Anda di halaman 1dari 47

PENDAHULUAN

Bab ini menyediakan suatu perspektif alternatif

banyak dari model yang dapat

dipertimbangkan sampai sekarang yang terdapat pada buku ini. Seperti anda akan
lihat, terapi feminis menaruh jenis kelamin dan menggerakkannya pada proses
pengobatan. Hal ini didasarkan pada

pendapat yang mengatakan bahwa penting

untuk dipertimbangkan dalam kontek sosial dan konteks budaya yang berperan untuk
mengangkat persoalan seseorang dalam rangka memahami orang itu. ( Jerry Corey's)
pelatihan yang saya miliki tidak meliputi suatu perspektif dalam terapi feminis,
sebetulnya, suatu sisiem atau multicultural perspective- dimana sudah saya yakini
bahwa perspektif terapi feminis menawarkan suatu pendekatan unik pada pemahaman
peran kedua-duanya yaitu wanita dan pria dimasyarakatkan untuk menerima.
Perspektif ini juga mempunyai implikasi penting untuk pengembangan teori dan
untuk mengembangkan bagaimana praktisi campurtangan dengan populasi klien yang
berbeda-berbeda.
Suatu konsep utama pada terapi feminis adalah tekanan secara psikologis pada wanita
dan batasan yang memaksakan dengan status secara sociopolitical dimana wanita
telah diturunkan derajatnya. Kultur yang lebih dominan menguatkan kita pada
bersikap tunduk dan self-sacrificing kepribadian yang ada pada wanita. Sosialisasi
pada wanita yang tak bisa diacuhkan mempengaruhi pengembangan identitas mereka,
konsep pribadi, tujuan dan cita-cita, dan kesehatan emosional.
Mayoritas klien yang bekerja pada konsultasi wanita, dan mayoritas praktisi
psikoterapi di tingkatan guru adalah wanita. Seperti itu, kebutuhan akan suatu teori
hal itu selalu meningkat dari pemikiran dan ekspresi wanita terapi yang nampak
kepercayaan diri. Namun kebanyakan teori yang secara kebiasaan diajarkan
mencakup psikoanalisa, Adlerian Therapy, Gestalt Therapy, Behavior Therapy,
Reality Therapy, dan Person-Centered Therapy yang ditemukan oleh lelaki kulit putih
dari budaya Barat ( Amerika Atau Mengenai Eropa).
Terapis feminis sudah menantang asumsi yang berorientasi pada lelaki mengenai apa
yang mendasari suatu individu yang sehat dan mengangkat beberapa pertanyaan

kritis: Mengapa adalah wanita lebih sering mendiagnose dengan tekanan dibanding
dengan orang lain di masyarakat kita? Dapatkah teori yang dikembangkan oleh pria
kulit putih dari Kultur barat yang sewajarnya melayani kebutuhan klien wanita untuk
menasihati? Kebutuhan akan selera warna wanita? Dari yang lainnya

yang

mengalami marginalisasi dan tekanan di masyarakat kita?


Kultur meliputi sociopolitical yang menggambarkan tentang kenyataan dari
kehidupan masyarakat, mencakup bagaimana kelompok yang dominan yang
diistimewakan (Pria Kulit Putih) perlakukan mereka yang berbeda dari yang lainnya.
Pejuang hak wanita therapists psikoterapi percaya inextricably harus terus
ditiingkatkan. Di dalam diskusi multicultural konseling, lvey, D'Andrea, Ivey, dan
Simek-Morgan ( 2002) jalan ke luar untuk membantu praktek didasarkan pada satu
set asumsi budaya, dan mereka menghadapi tantangan pembatasan dan pertentangan
Euro sentris, konstruksi pria membantu proses. Ivey dan para rekan kerja nya percaya
bahwa pemahaman dan menantang penyimpangan pada pribadi kita sendiri dan sikap
etnosentris mungkin suatu langkah utama menuju menjadi penasihat secara cultural
yang berkompeten.
Awal terapis feminis memusat pada tekanan wanita-wanita dan terutama semata
mencerminkan pandangan dan pengalaman dari Wanita-Wanita kulit putih sebagian
besar kelas menengah. Modern Feminisme menekankan suatu pendekatan terintegrasi
yang meliputi suatu pemahaman berbagai tekanan, multicultural kesadaran, dan
multicultural kemampuan/ wewenang ( Beardsley, Besok, Castillo,& Weitzman,
1998).
Terapi feminis masa kini percaya bahwa jenis kelamin tidak bisa dipisahkan dari area
lain, identitas seperti ras, ethnicas, kelas, dan orientasi seksual.
Versi terapis feminis jaman ini dan multicultural mendekati pada suatu praktek
menasihati yang mempunyai sebagian besar common-both, dari pendekatan ini
menyediakan suatu perspektif sistematis berdasar pada pemahaman konteks perilaku
sosial. Both1Perspectives adalah berdasarkan asumsi perubahan sosial yang
merupakan suatu kunci untuk menyempurnakan perubahan individu. Bab ini

menggambarkan tentang alasam umum kerjasama dalam pendekatan oleh terapis


feminis dan multicultural pada clinical praktek.
Sejarah Dan Perkembangannya
Terapi feminis telah mengembang;kan suatu cara yang dilakukan orang desa, dalam
menjawab tantangan dan munculnya akan kebutuhan wanita (Brabeck&Brown,1997),
Secara individual tidak dapat dikenali siapa pendiri dari pendekatan ini, dan
sejarahnya secara relatif ringkas. Permulaan pejuang hak terapis feminis dapat diusut
kepada pergerakan wanita pada tahun 60-an, suatu waktu ketika wanita-wanita mulai
mempersatukan suara mereka untuk menyatakan ketidak puasan mereka dengan
pembatasan dan membatasi wanita dari peran wanita tradisional. Kelompok
Consciousness-Raising, di mana wanita-wanita datang bersama-sama untuk berbagi
persepsi dan pengalaman mereka, membantu wanita-wanita yang secara individu
menjadi sadar bahwa mereka bukan hanya pandangan mereka, Suatu perserikatan
wanita mengembangkan, dan sebagian dari jasa yang meningkat dari keinginan
wanita-wanita secara kolektif untuk meningkatkan masyarakat mencakup tempat
perlindungan untuk wanita-wanita yang disiksa, pusat krisis bagi wanita yang
diperkosa, dan kesehatan wanita-wanita dan pusat kesehatan reproduktif.
Kelompok Consciousness-Raising memiliki dampak penting pada wanitawanita, tetapi kelompok ini tidak mengarahkan untuk merubah secara psikoterapi
karena ia secara kebiasaan dilatih. Bantuan diri, bukannya secara " profesional"
bantuan, telah dipertimbangkan dengan gaya yang paling manjur untuk membantu
wanita-wanita untuk membebaskan diri dari; bebas dari batasan peran dan sikap
sebagai hasil sosialisasi awal mereka. Sebab hubungan dalam upaya pengobatan
sangatlah hirarkis, dengan kekuasaan yang dimiliki oleh terapis, psikoterapi telah
dipandang sebagai orang yang mempertahankan kekuasaanya pada suatu pemikiran
tententu. Perubahan pada psikoterapi terjadi hanya ketika wanita-wanita therapists
yang diikut sertakan consciousness-raising. kelompok dan telah diubah oleh
pengalaman mereka, terapi feminis yang dibentuk. Mereka menggolongkan terapi
tersebut

dari norma-norma yang sama sebagai consciousness-raising kelompok,

mencakup nonhierarchical struktur. pembagian sama sumber daya dan kekuasaan,

dan empowerment wanita-wanita yang bisa dicapai oleh praktek jalan dan
ketrampilan baru sedang berada dalam suatu lingkungan yang aman.
Prinsip terapi feminis juga mulai temukan cara mereka

dalam pekerjaan

dimana banyak wanita therapists dengan klien sedangan lakukan secara individu
dengan klien mereka. Percaya bahwa konseling pribadi adalah juga suatu alat sah
untuk mempengaruhi perubahan, mereka memandang therapy sebagai persekutuan
antara sesama. Sebagaiman therapists, menjadi sensitip kepada kekuatan dinamika
yang berpotensi merusak dalam berterapi, mereka mulai membangun kualitas dalam
proses terapi. Mereka mengambil cara berpendirian therapy yang diperlukan untuk
memindah dari kepercayaan pada suatu psychopathology perspektif intrapsikis (di
mana sumber suatu sakit ingatan atau ketidak bahagiaan perempuan berada di
dalamnya) pada suatu fokus atas pemahaman kekuatan mengenai penyakit pada kultur
yang merusak dan menghambat wanita.
Suatu riset pada penyimpangan jenis kelamin bermunculan pada tahun 1970,
yang membantu terapi feminis memiliki gagasan lebih lanjut, dan organisasi mulai
membantu perkembangan pengembangan terapi feminis. Antar lain adalah Asosiasi
untuk Wanita-Wanita Psikologi ( AWP) dan berbagai usaha oleh Asosiasi Psikologis
Amerika (APA), mencakup Gugus Tugas pada Penyimpangan Jenis kelamin Dan
Peran Jenis kelamin (APA, 1975), Divisi APA'S 35 ( Masyarakat untuk Psikologi
Wanita), dan APA'S ( 1979) Divisi 17 " Prinsip Mengenai pengobatan dan terapi
feminis," Yang menetapkan pengetahuan penasihat, sikap, dan ketrampilan yang
penting untuk secara efektif ditujukan pada isu gender dalam proses konseling. Dasar
Pengetahuan konseling meliputi hal-hal yang sangat erat hubungannya dengan
biologi, psikologis, dan isu sosial yang mempengaruhi wanita-wanita dan orang.
Sebagai tambahan, penasihat harus menguji sikap pribadi mereka sendiri tentang
penyimpangan jenis kelamin dan sexism untuk memahami berbagai macam tekanan
yang tidak mempengaruhi klien mereka.
Tahun 1980 telah ditandai oleh usaha untuk menggambarkan terapi feminis
sebagai suatu kesatuan dalam hak-hak yang harus dimiliki oleh wanita ( Enns, 1993),
dan therapy individu adalah paling sering mempraktekkan oleh format terapi femins
( Kaschak, 1981). Gilligan'S ( 1977, J 982) bekerja pada suara wanita-wanita yang
berbeda dan kesusilaan kepedulian dan pekerjaan Miller (1986) dan Sarjana Stone
Center pada

self-in-relation model (sekarang dikenal dengan sebutan model

"relational-cultural") tentang pengembangan wanita-wanita adalah berpengaruh pada


pengembangan suatu teori kepribadian pejuang hak wanita. Teori baru bermunculan
dalam rangka menghormati suatu hubungan dan kerjasama antar budaya dari wanitawanita yang berada dalam eksperimen ( Enns, 1991, 2000, 2004; Enns& Sinacore,
2001). Terapis femisis mulai untuk menguji hubungan teori terapi feminis ke sistem
psikoterapi tradisional, dan pengintegrasian dengan berbagai sistem yang berjalan
yang telah diusulkan. Usaha ini terutama sekali diarahkan kepada pengembangan
suatu psikoanalisa terapi feminis ( Chodorow, 1989; Lerner, 1988), pejuang hak
wanita familty therapy, dan karier konseling pejuang hak wanita .
Dengan ditandainya gerakan wanita pada tahun 1980 kelompok terapi feminis
yang telah mengubah secara dramatis, menjadi semakin berbeda seperti terpusat dan
terus meningkat pada permasalahan spesifik dan mengeluarkan seperti gambaran
badan, hubungan yang mengandung kutukan. kekacauan, dan hubungan seks antar
saudara dan penyalahgunaan seksual ( Enns, 1993), dan filosofi terapi feminis yang
memandu praktek therapy juga menjadi lebih berbeda. Enns ( 1993,2004; Enns&
Sinacore. 2001) dikenali empat filosofi terapi feminis kronis, yang adalah sering
diuraikan seperti "gelombang kedua" tentang feminisme: liberal, budaya, radikal, dan
feminisme orang sosialis. Filosofi ini sebagai suatu tujuan semua advokat activism
tetapi mempunyai pandangan berbeda pada sumber tekanan dan metoda yang paling
efektif mengakibatkan perubahan di masyarakat. Mereka terbaik dilihat sama ada
sepanjang suatu rangkaian dibanding/bukannya seperti cara berpendirian filosofis
yang terpisah. Praktisi menginterpretasikan ajaran dasar terapis feminis dengan jalan
berbeda tergantung pada filosofi terapi feminis sendiri yang mana mereka menyertai
dan berorientasi pada teoritis mereka sendiri.
Terapi feminis liberal memusatkan diri pada

membantu secara individu wanita-

wanita dengan mengalahkan batasan dan batas itu dari pola teladan sosialisasi mereka.
Terapi feminis liberal membantah bahwa persamaan kelayakan pada wanita, sebab
mereka mempunyai kemampuan dasar yang sama dasar sebagai manusia. Pejuang
hak wanita ini cenderung untuk percaya perbedaan antara wanita dan la ki-laki akan
jadi lebih sedikit meragukan seperti bekerja dan lingkungan sosial menjadi lebih biasbebas. Karena terapi feminis liberal, memiliki tujuan pada terapi utama meliputi

empowerment pribadi dari individu-individu wanita, martabat, pemenuhan diri, dan


persamaan.
Tekanan terapi feminis budaya berasal dari devaluasi masyarakat dari
kekuatan wanita-wanita. Mereka menekankan perbedaan antara wanita dan orang dan
percaya pada suatu solusi yang berada pada feminisasi atau kultur sedemikian
sehingga masyarakat menjadi lebih terpelihara, intuitif, hubungan, koperasi, dan
relational. Karena terapi feminis, tujuan terapi yang utama adalah perubahan bentuk
sosial melalui penuangan tentang nilai-nilai feminin (seperti kooperasi, azas
mengutamakan orang lain, dan hubungan) dalam suatu budaya.
Terapi femins radikal memusatkan pada tekanan wanita-wanita yang ditempelkan
patriliniet dan mencari untuk merubah masyarakat melalui kegiatannya. Terapi
dipandang sebagai suatu perusahaan politis dengan tujuan perubahan bentuk
masyarakat. Terapi femini radikal bekerja keras untuk mengidentifikasi dan
mempertanyakan orang banyak cara patriliniet mendominasi tiap-tiap area hidup yang
mencakup pekerjaan sehari-hari rumah tangga, ketenaga-kerjaan yang dibayar,
mengisyaratkan partnerships, kekerasan, dan orangtua. Tujuan utama adalah untuk
mengubah bentuk hubungan jenis kelamin, penjelmaan institusi bermasyarakat, dan
meningkatkan seksual wanita-wanita dan procreative menentukan nasib sendiri.
Terapi feminis sosialis berbagi dengan terapui feminis radikal yang bertujuan dari
perubahan bermasyarakat. Penekanan mereka berbeda, bagaimanapun, di dalam
mereka memusatkan pada berbagai tekanan dan solusi percaya ke permasalahan
masyarakat harus meliputi pertimbangan kelas, ras, ekonomi, kebangsaan, dan
sejarah. Terapi feminis sosialis membayar guna dapat bekerja, pendidikan, dan peran
keluarga mempengaruhi hidup mereka. Karena terapi feminis sosialis berpendapat
bahwa tujuan terapi yang utama adalah untuk mengubah bentuk hubungan sosial dan
institusi.
Di tahun terakhir, terapis feminis wanita kulit warna dan postmodern terapis
feminis sudah menemukan teori terapi feminis klasik yang kurang dan sudah
menawarkan perspektif teoritis baru yang berpusat pada isu atau keaneka ragaman,
kompleksitas sexism, dan centralas atau konteks social, pada pemahaman isu gender.

