Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

EKOLOGI TUMBUHAN
1.1 Pengertian Ekosistem dan Hutan Monokultur
Suatu ekosistem pada dasarnya merupakan suatu sistem ekologi tempat berlangsungnya
sistem pemrosesan energi dan perputaran materi oleh komponen-komponen ekosistem
dalam waktu tertentu. Unsur-unsur ekosistem terdiri dari unsur komponen abiotik yang
terdiri dari habitat seperti tanah, air, udara, materi organik, dan anorganik hasil
dekomposisi makhluk hidup termasuk cahaya matahari dan iklim, dan komponen biotik
yang terdiri dari semua unsur makhluk hidup, tumbuhan, hewan, dan mikrobiota; yang
tersusun dari unsur ototrof sebagai produsen (tumbuhan hijau), unsur heterotrof sebagai
konsumen dan dekomposer (Elfis, 2010a).
Menurut Grumbine dalam Indrawan (2007), banyak pengelolaan lahan di seluruh dunia
kini memperluas tujuan pengelola. Konsep pengelolaan ekosistem yang sedang
berkembang saat ini yaitu pengelolaan ekosistem memadukan pengetahuan ilmiah
mengenai berbagai hubungan ekologi, di dalam kerangka pemikiran sosial ekonomi dan
nilai-nilai yang rinci serta mengarah pada tujuan umum berupa perlindungan keutuhan
ekosistem alami dalam jangka waktu yang panjang.
Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta tumbuh-tumbuhan
memanjat dengan bunga yang beraneka warna yang berperan sangt penting di bumi ini
(Arief,2001). Sedangkan menurut silvika dalam Arief (2001). Hutan merupakan suatu
asosiasi dari tumbuh-tumbuhan yang sebagian besar terdiri atas pohon-pohon atau
vegetasi berkayu yang menempati areal luas. Sedangkan ahli ekologi megartikan hutan
sebagai suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasi oleh pohon-pohon yang
mempunyai keadaan lingkungan berbeda dengan keadaan diluar hutan).
Monokultur adalah penanaman satu tanaman tunggal. Monokultur meningkatkan sampai
maksimum efesiensi dalam cara bertani dan penggunaan alat pertanian, mulai dari
menyingkapkan lahan untuk ditanami tumbuhan sampai panen. Monokultur juga sangat
meningkatkan daya dukung lingkungan untuk menunjang saingan kita dalam tanaman itu.
(Kimbal, 1983).
Kelapa sawit (Elaeis guinensis) merupakan tumbuhan tropis yang diperkirakan berasal
dari Nigeria (Afrika Barat) karena pertama kali ditemukan dihutan belantara negara
tersebut. Kelapa sawit masuk ke indonesia pada tahun 1848, dan berkembang pesat pada
tahun 1969. Kelapa sawit merupakan tanaman tingkat tinggi yang terdiri dari bagian
vegetatif dan bagian generatif. Kelapa sawit terdiri dari akar, batang, daun, bunga, dan
buah (Hadi, 2004).
Menurut Hadi (2004), untuk memudahkan melihat hubungan kekerabatan kelapa sawit
maka perlu adanya pengklasifikasi terhadap kelapa sawit. Adapun klasifikasi kelapa sawit
adalah sebagai berikut:
Diviso : Tracheophyta
Subdiviso : Pteropsida

Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotililedonae
Ordo : Cocoideae
Familia : Palamae
Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guinensis
Variates : Dura, Psifera, Tenera

Gambar 1. Kelapa sawit (Arsip 6D, 2010)


Tanaman karet merupakan salah satu tanaman yang dianjurkan untuk pembangunan hutan
tanaman industri di Indonesia dengan produksi kayu sebagi hasil sampingan. Tanamn
karet mempunyai daur panen 25 tahun. Tanaman mampu mencapai tinggi 15-25 m.
biasanya tumbuh lurus dan mempunyai percabangan di atas. Bagian yang banyak
megandung lateks adalah bagian batang. Daun tanamn berwarna hijau dan mengalami
masa kerontokan setiap musim kemarau. Latek yang dihasilkan digunakan sebagai bahan
baku karet. Setelah tanaman kurang efektif menghasilkan lateks, tanaman dapat
dimanfaatkan sebagai penghasil kayu (Ariyantoro, 2006).
Menurut Ariyantoro (2006), untuk memudahkan melihat hubungan kekerabatan kelapa
tanaman karet maka perlu adanya pengklasifikasi terhadap pohon karet. Adapun
klasifikasi karet adalah sebagai berikut:
Diviso : Spermatophyta
Subdiviso :Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Familia : Euphorbiaceae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea Brasiliensis

