dipertimbangkan sampai sekarang yang terdapat pada buku ini. Seperti anda akan
lihat, terapi feminis menaruh jenis kelamin dan menggerakkannya pada proses
pengobatan. Hal ini didasarkan pada
untuk dipertimbangkan dalam kontek sosial dan konteks budaya yang berperan untuk
mengangkat persoalan seseorang dalam rangka memahami orang itu. ( Jerry Corey's)
pelatihan yang saya miliki tidak meliputi suatu perspektif dalam terapi feminis,
sebetulnya, suatu sisiem atau multicultural perspective- dimana sudah saya yakini
bahwa perspektif terapi feminis menawarkan suatu pendekatan unik pada pemahaman
peran kedua-duanya yaitu wanita dan pria dimasyarakatkan untuk menerima.
Perspektif ini juga mempunyai implikasi penting untuk pengembangan teori dan
untuk mengembangkan bagaimana praktisi campurtangan dengan populasi klien yang
berbeda-berbeda.
Suatu konsep utama pada terapi feminis adalah tekanan secara psikologis pada wanita
dan batasan yang memaksakan dengan status secara sociopolitical dimana wanita
telah diturunkan derajatnya. Kultur yang lebih dominan menguatkan kita pada
bersikap tunduk dan self-sacrificing kepribadian yang ada pada wanita. Sosialisasi
pada wanita yang tak bisa diacuhkan mempengaruhi pengembangan identitas mereka,
konsep pribadi, tujuan dan cita-cita, dan kesehatan emosional.
Mayoritas klien yang bekerja pada konsultasi wanita, dan mayoritas praktisi
psikoterapi di tingkatan guru adalah wanita. Seperti itu, kebutuhan akan suatu teori
hal itu selalu meningkat dari pemikiran dan ekspresi wanita terapi yang nampak
kepercayaan diri. Namun kebanyakan teori yang secara kebiasaan diajarkan
mencakup psikoanalisa, Adlerian Therapy, Gestalt Therapy, Behavior Therapy,
Reality Therapy, dan Person-Centered Therapy yang ditemukan oleh lelaki kulit putih
dari budaya Barat ( Amerika Atau Mengenai Eropa).
Terapis feminis sudah menantang asumsi yang berorientasi pada lelaki mengenai apa
yang mendasari suatu individu yang sehat dan mengangkat beberapa pertanyaan
kritis: Mengapa adalah wanita lebih sering mendiagnose dengan tekanan dibanding
dengan orang lain di masyarakat kita? Dapatkah teori yang dikembangkan oleh pria
kulit putih dari Kultur barat yang sewajarnya melayani kebutuhan klien wanita untuk
menasihati? Kebutuhan akan selera warna wanita? Dari yang lainnya
yang
dan empowerment wanita-wanita yang bisa dicapai oleh praktek jalan dan
ketrampilan baru sedang berada dalam suatu lingkungan yang aman.
Prinsip terapi feminis juga mulai temukan cara mereka
dalam pekerjaan
dimana banyak wanita therapists dengan klien sedangan lakukan secara individu
dengan klien mereka. Percaya bahwa konseling pribadi adalah juga suatu alat sah
untuk mempengaruhi perubahan, mereka memandang therapy sebagai persekutuan
antara sesama. Sebagaiman therapists, menjadi sensitip kepada kekuatan dinamika
yang berpotensi merusak dalam berterapi, mereka mulai membangun kualitas dalam
proses terapi. Mereka mengambil cara berpendirian therapy yang diperlukan untuk
memindah dari kepercayaan pada suatu psychopathology perspektif intrapsikis (di
mana sumber suatu sakit ingatan atau ketidak bahagiaan perempuan berada di
dalamnya) pada suatu fokus atas pemahaman kekuatan mengenai penyakit pada kultur
yang merusak dan menghambat wanita.
Suatu riset pada penyimpangan jenis kelamin bermunculan pada tahun 1970,
yang membantu terapi feminis memiliki gagasan lebih lanjut, dan organisasi mulai
membantu perkembangan pengembangan terapi feminis. Antar lain adalah Asosiasi
untuk Wanita-Wanita Psikologi ( AWP) dan berbagai usaha oleh Asosiasi Psikologis
Amerika (APA), mencakup Gugus Tugas pada Penyimpangan Jenis kelamin Dan
Peran Jenis kelamin (APA, 1975), Divisi APA'S 35 ( Masyarakat untuk Psikologi
Wanita), dan APA'S ( 1979) Divisi 17 " Prinsip Mengenai pengobatan dan terapi
feminis," Yang menetapkan pengetahuan penasihat, sikap, dan ketrampilan yang
penting untuk secara efektif ditujukan pada isu gender dalam proses konseling. Dasar
Pengetahuan konseling meliputi hal-hal yang sangat erat hubungannya dengan
biologi, psikologis, dan isu sosial yang mempengaruhi wanita-wanita dan orang.
Sebagai tambahan, penasihat harus menguji sikap pribadi mereka sendiri tentang
penyimpangan jenis kelamin dan sexism untuk memahami berbagai macam tekanan
yang tidak mempengaruhi klien mereka.
Tahun 1980 telah ditandai oleh usaha untuk menggambarkan terapi feminis
sebagai suatu kesatuan dalam hak-hak yang harus dimiliki oleh wanita ( Enns, 1993),
dan therapy individu adalah paling sering mempraktekkan oleh format terapi femins
( Kaschak, 1981). Gilligan'S ( 1977, J 982) bekerja pada suara wanita-wanita yang
berbeda dan kesusilaan kepedulian dan pekerjaan Miller (1986) dan Sarjana Stone
Center pada
wanita dengan mengalahkan batasan dan batas itu dari pola teladan sosialisasi mereka.
Terapi feminis liberal membantah bahwa persamaan kelayakan pada wanita, sebab
mereka mempunyai kemampuan dasar yang sama dasar sebagai manusia. Pejuang
hak wanita ini cenderung untuk percaya perbedaan antara wanita dan la ki-laki akan
jadi lebih sedikit meragukan seperti bekerja dan lingkungan sosial menjadi lebih biasbebas. Karena terapi feminis liberal, memiliki tujuan pada terapi utama meliputi
Pada tahun 1993 para psikolog yang memeluk suatu keanekaragaman perspektif
terapi feminis jumpa pada Konferensi nasional pada Pendidikan Dan Pelatihan pada
Praktek Terapi feminis. Mereka mencapai konsensus pada satu rangkaian tema dasar
mendaratkan praktek terapi feminis sebagai pendapat dasar, dengan begitu mengambil
suatu langkah penting ke arah pengintegrasian sejumlah perspektif terapi feminis
"gelombang ketiga"
analisa
berbagai
tekanan
dalam
suatu
penilaian
mengakses
untuk
feminisme harus " mencari-cari saldo antara menilai keaneka ragaman antara wanitawanita, self-discovery, dan menentukan nasib sendiri selagi memelihara beberapa
kerangka umum yang memusat pada perubahan bentuk masyarakat yang kolektif"
(p.48). Yang seperti dapat siap untuk dilihat, terapi feminis secara terus menerus
pengembangan dan kedewasaan. Dengan keaneka ragaman filosofi, dan fakta bahwa
tidak ada definisi terapi feminis yang di-set therapy, siapa sebenaranya terapis
feminis? Banyak therapists, baik pria maupun wanita, mendukung yang secara ideal
untuk pergerakan terapi feminis Bagaimanapun. jika mereka tidak menyertakan
metoda terapi feminis di dalam praktek mereka, mereka bukanlah pejuang hak wanita
therapists (Brown, 1992). Terapis feminis gender percaya bahwa pusat
mengobati, suatu permasalahan klien memerlukan
praktek
penampilan wanita menjadi sesuatu yang amat penting bagi masyarakat barat. Pria
merupakan kelompok yang dominant, membedakan peran yang pria mainkan
diharapkan tidak untuk mengontrol pemicu seksual mereka akan tetapi wanita
memicu daya seks pria. Karena wanita menempati posisi sebagai bawahan, mereka
harus sangup untuk memahami kebutuhan dan perilaku kelompok dominant. Untuk
tujuan tersebut, wanita telah mengembangkan intuisi wanita dan termasuk dalam
skema gender mereka sebuah keyakinan internal bahwa wanita kurang begitu penting
dibandingkan dengan pria. Peran wanita adalah termasuk melayani orang lain dan
mengantisipasi kebutuhan orang lain, sehingga wanita dilabeli sikap pasif ,
bergantung, dan kurang inisiatif.