Pada tahun 1993 para psikolog yang memeluk suatu keanekaragaman perspektif
terapi feminis jumpa pada Konferensi nasional pada Pendidikan Dan Pelatihan pada
Praktek Terapi feminis. Mereka mencapai konsensus pada satu rangkaian tema dasar
mendaratkan praktek terapi feminis sebagai pendapat dasar, dengan begitu mengambil
suatu langkah penting ke arah pengintegrasian sejumlah perspektif terapi feminis
"gelombang ketiga"

ini tentang feminisme memeluk keanekaragaman dengan

pemasukan wanita-wanita kulit warna , homoseks wanita, dan postmodern dan


constructivist sudut pandang yang disertai oleh banyak generasi wanita-wanita
terbaru. Pengembangan baru pada feminisme. Juga meliputi perspektif internasional
dan global ( Enns & Sinacore, 2001). Mari kita menguji sebagian dari karakteristik
kunci berhubungan dengan masing-masing tentang terapi feminis gelombang ketiga.
Uraian ini didasarkan pada Enns dan Ikhtisar teori pejuang hak wanita Sinacore's.
Terapi feminis postmodern menyediakan suatu model untuk mengkritik suatu
nilai dari nilai tradisional dan terapi feminis, menujukan isu pada kenyataan yang
mendasar dan pengusulan berbagai kebenaran sebagai lawan kebenaran tunggal.
Pendekatan ini meminta perhatian pembatasan pengetahuan dan kemungkinan keliru
"knowers." Lain tema kunci meliputi kecenderungan untuk terlibat dalam pemikiran
etnosentris, salah paham kenyataan, dan menggambar penyamarataan salah tentang
pengalaman manusia. Polaritas seperti masculine-feminine adalah deconstructed,
yang melibatkan suatu analisa bagaimana kontruksi itu dibangun.
Terapis feminis wanita kulit warna percaya pentingnya teori terapi feminis
diluaskan dan dibuat lebih inklusif. Wanita kulit warna sudah mengkritik beberapa
terapis feminis waniy\ta putih yang overgeneralize pengalaman yang dialami dari
semua wanita-wanita. Wanita kulit warna menunjuk bahwa mereka tidak hanya harus
berhadapan dengan diskriminasi jenis kelamin tetapi dengan tekanan atas dasar ras,
ethnicas, dan kelas. Mereka menghadapi tantangan teori terapi feminis untuk meliputi
suatu

analisa

berbagai

tekanan

dalam

suatu

penilaian

mengakses

untuk

mengistimewakan dan menggerakkan, dan untuk menekankan activism.


Terapi feminis homoseks berbagi penggunaan komponen sama dengan aspek
banyak orang tentang feminisme radikal. Kedua perspektif memandang tekanan
wanita-wanita dihubungkan dengan gambaran wanita-wanita sexualized. Homoseks
wanita yang menggambarkan diri mereka sebagai pejuang hak wanita kadang-kadang
menyebut dirinya sebagi pejuang heterosexual hak wanita yang tidak memahami

diskriminasi berdasar pada orientasi seksual. Heterosexism membantu perkembangan


nilai hubungan laki-perempuan sebagai pondasi bagi masyarakat; hubungan sesama
jenis tidaklah dihargai sebagai hubungan yang sehat. Homoseks wanita kulit warna
sering harus berhadapan dengan berbagai format discrimination untuk menjadi
homoseks wanita, wanita-wanita, dan warna perorangan. Perspektif ini meminta teori
terapi feminis untuk meliputi suatu analisa berbagai identitas dan hubungan mereka
ke tekanan dan untuk mengenali keaneka ragaman yang ada antar homoseks wanita.
Terapi feminis internasional mengambil suatu perspektif di seluruh dunia dan
mencari untuk memahami tatacara di mana rasisme, sexism, ekonomi, dan classis
mempengaruhi wanita-wanita di negara-negara yang berbeda. Pejuang hak wanita
barat, mereka ditantang untuk mengenali etnosentris dan meniru-niru wanita-wanita
yang berbeda bagian dari dunia itu. Terpi feminis global berasumsi bahwa hidup
perempuan masing-masing di bawah sistem tekanan unik. Walaupun mereka
menghormati bidang keaneka ragaman antar wanita-wanita, mereka lihat suatu
kebutuhan untuk menunjuk perbedaan budaya yang secara langsung berperan untuk
tekanan wanita-wanita.
Itu jelas bahwa tidak ada satupun teori pejuang hak wanita yang dipersatukan.
Melainkan, berbagai teori pejuang hak wanita menyediakan bidang yang berbeda
tetapi overlap perspektif ( Enns& Sinacore, 2001) dan mencoba untuk menjawab
pertanyaan seperti ini: "Mengapa wanita-wanita dan lelaki pemegang kekuasaan
berbeda-beda pada satu waktu dan tempat?" "menurut sejarah, mengapa mempunyai
pengetahuan yang dikumpulkan oleh dan untuk orang dan sering juga mengeluarkan
wanita-wanita?" " Bagaimana mungkin wanita-wanita dan lelaki alamat terbaik
permasalahan ini dan mencapai persamaan?" Terapis feminis akan melanjut untuk
bekerja untuk mengintegrasikan tema yang berlainan tentang dekade yang lampau ke
dalam suatu teori kompak dan untuk menggambarkan prinsip dan praktek yang
mempersatukan

berbagai pendekatan ke terapi feminis. Menurut Enns (1993),

feminisme harus " mencari-cari saldo antara menilai keaneka ragaman antara wanitawanita, self-discovery, dan menentukan nasib sendiri selagi memelihara beberapa
kerangka umum yang memusat pada perubahan bentuk masyarakat yang kolektif"
(p.48). Yang seperti dapat siap untuk dilihat, terapi feminis secara terus menerus
pengembangan dan kedewasaan. Dengan keaneka ragaman filosofi, dan fakta bahwa
tidak ada definisi terapi feminis yang di-set therapy, siapa sebenaranya terapis

feminis? Banyak therapists, baik pria maupun wanita, mendukung yang secara ideal
untuk pergerakan terapi feminis Bagaimanapun. jika mereka tidak menyertakan
metoda terapi feminis di dalam praktek mereka, mereka bukanlah pejuang hak wanita
therapists (Brown, 1992). Terapis feminis gender percaya bahwa pusat
mengobati, suatu permasalahan klien memerlukan

praktek

suatu adopsi socio perspektif

budaya, dan empowerment individu dan perubahan masyarakat merupakan tujuan


utama di dalam terapi. Terapis feminis menyadari bahwa ethnicas, orientasi seksual,
dan kelas juga mungkin faktor lain yang lebih penting yang dapat menciptakan situasi
dan perubahan situasi untuk banyak wanita ( Pam Remer, Personal c ommunicayion,
April 15,2002).
Konsep kunci
Pandangan Alami Manusia
Pandangan para feminis adalah satu gagasan fundamental yang memebedakan teori
feminis dari kebanyakan model terapi lainnya. Banyak teori tradisional yang
berkembang dari suatu periode histories dimana pengaturan sosialnya yang dianggap
turunan dalam sifat biologi seseorang adalah berdasarkan Gender. Dalam teori
tradisional, Wanita dan pria dipandang sebagai mahluk yang memiliki karakteristik
personal yang berbeda. Dan sudah menjadi asumsi bahwa karena secara biologis
gender yang berbeda, maka pria dan wanita akan mengejar tujuan hidup yang berbeda
pula. Worel dan Remer (2003) menggambarkan enam karakter teori tradisional yang
mencerminkan asumsi yang sudah usang mengenai peran Gender dalam perilaku:
Sebuah teori androcentric menggunakan konstruksi-konstruksi orientasi lelaki
untuk menarik kesimpulan mengenai manusia.
Teori Gendercentric mengajukan dua jalur pengembangan yang terpisah
antara pria dan wanita.
Teori Ethnocentric menganggap bahwa fakta yang mempetahankan
perkembangan manusia dan interaksi adalah sama disemua budaya , ras, dan
bangsa.
Pandangan heteroseksis memandang bahwa orientasi heteroseksual sebagai
norma dan kesiapan hasrat serta penurunan hubungan seks yang sama.

Orientasi Intrashiptik mensifatkan sebab-sebab perilaku intrasychic, yang


sering menghasilkan sifat menyalahkan sang korban.
Determinisme menganggap bahwa kehadiran pola personal dan perilaku
terpaku pada sebuah tingkat perkembangan.
Pada tingkatan teori tradisional yang mengandung prasangka miring, biasanya
memiliki batasan yang jelas bagi wanita dan anggota kelompok tingkatan bawah
ketika teori ini menjadi acuannya.
Worel dan Remel 2003, menggambarkan konstruksi teori feminis sebagai
keadilan Gender, gabungan budaya yang flekisbel, senantiasa berinteraksi, dan
berorientasi pada rentang kehidupan. Teori keadilan Gender menjelaskan perilaku
antara wanita dan pria dalam istilah proses-proses sosialisasi bukan dalam istilah
kodrat kita sebagai manusia. Teori ini menghindari stereotype dalam perilaku peran
sosial dan perilaku interpersonal.

Teori gabungan budaya yang fleksibel

menggunakan konsep dan strategi yang mengaplikasikan keseimbangan manusia baik


kelompok maupun individu berdasar atas usia, ras, budaya, gender, kemampuan, kelas
atau orientasi seksual. Teori interaksi mengandung konsep yang spesifik terhadap
pemikiran, perasaan, dan dimensi perilaku pengalaman manusia serta menilai faktorfaktor lingkungan dan kontekstual. Pandangan orentasi rentang kehidupan
menganggap bahwa perkembangan manusia adalah suatu proses jangka panjang dan
bahwa perubahan perilaku dan pola kepribadian dapat terjadi kapanpun semenjak usia
dini.
Pandangan kaum feminis atas perkembangan kepribadian
Para ahli terapi feminis menekankan bahwa eskpektasi peran gender mempengaruhi
indentitas seseorang dari saat lahir sampai betul-betul menjadi dewasa. Dikarenakan
politik Gender berasal dari masyarakat amerika, maka mereka mempengaruhi cara
kita memandang diri kita sendiri sebagai pria atau wanita melalui pengalaman
kehidupan. anak perempuan secara khas diharapkan untuk bersifat manis, sensitive,
lemah lembut, sementara anak lelaki diharapkan untuk menjadi kuat, berani dan
tegar. (Prochaska dan Norcross ,2003)

Chodorow (1979,1989) telah memberikan teori bahwa perbedaan psikologi


antara pria dan wanita adalah karena fakta bahwa wanita adalah pengurus utama
semenjak bayi lahir. Identitas anak perempuan berdasar atas indera keberlanjutan
hubungan dalam hubungannya dengan ibu, yang mana anak laki-laki mendefinisikan
dirinya sebagai orang yang berbeda dengan ibunya dan dengan mengembangkan
identifikasi mereka dengan ayahnya. Anak perempuan mempelajari hal-hal dari
ibunya untuk lebih akrab pada orang lain dan cenderung mengasuh serta menjunjung
tinggi kebersamaan dan mengasihi satu sama lain. Pada saat yang sama anak
perempuan belajar dengan meniru ibunya sambil mengorbankan keinginannya sendiri
demi melayani keluarga, anak perempuan mengurangi kapasitas mereka untuk lebih
mandiri dan bebas. Anak laki-laki meniru sifat agresif, pencarian jati diri pria dan
mengurangi kapasitas mereka untuk mengekspresikan rasa empathy, dan emosi-emosi
tertentu.
Dengan mengetahui bahwa teori perkembangan manusia sebagian besar
berdasar atas riset pada anak laki-laki dan pria, Gillian (1977) menjalankan sebuah
penelitian yang melibatkan seri-seri penelitian atas moral wanita dan perkembangan
psikososialnya. Sebagai hasil dari kerjanya, Gilligan meyakini indra wanita mengenai
diri dan moralitas adalah berdasar atas gagasan tentang tanggung jawab dan peduli
terhadap orang lain serta tekumpul dalam konteks budaya. Dia menetapkan bahwa
konsep keterikatan dan ketergantunganyang diabaikan dalam teori perkembangan
priaadalah pusat perkembangan wanita. Menurut Gilligan (1982), wanita cenderung
untuk menjalin hubungan sementara pria cenderung untuk memisahkan diri. Pada
beberapa tahun berikutnya Gilligan melanjutkan kerjanya untuk menjelajahi krisis
yang dihadapi oleh gadis remaja wanita. Dia menambahkan bahwa sangat sulit bagi
wanita untuk menjaga kepekaan mereka akan identitas dan suara batin mereka yang
apabila mereka mencoba menyuarakannya maka mereka khawatir akan memutuskan
hubungan dengan orang sekitar yang pada saat itu tidak menghargai kebutuhan
hubungan dan segala keinginan mereka, Gillian juga prihatin pada penelitian itu, dia
menemukan bahwa sifat peduli dan sabar, yang mendefinisikan kebaikan sebagai
sifat wanita, terlihat berkurang pada perkembangan moral remaja perempuan dan
bahwa peran merawat dan peduli pada orang lain menurun dibanding dengan
keinginan dan kebebasan.