Gambar 2. Pohon Karet (Arsip 6D, 2010)


1.2 Klimatologi dan Endaphis Ekosistem Monokultur
1.2.1 Klimatologi Kelapa Sawit dan Karet
Iklim adalah perpaduan dari semua unsur dalam satu gabungan yang berasal dari proses
iklim terkait. Faktor yang menentukan kondisi atmosfer dapat dipakai dalam klasifikasi
iklim. Telah banyak ditemukan korelasi antara tanaman dan unsur panas atau air. Dengan
demikian indeks suhu atau air dipakai sebagai kriteria untuk menentukan jenis iklim.
Klasifikasi iklim berdasarkan pola tanaman biasanya dikaitkan dengan hutan, hujan,
gurun, padang rumput, dan tundra (Tjasjono,1999).
Adapun komponen-komponen klimatologi tersebut adalah sebagai berikut:
a) Suhu Udara
Menurut Arsyad (1980), Secara garis besar semakin jauh dari khatulistiwa, suhu rata-rata
semakin turun. Demikian pula, semakin jauh dari khatulistiwa, perbedaan lamanya siang
dan malam semakin besar. Kedua hal inilah yang menyebabkan terjadinya musim panas
dan musim dingin didaerah-daerah yang lebih utara daripada garis balik utara dan lebih
selatan dari dari pada garis balik sel. Disamping oleh pergeseran kedudukan matahari
iklim-iklim daerah di bumi juga dipengaruhi oleh beberapa hal sebagai berikut:
1) Penyebaran darat dan laut di permukaan bumi.
2) Perbedaan ketinggian letak dari permukaan laut.
3) Arus angin yang ditimbulkan oleh perbedaan tekanan udara.
4) Arus laut yang ditimbulkan oleh perbedaan musim.
Suhu udara berubah-ubah sesuai dengan tempat dan waktu. Pada umumnya suhu
maksimum terjadi sesudah tengah hari, biasanya antara jam 12.00 dan jam 14.00, dan
suhu minimum terjadi pada jam 06.00 atau sekitar matahari terbit. Suhu udara harian
didefenisikan sebagai rata-rata pengamatan selama 24 jam yang dilakukan tiap jam.suhu
bulanan rata-rata adala jumlah dari suhu harian rata-rata dalam 1 bulan dibagi dengan
jumlah hari dalam bulan tersebut (Tjasjono,1999).