Meskipun penelitian terbaru berfokus pada perkembangan wanita, teori
hubungan budaya dan pandangan feminis lainya telah diperluas termasuk juga pada
Pria. Para peneliti dari kaum feminis telah mendemonstrasikan bahwa disaat semua
perkembangan manusia dilihat dari kaca mata gender pria, kualitas penting baik pria
maupun wanita terabaikan. Melalui kerja yang dilakukan oleh Gilligan , Miller, dan
yang lainnya, kita mendapatkan model baru mengenai perkembangan untuk
memahami wanita dan perspektif baru yang mengenali baik pria maupun wanita telah
diberi label dan dipahami secara salah.
Kaum terapi feminis mengingatkan kita bahwa stereotypes gender tradisional
mengenai wanita masih melekat dalam budaya kita. Kaum feminis mengajarkan klien
mereka bahwa penerimaan secara bulat peran budaya tradisional dapat membatasi
kebebasan wanita yang dengannya menghambat keinginan dan cita-cita wanita itu
sendiri. Saat ini pria dan wanita amat sedikit perbedaannya. Wanita dan pria dalam
terapi mempelajari bahwa jika mereka memilih, mereka dapat mengalami cirri
perilaku bersama seperti menerima diri mereka sebagai orang yang independent atau
dependen pada waktu yang berbeda, menjadi interdependen, memberi pada yang lain
dan terbuka untuk menerima, berfikir dan merasa, serta menjadi lembut juga tegar.
Dari pada menutup diri pada satu tipe perilaku, pria dan wanita yang menolak peran
budaya tradisional akan mengatakan bahwa mereka ingin mengekspresikan jangkauan
yang kompleks menenai karakter yang sesuai untuk situasi yang berbeda dan bahwa
mereka terbuka bagi
Ringkasan
Chodorow
(1989)
bekerja
pada
pengembangan
indentitas,
Gilligan
suatu dampak pada praktek terapi kaum feminis. Karakteristik umum ini membuat
para praktisi dapat memperkirakan kecukupan teori kepribadian apapun yang mereka
pakai.
Prinsip psikologi feminis
Sejumlah penulis dari kaum feminis telah mengartikulasikan prinsip-prinsip inti yang
membentuk landasan praktis bagi terapi kaum feminis. Prinsip ini berinterelasi dan
memiliki lompatan yang lumayan besar.
1. pribadi adalah bersifat politik. Masalahh yang dihadapi oleh seorang client
individu memiliki akar sosial dan politk. Tujuan dari terapi kaum feminis
adalah tidak hanya untuk perubahan sosial akan tetapi juga untuk perubahan
masyarakat. kaum feminis memandang keberadaan praktek terapinya adalah
tidak hanya untuk membantu klien individu untuk bertahan akan tetapi juga
sebagai strategi untuk merubah masyarakat. Tindakan langsung untuk
perubahan sosial merupakan bagian dari tanggung jawabnya sebagai ahli
terapi. Penting juga bagi para wanita yang menjalani terapi inibaik klien
maupun sang therapistmengetahui bahwa mereka menderita penindasan
sebagai kelompok bawah dan mereka dapat bergabung dengan wanita lainnya
untuk memperbaiki kesalahan ini. Menindentifikasikan sumber masalah yang
datangnya dari luar sering memberi hasil berupa kemarahan, dan hal ini akan
mempersulit serta memerlukan banyak energi dalam melakukan perubahan.
dalam fase tekanan. (Brown 1994). Terlebih lagi dengan menimbang konteks
variabel, gejala tersusun sebagai strategi bertahan hidup. Respon wanita
terhadap lingkungan yang berpenyakit tidak lah dipandang sebagai gejala akan
tetapi hanyalah sebagai strategi kreatif untuk mengatasi tekanan masyarakat
(Worrel dan Remel,2003). Akhirnya Enns (1993) membuat poin penting yang
mencoba untuk mengidentifikasi sumber penyakit dan untuk mengekspresikan
rasa sakit yan memang sangat penting bagi proses penyembuhan. Enns
menyarankan bahwa belajar untuk mengekspresikan secara langsung rasa sakit
internal ini (dan rasa marah, duka, dan sedih) mewakili suatu aspek mendasar
penyembuhan kerena hal ini membuat klien sangggup secara produktif
mengarahkan kembali emosi yang mereka telah sisipkan atau telan.
4. terapi kaum feminis menggunakan sebuah analisa gabungan mengenai
tekanan. Gender merupakan pertimbangan penting dalam terapi kaum feminis,
baik dalam istilah tekanan maupun perbedaan yang dapat mempengaruhi
pemahaman seseorang (Hill dan Rothblum 1996). Para ahli terapi feminis
menganggap bahwa baik pria maupun wanita dipengaruhi oleh budaya sejak
lahir yang mana jenis kelamin merupakan hak seseorang yang dibedakan. Pria
yang belajar kalau sifat mudah tersingung itu merupakan sutau kelemahan
akan memiliki kesulitan dalam mengekspresikan emosi didalam dan diluar
hubungan terapi. Wanita yang telah mempelajari kalau mereka harus
menomorduakan keinginan mereka demi kepedulian kelarga akan memiliki
kesulitan dalam mengidentifikasi dan menghargai apa yang akan dihasilkan
dari terapi ini. Sang ahli terapi nya pun juga memiliki suatu gender, dan
persepsi sang ahli terapi pun akan selalu disaring melalui kaca mata
pengalamannya sendiri, yang tentu akan sangat berbeda dengan pengalaman
sang klien. Meskipun gender ditekankan, para ahli terapi feminis mengenali
bahwa semua bentuk tekanan sangat mempengaruhi keyakinan pilihan, dan
persepsi , dan mereka tetap setia untuk bekerja melawan tekanan pada basis
ras, ethnic, kelas, budaya, kepercayaan agama, pengaruh atau orientasi
seksual, usia, dan kemampuan fisik serta karakteristik. Demikian, kaum
feminis menantang semua bentuk tekanan, tidak hanya takanan terhadap
wabita, (worrel dan remer 2003).
cara
mengenal.
Wanita
dipupuk
keberaniannya
untuk
PROSES TERAPI
Tujuan dari terapi
Lima tujuan terapi kaum feminis telah di ajukan oleh Enn (2004): kesamaan,
kebebasan yang seimbang dan ketergantungan, pemberdayaan, pemeliharaan diri, dan
menilai keragaman. Tetapi tujuan akhir dari terapi feminis adalah untuk menciptakan
suatu masyarakat dimana pandangan mengenai jenis kelamin dan bentuk diskriminasi
lainnya serta tekanan lainnya hilang
berjuang demi perubahan, baik bagi si individu klien dan masyarakat keseluruhan.
Pada tingkat individu terapi feminis berusaha untuk membantu pria dan wanita
mengenali, mengakui dan mendapatkan kekuatan personal mereka sendiri. Melalui
pemberdayaan ini klien diharapkan untuk dapat membebaskan dirinya dari tekanan
sosialisasi peran gender dan untuk menantang tekanan yang ada. Para ahli terapi
membantu klien untuk menjadi interdependen, kuat, tabah dan mempercayai diri
sendiri dan orang lain. Klien wanita sering dibantu untuk berfikir ulang mengenai
hubungan dirinya dan tubuhnya. Dengan mnguji pengaruh yang membinasakan dari
harapan masyarakat yang bersifat tidak realistis yangdisampaikan oleh media, wanita
dapat menyerahkan sedikit
memfokuskan diri pada menyenangkan diri mereka sendiri dari pada mengikuti
idealisme masyarakat.