Kebanyakan dari pertumbuhan manusia dan perkembangannya menekankan


perjuangan kearah kebebasan dan kemandirian, akan tetapi kaum feminis menemukan
bahwa wanita mencari suatu jalinan hubungan dengan orang lain. Dalam terapi kaum
feminis kualitas hubungan wanita terlihat sebagai kekuatan dan sebagai jalan menuju
pertumbuhan dan perkembangan yang sehat sebagai ganti dari indentifikasi
kelemahan atau kecacatan.
Cendikiawan pelopor teori hubungan manusia telah menggabungkan peranan
yang amat vital yang mana hubungan dan relasi dengan orang lain memainkan peran
amat penting bagi kehidupan wanita. (Jordan,Miller, stiver, surrey). Para cendikiawan
ini menganggap bahwa kepekaan wanita mengenai identitas dan konsep diri
berkembang dalam konsep hubungan. Surey (1991), seperti Chodorow, meyakini rasa
kebersamaan dan emphati yang diberikan oleh sang ibu merupakan model yang amat
penting bagi hubungan lainnya, termasuk hubungan terapi. Sebagaimana yang akan
anda lihat, banyak teknik terapi kaum feminis dipupuk dengan rasa kebersamaan,
kapasitas hubungan, dan pertumbuhan hubungan.
Sandra Bem (198,1983,1993) Teori skema Gender mendukung pandangan lain
perkembangan wanita. Menurut Bem (1981), anak-anak mempelajari pandangan
masyarakat mengenai Gender dan menerapkannya pada diri mereka sendiri. Skema
gender ini merupakan sebuah model terorganisir mengenai asosiasi mental yang
digunakan oleh banyak orang untuk menterjemahkan apa yang mereka lihat.
Misalnya, mereka mempelajari bagaimana anak perempuan berdandan tetapi anak
lelaki tidak, gadis yang ramping dan anak lelaki yang tinggi adalah menarik, serta
perilaku lainnya yang diinginkan oleh anak perempuan dianggap sebagai feminim
dan bagi pria maskullin. Bem (1993) berargumen bahwa skema gender adalah satu
dari desain persepsi yang paling kuat yang kita gunakan disaat melihat sebuah
masyarakat dan tempat kita didalamnya dan bahwa skema gender yang mendarah
daging pada masyarakat amerika amat terbatas pada kedua gender tersebut.
Kaschak (1992) menggunakan istilah endangered Lives (ancaman kehidupan)
untuk mendeskripsikan keyakinanya bahwa gender merupakan pengorganisasian
prinsip dalam kehidupan masyarakat. Dia telah meneliti gender memainkan peranan
dalam membentuk identitas wanita dan pria serta meyakini maskulin berbeda dengan
feminine. Misalnya pria mencurahkan focus perhatiannya pada tubuh wanita,

penampilan wanita menjadi sesuatu yang amat penting bagi masyarakat barat. Pria
merupakan kelompok yang dominant, membedakan peran yang pria mainkan
diharapkan tidak untuk mengontrol pemicu seksual mereka akan tetapi wanita
memicu daya seks pria. Karena wanita menempati posisi sebagai bawahan, mereka
harus sangup untuk memahami kebutuhan dan perilaku kelompok dominant. Untuk
tujuan tersebut, wanita telah mengembangkan intuisi wanita dan termasuk dalam
skema gender mereka sebuah keyakinan internal bahwa wanita kurang begitu penting
dibandingkan dengan pria. Peran wanita adalah termasuk melayani orang lain dan
mengantisipasi kebutuhan orang lain, sehingga wanita dilabeli sikap pasif ,
bergantung, dan kurang inisiatif.
Meskipun penelitian terbaru berfokus pada perkembangan wanita, teori
hubungan budaya dan pandangan feminis lainya telah diperluas termasuk juga pada
Pria. Para peneliti dari kaum feminis telah mendemonstrasikan bahwa disaat semua
perkembangan manusia dilihat dari kaca mata gender pria, kualitas penting baik pria
maupun wanita terabaikan. Melalui kerja yang dilakukan oleh Gilligan , Miller, dan
yang lainnya, kita mendapatkan model baru mengenai perkembangan untuk
memahami wanita dan perspektif baru yang mengenali baik pria maupun wanita telah
diberi label dan dipahami secara salah.
Kaum terapi feminis mengingatkan kita bahwa stereotypes gender tradisional
mengenai wanita masih melekat dalam budaya kita. Kaum feminis mengajarkan klien
mereka bahwa penerimaan secara bulat peran budaya tradisional dapat membatasi
kebebasan wanita yang dengannya menghambat keinginan dan cita-cita wanita itu
sendiri. Saat ini pria dan wanita amat sedikit perbedaannya. Wanita dan pria dalam
terapi mempelajari bahwa jika mereka memilih, mereka dapat mengalami cirri
perilaku bersama seperti menerima diri mereka sebagai orang yang independent atau
dependen pada waktu yang berbeda, menjadi interdependen, memberi pada yang lain
dan terbuka untuk menerima, berfikir dan merasa, serta menjadi lembut juga tegar.
Dari pada menutup diri pada satu tipe perilaku, pria dan wanita yang menolak peran
budaya tradisional akan mengatakan bahwa mereka ingin mengekspresikan jangkauan
yang kompleks menenai karakter yang sesuai untuk situasi yang berbeda dan bahwa
mereka terbuka bagi

Ringkasan
Chodorow

(1989)

bekerja

pada

pengembangan

indentitas,

Gilligan

(1977,1982)meneliti moral wanita dan perkembangan psikososial, teori budaya


hubungan, teori skema gender, bayangan kehidupan yang terancam (endangered live),
dan izin untuk menantang stereotype gender yang semuanya telah dikontribusikan
bagi pemahaman kita mengenai pengembangan wanita. Menurut Lerman (1986),
semua pendekatan ini memandang wanita dalam sebuah cahaya positif, memunculkan
pengalaman wanita, merangkum keberagaman dan kompleksitas kehidupan wanita,
hadir pada cara yang mana perbedaan mempengaruhi struktur diri, mengenali
hubungan antara dunia internal dan eksternal, serta memperkenalkan politik dan sosial
wanita. Masing-masingnya

telah membuat sebuah kontribusi dan telah memiliki

suatu dampak pada praktek terapi kaum feminis. Karakteristik umum ini membuat
para praktisi dapat memperkirakan kecukupan teori kepribadian apapun yang mereka
pakai.
Prinsip psikologi feminis
Sejumlah penulis dari kaum feminis telah mengartikulasikan prinsip-prinsip inti yang
membentuk landasan praktis bagi terapi kaum feminis. Prinsip ini berinterelasi dan
memiliki lompatan yang lumayan besar.
1. pribadi adalah bersifat politik. Masalahh yang dihadapi oleh seorang client
individu memiliki akar sosial dan politk. Tujuan dari terapi kaum feminis
adalah tidak hanya untuk perubahan sosial akan tetapi juga untuk perubahan
masyarakat. kaum feminis memandang keberadaan praktek terapinya adalah
tidak hanya untuk membantu klien individu untuk bertahan akan tetapi juga
sebagai strategi untuk merubah masyarakat. Tindakan langsung untuk
perubahan sosial merupakan bagian dari tanggung jawabnya sebagai ahli
terapi. Penting juga bagi para wanita yang menjalani terapi inibaik klien
maupun sang therapistmengetahui bahwa mereka menderita penindasan
sebagai kelompok bawah dan mereka dapat bergabung dengan wanita lainnya
untuk memperbaiki kesalahan ini. Menindentifikasikan sumber masalah yang
datangnya dari luar sering memberi hasil berupa kemarahan, dan hal ini akan
mempersulit serta memerlukan banyak energi dalam melakukan perubahan.

Jika lingkungan merupakan sumber penyakitnya, maka aspek-asperk yang


meracuni lingkungan itulah yang harus dirubah sehingga perubahan individu
pun dapat terjadi. Tujuannya adalah untuk meningkatkan suatu padangan yang
berbeda dalam organisasi masyarakat yang membebaskan wanita dan pria dari
tekanan yang dipaksakan oleh ekspektasi peran gender.
2. pribadi dan identitas sosial adalah interdependen (saling tergantung) Para
klien akan sangat memahami konteks dari lingungan sosial budaya mereka
sendiri. Interdependensi antara pribadi dan identitas sosial merupakan
kendaraan utama untuk mengintegrasikan (menyatukan) keberagaman dalam
terapi kaum feminis. Ndividu-individu memiliki keanggotaan dalam
interdependensi kelompok sosial yang terstruktur dengan adanya norma,
orang-orang yang menempati beberpa lokasi sosial yang berbeda misalnya
gender, etnis,ras, kelas sosial, orientasi seksual, usia, dan kemampuan fisik
serta karakteristik dalam matrix ini.

Terapi kaum feminis ini adalah untuk

membantu banyak individu membuat perubahan yang akan membebaskan


semua anggota masyarakat dari stereotype, marjinalisasi, dan tekanan.
Sumbera tekanan yang berbeda, tidak sesederhana gender, yang teridentifikasi
dan secara interaktif digali sebagai suatu landasan untuk memahami
keprihatinan sang klien dalam terapi. Dengan memetakan gagasan klien dalam
suatu konteks cultural memnuntun pada pemberdayaan, yang akan disadari
hanya melalui perubahan sosial(Worel dan Remel 2003). Tujuan akhirnya
adalah untuk mengintervensi dengan cara-cara yang menghasilkan perubahan
dalam lingkungan sosial politis (Remer, Rotoski dan Wright 2001).
3. definisi dari distress (kesengsaraan) dan penyakit mental terformulasikan.
Terapi kaum feminis menolak model penyakit mental. Sebagai gantinya,
terapi kaum feminis mempertimbangkan faktor intrafisik dan personal sebagai
satu-satunya penjelasan bagi penyakit yang membawa pengaruh bagi
seseorang untuk ikut dalam terapi. Faktor eksternal juga sangat berpengaruh.
Penderitaaan psikologi tersusun, tidak ahanya sebaai penyakit akan tetapi
sebagai sistem komunikasi yang tidak adil. Rasa sakit didefinisikan tidak
hanya sebagai bukti kerusakan atau kerugian tetapi sebagai bukti dari
ketahanan dan niat untuk bertahan (Worel dan Johnson 1997). Perlawanan
silihat dari indikator bahwa seseorang itu sanggup untuk tetap hidup dan tegar

dalam fase tekanan. (Brown 1994). Terlebih lagi dengan menimbang konteks
variabel, gejala tersusun sebagai strategi bertahan hidup. Respon wanita
terhadap lingkungan yang berpenyakit tidak lah dipandang sebagai gejala akan
tetapi hanyalah sebagai strategi kreatif untuk mengatasi tekanan masyarakat
(Worrel dan Remel,2003). Akhirnya Enns (1993) membuat poin penting yang
mencoba untuk mengidentifikasi sumber penyakit dan untuk mengekspresikan
rasa sakit yan memang sangat penting bagi proses penyembuhan. Enns
menyarankan bahwa belajar untuk mengekspresikan secara langsung rasa sakit
internal ini (dan rasa marah, duka, dan sedih) mewakili suatu aspek mendasar
penyembuhan kerena hal ini membuat klien sangggup secara produktif
mengarahkan kembali emosi yang mereka telah sisipkan atau telan.
4. terapi kaum feminis menggunakan sebuah analisa gabungan mengenai
tekanan. Gender merupakan pertimbangan penting dalam terapi kaum feminis,
baik dalam istilah tekanan maupun perbedaan yang dapat mempengaruhi
pemahaman seseorang (Hill dan Rothblum 1996). Para ahli terapi feminis
menganggap bahwa baik pria maupun wanita dipengaruhi oleh budaya sejak
lahir yang mana jenis kelamin merupakan hak seseorang yang dibedakan. Pria
yang belajar kalau sifat mudah tersingung itu merupakan sutau kelemahan
akan memiliki kesulitan dalam mengekspresikan emosi didalam dan diluar
hubungan terapi. Wanita yang telah mempelajari kalau mereka harus
menomorduakan keinginan mereka demi kepedulian kelarga akan memiliki
kesulitan dalam mengidentifikasi dan menghargai apa yang akan dihasilkan
dari terapi ini. Sang ahli terapi nya pun juga memiliki suatu gender, dan
persepsi sang ahli terapi pun akan selalu disaring melalui kaca mata
pengalamannya sendiri, yang tentu akan sangat berbeda dengan pengalaman
sang klien. Meskipun gender ditekankan, para ahli terapi feminis mengenali
bahwa semua bentuk tekanan sangat mempengaruhi keyakinan pilihan, dan
persepsi , dan mereka tetap setia untuk bekerja melawan tekanan pada basis
ras, ethnic, kelas, budaya, kepercayaan agama, pengaruh atau orientasi
seksual, usia, dan kemampuan fisik serta karakteristik. Demikian, kaum
feminis menantang semua bentuk tekanan, tidak hanya takanan terhadap
wabita, (worrel dan remer 2003).

5. hubunngan konseling adalah egaliter. Perhatian terhadap kekuatan merupakan


pusat dalam terapi kaum feminis, dan hubungan terapi nya juga egaliter. Klien
diasumsikan untuk menjadi ahli mengenai seluk beluk dirinya sendiri. Worrel
dan remel 2003. dan suara tekanan diketahui sebagai sumber yang berharga
bagi pengetahuan (Worrel dan Johnson 1997). Hubungan terapi merupakan
proses kolaborasi yang mana Klien dipandang aktif berpartisipasi dalam
mendefinisikan ulang dirinya. Mencari cara untuk berbagi kekuatan dengan
klien dan untuk tidak menimbulkan tanda Tanya terhadap terapi ini amat
penting Karen terapi kaum feminis ini meyakini semua hubungan harus
mendukung kesamaan, atau lebih baik, saling timbale balik (suatu kondisi
koneksi otentik antara klien dan ahli terapis). Elemen esensial lainnya bagi
suatu hubungan egaliter adalah pendekatan diri sang ahli terapi jika
diperlukan, otentisitas sang ahli terapi dan kehadirannya dengan klien, dan
klien menginformasikan persetujuannya.
6. sudut pandang wanita dinilai. Susut pandang wanita dipandang merupakan
inti dalam memahami keresahan mereka. Terapi tradisional yang beroperasi
pada norma androsentrik membandingkan wanita melalui norma lelaki dan
menemukan penyimpangan darinya. Banyak dari teori psikologi dan penelitian
yangcenderung untuk mengkonseptualisasikan wanita dan pria dengan cara
polarisasi, memaksa pria dan wanita berpisah dalam pengalamannya sebagai
manusia (Bem,1993). Masyarakat kita telah cenderung untuk mengganti sifat
patriarki kebenaran objective dengan kesadaran feminis, yang mengenalkan
beragamnya

cara

mengenal.

Wanita

dipupuk

keberaniannya

untuk

mengekspresikan emosi mereka dan intuisi mereka serta untuk menggunakan


pengalaman personal mereka sebagai batu loncatan untuk menentukan apa itu
kenyataan.
Teori dari terapi kaum feminis berevolusi dari dan mencerminkan pengalaman hidup
yang muncul dari hubungan diantara para peserta. Pengalaman wanita termasuk
sejumlah fenimena yang berdasarkan gender misalnya pemerkosaan, serangan
seksual, pelecehan seksual, pelecehan seks anak-anak, kelainan makan, dan
penganiayaan domestic. Terapi kaum feminis sangat peka dan hadir untuk fenomena
ini.(Moradi, Fischer, Hill, jome dan Blum 2000).

PROSES TERAPI
Tujuan dari terapi
Lima tujuan terapi kaum feminis telah di ajukan oleh Enn (2004): kesamaan,
kebebasan yang seimbang dan ketergantungan, pemberdayaan, pemeliharaan diri, dan
menilai keragaman. Tetapi tujuan akhir dari terapi feminis adalah untuk menciptakan
suatu masyarakat dimana pandangan mengenai jenis kelamin dan bentuk diskriminasi
lainnya serta tekanan lainnya hilang

(Worrel dan Remel 2003). Terapi feminis

berjuang demi perubahan, baik bagi si individu klien dan masyarakat keseluruhan.
Pada tingkat individu terapi feminis berusaha untuk membantu pria dan wanita
mengenali, mengakui dan mendapatkan kekuatan personal mereka sendiri. Melalui
pemberdayaan ini klien diharapkan untuk dapat membebaskan dirinya dari tekanan
sosialisasi peran gender dan untuk menantang tekanan yang ada. Para ahli terapi
membantu klien untuk menjadi interdependen, kuat, tabah dan mempercayai diri
sendiri dan orang lain. Klien wanita sering dibantu untuk berfikir ulang mengenai
hubungan dirinya dan tubuhnya. Dengan mnguji pengaruh yang membinasakan dari
harapan masyarakat yang bersifat tidak realistis yangdisampaikan oleh media, wanita
dapat menyerahkan sedikit

kepentingannya terhadap penampilan dan lebih

memfokuskan diri pada menyenangkan diri mereka sendiri dari pada mengikuti
idealisme masyarakat.
Terapi kaum feminis adalah merupakan sebuah perusahaan politik. Tujuannya
dalah untuk mengganti patriarki yang ada sekarang dengan sebuah kesadaran feminis,
menciptakan sebuah masyarakat yang hubungan relasinya adalah interdependen,
bekerja sama, dan saling dukung mendukung. Para ahli terapi bekerja untuk
membantu pria dan wanita mengenali bagaimana mereka mendedinisikan diri mereka
sendir dan cara mereka berhubungan dengan orang lain yang yang tak bisa dipungkiri
lagi dipengaruhi oleh harapan peran gender. meskipun bebrapa langkah sedang
diambil untuk merubah kelembagaan paham jenis kelamin dan bentuk lain dari
tekanan, masih saja ada banyak contoh mengenai ketidak seimbangan antara wanita
dan pria dan antara masyarakat dari yang dominant dan kelompok yang nomor dua
dalam hal misalnya promosi jabatan dan besarnya gaji. Demikianlah hal yang lebih
dari penyesuaian adalah tujuan akhirnya.