Arsyad (1980), Dibandingkan dengan daerah daerah bumi lainnya daerah subtropik,
tropik, daerah sedang dan daerah kutub, di daerah tropik unsur-unsur iklim seperti suhu
udara, penyinaran matahari, kecepatan angin, kelengasan nisbi dan penguapan agak lebih
konstan keadaannya. Tidak terdapat perbedaan yang besar antara angka-angka minimum
dan angka-angka maksimum dari unsur-unsur iklim tersebut. Adapun unsur-unsur iklim
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Suhu udara sangat erat hubungannya dengan ketinggian tempat dari permukaan laut.
Makin tinggi dari permukaan laut, makin rendah suhu.untuk tiap kenaikan 100 mm,suhu
udara turun 0,5 derajat sampai 0,6 derajat. Bedasarkan zona suhu, mohr membagi daratan
indonesia menjadi 4 daerah sebagai berikut:
a) Dataran rendah tropik, 0-1.000 m dpl, suhu panas 270-250 C.
b) Perbukitan, 200 1000 m dpl, suhu hangat, 240-190 C.
c) Pegunungan tropik, 1.000 1.900 m dpl, suhu sedang 180-130 C.
d) Pegunungan tiggi tropik, diatas 1.900 m dpl, suhu dingin, 120-00 C.
2) Sinar matahari menyediakan energi yang diperlukan tumbuhan untuk proses hidupnya.
Banyaknya sinar matahari yang mencapai permukaan bimi tergantung kepada tipe awan
dan lamanya awan itu menghalangi sinar.
3) Banyaknya air yang mrnguap dari permukaan tanah dan permukaan air terbuka
dipegaruhi berbagai hal dan kejadian dalam atmosfir. Yang penting diantaranya ialah
intensitas penyinaran matahari, kecepatan angin dan kelengasan udara.
4) Jumlah curah hujan merupakan unsur iklim terpenting yang mempengaruhi pola
berusaha tani terutama sistem bercocok tanam.
5) Pola musim, letak Indonesia di antara benua Asia dan Australia hal ini memnyebabkan
terpengaruhnya iklim oleh angin musim yang berubah-ubah arahnya, sejalan dengan
bergesernya kedudukan matahari diatas khatulistiwa.
b) Kelembapan Udara
Kelembapan udara merupakan unsur cuaca yang berkaitan dengan adanya uap air di
atmosfir. Banyak sedikitnya uap air di atmosfir tergantung pada kemampuan udara
atmosfir untuk menampung air sedangkan kapasitas udara dikontrol oleh suhu waktu.
Udara yang panas lebih banyak dapat menampung uap air daripada udara dingin. Apabila
terdapat uap air yang melebihi kapasitas maka kelebihan uap air tersebut akan mengalami
proses kondensasi atau sublimasi. Kelembapan udara dapat mengontrol suhu udara yang
dekat pada permukaan bumi, hal ini disebabkan sifat uap air yang lebih mampu
mengabsorpsi radiasi panas dibandingkan dengan udara kering (Arsyad, 1980).
Jumlah curah hujan 1 mm, menunjukkan tinggi air hujan yang menutupi permukaan 1
mm, jika air tersebut tidak meresap kedalam tanah atau menguap keatmosfer. Di daerah
tropis hujannya lebih lebat daripada didaerah lintang tiggi. Garis yang menghubungkan
titik dengan curah hujan sama selama periode tertentu disebut isohnyet. Ada tiga jenis
hujan yaitu sebagai berikut:
a) Hujan konvektif, terjadi akibat pemanasan radiasi matahari udara permukaan akan
memuai dan naik keatas, kemudian udara yang naik ini kan mengembun. Gerakan
vartikel udara lembap yang mengalami pendinginan dengan cepat akan menghasilkan
hujan deras. Hujan konvektif biasanya tidak efektif untuk pertumbuhan tanaman karena
air hujan sebagian akan besar akan hilang dalam bentuk arus permukaan.

b) Hujan oroganik, terjadi akibat gerakan udara melalui pegunungan atau bukit yang
tinggi, maka udara akan dipaksa naik. Setelah terjadi kondensasi, tumbuh awan pada
lereng diatas angin.
c) Hujan konvergensi dan frontal, terjadi jika ada konvergensi pada arus udara yang besar
dan tebal, maka akan terjadi gerakan keatas. Kenaikan udara didaerah konvergensi dapat
menyebabkan pertumbuhan awan dan hujan.
Berat sebuah kolom udara per satuan luas diatas sebuah titik menunjukkkan tekanan
atmosfer pada titik tersebut. Dipermukaan laut tekanan atmosfer adalah 101,32 kPa atau
1.013,2 mb. Karena atmosfer mengikuti hukum gas dan atmosfer bersifat mampat
(compressible), maka massa jenis atmosfer paling besar pada lapisan bawah karena
lapisan atmosfer ini tertekan oleh massa atmosfer diatasnya. Tekanan atmosfer selalu
berkurang dengan bertambahnya ketinggian (Tjasjono, 1999).
c) Angin
Angin adalah gerakan udara yang sejajar dengan permukaan bumi, udara bergerak dari
daerah bertekanan tiggi ke daerah bertekanan rendah. Angi diberi nama sesuai dengan
dari arah mana angin datang, misalnya angin yang datang dari arah timurdisebut angin
timur, angin laut adalah angin yang bertiup dari laut kedarat, dan angin lembah adalah
angin yang datang dari lembah menaiki pegunungan (Tjasjono, 1999).
Menurut Arsyad (1980), angin mempunyai arah dan kecepatan yang ditentukan oleh
adanya perbedaan tekanan udara di permukaan bumi. Semakin besar perbedaan tekanan
udara semakin besar pula kecepatan angin. Di alam kecepatan angin tidaklah sederhana,
tetapai banyak mengalami penyimpangan. Penyimpangan tersebut terjadi karena
pengaruh efek rotasi bumi dan gaya gesekan. Efek rotasi bumi 0% di khatulistiwa, makin
keselatan dan utaraefek ini semakin besar, dan mencapai 100% di kutub. Sebaliknya gaya
gesekan sangat variabel, bergantun pada keadaan permukaan bumi dan letak ketinggian.
Permukaan daerah yang kasar pengaruh topografi, vegetasi gaya gesekannya lebih besar
dibandingkan dengan permukaan air.
d) Embun, kabut, dan perawanan
Embun terjadi akibat dari kondensasi pada permukaan tanahterutama pada waktu malam
hari saat tanah menjadi dingin akibat radiasi yang hilang. Kadang-kadang angin laut
membawa sejumlah uap air pada siang hari kemudian mengembun pada malam yang
dingin. Titik embun ialah suhu saat udara menjadi jenuh dengan uap air atau suhu udara
pada kelembapan nisbi 100%. Makin rendah kelembapan nisbi, makin rendah titik
embun, yaitu terletak di bawah suhu udara (Tjasjono, 1999).
Awan adalah kumpulan butir-butir air, kristal es atau campuran keduanya, yang masih
melekat pada inti-inti kodensasi dan tetap melayang-layang di udara. Pada umumnya
awan terbentuk sebagai hasil pendinginan dari massa udara basah yang sedang bergerak
keatas. Proses pendinginan terjadi karena menurunnya suhu udara tersebut secara
adiabatis atau mengalami percampuran dengan udara dingin yang sedang bergerak kearah
horizontal. Butir-butir debu atau kristal-kristal es yang melayang-layang di lapisan
troposfir dapat berfugsi sebagai inti-inti kondensasi dan sublimasi yang dapat
mempercepat proses pendinginan Arsyad (1980).