Terapi kaum feminis adalah merupakan sebuah perusahaan politik. Tujuannya
dalah untuk mengganti patriarki yang ada sekarang dengan sebuah kesadaran feminis,
menciptakan sebuah masyarakat yang hubungan relasinya adalah interdependen,
bekerja sama, dan saling dukung mendukung. Para ahli terapi bekerja untuk
membantu pria dan wanita mengenali bagaimana mereka mendedinisikan diri mereka
sendir dan cara mereka berhubungan dengan orang lain yang yang tak bisa dipungkiri
lagi dipengaruhi oleh harapan peran gender. meskipun bebrapa langkah sedang
diambil untuk merubah kelembagaan paham jenis kelamin dan bentuk lain dari
tekanan, masih saja ada banyak contoh mengenai ketidak seimbangan antara wanita
dan pria dan antara masyarakat dari yang dominant dan kelompok yang nomor dua
dalam hal misalnya promosi jabatan dan besarnya gaji. Demikianlah hal yang lebih
dari penyesuaian adalah tujuan akhirnya.
Arti penting dari pribadi adalah bersifat politik adalah bahwa wanita bekajar untuk
bebas tidak hanya bagi dirinya akan tetapi dari semua orang, dari semua tekanan dan
stereotype. Menurut worel dan Remer (2003), terapi kaum feminis membantu klien :
menjadi peka terhadap proses sosialisasi peran gendernya sendiri
mengidentifikasikan pesan internal mereka dan menggantinya dengan
keyakinan yang lebih kuat.
Memahami bahwa kayakinan masyarakan mengenai jenis kelamin dan
prakteknya mempengaruhi mereka dalam cara-cara yang negative.
Mendapatkan ketrampilan untuk membawa perubahan dalam lingkungan
merestruktur ulang untuk menyingkirkan mereka dari praktek-praktek
discriminasi.
Mengembangkan perilaku yang bebas
Mengevaluasi dampak faktor sosial pada hidup mereka
Mengembangkan kepakaan personal dan sosial
Mengenali kekuatan hubungan dan keterkaitan
Mempercayai intuisi mereka sendiri dan intuisi mereka
Kaum feminis juga bekerja kearah menterjemahkan kesehatan mental wanita. Tujuan
mereka adalah untuk meemtakan pengalaman penyakit wanita dan untuk megubah
masyarakat sehingga suara wanita dihargai dan kualitas hubungan wanita bernilai.
Pengalaman wanita diuji tanpa kesamaran nilai patriarki, dan ketrampilan hidup
wanita serta pencapaian ilmu.
Tidak seperti seorang ahli terapi yang terpusat, ahli terapi dari kaum feminis
tidak melihat hubungan terapi didalam dan diluar dirinya sebagai pembawa
perubahan. Dalam pandangannya, introspeksi, dan kepekaan dirinya siap beraksi. Dan
para ahli terapis dari kaum feminis bekerja untuk membebaskan pria dan wanita dari
peran yang melarang mereka merealisasikan potensi mereka. Terapi sang ahli tersebut
tidak boleh meniru ketidak seimbangan
kebergantungan klien mereka.
melaksanakan peran aktif dan seimbang, bekerja sama dalam meraih tujuan dan
prosedur. Melalui proses ini, sang ahli terapi menyingkapkan secara tepat. Dalam
buku Kode etik terapi kaum feminis (lembaga terapi kaum feminis, 2000) secara
langsung mengarahkan peran dan fungsi dari penyingkapan diri dan mencatatkan
kepentingan dengan menggunakan penyingkapan diri dengan tujuan dan pemisahan
ketertarikan sang klien. (Hal 39)
Pengalaman Klien dalam Terapi
Dalam proses terapi, klien adalah sebagai partisipan yang aktif.feminis terapis
berkomitmen untuk memastikan bahwa hal tersebut tidak akan menjad berbeda
situasinya apabila si wanita tetap pasif dan bergantung. Itu penting klien menceritakan
kisahnya dan mengutarakan pengalamnnya. Awalnya, klien memandang terapis untuk
menjawab atau menasehati. Sebagai terapis berfungsi mengembalikan tanggungjwab
kepada klien dan menghubungkan klien lebih dari sekedar manusia daripada seorang
ahli, klien melai percaya akan kemampuan dirinya. Seperti yang klien sadari
mereka benar-benar mengerti, mulai memahami perasaannya, termasuk amarah dan
emosi-emosi lain yang tidak semestinya yang harus mereka pelajari untuk mereka
sangkal.
Terapis wanita mungkin berbagi beberapa pengalaman mereka dalam
menentang tuntutan dan tekanan peran gender, sebagai penganalisis stereotip peran
gender. Sebagai contoh, klien wanita datang menyatakan mengenai perkumpulannya
dengan beberapa wanita lain dan menyadari bahwa ia tidak sendirian. Ia mulai
mengambil peran baru, karena ia mulai lebih sadar akan jalannya yang dulu dibatasi,
konsep dirinya dan tujuan serta aspirasinya. Ia menegosiasikan persamaan pada
kehidupannya dalam hubungannya dengan yang lain, menjadi lebih tegas bila
dibutuhkan, dan mengenali kebutuhan kebutuhan sendiri dan mengambil langkah
yang dianggap penting untuk mengatasinya. Ia akan berpindah dari lingkungan yang
nyaman dalam terap individual menuju ke lingkungan yang lebih besar dalam
mendukung wanita. Mungkin saja ia akan bergabung dengan womens self group. Ia
dapat menjadi seorang aktivis dan berpartisipasi di kelompoknya tempat ia bekerja.
Feminis terapis tidak boleh membatasi praktek mereka hanya pada klien
wanita; mereka juga bekerja dengan laki-laki, pasangan, keluarga juga anak-anak.
Pengalaman terpai dengan klien laki-laki dalam banyak hal sama dengan klien wanita.
Hubungan terapeutik dalam rekan kerja dan kilen dapat menjadi yang ahli dalam
menentukan apa yang ia butuhkan dan inginakan dalam terapi. Ia akan
mengeksloprasi semua jalan yang telah membatasinya. Ia menjadi lebih sadar
bagaimana ia mengekspresikan derajat emosinya dan di lingkungan yang nyaman
dalam sesi terapi ia memperoleh pengalaman penuh, seperti merasakan kesedihan,
kelemahlembutan hati, kepastian dan empati. Ia akan mendapatkan perubahan dalam
hubungannya dengan keluarga, mayarakat dan dalam bekerja, jika ia menerapkan halhal tersebut ke dalam kehidupan sehari-hari.
Tujuan utama dari feminis terapi adalah meningkatkan kemampuan diri yang
meliputi penerimaan diri, kepercayaan diri, kesenangan. Worell dan Remer (2003)
menulis bahwa femenis terapi membantu klien memperoleh cara baru memandang
dan bereaksi pada kehidupan mereka. Klien dapat berharap lebih dari sekedar
penyesuaian diri atau strategi penyelesaian masalah; mereka butuh dipersiapkan untuk
memandang dunia disekelilignya, dan perubahan dalam hubungan interpersonal.
Hubungan Antara Terapis dan Klien
Hubungan terapeutik itu berdasarkan atas empowerment dan persamaan. Hubungan
terapis-klien ini menunjukkan tentang bagaimana mengidentifikasi dan menggunakan
kemampuan atau kekuatan secara bertanggung jawab. Feminis terapis menegaskan
nilai mereka ditujukan untuk mengurangi adanya gangguan atau kegagalan. Hal ini
memperkenankan klien untuk membuat pilihan mengenai apapun atau tidak mau
bekerja sama dengan terapis..