Arti penting dari pribadi adalah bersifat politik adalah bahwa wanita bekajar untuk
bebas tidak hanya bagi dirinya akan tetapi dari semua orang, dari semua tekanan dan
stereotype. Menurut worel dan Remer (2003), terapi kaum feminis membantu klien :
menjadi peka terhadap proses sosialisasi peran gendernya sendiri
mengidentifikasikan pesan internal mereka dan menggantinya dengan
keyakinan yang lebih kuat.
Memahami bahwa kayakinan masyarakan mengenai jenis kelamin dan
prakteknya mempengaruhi mereka dalam cara-cara yang negative.
Mendapatkan ketrampilan untuk membawa perubahan dalam lingkungan
merestruktur ulang untuk menyingkirkan mereka dari praktek-praktek
discriminasi.
Mengembangkan perilaku yang bebas
Mengevaluasi dampak faktor sosial pada hidup mereka
Mengembangkan kepakaan personal dan sosial
Mengenali kekuatan hubungan dan keterkaitan
Mempercayai intuisi mereka sendiri dan intuisi mereka
Kaum feminis juga bekerja kearah menterjemahkan kesehatan mental wanita. Tujuan
mereka adalah untuk meemtakan pengalaman penyakit wanita dan untuk megubah
masyarakat sehingga suara wanita dihargai dan kualitas hubungan wanita bernilai.
Pengalaman wanita diuji tanpa kesamaran nilai patriarki, dan ketrampilan hidup
wanita serta pencapaian ilmu.

Peran dan Fungsi Ahli terapi


Terapi feminis berada pada sejumlah asumsi pilosofis yang dapat diaplikasikan
kepada orientasi terori yang beragam. Setiap teori dapat dievaluasi melawan criteria
keseimbangan menjadi Gender, multi kultural yang fleksibel, interaksionis, dan
berorientasi sapanjang hayat. Peran sang ahli terapi dan fungsinya akan bervariasi
bagi beberapa perluasan bergantung pada teori apa yang dikombinasikan denhan
prinsip dan konsep feminis. Dalam buku pendekatan kasus terhadap konseling dan

psikoterapi (corey 2005, bab10) lima perbedaan terapi feminis mendomonstrasikan


suatu variasi intervensi feminis dalam kerja mereka dengan Ruth. Mereka juga
mengkonseptualisasikan kasus Ruth dari sudut pandang terapi kaun feminis.
Seorang ahli terapi mengenai orientasi lainnya yang menyatukan prisnsiprinsip dan praktek-praktek kaum feminis tidaklah sama sebagai suatu terapi kaum
feminis. Terapi kaum feminis mengintegrasikan paham feminisme kedalam
pendekatan terapi dan kedalam hidup mereka. Keykinan mereka dan tindakan mereka
dan juga kepribadian serta kehidupan professional mereka juga kongruen. Mereka
menggunakan gender dan kekuatan analisa untuk memahami klien dan perhatiannya,
dan mereka setia untuk memonitor distorsi dan kesamaran yang terjadi pada diri
mereka sendiri , terutama dalam dimensi cultural dan sosial yang dialami oleh sang
wanita itu. terapi kaum feminis juga selalu memahami tekanan dalam segala
bentuknyaseksime, rasisme, heteroseksismedan mereka menimbang dampak
tekanan dan diskriminasi pada psikologi manusia. Mereka menilai secara emosional
kline mereka, mau membagi diri mereka sendiri selama jam-jam terapi, meniru model
perilaku, dan selalu sadar akan peningkatan proses dirinya sendiri. Akhirnya
meskipun terapi kaum feminis menggunakan teknik dan strategi dari orientasi teori
lain,mereka tetap unik dalam asumsi feminis yang mereka pegang.
Kaum feminis membagi landasan umum dengan ahli terapi eksistesial yang
menekankan terapi sebagai suatu perjalanan yang dapat dibagisatu bahwa hidup
berubah bagi sang klien dan ahli terapinya. Ahli terapi dari kaum feminis memegang
banyak kepercayaan umumnya dengan kaum humanis atau ahli terapi yang terpusat,
mempercayai kemampuan klien untuk maju terus dalam sebuah tata laku positif dan
konstruktif. Mereka meyakini bahwa hubungan terapi haruslah non hierarki,
hubungan orang per orang, dan mereka bertujuan untuk membedayakan klien untuk
hidup sesuai dengan nilai mereka sendiri dan mengandalkan sebuah lokus control
internal (bukan eksternal atau societal) dalam menentukan apa yang benar bagi
mereka. Layaknya seorang ahli terapi yang terpusat, para ahli terapi dari kaum
feminis mengantarkan keaslian mereka dan mendukung empati timbale balik antara
klien dan ahli terapis.

Tidak seperti seorang ahli terapi yang terpusat, ahli terapi dari kaum feminis
tidak melihat hubungan terapi didalam dan diluar dirinya sebagai pembawa
perubahan. Dalam pandangannya, introspeksi, dan kepekaan dirinya siap beraksi. Dan
para ahli terapis dari kaum feminis bekerja untuk membebaskan pria dan wanita dari
peran yang melarang mereka merealisasikan potensi mereka. Terapi sang ahli tersebut
tidak boleh meniru ketidak seimbangan
kebergantungan klien mereka.

kekuatan societal dan mengadopsi

Baik sang klien maupun sang ahli terapinya

melaksanakan peran aktif dan seimbang, bekerja sama dalam meraih tujuan dan
prosedur. Melalui proses ini, sang ahli terapi menyingkapkan secara tepat. Dalam
buku Kode etik terapi kaum feminis (lembaga terapi kaum feminis, 2000) secara
langsung mengarahkan peran dan fungsi dari penyingkapan diri dan mencatatkan
kepentingan dengan menggunakan penyingkapan diri dengan tujuan dan pemisahan
ketertarikan sang klien. (Hal 39)
Pengalaman Klien dalam Terapi
Dalam proses terapi, klien adalah sebagai partisipan yang aktif.feminis terapis
berkomitmen untuk memastikan bahwa hal tersebut tidak akan menjad berbeda
situasinya apabila si wanita tetap pasif dan bergantung. Itu penting klien menceritakan
kisahnya dan mengutarakan pengalamnnya. Awalnya, klien memandang terapis untuk
menjawab atau menasehati. Sebagai terapis berfungsi mengembalikan tanggungjwab
kepada klien dan menghubungkan klien lebih dari sekedar manusia daripada seorang
ahli, klien melai percaya akan kemampuan dirinya. Seperti yang klien sadari
mereka benar-benar mengerti, mulai memahami perasaannya, termasuk amarah dan
emosi-emosi lain yang tidak semestinya yang harus mereka pelajari untuk mereka
sangkal.
Terapis wanita mungkin berbagi beberapa pengalaman mereka dalam
menentang tuntutan dan tekanan peran gender, sebagai penganalisis stereotip peran
gender. Sebagai contoh, klien wanita datang menyatakan mengenai perkumpulannya
dengan beberapa wanita lain dan menyadari bahwa ia tidak sendirian. Ia mulai
mengambil peran baru, karena ia mulai lebih sadar akan jalannya yang dulu dibatasi,
konsep dirinya dan tujuan serta aspirasinya. Ia menegosiasikan persamaan pada
kehidupannya dalam hubungannya dengan yang lain, menjadi lebih tegas bila
dibutuhkan, dan mengenali kebutuhan kebutuhan sendiri dan mengambil langkah

yang dianggap penting untuk mengatasinya. Ia akan berpindah dari lingkungan yang
nyaman dalam terap individual menuju ke lingkungan yang lebih besar dalam
mendukung wanita. Mungkin saja ia akan bergabung dengan womens self group. Ia
dapat menjadi seorang aktivis dan berpartisipasi di kelompoknya tempat ia bekerja.
Feminis terapis tidak boleh membatasi praktek mereka hanya pada klien
wanita; mereka juga bekerja dengan laki-laki, pasangan, keluarga juga anak-anak.
Pengalaman terpai dengan klien laki-laki dalam banyak hal sama dengan klien wanita.
Hubungan terapeutik dalam rekan kerja dan kilen dapat menjadi yang ahli dalam
menentukan apa yang ia butuhkan dan inginakan dalam terapi. Ia akan
mengeksloprasi semua jalan yang telah membatasinya. Ia menjadi lebih sadar
bagaimana ia mengekspresikan derajat emosinya dan di lingkungan yang nyaman
dalam sesi terapi ia memperoleh pengalaman penuh, seperti merasakan kesedihan,
kelemahlembutan hati, kepastian dan empati. Ia akan mendapatkan perubahan dalam
hubungannya dengan keluarga, mayarakat dan dalam bekerja, jika ia menerapkan halhal tersebut ke dalam kehidupan sehari-hari.
Tujuan utama dari feminis terapi adalah meningkatkan kemampuan diri yang
meliputi penerimaan diri, kepercayaan diri, kesenangan. Worell dan Remer (2003)
menulis bahwa femenis terapi membantu klien memperoleh cara baru memandang
dan bereaksi pada kehidupan mereka. Klien dapat berharap lebih dari sekedar
penyesuaian diri atau strategi penyelesaian masalah; mereka butuh dipersiapkan untuk
memandang dunia disekelilignya, dan perubahan dalam hubungan interpersonal.
Hubungan Antara Terapis dan Klien
Hubungan terapeutik itu berdasarkan atas empowerment dan persamaan. Hubungan
terapis-klien ini menunjukkan tentang bagaimana mengidentifikasi dan menggunakan
kemampuan atau kekuatan secara bertanggung jawab. Feminis terapis menegaskan
nilai mereka ditujukan untuk mengurangi adanya gangguan atau kegagalan. Hal ini
memperkenankan klien untuk membuat pilihan mengenai apapun atau tidak mau
bekerja sama dengan terapis..
Walaupun terdapat perbedaan kekuasan dalam hubungan terapi, feminis
terapis bekerja untuk menyamaratakan kekuatan dengan beberapa buah strategi
(Thomas, 1977). Pertama, terapis peka terhadap banyak hal yang mungkin mereka
salahgunakan

dalam

kekuasaannya,

seperti

diagnosis

yang

tidak

perlu,

mengintepretasi atau memberikan nasehat., bersembunyi dibelakang aturan ahli,


mengabaikan dampak ketidakseimbangan kekuatan antara terapis dank klien.
Penyingkapan diri dan keaslian konselor mendorong untuk mengurangi perbedaan
kekuatan antara klien dan konselor dan menolong mengidentifikasi masalah umum
sebagai wanita.
Kedua, terapis fokus pada kekuatan klien dalam hubungan terapeutik. Mereka
mendukung para klien untuk dapat menemukan perasaan mereka dan menghargai
pengalaman mereka. Ketiga, feminis terapis bekerja untuk demystify hubungan
selama konseling. Mereka lakukan itu dengan berbagi dengan klien, persepsi mereka
sendiri tentang apa yang sedang terjadi dalam hubungan, mmenjadikan klien sebagai
partner yang aktif dalam menetukan berbagai diagnosis dan menggunakan pendekatan
penyingkapan diri dengan tepat. Jika terapis menganjurkan beberapa teknik khusus,
dia menjelaskan tentang betapa mungkinnya efek yang dapat terjadi dan juga
mengenai pemikirannya, dan dia menghargai keputusan klien untuk menerimanya
ataupun tidak. Beberapa feminis terapis menggunakan perjanjian sebagai cara untuk
membuat tujuan dan keterbukaan dalam proses terapi daripadaterapi yang trtutupdan
misterius.
Bagi

wanita

dan

laki-laki

yang

dibatasi

aturan

untuk

mengenali

kemampuannya sendiri, hubungan persamaan hak dalam konseling dapat didirikan.


Konselor tidaklah selalu sebagai yang tahu segala hal, tapi lebih sebagai ahli dalam
berhubungan yang berusaha keras untuk membangun kolaborasi dimana klien dapat
menjadi ahli yang mengerti diri mereka sendiri. Tema yang dimaksudkan dalam
hubungan klien-konselor adalah mengikutsertakan klien dalam proses asesmen dan
pengobatan. Komitmen ini termasuk di dalamnya membuat untuk menjaga agar
hubungan terapeutik tetap berjalan pada prinsip persamaan. Walden (1997)
menekankan nilai pendidikan dan kekuatan klien.

PENERAPAN: TEKNIK TERAPEUTIK DAN PROSEDUR


PERATURAN ASESMEN DAN DIAGNOSTIK
Terapis feminis mengritik tajam system pengkalsifikasian DSM dan penelitian yang
menunjukkan bahwa gender dan ras dapat memengaruhi perkiraan gejala yang
diderita klien (Enns, 2000). bahwa asesmen dipengaruhi oleh hal-hal yang sensitive
seperti jenis kelamin, rasisme, etnosentrisme, heteroseksualisme, umur atau kelas,
oleh karena itu rasanya tidak mungkin untuk mencapai diagnosis yang tepat. Sumber
kebiasan meliputi sikap acuh tak acuh atau meminimalkan efek dari factor lingkungan
terhadap perilaku; menyediakan pengobatan yang berbeda pada individu-individu
dalam kelompok-kelompok yang bervariasi yang memperlihatkan gejala-gejala
serupa; ketidaktepatan diagnosis yang mengacu pada keyakinan terhadap stereotip;
dan mengoperasikan berdasrkan orientasi teorikal bias gender (Worell & Remer,
2003). Terapis feminis mengubah pandangan mengenai jenis kelamin dalam kategori
diagnostic dan alternatif klasifikasi yang mencerminkan pengalaman wanita.
Menurut Enns (1993), banyak feminis terapis tidak menggunakan label
diagnostic atau mereka menggunkannya dengan enggan. Terapis feminis percaya label
diagnostic sama sekali terbatas karena beberapa alasan: a). fokus mereka pada gejala
individual dan bukan faktor sosial yang menyebabkan tingkah laku yang disfungsi, b).
sebagai bagian dari sistem yang didirikan oleh psikiatris laki-laki kulit putih, c).
mereka (terutama yang mengalami gangguan kepribadian) dapat menguatkan stereotip
peran gender dan mendorong penyesuaian terhadap norma, d). mereka mencerminkan
penerapan kekuasaan yang tidak tepat dalam hubungan terapeutik. e). mereka bisa
memimpin untuk lebih memberi perhatian pada solusi individu daripada perubahan
social, dan f). mereka mempunyai potensi untuk mengurangi rasa hormat bagi klien.
Pendekatan feminis penting dijelaskan mengingat keadaan dalam kehidupan
wanita dan penilaian lebih banyak gejala yang dapat dipahami seperti meniru atau
strategi bertahan daripada fakta-fakta dalam patologi (Worell & Remer, 2003). Secara
focus dalam pemberian kuasa terhadap klien, diagnosa adalah bagian proses dimana
klien sangat ahli dalam mengartikan keadaan yang sulit (distress). Gejala yang

dialami seperti kemampuan meniru atau startegi untuk bertahan dan mengubah
etiologi dalam menghindari permasalahan lingkungan korban kesalahan terhadap
permasalahannya. Assessment adalah sebagai gambaran proses terus-menerus antara
klien dan terapis dengan adanya treatment (Enns, 2000). Dalam proses terapi feminis
diagnosa terhadap keadaan yang sulit (distress) menjadi identifikasi kedua atau
penilaian yang kuat, kemampuan dan penelitian (Brown, 2000). Worell & Remer
(2003) membuat penilaian yang menakjubkan bahwa meskipun setiap induividu tidak
bersalah terhadap permasalahan pribadi, sebagian karena dari penyelewengan fungsi
lingkungan social, mereka bertanggung jawab terhadap perubahan pekerjaan.
Sarf (2004) mendiskusikan perspektif dalam beberapa gangguan mental
teridentifikasi dalam DSM-IV-TR terutama seperti keadaan yang biasa pada wanita :
depresi, gangguan stres posttraumatic, gangguan kepribadian dan gangguan makan.
Kategori diagnostik yang digunakan untuk menamakan individu yang mempunyai
pengalaman kekerasan pada area yang lain yang bertentangan untuk terapis feminis.
Hubungan pribadi trhadap politik, mereka mempunyai tekanan bahwa banyak gejalagejala respon yang normal terhadap kekerasan. Diagnostic baru dikategorikan seperti
gangguan penyalahgunaan dan penganiayaan (Brown, 1994) dan gangguan stress
posttraumatic kompleks(Herman, 1992). Telah mengusulkan sebagai alternatif
bahwa mungkin jauh lebih baik menggambarkan bermacam-macam hal dalam respon
untuk waktu yang lama dan perlakuan yang kejam.