Kabut dan awan mempunyai kesamaan yaitu terdiri atas tetes air yang mengapung di
udar, tetapi secara fisis terdapat perbedaan antara kabut dan awan. Kabut terbentuk di
dalam udara dekat permukaan bumi, sedangkan awan terbentuk pada paras yang lebih
tinggi. Awan terbentuk jika udara menjadi dingin secara adibiatik melalui udara yang naik
dan mengembang. Kabut terbentuk melalui pendinginan udara oleh sentuhan dan
percampuran atau melalui penjenuhan udara oleh penambahan kadar air (Tjasjono, 1999).
Koeppen dalam Tjasjono (1999), menklasifikasikan beberapa jenis iklim kedalam lima
kelompok dengan huruf kapital yaitu sebagai berikut:
1) Iklim hutan tropis, terik dalam seluruh musim dengan simbol huruf A.
2) Iklim kering, dengan simbol huruf B.
3) Iklim hujan sedang, panas, musim dingin yang sejuk dengan simbol huruf C.
4) Iklim hutan hujan salju yaitu musim dingin yang sejuk dengan simbol huruf D.
5) Iklim kutub, dengan simbol huruf F.
Thornthwaite dalam Tjasjono (1999), mencoba membuat klasifikasi iklim secara lebih
sederhana. Dikemukakan bahwa pentingnya endapan untuk tanaman tidak hanya
bergantung pada jumlahnya, tetapi juga pada intensitas penguapan, jika penguapan besar
maka endapan yang dipakai oleh tanamanakan lebih kecil daripada jika penguapannya
lebih kecil, tentu saja untuk jumlah endapan yang sama. Contoh klasifikasi iklim
Thorntwaite adalah sebagai berikut:
1) Iklim tropis lembap (BA)
2) Iklim mesotermal (BB)
3) Iklim tropis kurang lembap (CA)
4) Iklim tropis agak kering (DA)
5) Iklim mesotermal agak kering (DB)
Pertumbuhan dan produksi kelapa sawit dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dari
luar maupun dari tanaman sawit itu sendiri. Faktor-faktor tersebut pada dasarnya dapat
dibedakan menjadi faktor lingkungan, genetis, dan faktor teknis-agronomis. Dalam
menunjang pertumbuhan dan produksi kelapa sawit, faktor tersebut saling terkait dan
mempengaruhi satu sama lain. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah
tropika basah sekitar lintang utara selatan 12 deajat pada ketinggian 0-500 m dpl. Curah
hujan rata-rata 2.000-2.500 mm/tahun. Lama penyinaran 5-7 jam /hari. Suhu optimum
sekitar 24 derajat sampai 28 derajat dengan kelembapan udara dan kecepatan angin 5-6
km/jam sangat baik untuk membantu proses penyerbukan (Fauzi 2002).
Menurut Sastrahidayat dan Soemarno (1986), Kelapa sawit paling sesuai pada iklim
tropis lembab diamana hujan turun pada malam hari dan siang harinya cerah dan
matahari bersinar. Ada hubungan langsung anatara jumlah cahaya matahari dengan hasil
kalau cukup tersedia air untuk pertumbuhannya. Curah hujan bulanan minimum untuk
hasil optimal adalah sekitar 150 mm dan kondisi iklim terbaik adalah musim kering dan
cahaya matahari tersebar merta dan lebih dari 2000 jam/tahun. Kelapa sawit juga
memerlukan suhu hangat.
Iklim merupakan faktor pembatas tanaman yang dibudidayakan. Iklim merupakan faktor
yang sulit, bahkan tidak dapat dikendalikan. Curah hujan, curah hujan yang ideal bagi
pertumbuhan kelpa sawi adalah 2.500-3.000 mm per tahun dengan distribusi merata
sepanjang tahun, tidak terdapat bulan kering berkepanjangan dengan curah hujan di
bawah 120 mm dan tidak terdapat bulan basah dengan hujan lebih dari 20 hari. Sebagian
orang berpendapat bahwa curah hujan rendah tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan

dan produksi kelapa sawit jika kebutuhan akan air dapat tercukupi sepanjang tahun dari
air tanah. Hal ini hanya mungkin terjadi pada areal yang mempunyai kedalaman air tanah
lebih dari 2 m. karena pada kedalaman tersebut akar masih dapat menjangkaunya (Hadi,
2004).
Menurut Setyamidjaja (1993), tanaman karet adalah tanaman daerah tropis. Daerah yang
cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 150 LS dan 150 LU. Bila ditanami
diluar zone tersebut, pertumbuhannya agak lambat, sehingga memulai produksinya pun
sangat lambat. Adapun iklim unsur iklim yang paling optimal untuk pertumbuhan karet
adalah sebagai berikut:
1) Curah hujan100-150 hari hujan. Pembagian hujan dan waktu jatuhnya hujan rata-rata
Curah hujan tanaman yang cocok untuk pertumbuhan tanaman karet tidak kurang dari
2.000 mm. optimal antara 2.500 4.000 mm/tahun, yang terbagi dalam 100-150 hari
hujan. Pembagian hujan pada pagi hari produksinya akan kurang. Keadaan iklim
indonesia yang cocok untuk tanaman karet ialah daerah-daerah indonesia bagian barat,
yaitu Sumatera, Jawa dan Kalimantan, sebab iklimnya lebih basah.
2) Tinggi tempat, tanaman karet tumbuh optimal didataran, yakni pada ketinggian sampai
200 meter di atas permukaan laut. Makin tinggi letak tempat, peprtumbuhannya makin
lambat dan hasilnya lebih rendah. Ketinggian lebih dari 600 meter dari permukaan laut
tidak cocok lagi untuk tanaman karet. Walaupun demikian, di Pulau Jawa pertanaman
karet umumnya terdapat didataran agak tinggi (di atas 200 meter di atas permukaan laut),
sedangakan di Sumatera umumnya dataran rendah. Untuk pertumbuhan karet yang abik
memerlukan suhu antara 250-350 C, dengan suhu optimal rata-rata 280 C.
3) Angin, angin juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman karet. Angin yang kencang
pada musim-musim tertentu dapat mengakibatkan kerusakan pada tanaman karet yang
berasal dari klon-klon tertentu yang peka terhadap angin kencang.
1.2.2 Endaphis Kelapa Sawit dan Karet
Menurut Hanafiah (2007), tanah merupakan lapisan permukaan bumi yang secara fisik
berfungsi sebagai tempat tumbuh berkembangnya perakaran penopang tegak tumbuhnya
tanaman dan penyuplai kebutuhan air dan udara. Secara kimiawi berfungsi sebagai
gudang dan penyuplai hara atau nutrisi (senyawa organik dan anorganik sederhana dan
unsur-unsur esensial seperti N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, Cl, dan lain-lain), dan
secara biologis berfungsi sebagai habitat biota (organisme) yang berpartisipasi aktif
dalam penyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif (pemacu tumbuh, proteksi) bagi
tanaman, yang ketiggiannya secra integral mampu menunjang produktivitas tanah untuk
menghasilkan biomas dan produksi baik tanaman pangan, obat-obatan, industri
perkebunan, maupun kehutanan.
Menurut Sastrahidayat dan Soemarno (1986), Kondisi tanah terbaik untuk kelapa sawit
adalah tanah aluvial subur yang kalau dipupuk secara tepat dapat menhasilkan 28 ton
buah atau sekitar 6 ton minyak sawit. Kelapa sawit dewasa toleran terhadap banjir
sementara. Terutama setelah berumur lebih tiga tahun. Dalam kondisi tanah yang baik,
hasil sebesar 30 ton (4,5 ton minyak) per air medium, dan kedalaman perakaran sampai
satu meter. Kelapa sawit tidak cocok pada tanah yang solumnya tipis. Kelapa sawit
toleran terhadap tanah masam hingga pH 4,0.
Menurut Hadi (2004), kelapa sawit dapat tumbuh dan berproduksi di hampir semua jenis
tanah, mulai dari tanah andosol, latosol, podsolik, regosol (pasir), hingga tanah organosol

