Anda di halaman 1dari 9

Pendahuluan

Penanganan trauma yang dibahas dalam artikel ini difokuskan pada perdarahan akibat
trauma, namun juga relevan untuk digunakan pada kasus perdarahan akibat penyebab lain,

misalnya kasus obstetri. Format penanganan tetap ABCDE, namun lebih dititikberatkan pada
C karena masalah sirkulasi yang terganggu akibat perdarahan.
Perdarahan masif yaitu kehilangan volume darah dalam 24 jam. Volume normal darah pada
dewasa adalah 70ml/kgBB pada dewasa (berat badan ideal), 60 ml/kgBB pada lansia, dan 8090 kg/BB pada anak-anak. Definisi lain dari perdarahan masif yaitu hilangnya 50% volume
darah dalam 3 jam , atau laju kehilangan darah lebih dari 150 ml/menit. Prinsip utama
penanganan ini yaitu menghentikan perdarahan dan menggantikan darah yang hilang.
Definisi perdarahan masif bervariasi. The Working Patry menyatakan bahwa suatu cedera
biasanya akan mengingatkan anestesis untuk kemungkinan perdarahan masif dan dianggap
sebagai keadaan dimana 1-1,5 volume darah perlu dimasukkan segera atau dalam waktu 24
jam. (AAGBI, 2010).
Aspek - Aspek Organisasi
Rumah sakit harus memiliki sebuah protokol perdarahan masif dan hal ini harus mencakup
klinis, laboratorium dan persiapan logistik. Protokol harus disesuaikan untuk bidang klinis
yang spesifik. Sangat penting untuk mengembangkan metode yang efektif memicu protokol
perdarahan besar yang sesuai (AAGBI, 2010).
Peran dalam tim
Pemimpin tim
Pemimpin tim adalah orang yang menyatakan situasi perdarahan besar; Hal ini biasanya
konsultan atau dokter paling senior di tempat kejadian. Peran mereka adalah untuk
mengarahkan dan koordinasi pengelolaan pasien dengan perdarahan masif.
Komunikasi
Pemimpin tim harus menunjuk anggota tim yang berperan untuk berkomunikasi dengan
laboratorium dan departemen lain.
Koleksi darah sampel, darah dan komponen darah
Anggota tim harus dialokasikan untuk menyampaikan sampel darah, darah dan komponen
darah antara laboratorium dan area klinis. Peran ini biasanya diambil oleh porter atau tenaga
kesehatan yang idealnya harus konstan terhubung radio komunikasi dengan tim. Dalam
ketidakhadiran mereka, perawat atau dokter harus berperan untuk mengambil peran ini
Operator telepon
Operator telepon harus waspada ketika terdapat situasi perdarahan masif. Ini termasuk :
- laboratorium transfusi dengan biomedis ilmuwan (BMS) atau setara
- ilmuwan biomedis (BMS) koagulasi atau setara
- Hematologi on call
- Dokter ICU senior di tempat

perawat ICU di tempat


dokter bedah yang berpengalaman
SpRad(k) on call (AAGBI, 2010).

Algoritma Manajemen Perdarahan Masif dan Penjelasannya


Kotak 1. Gerakkan Tim Trauma
Identifikasi segera tanda-tanda perdarahan, baik yang terlihat maupun perdarahan
tersembunyi seperti di ruang abdomen, pelvis, dan lain-lain.
Hipotensi pada kasus trauma harus dicurigai akibat perdarahan sebelum terbukti
sebaliknya.
Lakukan observasi sederhana seperti tingkat kesadaran, warna kulit, laju pernapasan,
nadi, dan tekanan nadi yang memberi informasi mengenai perfusi organ (tabel 1).
Dalam menilai pasien dengan syok harus diingat:
o Syok dapat terjadi akibat satu atau lebih penyebab
o Pasien muda sehat dapat mengkompensasi kehilangan darah dalam waktu lama
dan tiba-tiba kolaps
o Cedera intrakranial terisolasi tidak menyebabkan syok
o Harus selalu waspada terhadap kemungkinan tension pneumothoraks
Sebelum resusitasi, lakukan pengambilan sampel darah yang diberi label dan segera
diperiksa.
Prognosis baik dan kesuksesan penanganan bergantung pada
o Koordinasi anggota tim, baik dokter umum, perawat, laboran, dan spesialis yang
baik
o Terapi segera dan tepat pada sumber perdarahan
o Penggantian jumlah darah yang hilang dengan cepat dan tepat guna mempertahan
kan perusi dan oksigenasi
o Koreksi koagulopati
Tabel 1. Gradasi syok berdasarkan estimasi darah yang hilang