Menurut DSM-IV-TR, depresi yang terjadi dua kali sebagai keadaan yang
biasa pada wanita (American Psychiatric Association, 2000). Feminis terapi percaya ,
wanita mempunyai banyak alasan terhadap pengalaman depresi dibandingkan laki
laki, dan mereka sering menamakan depresinya sebagai pengalaman yang biasa pada
wanita. Wanita lebih sering menghadapi keadaan kerugian dalam soal keuangan,
bersikap patuh, dan berusaha menyenangkan orang lain terhadap keinginannya.
Demikianlah depresi mungkin hasil dari persepsi wanita, keyakinan dan pengalaman
tidak dalam kendali dalam kehidupan mereka atau secara fisik dan kehilangan
perasaan yng berharga dibandingkan laki-laki. Sama halnya dengan gangguan makan,
terapi feminis ini focus dalam memberikan pesan social dan memberikan keterangan
pada media massa, tentang tubuh wanita dan pentingnya menjadi kurus. Terapis

melalui analisis peran gender membantu klien yang menderita anorexia dan bulimia,
pemeriksaan ini terhadap keputusan sosial dan bagaimana mereka datang untuk
menerima keadaan tersebut. Terapis dan klien bekerja sama untuk menentang dan
mengubah kondisi tersebut. Dan urutan keadaan yang biasa diperhatikan dalam setiap
sosialisasi peran gender dan perbedaan kekuatan antara perempuan dan laki-laki dan
perhatian terhadap sosial seperti pada sumber masalah kejiwaan.
Terapi feminis tidak menolak menggunakan DSM-IV-TR pada usia ini dalam
melakukan perawatan dalam pengobatan kesehatan mental. Terapis sangat hati-hati
dalam melakukan pemeriksaan dengan klien yang memiliki banyak implikasi, dalam
memberikan diagnosa, lalu klien diberitahu dapat membuat pilihan dan memfokuskan
diskusi dalam membantu klien mengerti peranan sosial dan budaya dalam
permasalahan etiologinya.
Setiap bentuk alternatif dalam penilaian yang baik dari terapis feminis adalah
analisis peran gender, yang membutuhkan eksplorasi secara kooperatif dari klien dan
terapis dalam memberikan pengaruh yang kuat dari gender terhadap stress yang
dihadapi klien. Santos De Barona & Dutton (1997) stres penting dalam penggabungan
dengan konteks yang berubah-ubah (seperti rasisme dan heterosexism) pada prosedur
penilaian jalannya klien, Worell & Remers (2003) terpusat pribadi ganda dan
identitas sosial tiap klien memberikan sarana untuk memperkenalkan analisa ini.
Pendekatan apapun untuk penilaian yang digunakan, klien menjalani tiap-tiap tahap
dalam proses dan ikut serta dalam membentuk strategi, dimana klien membangun
kekuatan individual.
Teknik dan Strategi
Terapi Feminis mempunyai beberapa teknik dan sebagian dipinjam dari pendekatan
tradisional dan diadaptasi ke dalam model terapi feminis. Terutama sekali yang
penting adalah teknik meningkatkan kesadaran yang membantu perempuan
membedakan antara apa yang mereka pikirkan adalah dapat diterima atau diingkinkan
oleh masyarakat dan apa yang sebenarnya sehat untuk mereka. Sharf (2004), Worell
and Remer (2003) dan Enns (1993) menjelaskan beberapa teknik dalam bagian ini
dengan menggunakan contoh kasus Susan untuk mengilustrasikan bagaimana teknik
ini dapat diterapkan.

Susan, 27 yahun, datang untuk memulai terapi atas dpresi yang dialaminya. Dia
berkata, saya benci diri saya sendiri karena berat badannya bertambah usai
menginggalkan bangku kuliah dan dia yakin dia memang ditakdirkan hidup seorang
diri di sisa hidupnya. Dia berkata, Saya kehilangan kesempatan. Saat di bangku
kuliah, saya terkenal dan menarik, tetapi sekarang tidak ada lelaki yang melirik saya
lagi.

EMPOWERMENT.

Inti

dari

feminis

strategi

adalah

memberi

dukungan,

menyemangati klien. Susan terapis akan memberi perhatian pada masalah informed
consent, mendiskusikan jalan terbaik yang akan didapat dari proses terapi ini,
mengklarifikasikan atau menjelaskan harapan-harapan, identifikasi tujuan dan bekerja
berdasarkan kontrak atau prosedur yang akan mengarahkan proses terapi. Dengan
menjelaskan bagaimana proses terapi berjalan dan mendapat bantuan dari Susan
sebagai partner aktif dalam proses terapeutik, proses terapi berjalan baik. Susan akan
belajar bahwa ia dalam arahan untuk berubah, lamanya terapi dan prosedur terapi
yang sedang dijalankannya.
SELF-DISCLOSURE (PENYINGKAPAN DIRI). Feminis terapis menggunakan
penyikapan diri untuk menyetarakan hubungan klien-terapis, dan untuk membangun
informed consent. Penyingkapan diri yang tepat membantu mengurangi perbedaan,
juga berguna untuk menyuport klien, dan dapat membebaskan klien (Enns, 2000).
Sebagai contoh, Susan terapis dapat menyingkap kesulitannya dalam menerima
perubahan bentuk tubuhnya sekarang, setelah kehamilan dan kelahiran anaknya.
Penyingkapan diri memperlihatkan kepada Susan bahwa terapis adalah seorang yang
nyata, tepat dengan perlawanannya.
Penyingkapan diri bukan hanya berbagi informasi dan pengalaman. Tetapi
juga mengandung kualitas kehadiran terapis dalam sesi terapi. Keberhasilan terapis
dalam penyingkapan diri adalah berdasar pada keaslian atau kebenaran dan perasaan
satu sama lain. Terapis mengingatkan bagaimana penyingkapan dapat mempengaruhi
klien dengan menggunakan apakah teori hubungan-budaya mengacu pada empati
yang ditanamkan lebih dulu. Feminis terapis seperti halnya konselor yang
mampunyai orientasi teoritik lainnya, berkomitmen menggunakan penyingkapan diri
untuk memaksimalkan proses terapeutik.

ANALISIS PERAN GENDER. Tanda Terapi Feminis, analisis peran gender


mengungkapkan pengaruh peran gender pada pengharapan kesejahteraan atau distress
klien dan menggambarkan informasi ini untuk membuat keputusan mengenai peran
gender kedepannya (Enns, 2000). Terapis memulai dengan bertanya pada Susan untuk
mengidetifikasi surat yang ia terima dari masyarakat, teman sebayanya dan
keluarganya yang berhubungan pada berat badan dan penampilannya. Susan ingat
bahwa ibunya juga pernah bermasalah dengan berat badan dan menekankan
ucapannya pada Susan sebuah hal yang bagus saya bertemu dengan ayahmu saat
saya masih menarik dan kamu akan dapat memilih laki-laki yang kamu sukai jika
kamu tetap pada ukuran 10. Susan berusaha mengambil kosekuensi positif dari pesan
tersebut. Susan menyatakan bahwa ia merasa menarik saat masih remaja dan kuliah
dan rasa percaya dirinya membantu ia membangun kepribadian, berteman dan
menikmati aktivitas social. Konsekuensi negatifnya adalah melihat dengan mudah dan
jelas saat terapis menyuruh Susan untuk mengulang pernyataan yang ia katakana di
awal sesi. Terapis dan Susan bersama-sama memutuskan pesan mana yang akan ia
pilih dan mereka membangun dan mengimplementasikan rencananya untuk
menciptakan perubahan.
INTERVENSI PERAN GENDER. Terapis menggunakan teknik ini untuk merespon
masalah Susan dengan menempatkan intervensi peran gender dalam konteks peranan
harapan masyarakat pada wanita. Tujuannya adalah menjembatani susan mencapai
insight bahwa masalah atau isu sosial mempengaruhi masalahnya. Susan terapis
merespon pernyataannya dengan masyarakat kita terobsesi dengan masalah tubuh
yang langsing. Media membombardir para wanita dengan pesan bahwa mereka harus
langsing untuk menjadi menarik. Kenyataannya adalah kebanyakan wanita bukanlah
seorang model dan yang biasanya memuntahkan kembali makanan atau ganguan
makan lainnya seperti anoreksia. Dengan menempatkan masalah Susan ini dlam
konteks tuntutan masyarakat, terapis memberikan Susan Insight (pemahaman) tentang
bagaimana tuntutan ini mempengaruhi keadaan psikisnya dan menyebabkan
depresinya. Pernyataan terapis juga mengharuskan Susan untuk berfikir lebih positif
tentang hubungannya dengan wanita lain yang tidak langsing.

ANALISIS DAN INTERVENSI KEKUATAN. Teknik ini hamper sama dengan


analisis dan intervensi peran gender. Penekanannya disini, walaupun membantu Susan
menjadi sadar akan perbedaan kekuatan antara laki-laki dan wanita dalam masyarakat
kita dan memberikan wewenang pada Susan atas masalah dan kehidupannya sendiri.
Analisis kekuatan termasuk di dalamnya mengenali perbedaan jenis kekuatan yang
dimiliki klien. Dalam kasus Susan, analisis kekuatan dapat berfokus pada membantu
susan mengidentifikasi berbagai alternative yang mungkin dapat ia latih dan untuk
menantang pesan peran gender yang menghalangi berbagai latihan kekuatan tersebut.
Analisis kekuatan membantu Susan mengenali bahwa dalam masyarakat ini kekuatan
wanita sering kali melalui asosiasi atau perkumpulan mereka dengan kekuasaan atau
kekuatan penuh dari laki-laki dan dirasa seperti tak berdaya jika mereka tidak
mempunyai seorang laki-laki dalam hidupnya. Intervensi bertujuan membantu Susan
belajar menghargai dirinya bagaimanapun ia., memperoleh kembali kepercayaan
dirinya sesuai kepribadian yang ia miliki dan menyusun tujuan yang akan dapat
bermanfaat baginya dan tidak lagi bergantung pada apapun.
BIBLIOTERAPI. Buku-buku nonfiksi, buku psikologi dan konseling, autobiografi,
buku panduan, video pendidikan dan film semuanya bisa disebut sumber bibliografi.
Sekarang ini, novel bisa menjadi agen terapeutik dan menyediakan banyak materi
untuk didiskusikan dalam sesi terapi. Terapis menggambarkan beberapa buah buku
yang menunjukkan konsekuaensi dari tuntutan masyarakat mengenai bentuk tubuh
yang ideal dan Susan memilih salah satunya untuk dibaca selama beberapa minggu.
Memberikan Susan buku bacaan, meningkatkan keahliannya dan mengurangi
perbedaan antara Susan dan terapisnya. Membaca dapat menambah pemahamannya
dalam terapi dan Susan dapat meningkatkan terapinya dengan mengeksplorasi
reaksinya pada apa yang telah ia baca. Dengan membaca, Susan dapat mengambil
pelajaran berharga mengenai pengaruh stereotip peran gender, bagaimana peran jenis
kelamin dikembangkan, perbedaan kekuatan antara wanita dan laki-laki dan akibat
dari ketidaksamarataan gender. Dia juga dapat belajar kemampuan khusus yang dapat
ia terapkan pada perilakunya.
LATIHAN ASERTIF. Dengan mengajarkan dan mengembangkan perilaku asertif,
wanita sadar mengenai hak-hak pribadinya, mengubah keyakinan yang salah dan

mengimplementasikan perubahan dalam kehidupan sehari-harinya. Terapis harus


mempertimbangkan secara budaya apa yang tepat bagi masing-masing klien dan
beberapa klien mungkin memilih untuk tidak bertindak secara asertif pada situasi
tertentu.
Melalui belajar dan latihan berperilaku dan berkomunikasi asertif ini, Susan
dapat meningkatkan kekuatan atau kemampuannya sendiri, mengurangi depresi yang
ia rasakan sebagai hasil dari usahanya menentang tuntutan masyarakat. Susan akan
belajar tentang beberapa perbedaan mencolok antara menjadi tegas dan agresif. Dia
akan belajar bahwa hal itu adalah haknya untuk meminta apa yang ia inginkan dan
butuhkan. Terapis membantu Susan untuk mengevaluasi dan mengantisipasi
kemungkinan konsekuensi negative dari berperilaku secara asertif. ,ereka berbicara
mengenai kemungkinan-kemungkinan yang terjadi jika berperilaku agresif dan
bagaimana

cara

terbaik

untuk

mengatasi

situasi

ini.

Susan

terapis

merekomendasikannya sebuah buku, Mary Crawford, Talking Difference: On Gender


and Language berdasarkan masalah yang sedang ia hadapi.
PEMBENTUKAN KEMBALI (REFRAMING) DAN RELABELING. Seperti
biblioterapi, penyikapan diri dan latihan asertif, pembentukan kembali (reframing)
tidak asing lagi bagi feminis terapi, walaupun reframing diaplikasikan secara berbeda
dalam feminist terapi. Reframing dinyatakan secara tidak langsung sebagai pergeseran
bentuk blaming the victim dari faktor-faktor social di lingkungan yang memberikan
pengaruh atau sumbangan terhadap masalah klien.