Walaupun terdapat perbedaan kekuasan dalam hubungan terapi, feminis
terapis bekerja untuk menyamaratakan kekuatan dengan beberapa buah strategi
(Thomas, 1977). Pertama, terapis peka terhadap banyak hal yang mungkin mereka
salahgunakan
dalam
kekuasaannya,
seperti
diagnosis
yang
tidak
perlu,
wanita
dan
laki-laki
yang
dibatasi
aturan
untuk
mengenali
dialami seperti kemampuan meniru atau startegi untuk bertahan dan mengubah
etiologi dalam menghindari permasalahan lingkungan korban kesalahan terhadap
permasalahannya. Assessment adalah sebagai gambaran proses terus-menerus antara
klien dan terapis dengan adanya treatment (Enns, 2000). Dalam proses terapi feminis
diagnosa terhadap keadaan yang sulit (distress) menjadi identifikasi kedua atau
penilaian yang kuat, kemampuan dan penelitian (Brown, 2000). Worell & Remer
(2003) membuat penilaian yang menakjubkan bahwa meskipun setiap induividu tidak
bersalah terhadap permasalahan pribadi, sebagian karena dari penyelewengan fungsi
lingkungan social, mereka bertanggung jawab terhadap perubahan pekerjaan.
Sarf (2004) mendiskusikan perspektif dalam beberapa gangguan mental
teridentifikasi dalam DSM-IV-TR terutama seperti keadaan yang biasa pada wanita :
depresi, gangguan stres posttraumatic, gangguan kepribadian dan gangguan makan.
Kategori diagnostik yang digunakan untuk menamakan individu yang mempunyai
pengalaman kekerasan pada area yang lain yang bertentangan untuk terapis feminis.
Hubungan pribadi trhadap politik, mereka mempunyai tekanan bahwa banyak gejalagejala respon yang normal terhadap kekerasan. Diagnostic baru dikategorikan seperti
gangguan penyalahgunaan dan penganiayaan (Brown, 1994) dan gangguan stress
posttraumatic kompleks(Herman, 1992). Telah mengusulkan sebagai alternatif
bahwa mungkin jauh lebih baik menggambarkan bermacam-macam hal dalam respon
untuk waktu yang lama dan perlakuan yang kejam.
Menurut DSM-IV-TR, depresi yang terjadi dua kali sebagai keadaan yang
biasa pada wanita (American Psychiatric Association, 2000). Feminis terapi percaya ,
wanita mempunyai banyak alasan terhadap pengalaman depresi dibandingkan laki
laki, dan mereka sering menamakan depresinya sebagai pengalaman yang biasa pada
wanita. Wanita lebih sering menghadapi keadaan kerugian dalam soal keuangan,
bersikap patuh, dan berusaha menyenangkan orang lain terhadap keinginannya.
Demikianlah depresi mungkin hasil dari persepsi wanita, keyakinan dan pengalaman
tidak dalam kendali dalam kehidupan mereka atau secara fisik dan kehilangan
perasaan yng berharga dibandingkan laki-laki. Sama halnya dengan gangguan makan,
terapi feminis ini focus dalam memberikan pesan social dan memberikan keterangan
pada media massa, tentang tubuh wanita dan pentingnya menjadi kurus. Terapis
melalui analisis peran gender membantu klien yang menderita anorexia dan bulimia,
pemeriksaan ini terhadap keputusan sosial dan bagaimana mereka datang untuk
menerima keadaan tersebut. Terapis dan klien bekerja sama untuk menentang dan
mengubah kondisi tersebut. Dan urutan keadaan yang biasa diperhatikan dalam setiap
sosialisasi peran gender dan perbedaan kekuatan antara perempuan dan laki-laki dan
perhatian terhadap sosial seperti pada sumber masalah kejiwaan.
Terapi feminis tidak menolak menggunakan DSM-IV-TR pada usia ini dalam
melakukan perawatan dalam pengobatan kesehatan mental. Terapis sangat hati-hati
dalam melakukan pemeriksaan dengan klien yang memiliki banyak implikasi, dalam
memberikan diagnosa, lalu klien diberitahu dapat membuat pilihan dan memfokuskan
diskusi dalam membantu klien mengerti peranan sosial dan budaya dalam
permasalahan etiologinya.
Setiap bentuk alternatif dalam penilaian yang baik dari terapis feminis adalah
analisis peran gender, yang membutuhkan eksplorasi secara kooperatif dari klien dan
terapis dalam memberikan pengaruh yang kuat dari gender terhadap stress yang
dihadapi klien. Santos De Barona & Dutton (1997) stres penting dalam penggabungan
dengan konteks yang berubah-ubah (seperti rasisme dan heterosexism) pada prosedur
penilaian jalannya klien, Worell & Remers (2003) terpusat pribadi ganda dan
identitas sosial tiap klien memberikan sarana untuk memperkenalkan analisa ini.
Pendekatan apapun untuk penilaian yang digunakan, klien menjalani tiap-tiap tahap
dalam proses dan ikut serta dalam membentuk strategi, dimana klien membangun
kekuatan individual.
Teknik dan Strategi
Terapi Feminis mempunyai beberapa teknik dan sebagian dipinjam dari pendekatan
tradisional dan diadaptasi ke dalam model terapi feminis. Terutama sekali yang
penting adalah teknik meningkatkan kesadaran yang membantu perempuan
membedakan antara apa yang mereka pikirkan adalah dapat diterima atau diingkinkan
oleh masyarakat dan apa yang sebenarnya sehat untuk mereka. Sharf (2004), Worell
and Remer (2003) dan Enns (1993) menjelaskan beberapa teknik dalam bagian ini
dengan menggunakan contoh kasus Susan untuk mengilustrasikan bagaimana teknik
ini dapat diterapkan.
Susan, 27 yahun, datang untuk memulai terapi atas dpresi yang dialaminya. Dia
berkata, saya benci diri saya sendiri karena berat badannya bertambah usai
menginggalkan bangku kuliah dan dia yakin dia memang ditakdirkan hidup seorang
diri di sisa hidupnya. Dia berkata, Saya kehilangan kesempatan. Saat di bangku
kuliah, saya terkenal dan menarik, tetapi sekarang tidak ada lelaki yang melirik saya
lagi.
EMPOWERMENT.
Inti
dari
feminis
strategi
adalah
memberi
dukungan,
menyemangati klien. Susan terapis akan memberi perhatian pada masalah informed
consent, mendiskusikan jalan terbaik yang akan didapat dari proses terapi ini,
mengklarifikasikan atau menjelaskan harapan-harapan, identifikasi tujuan dan bekerja
berdasarkan kontrak atau prosedur yang akan mengarahkan proses terapi. Dengan
menjelaskan bagaimana proses terapi berjalan dan mendapat bantuan dari Susan
sebagai partner aktif dalam proses terapeutik, proses terapi berjalan baik. Susan akan
belajar bahwa ia dalam arahan untuk berubah, lamanya terapi dan prosedur terapi
yang sedang dijalankannya.
SELF-DISCLOSURE (PENYINGKAPAN DIRI). Feminis terapis menggunakan
penyikapan diri untuk menyetarakan hubungan klien-terapis, dan untuk membangun
informed consent. Penyingkapan diri yang tepat membantu mengurangi perbedaan,
juga berguna untuk menyuport klien, dan dapat membebaskan klien (Enns, 2000).
Sebagai contoh, Susan terapis dapat menyingkap kesulitannya dalam menerima
perubahan bentuk tubuhnya sekarang, setelah kehamilan dan kelahiran anaknya.
Penyingkapan diri memperlihatkan kepada Susan bahwa terapis adalah seorang yang
nyata, tepat dengan perlawanannya.