(atas izin American College of Surgeons Comitte on Trauma dan modifiasi dari ATLS for doctors, students
manual, 8th edition)

Kotak 2. Hentikan Perdarahan


Resusitasi cairan intravena tidak akan berhasil tanpa disertai kontrol perdarahan yang baik.
Kontrol awal yang dapat dilakukan misalnya dengan torniket di ekstremitas dan fiksasi
fraktur dengan bidai.
Penggunaan farmakologis untuk mengurangi perdarahan
Obat-obatan Antifibrinolytic
Obat Antifibrinolytic, seperti asam tranexamic dan aprotinin, telah digunakan untuk
mencegah terjadinya fibrinolisis dalam transfusi darah masif (Koh & Hunt, 2003).
Rekombinan faktor VIIa (rVIIa)
Obat ini digunakan untuk digunakan dalam haemophiliacs dengan inhibitor untuk mengobati
perdarahan aktif atau sebagai profilaksis untuk operasi. Penggunaannya telah digambarkan
sebagai universal agen haemostatic dalam berbagai pengaturan dari transfusi darah masif dan
banyak laporan kasus yang melaporkan penggunaannya yang sukses.
Kotak 3. Kembalikan volume cairan sirkulasi
Prolonged syok hipovolemik dapat menyebabkan tingginya angka kematian akibat kegagalan
fungsi organ dan gangguan koagulasi (Disseminates Intravascular Coagulation/DIC).
Prioritas pertama pada penanganan ini adalah mengganti darah yang hilang. Resusitasi cairan
harus segera dilakukan saat dicurigai terdapat tanda dan gejala dini perdarahan, bukan saat
turun atau hilangnya tekanan darah.

Cairan transfusi harus dihangatkan terlebih dahulu karena hipotermia dapat meningkatkan
risiko terjadinya DIC dan infeksi. Pilihan cairan resusitas awal yaitu kristaloid isotonis
(Hartmanns/Ringer Lactate atau salin 0,9%) yang telah dihangatkan melalui kanul besar.
Dosis awal yaitu 1-2 liter pada orang dewasa dan 20ml/kgBB pada anak-anak. Resusitasi
cairan ini harus dipandu dengan respons pasien terhadap terapi awal dengan evaluasi ABC
berulang (tabel 2).
Tujuan resusitasi adalah mengembalikan perfusi organ. Waspadai peningkatan perdarahan
saat tekanan darah cepat naik dan memicu perdarahan ulang setelah resusitasi. Oleh karena
itu, diperlukan resusitasi terkontrol atau resusitasi seimbang dimana hipotensi ditoleransi
selama perfusi serebral tercukupi.
Tabel 2. Interpretasi respons terhadap resusitasi cairan

(atas izin American College of Surgeons Comitte on Trauma dan modifiasi dari ATLS for doctors, students
manual, 8th edition)

Kotak 4. Transfusi sel darah merah (SDM)


Perdarahan lebih dari 40% sangat mengancam jiwa. Transfusi SDM selalu diperlukan saat
perdarahan 30-40% volume darah (tabel 1). Transfusi jarang diindikasikan bila kadar Hb
darah lebih dari 10 g/dl (terutama pasien lansia atau dengan komorbid lain/ gangguan
jantung) namun selalu diindikasikan bila kurang dari 6 g/dl (pasien dewasa sehat tanpa
gangguan cardiac output). Bila pasien meiliki penyakit jantung yang masih stabil, maka
indikasi transfusi yaitu saat perkiraan perdarahan 300 ml, Hb 8 g/dl.
Perlu diingat bahwa saat transfusi yaitu:
Diutamakan darah yang telah dihangatkan
Kadar Hb tidak turun dalam beberapa jam setlah perdarahan akut karena mekanisme
kompensasi.
Perdarahan biasanya tersembunyi dan sering terlewatkan adanya tanda-gejalanya oleh
tenaga medis
Persediaan suplai darah