Dalam reframing, lebih dari

sekedar faktor intrapsikis, fokusnya adalah membenahi lingkungan sosial dan politik.
Jadi, Susan dapat mengerti bahwa depresinya itu lebih berhubungan dengan tuntutan
atau tekanan dari masyarakat tentang tubuh yang ideal daripada karena ia
membendung sendiri kekurangannya.
Relabeling adalah sebuah intervensi yang mengubah atau mengevaluasi label
yang ditujukan pada beberapa karakteristik timgkah laku. Susan dapat mengubah
label yang sudah melekat padanya, seperti merasa tidak menarik karena ia tidak
langsing. Dia mungkin memberi label kembali pada depresinya dan memperhatikan
tentang berat badanya sebagai reaksi dari standar yang berasal dari luar mengenai
bagaimana seharusnya ia menjadi.

TIM KERJA. Tim kerja, sebagai tambahan yang penting bagi individu dalam feminis
terapi sering kali menyediakan sarana bagi beberapa isu mengenai pengalaman wanita
di masyarakat. Kelompok wanita, termasuk kelompok self-help dan kelompok
penyuport, membantu mereka berhubungan dan berkelompok dengan wanita-wanita
lainnya. Susan dan terapisnya sepertinya akan berdiskusi mengenai kemungkinan
Susan bergabung dengan support grup atau jenis kelompok lainnya sebagai bagian
akhir dari terapi individual. Melalui bergabung dengan kelompok, Susan akan
mempunyai kesempatan untuk menemukan bahwa ia tak sendirian dalam
perlawanannya. Wanita lainnya dapat memberikan perhatian dan dukungan untuknya
dan Susan dapat mempunyai kesempatan untuk menjadi seorang yang sangat berbeda
seperti yang mereka gunakan dalam proses penyembuhannya.
TINDAKAN SOSIAL. Feminis terapis menganjurkan klien bahwa mereka nantinya
akan terlibat dalam berbagai kegiatan, seperti sebagai sukarelawan pada pusat
pengaduan perkosaan, menulis surat pada pembuat undang-undang, atau menyediakan
pendidikan tentang maslah gender pada masyarakat. Melibatkan diri pada aktivitasaktivitas tersebut dapat menyemangati klien dan membantu mereka melihat hubungan
antara pengalaman pribadinya dan konteks sosialpolotik ditempat mereka tinggal.
Susan membuat keputusan untuk bergabung pada organisasi yang bekerja untuk
mengubah stereotip masyarakat tentang tubuh wanita. Hal-hal tersebut merupakan
cara lain yang dapat meningkatkan kekuatan dan kepercayaan diri Susan.
Peran Laki-Laki dalam Feminis Terapi.
Dapatkah laki-laki menjadi seorang feminis terapis? Memang, laki-laki dapat
menjadi nonsexist terapis. Kami berharap semua terapis berusaha keras memasukan
kesadaran akan bias gender ke dalam pemikiran dan praktek mereka dengan klien.
Hal itu bagi kami terlihat bahwa laki-laki dapat menjadi pendukung feminis terapis
(pro-feminist therapists) saat mereka memasukkan dan mencakup prinsip-prinsip
dasar praktek feminisme ke dalam pekerjaan mereka.
Feminis terapi dapat menjadi metode yang efektif dalam bekerja dengan lakilaki sebagai klien. Laki-laki, seperti halnya wanita, ditekan oleh system patriakal
(Brown, 1994). Tuntutan masyarakat tentang maskulinitas, seperti emosionalitas,
kekuasaan atau kekuatan dan control yang berlebihan dan obsesi tentang pencapaian

atau kesuksesan dapat menjadi tekanan bagi laki-laki (Gilbert & Scher, 1999: Pleck,
1995: Pollack, 1995, 1998: Real, 1998).
Feminis terapis secara rutin bekerja dengan laki-laki, terutama dengan lakilaki yang kasar. Menurut ganley (1988), laki-laki dapat bekerja sama secara produktif
dalam feminis terapi termasuk belajar bagaimana meningkatkan kapasitas keintiman,
mengekspresikan

emosi

mereka

dan

mempelajari

penyingkapan

diri,

menyeimbangkan kebutuhan prestasi dan hubungan, m,enerima kekurangan diri


sendiri. Beberapa dari tema ini muncul pada sesi Feminis Terapi yang diterapkan pada
kasus Stan.
Terapi Feminis diterapkan pada Kasus Stan
Ketakutan Stan akan wanita dan pengalaman peran gendernya membuatnya menjadi calon terbaik
bagi keuntungan terapi feminis. Hubungan terapeutik menekankan pada persamaan hak dengan
wanita kuat, respek dan menguatkan serta tidak merendahkannya akan menjadi pengalaman baru
Stan.
Stan benar-benar menunjukkan keinginan kuat untuk berubah. Walaupun harga dirinya
rendah dan evaluasi diri negatif, Stan menunjukkan beberapa sifat positif termasuk kemantapan hati,
kemampuan merasakan sesuatu&bekerja untuk anak-anak. Stan tahu bahwa dia ingin berhenti dan
mempunyai tujuan yang jelas, yaitu berhenti minum, merasakan dirinya lebih baik, berhubungan
dengan wanita secara wajar, dan belajar mencintai dan mempercayai dirinya sendiri dan orang lain.
Terapis feminis akan membangun kelebihan-kelebihan ini.
Pada sesi pertama, Terapis Stan memfokuskan untuk membangun hubungan yang sama dalam
membantu Stan memperoleh kembali kekuatan personelnya. Stan mungkin berasumsi bahwa jika
terapisnya wanita maka dia akan berperan dominant dan mengatakan padanya apa yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan tujuannya. Hal itu penting selama Stan tidak meniru hubungan Stan yang lain
dengan wanita dalam hidupnya, khususnya ibu dan mantan istrinya. Terapis secara sadar bekerja agar
proses terapi tidak membingungkan dan menyamakan hubungan, menyampaikan pada Stan tentang
perubahan terapi yang akan diambil. Terapis sangat menghabiskan waktu untuk menjelaskan proses
perubahan terapi dan bagaimana pelaksanaannya. Terapis membiarkan Stan tahu bahwa bukan hanya
perubahan petunjuk tetapi juga durasi terapi dan dia tidak akan meninggalkannya.
Analisis peran gender merupakan perantara dalam membantu Stan menjadi sadar akan
pengaruh harapan peran gender dalam perkembangan masalahnya. Pertama, Stan ditanya tentang
mengidentifikasi pesan peran gender yang diterima selama tumbuh dari berbagai sumber masyarakat
termasuk orangtua, guru, media, gereja dan teman sebaya. Dalam autobiografinya, Stan menulis
tentang beberapa pesan orangtuanya padanya dan ini memberikan poin awal untuk analisisnya. Stan
ingat ayahnya menyebutnya Bodoh dan ibunya mengatakan Kenapa kamu tidak bangkit dan
menjadi seorang laki-laki? Stan menulis tentang ibunya menggurui ayahnya dan mengatakan
kepada Stan banyak hal yang melukainya dan ibunya berharap Stan tidak memilikinya. Stan

menjelaskan ayahnya itu lemah, pasif dan pengerat dalam berhubungan dengan ibunya dan Stan ingat
ayahnya membandingkan ketidakbaikkannya dengan saudara-saudaranya. Stan menginternalisasi
pesan-pesan ini, seringkali menangisi dirinya sendiri dan merasa jijik dengan dirinya sendiri.
Terapis menanyai Stan untuk mengidentifikasi pernyataan dirinya yang membuat inti pesan
pertama. Selama mereka mereview tulisan-tulisannya, Stan melihat bagaimana pesan masyarakat yang
dia terima tentang keharusan laki-laki kuat, serta pesan orangtuanya yang dilandasi dari
pandangan Stan sendiri. Stan dan terapis menjelajahi bagaimana autobiografinya mencerahkan
beberapa pesan masyarakat yang menampilkan introyeksi atau mengesampingkan keseluruhan.
Dengan kata lain, Stan menulis tentang apa yang dirasakan sebagai ketidakmampuan secara seksual
dan kekhawatiran tidak mampu melakukannya. Hal itu menunjukkan dia mengintroyeksi gagasan
masyarakat tentang seks pertama, kesiapan seks dan kemampuan mencapai ereksi. Stan juga melihat
kesiapan mengidentifkasi dan menulis tentang bagaimana dia mengubah pesan tersebut, memberikan
contoh dalam pernyataannya bahwa stan ingin merasa sama dengan orang lain dan tidak merasa
peminta maaf dalam keberadaannya dan mengembangkan hubungan cinta dengan seorang wanita.
Stan mulai merasa mampu dan kuat sehingga terapis menghargai pekerjaan penting yang siap
dilakukan sebelum memasuki terapi.
Terapis mengikuti analisis peran gender dan intervensi peran gender dalam menempatkan
perhatian Stan pada konteks harapan peran masyarakat. Dia mengatakan sungguh, itu merupakan
suatu beban untuk mencoba membangun gagasan masyarakat yang dimaksudkan sebagai laki-laki
yaitu orang yang kuat dan tegar. Aspek dirimu sendiri ini sebagai nilai kemampuan dalam
merasakan sesuatu, menjadi anak baik adalah label social sebagai feminin. Stan membalas dengan
berharap, yah, dunia lebih baik jika wanita kuat tanpa mendominasi dan jika laki-laki sensitive dan
penolong tanpa memperlihatkan lemah. Terapis secara jantan menantang pernyataan ini dengan
bertanya, Apa kamu yakin itu mungkin? Apakah kamu pernah bertemu orang-orang seperti itu?
Stan mempertimbangkan beberapa menit dan kemudian menjelaskan kuliah profesor kelas Psychology
of Adjustment. Stan melihatnya sebagai penyelesaian dan kekuatan tetapi juga seseorang yang
menguasai

selama menulis autobiografinya. Dia juga ingat konselor laki-laki di fasilitas

rehabilitasi dimana dia menghabiskan sebagian masa remaja sebagai seorang laki-laki yang kuat,
sensitive dan penolong.
Pada penutupan sesi pertama, terapis bertanya pada Stan untuk mengatakan apa yang dia
dapatkan selama bersama. Stan berkata tentang 2 hal yang menonjol pada dirinya. Pertama, dia mulai
percaya bahwa dia tidak perlu menyimpan kesalahannya sendiri. Dia menyadari banyak pesan yang
didapatkan dari orangtuanya dan masyarakat tentang arti menjadi peran gender social. Kedua, dia
kehilangan harapan karena alternative orangtua dan definisi social manusia memuji suksesnya
kombinasi sifat maskulin dan feminin. Jika mereka melaksanakannya, mungkin dia juga bisa.
Terapis bertanya pada Stan apakah dia memilih kembali pada sesi lainnya. Ketika Stan menjawab
setuju, terapis memberinya buku Real Boys, W.S.Pollak (1998) dan menyarankannya membaca secara
pribadi. Terapis menjelaskan buku secara deskripsi bagian peran gender social anak laki-laki pada
persoalan budaya.

Stan datang pada sesi kedua ingin sekali membicarakan tugas pekerjaan rumah
biblioterapinya. Stan mengatakan pada terapis bahwa dia memperoleh insight dalam sikap dan
keyakinannya dari membaca Real Boys. Apa yang Stan pelajari dari membaca buku tersebut adalah
membantu menjelaskan lebih lanjut hubungan Stan dengan ibunya. Dia menjadi terkesan dengan
mengungkapkan keterikatan yang buruk sekali yang dialami pada waktu kecil. Pada suatu waktu dia
menjadi sangat marah ketika ibunya meremehkan dan mengatakan Stan bersalah. Pada waktu lain
Stan sangat buruk menjelaskan kemarahannya karena dia sangat putus asa terhadap cinta dan restu
ibunya. Ketika terapis bertanya pada Stan tentang perasaannya terhadap ayahnya, Stan menunjukkan
kemarahan dan ketakutan lagi. Dia marah bukan hanya karena ayahnya membolehkan dirinya
mempermainkan ibunya, tetapi juga ayahnya rupa-rupanya tidak menghargai Stan. Bahkan
menginginkan Stan menjadi seperti saudaranya. Dia berkata dia ingin dekat dengan ayahnya tetapi
takut untuk mencoba.
Terapis menanyai Stan apakah dia mampu menjadi orang tua yang mengekspresikan
kemarahan atau ketakutan pada orangtuanya. Stan rupa-rupanya memulai sangat bagus dengan
mengatakan dia benar-benar berharap mereka mengatakan bagaimana perasaannya. Terapis
kemudian menjelaskan pada Stan tentang kursi kosong yang disukai dan bagaimana menggunakannya
untuk berbicara pada orangtuanya di lingkungan aman dalam sesi terapi. Stan mengatakan akan
mencoba menemukannya dengan agak takut. Terapis meyakinkan Stan secara penuh mendukung apa
yang akan dikatakan, dia dapat berhenti kapanpun dan orangtuanya tidak benar-benar disana dan
tidak dapat mendengarnya. Terapis menambahkan eksperimen ini sebagai keputusannya dan Stan
dapat mencobanya pada waktu yang lain jika tidak mau sekarang.
Stan memutuskan terlebih dahulu dan menempatkan orangtuanya dalam dua kursi kosong
yang disusun di depannya. Dia duduk diam dalam beberapa menit dan kemudian membalik pada
terapis berkata, Saya menyimpan gambaran bagaimana ayah saya bereaksi ketika ibu saya
meninggalkannya. Ayah pasif, pengerat nyata. Saya bisa seperti itu tetapi saya tidak tahu bagaimana
menjadi yang lain. Terapis meyakinkan bahwa mungkin mereka senang dengan eksperimen ini
malahan membuatnya menjadi tampilan sempurna. Terapis bertanya pada Stan apakah Stan akan
menjadi pengerat.
Stan berkata apa yang dipikirkan mudah, berubah, dan menghadap kursi kosong, kemudian
mulai bicara pada ayahnya pada waktu tertentu dengan suara melengking. Airmata mengalir ketika
dia berkata Kamu mengira mengajariku bagaimana menjadi seorang laki-laki. Tetapi kamu tidak
memperhatikanku, kecuali membandingkan dengan saudara laki-laki dan saudara perempuanku.
Stan beralih pada ibunya dan dengan suara yang tidak terdengar bertanya, Kenapa kamu
mengatakan saya bersalah? Saya mencoba keras memohon padamu tetapi tidak pernah cukup baik.
Berkata pada keduanya, dia mengungkapkan dalam suara keras, Saya tidak takut! Ketika dia
melanjutkan mengungkapkan perasaannya, suaranya perlahan-lahan kembali keras dan lantang. Dia
mengakhirinya dengan semboyan, Saya tidak peduli bagaimanapun menyedihkannya kehidupan
kalian,

kalian

tidak

berhak

mengambil

masa

kecil

tanpa

harapan.

