau berhasil menanam tomat setinggi 3 meter yang penuh buah dan ditanam di
dalam bak yang berisi mineral hasil uji cobanya.
Berikut ini adalah kelebihan bercocok tanam dengan menggunakan sistem hidroponik:

Dapat dilakukan pada ruang / tempat yang terbatas dan higienis


Tanaman tumbuh lebih cepat dan penggunaan pupuk bisa lebih hemat
Lebih terjamin dan bebas dari serangga dan hawa penyakit
Produksi tanaman lebih tinggi dibanding dengan menggunakan media tanam tanah
biasa
Efisien dalam teknis perawatan dan peralatan yang digunakan
Kualitas tanaman yang dihasilkan lebih bagus dan tidak kotor

Adapun cara menanam hidroponik adalah sebagai berikut:


Pembibitan
Sangat disarankan untuk menggunakan bibit hibrida supaya mutu buah/sayur yang dihasilkan
cukup optimal
Penyemaian
Penyemeaian sistem hidroponik bisa menggunakan bak dari kayu atau plastik. Bak tersebut
berisi campuran pasir yang sudah diayak halus, sekam bakar, kompos dan pupuk kandang
dengan perbandingan 1:1:1:1. Semua bahan tersebut dicampur rata dan dimasukkan ke dalam
bak dengan ketinggian sekitar 7cm. Masukkan biji tanaman dengan jarak 1x1,5 cm. Tutup
tisue/karung/kain yang telah dibasahi supaya kondisi tetap lembab. Lakukan penyiraman
hanya pada saat media tanam mulai kelihatan kering. Buka penutup setelah biji berubah
menjadi kecambah. Pindahkan ke tempat penanaman yang lebih besar bila pada bibit telah
tumbuh minimal 2 lembar daun.
Persiapan media tanam
Syarat media tanam untuk hidroponik adalah mampu menyerap dan menghantarkan air, tidak
mudah busuk, tidak mempengaruhi pH, steril, dll. Media tanam yang bisa digunakan dapat
berupa gambut, sabut kelapa, sekam bakar, rockwool (serabut bebatuan). Kemudian isi
kantung plastik, polibag, pot plastik, karung plastik, atau bantalan plastik dengan media
tanam yang sudah disiapkan.
Pembuatan green house
bercocok tanam secara hidroponik mutlak membutuhkan green house. Green house bisa
dibuat
dari
rangka
besi,
rangka
bambu,
atau
rangka
kayu.
Green house ini bisa digunakan untuk menyimpan tanaman kita pada saat tahap persemaian
ataupun pada saat sudah dipindah ke media tanam yang lebih besar.
Pupuk
Karena media tanam pada sistem hidroponik hanya berfungsi sebagai pegangan akar dan
perantara larutan nutrisi, untuk mencukupi kebutuhan unsur hara makro dan mikro perlu
pemupukan
dalam
bentuk
larutan
yang
disiramkan
ke
media
tanam
Kebutuhan pupuk pada sistem hidroponik sama dengan kebutuhan pupuk pada penanaman
sistem konvensional.
Perawatan tanaman
Perawatan pada sistem hidropinik pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan perawatan pada
penanaman sistem konvensional seperti pemangkasan, pembersihan gulma, penyemprotan
pupuk daun, dll.

Anda mungkin juga menyukai