Penyingkapan diri bukan hanya berbagi informasi dan pengalaman. Tetapi
juga mengandung kualitas kehadiran terapis dalam sesi terapi. Keberhasilan terapis
dalam penyingkapan diri adalah berdasar pada keaslian atau kebenaran dan perasaan
satu sama lain. Terapis mengingatkan bagaimana penyingkapan dapat mempengaruhi
klien dengan menggunakan apakah teori hubungan-budaya mengacu pada empati
yang ditanamkan lebih dulu. Feminis terapis seperti halnya konselor yang
mampunyai orientasi teoritik lainnya, berkomitmen menggunakan penyingkapan diri
untuk memaksimalkan proses terapeutik.
cara
terbaik
untuk
mengatasi
situasi
ini.
Susan
terapis
sekedar faktor intrapsikis, fokusnya adalah membenahi lingkungan sosial dan politik.
Jadi, Susan dapat mengerti bahwa depresinya itu lebih berhubungan dengan tuntutan
atau tekanan dari masyarakat tentang tubuh yang ideal daripada karena ia
membendung sendiri kekurangannya.
Relabeling adalah sebuah intervensi yang mengubah atau mengevaluasi label
yang ditujukan pada beberapa karakteristik timgkah laku. Susan dapat mengubah
label yang sudah melekat padanya, seperti merasa tidak menarik karena ia tidak
langsing. Dia mungkin memberi label kembali pada depresinya dan memperhatikan
tentang berat badanya sebagai reaksi dari standar yang berasal dari luar mengenai
bagaimana seharusnya ia menjadi.
TIM KERJA. Tim kerja, sebagai tambahan yang penting bagi individu dalam feminis
terapi sering kali menyediakan sarana bagi beberapa isu mengenai pengalaman wanita
di masyarakat. Kelompok wanita, termasuk kelompok self-help dan kelompok
penyuport, membantu mereka berhubungan dan berkelompok dengan wanita-wanita
lainnya. Susan dan terapisnya sepertinya akan berdiskusi mengenai kemungkinan
Susan bergabung dengan support grup atau jenis kelompok lainnya sebagai bagian
akhir dari terapi individual. Melalui bergabung dengan kelompok, Susan akan
mempunyai kesempatan untuk menemukan bahwa ia tak sendirian dalam
perlawanannya. Wanita lainnya dapat memberikan perhatian dan dukungan untuknya
dan Susan dapat mempunyai kesempatan untuk menjadi seorang yang sangat berbeda
seperti yang mereka gunakan dalam proses penyembuhannya.
TINDAKAN SOSIAL. Feminis terapis menganjurkan klien bahwa mereka nantinya
akan terlibat dalam berbagai kegiatan, seperti sebagai sukarelawan pada pusat
pengaduan perkosaan, menulis surat pada pembuat undang-undang, atau menyediakan
pendidikan tentang maslah gender pada masyarakat. Melibatkan diri pada aktivitasaktivitas tersebut dapat menyemangati klien dan membantu mereka melihat hubungan
antara pengalaman pribadinya dan konteks sosialpolotik ditempat mereka tinggal.
Susan membuat keputusan untuk bergabung pada organisasi yang bekerja untuk
mengubah stereotip masyarakat tentang tubuh wanita. Hal-hal tersebut merupakan
cara lain yang dapat meningkatkan kekuatan dan kepercayaan diri Susan.
Peran Laki-Laki dalam Feminis Terapi.
Dapatkah laki-laki menjadi seorang feminis terapis? Memang, laki-laki dapat
menjadi nonsexist terapis. Kami berharap semua terapis berusaha keras memasukan
kesadaran akan bias gender ke dalam pemikiran dan praktek mereka dengan klien.
Hal itu bagi kami terlihat bahwa laki-laki dapat menjadi pendukung feminis terapis
(pro-feminist therapists) saat mereka memasukkan dan mencakup prinsip-prinsip
dasar praktek feminisme ke dalam pekerjaan mereka.
Feminis terapi dapat menjadi metode yang efektif dalam bekerja dengan lakilaki sebagai klien. Laki-laki, seperti halnya wanita, ditekan oleh system patriakal
(Brown, 1994). Tuntutan masyarakat tentang maskulinitas, seperti emosionalitas,
kekuasaan atau kekuatan dan control yang berlebihan dan obsesi tentang pencapaian
atau kesuksesan dapat menjadi tekanan bagi laki-laki (Gilbert & Scher, 1999: Pleck,
1995: Pollack, 1995, 1998: Real, 1998).
Feminis terapis secara rutin bekerja dengan laki-laki, terutama dengan lakilaki yang kasar. Menurut ganley (1988), laki-laki dapat bekerja sama secara produktif
dalam feminis terapi termasuk belajar bagaimana meningkatkan kapasitas keintiman,
mengekspresikan
emosi
mereka
dan
mempelajari
penyingkapan
diri,
menjelaskan ayahnya itu lemah, pasif dan pengerat dalam berhubungan dengan ibunya dan Stan ingat
ayahnya membandingkan ketidakbaikkannya dengan saudara-saudaranya. Stan menginternalisasi
pesan-pesan ini, seringkali menangisi dirinya sendiri dan merasa jijik dengan dirinya sendiri.
Terapis menanyai Stan untuk mengidentifikasi pernyataan dirinya yang membuat inti pesan
pertama. Selama mereka mereview tulisan-tulisannya, Stan melihat bagaimana pesan masyarakat yang
dia terima tentang keharusan laki-laki kuat, serta pesan orangtuanya yang dilandasi dari
pandangan Stan sendiri. Stan dan terapis menjelajahi bagaimana autobiografinya mencerahkan
beberapa pesan masyarakat yang menampilkan introyeksi atau mengesampingkan keseluruhan.
Dengan kata lain, Stan menulis tentang apa yang dirasakan sebagai ketidakmampuan secara seksual
dan kekhawatiran tidak mampu melakukannya. Hal itu menunjukkan dia mengintroyeksi gagasan
masyarakat tentang seks pertama, kesiapan seks dan kemampuan mencapai ereksi. Stan juga melihat
kesiapan mengidentifkasi dan menulis tentang bagaimana dia mengubah pesan tersebut, memberikan
contoh dalam pernyataannya bahwa stan ingin merasa sama dengan orang lain dan tidak merasa
peminta maaf dalam keberadaannya dan mengembangkan hubungan cinta dengan seorang wanita.
Stan mulai merasa mampu dan kuat sehingga terapis menghargai pekerjaan penting yang siap
dilakukan sebelum memasuki terapi.
Terapis mengikuti analisis peran gender dan intervensi peran gender dalam menempatkan
perhatian Stan pada konteks harapan peran masyarakat. Dia mengatakan sungguh, itu merupakan
suatu beban untuk mencoba membangun gagasan masyarakat yang dimaksudkan sebagai laki-laki
yaitu orang yang kuat dan tegar. Aspek dirimu sendiri ini sebagai nilai kemampuan dalam
merasakan sesuatu, menjadi anak baik adalah label social sebagai feminin. Stan membalas dengan
berharap, yah, dunia lebih baik jika wanita kuat tanpa mendominasi dan jika laki-laki sensitive dan
penolong tanpa memperlihatkan lemah. Terapis secara jantan menantang pernyataan ini dengan
bertanya, Apa kamu yakin itu mungkin? Apakah kamu pernah bertemu orang-orang seperti itu?
Stan mempertimbangkan beberapa menit dan kemudian menjelaskan kuliah profesor kelas Psychology
of Adjustment. Stan melihatnya sebagai penyelesaian dan kekuatan tetapi juga seseorang yang
menguasai
rehabilitasi dimana dia menghabiskan sebagian masa remaja sebagai seorang laki-laki yang kuat,
sensitive dan penolong.
Pada penutupan sesi pertama, terapis bertanya pada Stan untuk mengatakan apa yang dia
dapatkan selama bersama. Stan berkata tentang 2 hal yang menonjol pada dirinya. Pertama, dia mulai
percaya bahwa dia tidak perlu menyimpan kesalahannya sendiri. Dia menyadari banyak pesan yang
didapatkan dari orangtuanya dan masyarakat tentang arti menjadi peran gender social. Kedua, dia
kehilangan harapan karena alternative orangtua dan definisi social manusia memuji suksesnya
kombinasi sifat maskulin dan feminin. Jika mereka melaksanakannya, mungkin dia juga bisa.