Dia

berhenti

kemudian menghadap terapis, dia mulai menyeringai dan berkata, Wow, saya rasa saya seekor tikus
yang meraung-raung!
Sisa sesi dihabiskan dengan latihan Gestalt ini. Terapis membantu Stan mengerti keluarnya
dari perspektif feminis yang tidak diambil dari konteks ayahnya atau ibunya. Contohnya, terapis dan
Stan mendiskusikan kemungkinan penjelasan perilaku ibunya. Ibu Stan mungkin melakukan apa yang
diyakini terbaik buat Stan, mencoba mendorong perilaku maskulin sehingga Stan tidak menderita
konsekuensi masyarakat untuk tidak cukup menjadi jantan. Ayahnya mungkin mempunyai banyak
tujuan yang sama; mempercayai gagal menjadi laki-laki yang kuat, ayahnya berharap
menghindarkan Stan dari beberapa jenis kesalahan. Stan menemukan dirinya masih mempunyai
bermacam-macam perasaan terhadap orangtuanya, tetapi perasaannya tersebut sekarang berbeda.
Dia masih marah tetapi menemukan kemarahannya sebagai sifat terharu yang terjebak perasaan
dalam hidup mereka yang tidak dikabulkan. Dia masih takut terhadap mereka tetapi tidak berlamalama dalam ketakutannya.
Memahami sudut pandang orangtuanya merupakan langkah pertama Stan terhadap toleransi,
penyembuhan dan memaafkan. Stan menemukan bantuan dalam memahami perilakunya pada konteks
harapan sosial dan stereotip social daripada melanjutkan menyalahkan mereka. Terapis membantu
Stan melihat bagaimana budaya mereka tertuju pada posisi perbedaan ekstrim tentang ibu bahwa
mereka sempurna atau jahat dan perbedaan ekstrim ini adalah benar. Ketika Stan belajar menyusun
kembali hubungannya dengan ibunya, dia mengembangkan gambaran lebih nyata tentang ibunya
apakah sempurna atau jahat. Dia juga menjadi realistis, ayahnya tertekan oleh pengalaman sosialnya
dan oleh idealisme maskulinitas yang dirasa tidak mampu tercapai. Stan mencatat perasaan sangat
kuat ketika melakukan eksperimen kursi kosong tetapi dia tidak menyakiti siapapun atas perbuatan
tersebut. Dia berpikir, Apakah kamu seorang laki-laki atau seorang pengerat? Hal ini merupakan
batu loncatan untuk diskusi stereotip masyarakat selanjutnya tentang kejantanan dan bagaimana
dibatasi keraguan menerima mereka.
Stan melanjutkan mempelajari nilai feminin dirinya sendiri sebaik maskulin atau aspek
kuat wanita dengan berinteraksi. Dia juga melanjutkan memonitor dan merubah pembicaraan diri
tentang apa yang dimaksud menjadi seorang laki-laki. Dia terlibat dalam penambahan kesadaran
pesan tersebut yang datang dari sumber saat ini seperti media dan teman. Sejak sesi Stan disediakan
untuk mengeksplorasi hubungannya dengan ibunya. Sepanjang dendam terhadap ibunya, terapis
menganjurkan membaca tugas yang lain buku Caplan (1989), Dont Blame Mother. Tujuan
penugasan ini adalah untuk membantu Stan dalam alternatif penjelasan dalam menyalahkan ibunya
untuk masalah-masalahnya saat ini.
Sepanjang hubungan terapeutik, Stan dan terapis mendiskusikan kesiapan bagaimana mereka
mengkomunikasikan dan menghubungkan satu dengan lainnya selama sesi. Terapis membuka diri dan
meperlakukan Stan sama, membalas secara terus menerus yang ahli dalam pengetahuan dan
pemecahan apa yang Stan inginkan dalam hidup.

Follow Up: Kamu lanjutkan sebagai terapis feminis Stan

Gunakan pertanyaan ini untuk membantu memahami bagaimana kamu akan mengkonseling Stan
dalam menggunakan model terapi feminis:

Sejauh mana keunikan yang kamu lihat dalam pekerjaan Stan dari perspektif feminis sebagai
pertentangan kerja dengan Stan dari pendekatan terapeutik lainnya yang kamu pelajari?

Jika kamu melanjutkan bekerja dengan Stan, Apa pernyataan diri yang berkenaan dengan
pandangan dirinya sendiri sebagai seorang laki-laki yang kamu fokuskan dan bagaimana kamu
menolak keyakinannya?

Apa yang dapat kamu gabungkan antara terapi perilaku kognitif dengan terapi feminis pada kasus
Stan? Apa kemungkinan yang kamu lihat untuk menggabungkan metode terapi Gestalt dengan
terapi feminis? Apakah ada terapi lainnya yang dapat dikombinasikan dengan pendekatan
feminis?

Terapis feminis Stan menggunakan biblioterapi sebagai bentuk tugas PR. Apakah kamu
menganjurkan buku Stan untuk dibaca? Jika iya, apa buku yang menurutmu bermanfaat
untuknya? Apa PR lainnya yang memungkinkan untuk dianjurkan bagi Stan? Apa strategi terapi
feminis lainnya yang dapat bermanfaat dalam konseling Stan?

Terapi Feminis dilihat dari Perspektif Multibudaya


Kontribusi Konseling Multikultural
Semua teori pendekatan konseling dan psikoterapi pada buku ini terapi feminis
dan terapi perpsektif multikultural lebih umum. Terapis feminis menjelaskan bahwa
konseling multikultural berhubungan dengan analisis struktur sosial mempengaruhi
kesehatan mental, termasuk seksisme, rasisme dan level lainnya yang meliputi
keduanya tekanan dan keistimewaan (Martinez, Davis, & Dahl, 1999). Demikian
juga, poin pendekatan multikultural yaitu tekanan, diskriminasi dan rasisme
merupakan sumber banyak masalah yang dihadapi berbagai orang. Konseling Feminis
terpusat di Jepang, ditemukan oleh wanita Jepang untuk wanita Jepang, membangun
konsep kebudayaan barat tetapi menambah keunikan konsep terapitik yang efektif
tanpa budaya Jepang (Matsuyuki, 1998).
Penggunaan kekuatan perspektif feminis dalam hubungannya mempunyai
aplikasi untuk memahami kekuatan hak ketidakadilan faktor budaya dengan baik.
Prinsip individu adalah politik mempunyai kesamaan nilai ketika ditemukan pada
bermacam-macam keperluan klien konseling wanita dan konseling budaya. Baik
terapis feminis maupun multikultural tidak bersedia menerima penyesuaian status
quo. Begitu juga pendekatan ketenangan semata-mata perubahan individu; kedua aksi
penawaran langsung untuk perubahan sosial merupakan bagian dari peran terapis.
Banyak aksi sosial dan strategi politik yang menarik perhatian untuk menekan
kelompok yang merupakan relevansi sama dengan wanita dan etnik minoritas.

Hal itu memungkinkan menggabungan prinsip terapi feminis dengan perspektif


multikultural. Comas-Diaz (1987) menjelaskan model feminis yang mengusai
minoritas wanita yang membantu mereka untuk:

Mengakui efek negative seksisme dan rasisme

Mengidentifikasi dan menyetujui perasaan mereka yang menyinggung status


mereka sebagai etnik minoritas wanita

Melihat diri mereka sendiri sebisa menemukan solusi permasalahan mereka

Mengerti pengaruh antara lingkungan eksternal dengan kenyataan mereka

Menggabungkan etnik, gender dan komponen ras ke dalam identitas mereka.

Pergerakan wanita dan pergerakan multikultural keduanya menarik perhatian hati


tentang efek negatif diskriminasi dan tekanan dalam targetnya dan juga pelaksanaan
diskriminasi dan tekanan. McIntosh (1988, 1998) menjelaskan konsep white
privilege sebagai kemasan tali kelihatan yang asetnya tidak diterima tanpa
keyakinan. Manusia putih menikmati tidak secara luas warna kulit manusia. Adaptasi
gagasan kulit putih terhormat bagi keduanya ras dan gender, kami menyarankan lakilaki heteroseksual kulit putih terhormat mengoperasikan masyarakat kami. Kenyataan
bahwa rasisme, seksisme dan heteroseksual masih menyukai satu group warga negara
- laki-laki heteroseksual kulit putih selama melarang kelompok warga Negara
lainnya

dari

persamaan

kesempatan.

Terapi

membebaskan

individu

dan

memperkembangkan pilihan jarak. Hal itu untuk menghargai terapis feminis dan
multikultural yang tidak dapat dipungkiri mengurangi kesempatan diskrimunasi yang
didasari pada gender, ras, dan budaya, orientasi seksual, kemampuan dan umur.
Terapis feminis yang berkompeten secara budaya melihat secara keyakinan tanpa
budaya klien yang mengeksplorasi konsekuensi dan alternative. Mereka menghargai
keanekaragaman yang melibatkan perubahan tanpa budaya tersebut tetapi tidak
melihat budaya sebagai keramat (Worell & Remer, 2003). Hal itu penting untuk
memahami dan menghormati keanekaragaman budaya, tetapi lebih pada konteks
budaya positif dan aspek racun. Terapis feminis terlihat dalam tantangan keyakinan
budaya dan praktek melawan perbedaan, sub ordinat dan melarang potensi kelompok
individu.

Batasan untuk Konseling Multikultural


Jika terapis feminis tidak sadar akan konsekuensi atas pilihan tertentu yang klien
mereka ambil, biasanya merea akan meningkatkan ketidakpuasan klien mereka
terhadap hidup. Menyadari konteks kultural menjadi penting ketika terapis ini bekerja
untuk wanita dari kebudayaan yang mendukung penentuan peran secara kultural yang
menempatkan wanita dalam posisi yang harus tunduk atau dari kebudayaan patriakal.
Pikirkan skenario berikut. Anda adalah terapis feminis yang bekerja untuk
wanita Vietnam yang berjuang mencari jalan untuk menjadi benar dalam budayanya
dan juga untuk mengikuti asiprasi pendidikan dan karirnya. Klien anda adalah seorang
pelajar yang mendapat tekanan hebat dari ayahnya yang menginginkan dia kembali ke
rumah agar dapat mengurus keluarganya Walaupun sebenarnya dia ingin
menyelesaikan pendidikannya dan pada akirnya nanti dapat membantu sesama dalam
komunitas Vietnam, dia juga merasa amat bersalah saat dia merasa bahwa dia egois
untuk meneruskan itu semua sementara keluargana di rumah membutuhkan dia. Jika
anda memberi nasihat kepadanya, akankah anda menantangnya untuk mengrus
dirinya sendiri dan melakukabn apa yang terbaik menurut dia? Akankah anda
mencoba untuk membujuknya untuk berbicara kepada ayahnya bahwa dia akan
menjalani hidupnya sendiri? Harganya akan sangat mahal jika wanita ini memilih
untuk melawan apa yang diharapkan padanya secara budaya.
Dalam situasi kompleks seperti ini, terapis dan klien akan bekerja sama untuk
menemukan jalan yang memungkinkan klien menyadari tujuan pribadinya tanpa
mengabaikan atau merendahkan nilai nilai kebudayaannya. Kita melihat kerja
terapis sebagai bantuan keapda klien untuk menyeimbangkan antara kemungkinan
akibat dengan setiap tindakan yang mungkin dia pilih. Tentu saja, klien ini akan
merasakan sakit apapun tindakan yang dia pilih. Kewajiban terapis adalah bukan
untuk menghilangkan sakit yang dirasakan atau untuk menentukan pilihan bagi klien,
tetapi untuk hadir sedemikian rupa agar klien benar benar kuat untuk memutuskan
sendiri. Nilai utama dari persamaan dalam terapi wanita dapat membatasi efektivitas
terapis yang bekerja untuk klien dari berbagai latar belakang budaya yang berbeda.

KESIMPULAN DAN EVALUASI


Kesimpulan
Asal mula Terapi Feminis berhubungan dengan pergerakan wanita pada tahun
1960an., ketika perkempulan wanita menyuarakan kekecewaan mereka tentang
aturan-aturan tradisional yang membatasi wanita. Terapi Feminis sebagian besar
berkembang dari pengakuan para wanita bahwa kekurangan model terapi tradisional
berasal dari pembatasan-pembatasan yang mendasar yang sudah melekat menjadi sifat
para teoritikus terdahulu. Terapi Feminis menegaskan konsep-konsep berikut:

Melihat masalah dalam konteks sosiopolitik dan budaya daripada dalam


pandangan individual.

Mengakui bahwa klien mengetahui apa yang terbaik untuk hidupnya dan yang
benar-benar mengerti tentang kehidupan pribadi mereka.

Berusaha menciptakan hubungan terapeutik yang memandang semua orang


sederajat melalui proses membuka diri dan persetujuan dari yang diberitahu.

Proses terapi dengan melibatkan klien sebanyak mungkin dalam setiap


asesment dan pengobatan yang dapat meningkatkan kemampuan klien.

Melihat pengalaman sifat dasar wanita dari sudut pandang yang unik.

Memahami dan menghargai kehidupan dan pandangan-pandangan setiap


wanita.

Mengubah cara tradisonal dalam menilai kesehatan psikologi wanita.

Memahami bahwa perubahan individual akan menjadi perubahan sosial yang


baik.

Menekankan aturan terapis sebagai penasehat sebaik sebagai fasilitator dalam


perubahan individual.

Mendorong klien untuk mengambil sikap sosial untuk menunjukkan aspek


opresiv lingkungan.
Terapi Feminis dimaksudkan untuk perubahan individual maupun sosial.

Modelnya tidak tetap atau statis tetapi berkembang secara bertahap. Tujuan utamanya
adalah menggantikan sistem zaman patriakal dengan kesadaran feminisme dan
menciptakan komunitas yang menjunjung nilai persamaan dalam hubungannya, yang
menekankan saling ketergantungan dibanding ketergantungan satu arah, dan yang

mendorong dan mendorong wanita maupun laki-laki untuk menjelaskan atau


mengartikan diri mereka sendiri daripada menjadi seperti yang diinginkan oleh
tuntutan mayarakat.
Walaupun mempunyai pendekatan tersendiri dan mirip psikoterapi, praktek
feminisme didirikan agar berbeda dengan yang lainnya. Karena Terapi Feminis sudah
mapan, hal ini menjadikan lebih banyak kritikan dan perubahan. Munculnya
keanekaragaman pandangan feminisme wanita berkulit warna, femisme lesbi,
feminisme global dan perspektif postmodern memimpin untuk memperbaiki isu
perbedaan antara wanita dan laki-laki dalam cara yang baru.
Masing-masing delapan dasar filosofi dibawah praktek feminisme
liberalisme, budaya, radikal, sosialis, postmoderent, wanita berkulit warna, lesbian
dan internasional-global mempunyai pandangan yang berbeda-beda dalam sumber
tekanan dan apa yang dibutuhkan untuk perubahan social yang mendasar tanpa
mengenyampingkan pandangan khusus mereka, terapis feminis membagi beberapa
asumsi dasar dan aturan: mereka menggunakan pengungkapan diri yang tepat; mereka
menjadikan nilai dan kepercayaan mereka secara tegas sehingga proses terapi ini
dapat berjalan dengan baik dan tegas; mereka membangun rasa persamaan dengan
klien; mereka bekerja dengan sejauh mana kemampuan klien; menekankan saling
menghormati kebiasaan antarwanita meskipun pengalaman hidup mereka berbedabeda.
Terapis feminis menjalankan kegiatannya untuk meruntuhkkan hierarki
kekuatan yang mencampuri hubungan terapeutik. Beberapa dari srategi dalam Terapi
Feminis ini unik, misalnya analisis dan intervensi peran gender, intervensi dan analisis
kekuatan, menerima pendirian terapis dalam menantang sikap terhadap aturan bagi
wanita yang telah menjadi adat dan mendorong klien untuk mengambil sikap social.
Strategi-strategi terapeutik lainnya adalah dipinjam dari bermacam-macam model
terapi. Diantaranya meliputi biblioterapi, latihan asertif, restrukturisasi koginitif,
bermain peran (role play), teknik psikodrama, identifikasi dan mengubah keyakinan
yang salah, dan catatan pribadi (buku harian). Prinsip-prinsip dan teknik-teknik Terapi
feminis ini dapat di aplikasikan ke dalam model terapeutik lainnya seperti terapi
individual, kpnseling pasangan,

terapi keluarga, terapi kelompok dan terapi

komunitas. Tanpa mengeyampingkan teknik khusus yang digunakan, tujuannya


adalah memberikan wewenang kepada klien dan perubahan sosial.