Identifikasi pasien sangat penting dari semua tahapan proses transfusi darah dan pasien harus
memiliki dua tanda identifikasi in situ. Para profesional kesehatan yang mengelola komponen
darah harus melakukan pemeriksaan administrasi tahap akhir untuk setiap komponen yang
diberikan. Semua orang yang terlibat dalam administrasi darah harus terlatih dan bersertifikat
sesuai dengan standar nasional (AAGBI, 2010).
Permasalahan Standar
Prosedur pra-transfusi yang dirancang untuk menentukan pasien ABO dan Rhesus D (RhD),
untuk mendeteksi antibodi sel merah yang bisa terjadi suatu haemolyse transfusi sel dan
memastikan kompatibilitas dengan masing-masing unit sel merah untuk menjadi
ditransfusikan. Sel darah merah dipilih didasarkan pada cross-match serological. Standar
persiapan sel merah dapat mengambil kira-kira 45 min (AAGBI, 2010).
Permasalahan Darurat
Kelompok O RhD negatif adalah golongan darah pilihan untuk transfusi sel merah dalam
keadaan darurat di mana kebutuhan klinis segera. Namun, overdependence pada kelompok O
RhD negatif sel merah mungkin memiliki dampak negatif pada manajemen stok darah lokal
dan nasional dan dianggap dapat diterima untuk memberikan O RhD sel merah positif kepada
pasien laki-laki. Rumah sakit harus menghindari kebutuhan untuk elektif transfusi sel
kelompok O RhD negatif merah ke bebas - O RhD negatif Penerima. Staf klinis harus
berusaha untuk menyediakan sampel darah segera untuk mengelompokkan untuk
memungkinkan penggunaan kelompok tertentu darah. Dalam keadaan darurat, darah dapat
dikeluarkan setelah identifikasi kelompok tanpa mengetahui hasil screening antibodi
golongan darah tertentu. Pengelompokan dapat dilakukan di sekitar 10 menit, tidak termasuk
waktu transfer, dan kelompok tertentu darah dapat dikeluarkan. Ini tentu adalah strategi risiko
yang lebih tinggi dan tergantung pada urgensi untuk darah (AAGBI, 2010).
Penyimpanan Darah dan Transfer Darah
Lemari pendingin persyaratan penting di dalam peraturan Eropa. Darah harus transfusi
dalam 4 jam dalam lingkungan yang terkontrol. Darah yang dikeluarkan tidak dapat
dikembalikan jika suhu tidak terkontrol dan dipantau kulkas selama lebih dari 30 menit. Jika
darah dikeluarkan dalam kotak dengan benar dan divalidasi transportasi, darah harus
ditempatkan kembali di lemari darah biasanya dalam waktu 2 jam, memberikan kotak belum
dibuka. Staf Laboratorium transfusi darah kemudian akan menilai penerimaan darah untuk di
kembalikan (AAGBI, 2010).
Kotak 5. Komponen terapi dan investigasi
Selain pemeriksaan golongan darah, bila tersedia perlu diperiksa juga hematologi dasar,
koagulasi, fibrinogen dan biokima darah.
Pada perdarahan masif dan transfusi, sering terjadi defisiensi faktor koagulasi, karena PRC
tidak mengandung faktor pembekuan. Hal ini meningkatkan risiko perdarahan di
mikrivaskular hingga terjadinya DIC. Pada beberapa penelitian disarankan untuk
menyeimbangkan rasio transfusi SDM 1:1 dengan plasma (FFP) mulai dari awal transfusi

pada pasien trauma derajat berat, dimana terjadi koagulopati lebih awal sebagai respon
pertama akibat cedera dan bukan sekunder akibat dilusi faktor pembekuan, hipotermia,
ataupun asidosis. Disarankan untuk memberikan cryoprecipitate 1-1,5 kantong/10 kgBB bila
kadar fibrinogen tetap rendah (<1.0 g/L) setelah penyeimbangan transfusi ini. Selain itu perlu
diwaspadai penurunan platelet setelah transfusi PRC (tabel 3).
Tabel 3. Gejala penurunan jumlah platelet
Kadar platelet darah
Keterangan
9
Level kritis untuk semua pasien dengan perdarahan
>75 x 10 /L
> 100 x 109/L