Terapis bertanya pada Stan apakah dia memilih kembali pada sesi lainnya. Ketika Stan menjawab
setuju, terapis memberinya buku Real Boys, W.S.Pollak (1998) dan menyarankannya membaca secara
pribadi. Terapis menjelaskan buku secara deskripsi bagian peran gender social anak laki-laki pada
persoalan budaya.
Stan datang pada sesi kedua ingin sekali membicarakan tugas pekerjaan rumah
biblioterapinya. Stan mengatakan pada terapis bahwa dia memperoleh insight dalam sikap dan
keyakinannya dari membaca Real Boys. Apa yang Stan pelajari dari membaca buku tersebut adalah
membantu menjelaskan lebih lanjut hubungan Stan dengan ibunya. Dia menjadi terkesan dengan
mengungkapkan keterikatan yang buruk sekali yang dialami pada waktu kecil. Pada suatu waktu dia
menjadi sangat marah ketika ibunya meremehkan dan mengatakan Stan bersalah. Pada waktu lain
Stan sangat buruk menjelaskan kemarahannya karena dia sangat putus asa terhadap cinta dan restu
ibunya. Ketika terapis bertanya pada Stan tentang perasaannya terhadap ayahnya, Stan menunjukkan
kemarahan dan ketakutan lagi. Dia marah bukan hanya karena ayahnya membolehkan dirinya
mempermainkan ibunya, tetapi juga ayahnya rupa-rupanya tidak menghargai Stan. Bahkan
menginginkan Stan menjadi seperti saudaranya. Dia berkata dia ingin dekat dengan ayahnya tetapi
takut untuk mencoba.
Terapis menanyai Stan apakah dia mampu menjadi orang tua yang mengekspresikan
kemarahan atau ketakutan pada orangtuanya. Stan rupa-rupanya memulai sangat bagus dengan
mengatakan dia benar-benar berharap mereka mengatakan bagaimana perasaannya. Terapis
kemudian menjelaskan pada Stan tentang kursi kosong yang disukai dan bagaimana menggunakannya
untuk berbicara pada orangtuanya di lingkungan aman dalam sesi terapi. Stan mengatakan akan
mencoba menemukannya dengan agak takut. Terapis meyakinkan Stan secara penuh mendukung apa
yang akan dikatakan, dia dapat berhenti kapanpun dan orangtuanya tidak benar-benar disana dan
tidak dapat mendengarnya. Terapis menambahkan eksperimen ini sebagai keputusannya dan Stan
dapat mencobanya pada waktu yang lain jika tidak mau sekarang.
Stan memutuskan terlebih dahulu dan menempatkan orangtuanya dalam dua kursi kosong
yang disusun di depannya. Dia duduk diam dalam beberapa menit dan kemudian membalik pada
terapis berkata, Saya menyimpan gambaran bagaimana ayah saya bereaksi ketika ibu saya
meninggalkannya. Ayah pasif, pengerat nyata. Saya bisa seperti itu tetapi saya tidak tahu bagaimana
menjadi yang lain. Terapis meyakinkan bahwa mungkin mereka senang dengan eksperimen ini
malahan membuatnya menjadi tampilan sempurna. Terapis bertanya pada Stan apakah Stan akan
menjadi pengerat.
Stan berkata apa yang dipikirkan mudah, berubah, dan menghadap kursi kosong, kemudian
mulai bicara pada ayahnya pada waktu tertentu dengan suara melengking. Airmata mengalir ketika
dia berkata Kamu mengira mengajariku bagaimana menjadi seorang laki-laki. Tetapi kamu tidak
memperhatikanku, kecuali membandingkan dengan saudara laki-laki dan saudara perempuanku.
Stan beralih pada ibunya dan dengan suara yang tidak terdengar bertanya, Kenapa kamu
mengatakan saya bersalah? Saya mencoba keras memohon padamu tetapi tidak pernah cukup baik.
Berkata pada keduanya, dia mengungkapkan dalam suara keras, Saya tidak takut! Ketika dia
melanjutkan mengungkapkan perasaannya, suaranya perlahan-lahan kembali keras dan lantang. Dia
mengakhirinya dengan semboyan, Saya tidak peduli bagaimanapun menyedihkannya kehidupan
kalian,
kalian
tidak
berhak
mengambil
masa
kecil
tanpa
harapan.
Dia
berhenti
kemudian menghadap terapis, dia mulai menyeringai dan berkata, Wow, saya rasa saya seekor tikus
yang meraung-raung!
Sisa sesi dihabiskan dengan latihan Gestalt ini. Terapis membantu Stan mengerti keluarnya
dari perspektif feminis yang tidak diambil dari konteks ayahnya atau ibunya. Contohnya, terapis dan
Stan mendiskusikan kemungkinan penjelasan perilaku ibunya. Ibu Stan mungkin melakukan apa yang
diyakini terbaik buat Stan, mencoba mendorong perilaku maskulin sehingga Stan tidak menderita
konsekuensi masyarakat untuk tidak cukup menjadi jantan. Ayahnya mungkin mempunyai banyak
tujuan yang sama; mempercayai gagal menjadi laki-laki yang kuat, ayahnya berharap
menghindarkan Stan dari beberapa jenis kesalahan. Stan menemukan dirinya masih mempunyai
bermacam-macam perasaan terhadap orangtuanya, tetapi perasaannya tersebut sekarang berbeda.
Dia masih marah tetapi menemukan kemarahannya sebagai sifat terharu yang terjebak perasaan
dalam hidup mereka yang tidak dikabulkan. Dia masih takut terhadap mereka tetapi tidak berlamalama dalam ketakutannya.
Memahami sudut pandang orangtuanya merupakan langkah pertama Stan terhadap toleransi,
penyembuhan dan memaafkan. Stan menemukan bantuan dalam memahami perilakunya pada konteks
harapan sosial dan stereotip social daripada melanjutkan menyalahkan mereka. Terapis membantu
Stan melihat bagaimana budaya mereka tertuju pada posisi perbedaan ekstrim tentang ibu bahwa
mereka sempurna atau jahat dan perbedaan ekstrim ini adalah benar. Ketika Stan belajar menyusun
kembali hubungannya dengan ibunya, dia mengembangkan gambaran lebih nyata tentang ibunya
apakah sempurna atau jahat. Dia juga menjadi realistis, ayahnya tertekan oleh pengalaman sosialnya
dan oleh idealisme maskulinitas yang dirasa tidak mampu tercapai. Stan mencatat perasaan sangat
kuat ketika melakukan eksperimen kursi kosong tetapi dia tidak menyakiti siapapun atas perbuatan
tersebut. Dia berpikir, Apakah kamu seorang laki-laki atau seorang pengerat? Hal ini merupakan
batu loncatan untuk diskusi stereotip masyarakat selanjutnya tentang kejantanan dan bagaimana
dibatasi keraguan menerima mereka.
Stan melanjutkan mempelajari nilai feminin dirinya sendiri sebaik maskulin atau aspek
kuat wanita dengan berinteraksi. Dia juga melanjutkan memonitor dan merubah pembicaraan diri
tentang apa yang dimaksud menjadi seorang laki-laki. Dia terlibat dalam penambahan kesadaran
pesan tersebut yang datang dari sumber saat ini seperti media dan teman. Sejak sesi Stan disediakan
untuk mengeksplorasi hubungannya dengan ibunya. Sepanjang dendam terhadap ibunya, terapis
menganjurkan membaca tugas yang lain buku Caplan (1989), Dont Blame Mother. Tujuan
penugasan ini adalah untuk membantu Stan dalam alternatif penjelasan dalam menyalahkan ibunya
untuk masalah-masalahnya saat ini.