Sumbangan Terapi Feminis


Salah

satu sumbangan penting kaum feminis membuka lapangan konseling dan

psikoterapi adalah memudahkan jalan bagi praktek gender dan kesadaran atas dampak
dari konteks kultural dan berbagai penindasan. Terapis dengan orientasi wanita
mengerti betapa pentingnya untuk benar benar sadar atas pesan pesan peran
gender yang telah berkembang bersama sama klien, dan mereka berkemampuan
dalam membantu klien untuk mengidentifikasi dan melawan pesan pesan ini
(Philpot, Brooks, Lusterman, & Nutt, 1997).
Perjuangan untuk hak wanita telah membuat terapis menjadi sensitif terhadap
penggunaan kewenangan berdasarkan gender pada suatu hubungan. Sebagai contoh,
saat menulis tentang terapi untuk hak wanita berpasangan, Rampae (1998)
menyatakan bahwa terapis harus mengidentifikasi dan melawan distribusi wewenang
dalam hubungan yang tidak seimbang dan ketidakseimbangan ini menghalangi
pemecahan masalah. Melakukan hal ini sering berakibat mendorong wanita untuk
mendapatkan apa yang mereka inginkan untuk diri mereka sendiri dalam hubungan
mereka. Memeriksa perbedaan wewenang dalam hubungan mereka seringkali
membantu pasangan untuk mengurangi kebingungan terhadap perbedaan gender
diantara mereka.
Nichols dan Scwartz (2001) dihargai sebagai terapis yang gender-sensitif
dengan membantu mengatur ulang keluarga sehingga baik wanita maupun pria tidak
terjebak

dalam

pola

destruktif.

Terapis

keluarga

dengan

orientasi

untuk

memperjuangkan wanita membantu keluarga dalam memeriksa secara kritis dan


merubah peraturan dan peran. Menurut Nichols dan Scwartz, hanya pada saat terapis
melihat dari kacamata gender mereka dapat memotong siklus menyalahkan ibu dan
akan berhenti meminta ibu untuk melakukan semua perubahan.
Terapis feminis juga membuat kontribusi penting dalam mempertanyakan teori
konseling tradisional dan model perkembangan manusia, terutama asumsi bahwa
pendekatan tradisional ini memprihatinkan pengalaman klien. Kebanyakan teori
menempatkan penyebab masalah dalam individu bukan pada keadaan luar dan
lingkungan. Hal ini telah menyebabkan wanita dan pria memegang tanggung jawab
untuk masalah mereka dan tidak diberikan kesadaran penuh pada realita sosial dan
politik yang menciptakan masalah untuk mereka. Kontribusi kunci dari feminis yang

terus mereka buat adalah mengingatkan kita semua bahwa fokus yang sesuai dengan
terapi termasuk bekerja untuk merubah faktor penindasan dalam masyarakat daripada
mengharapkan individu beradaptasi terhadap tingkah laku peran yang diharapkan.
Kontribusi utama dari gerakan feminis ini adalah dalam area etika pada
praktek psikologi dan konseling (Brabeck, 2000), dan pengambilan keputusan secara
etis pada terapi (Rave & Larsen, 1995). Suara para pejuang yang bersatu mengambil
perhatian pada tingkat dan implikasi dari kekerasan terhadap anak, incest, perkosaan,
pelecehan seksual, dan kekerasan dalam rumah tangga. Adalah mereka yang
menunjukkan konsekuensi atas kegagalan dalam menyadari dan mengambil tindakan
dalam kasus dimana anak anak dan wanita menjadi korban dari kekerasan fisik,
seksual, dan psikologis.
Terapis wanita menuntut diambil tindakan atas kasus pelecehan seksual pada
saat terapis pria menyalahgunakan kepercayaan yang ditaruh pada mereka oleh klien
wanita mereka. Beberapa waktu lalu kode etik dari seluruh organisasi profesi
membiarkan masalah hubungan terlarang antara terapis dan klien. Sekarang, seluruh
kode etik profesi melarang adanya keintiman seksual antara terapis dengan klien dan
mantan klien dalam beberapa waktu. Lebih jauh lagi, banyak profesi yang setuju
bahwa hubungan seksual tidak dapat selanjutnya diubah menjadi hubungan
pengobatan. Sebagian besar karena usaha dan masukkan dari para wanita yang ada
dalam komite etik.
Prinsip terapi telah diterapkan pada pengawasan, pengajaran, konsultasi, etika,
penelitian, dan pembentukkan teori dan juga praktek psikoterapi. Membangun
komunitas, menyediakan hubungan empati terhadap sesama, menciptakan perasaan
akan kesadaran sosial, dan tekanan terhadap perubahan sosial adalah kekuatan yang
signifikan dari pendekatan ini.
Prinsip dan teknik dari terapi ini dapat digabungkan dengan model terapi lain
dan sebaliknya. Terapis feminis dan Adleria bersatu dalam melihat hubungan
pengobatan sebagai kesetaraan. Terapis feminis dengan terapis yang memusatkan
pada orang setuju atas pentingnya autentikasi, pencontohan, dan penyingkapan diri
terapis; pemberian wewenang adalah tujuan dasar dari orientasi keduanya. Pada
waktu pengambilan keputusan untuk seseorang, terapis wanita dan ekstensial
berbicara dalam bahasa yang samakeduanya menekankan untuk memilih diri
sendiri dibandingkan untuk memilih menjalani hidup yang ditentukan oleh diktat

sosial. Terapi feminis dan terapi kognitif membagi pentingnya hubungan kolaboratif,
pembelajaran kemampuan bertahan, membentuk persetujuan bersama dalam tujuan
konseling, mengajarkan klien bagaimana terapi ini bekerja, dan mengikutsertakan
klien dalam mengevaluasi sejauh mana proses ini bekerja pada mereka.
Walaupun terapis feminis telah menjadi kritis atas psikoanalisis sebagai
orientasi pelecehan seksual, beberapa terapis percaya psikoanalisis dapat menjadi
pendekatan yang sesuai untuk membantu wanita. Teori relasi objek dapat membantu
klien memeriksa representasi objek internal yang berdasar pada hubungan mereka
dengan orang tua. Terapi ini dapat mengikutsertakan pemeriksaan terhadap
pembelajaran secara tidak sadar mengenai peran wanita melalui hubungan ibu anak
perempuan untuk memberikan pengetahuan kenapa peran gender sudah sangat
menyatu dan sangat sulit untuk berubah.
Terapi Gestalt dan terapi feminis berbagi tujuan untuk menigkatkan kesadaran
klien terhadap wewenang pribadi. Terapis feminis yang berorientasi Gestalt berfungsi
sebagai fasilitator untuk eksperimen aktif klien dengan peran dan tingkah laku yang
baru. Terapi kontemporer Gestalt menekankan dialog antara klien dan terapis.
Pendekatan ini menciptakan dasar untuk kontak dan kesepahaman antara klien dan
konselor, dan juga membentuk dasar untuk kontak dan eksperimen untuk kontak dan
eksperimen yang spontan dari pengalaman waktu ke waktu pada waktu pengobatan.
Dalam banyak cara, model dialog dan kolaboratif dari terapi Gestalt cocok dengan
filosofi dari perspektif feminis (Enns, 1987, 2004).
Terapi tingkah laku kognitif dan terapi feminis cocok dalam artian mereka
melihat hubungan pengobatan sebagai kolaborasi dan klien sebagai yang berwenang
untuk membangun tujuan dan memilih strategi untuk berubah. Mereka bertujuan
untuk membantu klien mengambil alih kehidupannay sendiri. Persamaan lainnya
adalah komitmen untuk tidak membingungkan dalam proses terapi. Mereka juga
mangasumsikan fungsi pemberian informasi dan pengajaran agar klien dapat menjadi
partner aktif dalam proses terapi.
Terapis feminis dapat menjalankan strategi yang berorientasi tindakan seperti
latihan ketegasan dan tingkah laku dan memberikan tugas untuk klien untuk dilatih
dalam kehidupan sehari hari. Terapis dapat bereksplorasi bersama klien bagaimana
kepercayaan mereka terhadap peran dan pengalaman wanita dapat membatasi pilihan
mereka. Klien akan diajak untuk mengeksplor bagaimana sosialisasi peran gender

mereka dan pelecehan seksual dalam suatu lembaga telah menghasilkan kepercayaan
ini. Klien lalu memutuskan kepercayaan mana untuk merubah atau membangun
ulang. Tiga sumber yang berguna untuk diskusi lebih jauh dari terapi tingkah laku
kognitif feminis adalah Worell dan Remer (2003), Fodor (1988), dan Kantrowitz dan
Ballou (1992).
Terapis dari orientasi apapun dapat menanamkan praktik dan teknik feminis
dalam pekerjaan mereka jika mereka mengadakan terapi dengan sikap positif terhadap
wanita, menghargai apa itu feminim, dan mau untuk mengkonfrontasi sistem
patrilineal, memberi kewenangan kepada wanita, dan membantu mereka untuk
menyuarakan kemauan mereka. Sebagai tambahan, adalah penting bahwa terapis
memberi perhatian terhadap perkembangan pria dan wanita serta sosialisasi peran
gender, isu kewenangan dalam hubungan pengobatan, dan prasangka dan stereotipe
gender mereka. Terapis perlu untuk mengidentifikasi setiap sumber prasangka dalam
memberikan teori dan bekerja untuk menyusun ulang atau menghilangkan aspek bias
itu.

Pembatasan dan Kritikan pada Terapi Feminis


Beberapa feminis terapis dapat menjadi sangat giat dan dalam beberapa hal
menunjukkan nilai mereka pada klien. Walaupun peranan penting dari seorang terapis
feminis adalah untuk mengajarkan para wanita tentang pilihan dalam perubahan,
namun fungsi ini seharusnya tidak termasuk menuntut klien untuk mematuhi arahan
yang spesifik. Fungsi sebenarnya dari terapis itu sendiri adalah memberikan dukungan
dan tantangan untuk mengetahui dan atau memeriksa apa yang klien miliki dalam
kehidupan mereka. Hal tersebut menjadi tanggungjawab pribadi klien untuk
menimbang keuntungan dan resiko yang terlibat saat sebelum mereka melakukan
terapis maupun sesudah ada perubahan dalam diri mereka.
Feminis terapis tidak boleh bersikap netral. Mereka disarankan hanya terbatas
pada perubahan struktur social, terutama dalam konteks persamaan hak, kekuasaan,
hak untuk menentukan apa yang baik bagi dirinya, kebebasan meniti karir diluar
rumah dan hak memperoleh pendidikan. Hal-hal tersebut dapat memunculkan
masalah apabila keeika terapis menghadapi klien yang tidak merasakan hal tersebut
diatas. Misalnya seperti para wanita yang lebih memilih untuk merwat anak-anaknya,

menjadi ibu rumah tangga dan memutuskan untuk tidak bekerja diluar rumah; para
wanita yang berpikir bahwa seluruh kehidupan ekonomi dan emosionalnya cukup
hanya dengan bergantng dengan suaminya atau para wanita yang dengan relanya
mengorbankan pendidikannya bahkan karirnya hanya untuk kepentingan yang lain.
Feminis terapis seharusnya tertantang untunk mengubah pendirian /pilihan
klien yang seperti itu, namun kebanyakan terapis kontemporer lebih menghargai
pilihan si klien selama pilihannya tersebut benar-benar merupakan pilihan hidupnya.
Penting bagi jalan yang klien pilih untuk dimengerti bahwa hal tersebut adalah
sebagai dampak dari gender dan factor kebudayaan. Feminis terapis berkomitmen
penuh untuk mambantu klien dalam menimbang harga dan manfaat dari pilihan
hidupnya. Hal ini jauh lebih penting dari hanya sekedar menentukan pilihan klien
dengan arahan-arahan. Leoner Walker (1994) menguatkan pendapat ini melelui
menghormati bekerja dengan para wanita yang diperlakukan kasar.
Feminis terapis harus berhati-hati membatasi peranan mereka pada klien agar
tidak menimbulkan perasaan segan terhadap terapis, bahkan terhadap hal-hal yang
sensitive. Sebuah pertanyaan yang kritis Mengapa klien ini mencari saya? Apa yang
sebenarnya klien inginkan dalam hidupnya? pada akhirnya klien itu sendiri yang
dapat menjawabnya. Worell dan Ramer (2003) menyatakan bahwa intinya semua
terapi adalah value-laden process. Feminis terapis yakin bahwa adalah penting untuk
transparan/jelas dengan klien mengenai nilai (fungsi diri klien).
Dilihat dari sisi kontekstual atau factor lingkungan yang mmberikan kontribusi
pada masalah wanita dan jauh dari mengeksplorasi daerah intrapsikis, keduanya dapat
menjadi sebuah kekuatan/kelebihan dan pembatasan. Diluar dari rasa bersalah bagi
depresi yang dirasakan, klien mempunyai kemampuan memahami kenyataan
sekalipun hal itu sangat menyakitkan. Terapis harus dapat menyeimbangkan
eksplorasi dunia luar maupun dalam klien apabila klien bertujuan untuk mencari jalan
dalam mengambil tindakan dalam kehidupunnya sendiri. Walaupun wanita tidak
sepenuhnya bertanggungjawab atas masalah yang mereka ciptakan sendiri, mereka
akan berusaha mencari jalan keluarnya sendiri dengan cara mempelajari apa yang
mereka dapat lakukan untuk memikul tanggungjawab dalam mengubah pilihan yang
mereka pilih. Pilihan yang lainnya mungkin dapat memutuskan meninggalkan
lingkungan yang tidak mengenakan.

Dua kritikan lainnyan

bagi terapi

feminis

sepantasnya

disebutkan.

Ketidaksetujuan mengenai apakah terapi feminis dilihat dari orientasi pada filsafat
atau sekedar teori. Penelitian baru-baru ini dimulai untuk menjelaskan perdebatan
tersebut (Brown, 1994; Worell & Johnson, 1997). Kritikan lainnya adalah bahwa
terapi feminis didirikan oleh orang-orang kulit putih kelas menengah, kaum wanita
heteroseksual (Brown, 1994). Namun hal itu tidak bertahan sampai akhir tahun
1980an, pencetus teori feminis menyatakan bahwa mereka telah melihat wanita
(selain dari kalangan kulit putih) dan beranggapan bahwa ras tidak terlalu penting
sebagaimana gender dalam pengertian sempit. Faktanya, benyak wanita dari berbagai
warna kulit lebih suka menyebut diri mereka womanists adalah sebuah pernyataan
perasaan yang mereka keluarkan dari kaum feminis. Terapi feminis merespon semua
kritikan ini dan membuat sebuah perubahan untuk menjadi lebih maju (Brown &
Root, 1990; Enns & Sinacore, 2001; Worell & Johnson, 1997).

Anda mungkin juga menyukai