Untuk pasien dengan:


Multipel trauma dengan energi tinggi, atau
Cedera sistem saraf pusat
Jika fungsi platelet abnormal (pasien CRF)

Kotak 6. Syok dan DIC


Syok adalah abnormalitas sistem sirkulasi yang memicu perfusi organ dan oksigenasi yang
tidak adekuat. Pada trauma hal ini biasanya akibat perdarahan, namun tetap harus
dipertimbangkan penyebab lain seperti syok kardiogenik, distributif, dan obstruktif.
Perlu diketahui adanya riwayat :
Penggunaan obat antikoagulan, seperti warfarin dan heparin
Gangguan ginjal (disfungsi platelet)
gangguan hati (penurunan sisntesis faktor pembekuan)
hipokalemia
hipomagnesia
Kotak 7. Stabilisasi pasien
Bila cedera primer telah diketahui, pasien perlu dipindahkan ke ICU guna penanganan lebih
lanjut. Pada pasien ini perlu diobservasi berkala keadaan klinisnya, kadar Hb, analisis gas
darah, untuk memastika resusitasi telah adekuat dan perdarahan tidak berlanjut.
Preevent Planing
1. Pilih pendekatan khusus untuk institusi anda dan lakukan pelatihan sebelum
menggunakan pendekatan tersebut.
2. Komite transfusi rumah sakit harus melakukan peninjauan berkala pada
peangananperdarahan masif guna mengatasi kekurangankekurangan yang
didapatkan saat penanganan dilakukan
3. Saat menerapkan sistem ini di rumah sakit, perlu diingat bahwa:
a. Bank darah
Memerlukan waktu untuk melakukan skrining dan penggolongan darah
Memerlukan waktu untuk melakukan cross-match

Menghitung darah tersedia dan menggolongkannya


Memerlukan waktu untuk transpormasi dari bank darah terdekat
Memerlukan waktu untuk mencairkan FFP dan cryoprecipitate
b. Laboratorium klinis
Mememerlukan waktu untuk mengukur PT dan APTT
Memerlukan waktu untuk penghitungan darah lengkap dan platelet
Memerlukan waktu untuk melakukan analisis gas darah, profil biokimia,
dan laktat serum.
Ringkasan
Temukan sumber perdarahan dan segera hentikan
Harus ada orang yang bertanggung jawab terhadap dokumentasi dan komunikasi
Pastikan sampel darah berlabel lengkap (identitas pasien) sebelum dikirim ke
laboratorium
Kenali keterbatasan institusi dalam hal laboratorium dan bank darah
Lakukan pencairan FFP atau cryoprecipitate 30 menit
Sediakan waktu pengiriman bila bank darah jauh dari rumah sakit
Pastikan informed consent lisan dan tertulis mengenai efek samping transfusi masif
Lakukan latihan protokol ini untuk menentukan rentang efektif kerja tim trauma.

DAFTAR PUSTAKA

1. Baldwin S, Rucklidge M. Management of obstetric haemorrhage.


2. Guidelines on the management of massive blood loss. British Committee for
Standards in Haematology, Stainsby D, MacLennan S, Thomas D, Isaac J, Hamilton PJ. Br J
Haematol 2006; 135: 634-41.
3. Advanced Trauma Life Support for Doctors. Student Course Manual, 8th Edition.
American College of Surgeons Committee on Trauma.
4. Association of Anaesthetists of Great Britain and Ireland. Blood transfusion and the
anaesthetist: management of massive haemorrhage. Anaesthesia 2010; 65: 1153-61.
5. Advanced trauma life support, 8th edition, the evidence for change. Kortbeek JB et al. J
Trauma 2008; 64: 1638-50.
6. M J Mackenzie, D Nanko, D Hilli, N B Ess. A percutaneous method for blood salvage in
ruptured ectopic pregnancy: experience from a Mdecins Sans Frontires hospital in
Ivory Coast. Update in Anaesthesia 2008; 24,1: 47-8.
7. Clark, A.D., Gordon, W.C., Walker, I.D. & Tait, R.C. (2004) Last- ditch use of
recombinant factor VIIa in patients with massive haemorrhage is ineffective. Vox
Sanguinis, 86, 120124.

Anda mungkin juga menyukai