Sepanjang hubungan terapeutik, Stan dan terapis mendiskusikan kesiapan bagaimana mereka
mengkomunikasikan dan menghubungkan satu dengan lainnya selama sesi. Terapis membuka diri dan
meperlakukan Stan sama, membalas secara terus menerus yang ahli dalam pengetahuan dan
pemecahan apa yang Stan inginkan dalam hidup.
Gunakan pertanyaan ini untuk membantu memahami bagaimana kamu akan mengkonseling Stan
dalam menggunakan model terapi feminis:
Sejauh mana keunikan yang kamu lihat dalam pekerjaan Stan dari perspektif feminis sebagai
pertentangan kerja dengan Stan dari pendekatan terapeutik lainnya yang kamu pelajari?
Jika kamu melanjutkan bekerja dengan Stan, Apa pernyataan diri yang berkenaan dengan
pandangan dirinya sendiri sebagai seorang laki-laki yang kamu fokuskan dan bagaimana kamu
menolak keyakinannya?
Apa yang dapat kamu gabungkan antara terapi perilaku kognitif dengan terapi feminis pada kasus
Stan? Apa kemungkinan yang kamu lihat untuk menggabungkan metode terapi Gestalt dengan
terapi feminis? Apakah ada terapi lainnya yang dapat dikombinasikan dengan pendekatan
feminis?
Terapis feminis Stan menggunakan biblioterapi sebagai bentuk tugas PR. Apakah kamu
menganjurkan buku Stan untuk dibaca? Jika iya, apa buku yang menurutmu bermanfaat
untuknya? Apa PR lainnya yang memungkinkan untuk dianjurkan bagi Stan? Apa strategi terapi
feminis lainnya yang dapat bermanfaat dalam konseling Stan?
dari
persamaan
kesempatan.
Terapi
membebaskan
individu
dan
memperkembangkan pilihan jarak. Hal itu untuk menghargai terapis feminis dan
multikultural yang tidak dapat dipungkiri mengurangi kesempatan diskrimunasi yang
didasari pada gender, ras, dan budaya, orientasi seksual, kemampuan dan umur.
Terapis feminis yang berkompeten secara budaya melihat secara keyakinan tanpa
budaya klien yang mengeksplorasi konsekuensi dan alternative. Mereka menghargai
keanekaragaman yang melibatkan perubahan tanpa budaya tersebut tetapi tidak
melihat budaya sebagai keramat (Worell & Remer, 2003). Hal itu penting untuk
memahami dan menghormati keanekaragaman budaya, tetapi lebih pada konteks
budaya positif dan aspek racun. Terapis feminis terlihat dalam tantangan keyakinan
budaya dan praktek melawan perbedaan, sub ordinat dan melarang potensi kelompok
individu.
Mengakui bahwa klien mengetahui apa yang terbaik untuk hidupnya dan yang
benar-benar mengerti tentang kehidupan pribadi mereka.
Melihat pengalaman sifat dasar wanita dari sudut pandang yang unik.
Modelnya tidak tetap atau statis tetapi berkembang secara bertahap. Tujuan utamanya
adalah menggantikan sistem zaman patriakal dengan kesadaran feminisme dan
menciptakan komunitas yang menjunjung nilai persamaan dalam hubungannya, yang
menekankan saling ketergantungan dibanding ketergantungan satu arah, dan yang
psikoterapi adalah memudahkan jalan bagi praktek gender dan kesadaran atas dampak
dari konteks kultural dan berbagai penindasan. Terapis dengan orientasi wanita
mengerti betapa pentingnya untuk benar benar sadar atas pesan pesan peran
gender yang telah berkembang bersama sama klien, dan mereka berkemampuan
dalam membantu klien untuk mengidentifikasi dan melawan pesan pesan ini
(Philpot, Brooks, Lusterman, & Nutt, 1997).
Perjuangan untuk hak wanita telah membuat terapis menjadi sensitif terhadap
penggunaan kewenangan berdasarkan gender pada suatu hubungan. Sebagai contoh,
saat menulis tentang terapi untuk hak wanita berpasangan, Rampae (1998)
menyatakan bahwa terapis harus mengidentifikasi dan melawan distribusi wewenang
dalam hubungan yang tidak seimbang dan ketidakseimbangan ini menghalangi
pemecahan masalah. Melakukan hal ini sering berakibat mendorong wanita untuk
mendapatkan apa yang mereka inginkan untuk diri mereka sendiri dalam hubungan
mereka. Memeriksa perbedaan wewenang dalam hubungan mereka seringkali
membantu pasangan untuk mengurangi kebingungan terhadap perbedaan gender
diantara mereka.
Nichols dan Scwartz (2001) dihargai sebagai terapis yang gender-sensitif
dengan membantu mengatur ulang keluarga sehingga baik wanita maupun pria tidak
terjebak
dalam
pola
destruktif.
Terapis
keluarga
dengan
orientasi
untuk
terus mereka buat adalah mengingatkan kita semua bahwa fokus yang sesuai dengan
terapi termasuk bekerja untuk merubah faktor penindasan dalam masyarakat daripada
mengharapkan individu beradaptasi terhadap tingkah laku peran yang diharapkan.
Kontribusi utama dari gerakan feminis ini adalah dalam area etika pada
praktek psikologi dan konseling (Brabeck, 2000), dan pengambilan keputusan secara
etis pada terapi (Rave & Larsen, 1995). Suara para pejuang yang bersatu mengambil
perhatian pada tingkat dan implikasi dari kekerasan terhadap anak, incest, perkosaan,
pelecehan seksual, dan kekerasan dalam rumah tangga. Adalah mereka yang
menunjukkan konsekuensi atas kegagalan dalam menyadari dan mengambil tindakan
dalam kasus dimana anak anak dan wanita menjadi korban dari kekerasan fisik,
seksual, dan psikologis.
Terapis wanita menuntut diambil tindakan atas kasus pelecehan seksual pada
saat terapis pria menyalahgunakan kepercayaan yang ditaruh pada mereka oleh klien
wanita mereka. Beberapa waktu lalu kode etik dari seluruh organisasi profesi
membiarkan masalah hubungan terlarang antara terapis dan klien. Sekarang, seluruh
kode etik profesi melarang adanya keintiman seksual antara terapis dengan klien dan
mantan klien dalam beberapa waktu. Lebih jauh lagi, banyak profesi yang setuju
bahwa hubungan seksual tidak dapat selanjutnya diubah menjadi hubungan
pengobatan. Sebagian besar karena usaha dan masukkan dari para wanita yang ada
dalam komite etik.
Prinsip terapi telah diterapkan pada pengawasan, pengajaran, konsultasi, etika,
penelitian, dan pembentukkan teori dan juga praktek psikoterapi. Membangun
komunitas, menyediakan hubungan empati terhadap sesama, menciptakan perasaan
akan kesadaran sosial, dan tekanan terhadap perubahan sosial adalah kekuatan yang
signifikan dari pendekatan ini.
Prinsip dan teknik dari terapi ini dapat digabungkan dengan model terapi lain
dan sebaliknya. Terapis feminis dan Adleria bersatu dalam melihat hubungan
pengobatan sebagai kesetaraan. Terapis feminis dengan terapis yang memusatkan
pada orang setuju atas pentingnya autentikasi, pencontohan, dan penyingkapan diri
terapis; pemberian wewenang adalah tujuan dasar dari orientasi keduanya. Pada
waktu pengambilan keputusan untuk seseorang, terapis wanita dan ekstensial
berbicara dalam bahasa yang samakeduanya menekankan untuk memilih diri
sendiri dibandingkan untuk memilih menjalani hidup yang ditentukan oleh diktat
sosial. Terapi feminis dan terapi kognitif membagi pentingnya hubungan kolaboratif,
pembelajaran kemampuan bertahan, membentuk persetujuan bersama dalam tujuan
konseling, mengajarkan klien bagaimana terapi ini bekerja, dan mengikutsertakan
klien dalam mengevaluasi sejauh mana proses ini bekerja pada mereka.
Walaupun terapis feminis telah menjadi kritis atas psikoanalisis sebagai
orientasi pelecehan seksual, beberapa terapis percaya psikoanalisis dapat menjadi
pendekatan yang sesuai untuk membantu wanita. Teori relasi objek dapat membantu
klien memeriksa representasi objek internal yang berdasar pada hubungan mereka
dengan orang tua. Terapi ini dapat mengikutsertakan pemeriksaan terhadap
pembelajaran secara tidak sadar mengenai peran wanita melalui hubungan ibu anak
perempuan untuk memberikan pengetahuan kenapa peran gender sudah sangat
menyatu dan sangat sulit untuk berubah.
Terapi Gestalt dan terapi feminis berbagi tujuan untuk menigkatkan kesadaran
klien terhadap wewenang pribadi. Terapis feminis yang berorientasi Gestalt berfungsi
sebagai fasilitator untuk eksperimen aktif klien dengan peran dan tingkah laku yang
baru. Terapi kontemporer Gestalt menekankan dialog antara klien dan terapis.
Pendekatan ini menciptakan dasar untuk kontak dan kesepahaman antara klien dan
konselor, dan juga membentuk dasar untuk kontak dan eksperimen untuk kontak dan
eksperimen yang spontan dari pengalaman waktu ke waktu pada waktu pengobatan.
Dalam banyak cara, model dialog dan kolaboratif dari terapi Gestalt cocok dengan
filosofi dari perspektif feminis (Enns, 1987, 2004).
Terapi tingkah laku kognitif dan terapi feminis cocok dalam artian mereka
melihat hubungan pengobatan sebagai kolaborasi dan klien sebagai yang berwenang
untuk membangun tujuan dan memilih strategi untuk berubah. Mereka bertujuan
untuk membantu klien mengambil alih kehidupannay sendiri. Persamaan lainnya
adalah komitmen untuk tidak membingungkan dalam proses terapi. Mereka juga
mangasumsikan fungsi pemberian informasi dan pengajaran agar klien dapat menjadi
partner aktif dalam proses terapi.
Terapis feminis dapat menjalankan strategi yang berorientasi tindakan seperti
latihan ketegasan dan tingkah laku dan memberikan tugas untuk klien untuk dilatih
dalam kehidupan sehari hari. Terapis dapat bereksplorasi bersama klien bagaimana
kepercayaan mereka terhadap peran dan pengalaman wanita dapat membatasi pilihan
mereka. Klien akan diajak untuk mengeksplor bagaimana sosialisasi peran gender
mereka dan pelecehan seksual dalam suatu lembaga telah menghasilkan kepercayaan
ini. Klien lalu memutuskan kepercayaan mana untuk merubah atau membangun
ulang. Tiga sumber yang berguna untuk diskusi lebih jauh dari terapi tingkah laku
kognitif feminis adalah Worell dan Remer (2003), Fodor (1988), dan Kantrowitz dan
Ballou (1992).
Terapis dari orientasi apapun dapat menanamkan praktik dan teknik feminis
dalam pekerjaan mereka jika mereka mengadakan terapi dengan sikap positif terhadap
wanita, menghargai apa itu feminim, dan mau untuk mengkonfrontasi sistem
patrilineal, memberi kewenangan kepada wanita, dan membantu mereka untuk
menyuarakan kemauan mereka. Sebagai tambahan, adalah penting bahwa terapis
memberi perhatian terhadap perkembangan pria dan wanita serta sosialisasi peran
gender, isu kewenangan dalam hubungan pengobatan, dan prasangka dan stereotipe
gender mereka. Terapis perlu untuk mengidentifikasi setiap sumber prasangka dalam
memberikan teori dan bekerja untuk menyusun ulang atau menghilangkan aspek bias
itu.
menjadi ibu rumah tangga dan memutuskan untuk tidak bekerja diluar rumah; para
wanita yang berpikir bahwa seluruh kehidupan ekonomi dan emosionalnya cukup
hanya dengan bergantng dengan suaminya atau para wanita yang dengan relanya
mengorbankan pendidikannya bahkan karirnya hanya untuk kepentingan yang lain.
Feminis terapis seharusnya tertantang untunk mengubah pendirian /pilihan
klien yang seperti itu, namun kebanyakan terapis kontemporer lebih menghargai
pilihan si klien selama pilihannya tersebut benar-benar merupakan pilihan hidupnya.
Penting bagi jalan yang klien pilih untuk dimengerti bahwa hal tersebut adalah
sebagai dampak dari gender dan factor kebudayaan. Feminis terapis berkomitmen
penuh untuk mambantu klien dalam menimbang harga dan manfaat dari pilihan
hidupnya. Hal ini jauh lebih penting dari hanya sekedar menentukan pilihan klien
dengan arahan-arahan. Leoner Walker (1994) menguatkan pendapat ini melelui
menghormati bekerja dengan para wanita yang diperlakukan kasar.
Feminis terapis harus berhati-hati membatasi peranan mereka pada klien agar
tidak menimbulkan perasaan segan terhadap terapis, bahkan terhadap hal-hal yang
sensitive. Sebuah pertanyaan yang kritis Mengapa klien ini mencari saya? Apa yang
sebenarnya klien inginkan dalam hidupnya? pada akhirnya klien itu sendiri yang
dapat menjawabnya. Worell dan Ramer (2003) menyatakan bahwa intinya semua
terapi adalah value-laden process. Feminis terapis yakin bahwa adalah penting untuk
transparan/jelas dengan klien mengenai nilai (fungsi diri klien).
Dilihat dari sisi kontekstual atau factor lingkungan yang mmberikan kontribusi
pada masalah wanita dan jauh dari mengeksplorasi daerah intrapsikis, keduanya dapat
menjadi sebuah kekuatan/kelebihan dan pembatasan. Diluar dari rasa bersalah bagi
depresi yang dirasakan, klien mempunyai kemampuan memahami kenyataan
sekalipun hal itu sangat menyakitkan. Terapis harus dapat menyeimbangkan
eksplorasi dunia luar maupun dalam klien apabila klien bertujuan untuk mencari jalan
dalam mengambil tindakan dalam kehidupunnya sendiri. Walaupun wanita tidak
sepenuhnya bertanggungjawab atas masalah yang mereka ciptakan sendiri, mereka
akan berusaha mencari jalan keluarnya sendiri dengan cara mempelajari apa yang
mereka dapat lakukan untuk memikul tanggungjawab dalam mengubah pilihan yang
mereka pilih. Pilihan yang lainnya mungkin dapat memutuskan meninggalkan
lingkungan yang tidak mengenakan.
bagi terapi
feminis
sepantasnya
disebutkan.
Ketidaksetujuan mengenai apakah terapi feminis dilihat dari orientasi pada filsafat
atau sekedar teori. Penelitian baru-baru ini dimulai untuk menjelaskan perdebatan
tersebut (Brown, 1994; Worell & Johnson, 1997). Kritikan lainnya adalah bahwa
terapi feminis didirikan oleh orang-orang kulit putih kelas menengah, kaum wanita
heteroseksual (Brown, 1994). Namun hal itu tidak bertahan sampai akhir tahun
1980an, pencetus teori feminis menyatakan bahwa mereka telah melihat wanita
(selain dari kalangan kulit putih) dan beranggapan bahwa ras tidak terlalu penting
sebagaimana gender dalam pengertian sempit. Faktanya, benyak wanita dari berbagai
warna kulit lebih suka menyebut diri mereka womanists adalah sebuah pernyataan
perasaan yang mereka keluarkan dari kaum feminis. Terapi feminis merespon semua
kritikan ini dan membuat sebuah perubahan untuk menjadi lebih maju (Brown &
Root, 1990; Enns & Sinacore, 2001; Worell & Johnson, 1997).