(gambut). Namun sebgai acuan tanah perkebunan kelapa sawit hendaknya memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1) Keasaman tanah (pH) 5,0-6,5.
2) Kemiringan lahan 0-150.
3) Solum 80 cm.
4) Ketinggian lahan 0-400 m di atas permukaan air laut.
5) Kedalaman air tanah 80-150 cm dari permukaan.
6) Drainase baik.
Kedalaman air tanah merupakan faktor yang sangat penting karena berkaitan dengan
kebutuhan air jika terjadi kemarau panjang. Jika kekurangan air, kelapa sawit
akanmengalami stres, ditandai dengan meningkatnya jumlah bunga jantan dan
menurunnya bunga betina yang dihasilkan. Sebaliknya jika kedalaman air tanah terlalu
dangkal, akar kelapa sawit akan selalu tergenang sehingga perkembangan akar dan aerasi
menjadi buruk (Hadi, 2004).
Setyamidjaja (1993) mengemukakan bahwa tanaman karet dapat tumbuh pada berbagai
jenis tanah, baik pada tanah-tanah vulkanis tua, aluvial dan bahkan tanah gambut. Tanahtanah vulkanis umumnya mempunyai sifat-sifat fisika yang cukup baik, terutama dari
segi struktur, tekstur, solum, kedalaman air tanah, aerasi, dan drainasenya. Akan tetapi
sifat-sifat kimiawinya umum sudah kurang baik, karena kandungan haranya relatif
rendah. Tanah-tanah aluvial umumnya cukup subur, tetapi sifat fisisnya terutama drainase
dan aerasinya kurang baik. Reaksi tanah yang umumnya ditanami karet mempunyai pH
antara 3.0 8.0. pH tanah dibawah 3.0 atau di atas 8.0 menyebabkan pertumbuhan
tanaman yang lambat. Adapun sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet adalah
sebagai berikut:
1) Solum cukup dalam, sampai 100 m atau lebih, tidak terdapat batu-batuan.
2) Aerasi dan drainase baik.
3) Remah, porus dapat menahan air
4) Tekstur terdiri atas 35% liat dan 30% pasir.
5) Tidak bergambut, dan juka ada tidak lebih tebal dari 20 cm.
6) Kandungan unsur hara N, P dan K cukup dan tidak kekurangan unsur mikro.
7) pH 4,5 6,5
8) kemiringan tidak lebih dari 16%
9) permukaan air tanah tidakl kurang dari 100 cm.

BAB 2
KOMPONEN-KOMPONEN EKOSISTEM MONOKULTUR
2.1 Komponen Abiotik Ekosistem Monokultur
Menurut elfis (2010a), unsur-unsur ekosistem terdiri dari unsur komponen abiotik yang
terdiri dari habitat seperti tanah, air, udara, materi organik, dan anorganik hasil

dekomposisi makhluk hidup termasuk cahaya matahari dan iklim. Adapun komponen
abiotik ekosistem monokultur adalah sebagai berikut:
1) Tanah, ordo-ordo tanah pelikan mempunyai bahan induk yang berasal dari batuan,
sedangkan ordo tanah organik mempunyai bahan induk yang berasal dari sisa-sisa
organik. Hasil peruraian batuan dan bahan organik adalah senyawa-senyawa kimiawi.
Sebagian komponen kimiawi itu di perlukan oleh jasad hidup untuk tumbuh dan
berkembang. Keterkaitan sistem tanah dengan jasad hidup, khususnya tanaman tidak
hanya tebatas pada kemampuannya memasok anasir hara, tetapi juga dapat berperan
sebagi medium tumbuhnya tanaman (Poerwidodo, 1992).

Gambar 3. Tanah pada ekosistem monokultur (Arsip 6D, 2010)


2) Air, Air merupakan sumber kehidupan yang tidak dapat tergantikan oleh apa pun juga.
Tanpa air seluruh organisme tidak akan dapat hidup. Bagi tumbuhan, air mempunyai
peranan yang penting karena dapat melarutkan dan membawa makanan yang diperlukan
bagi tumbuhan dari dalam tanah. Adanya air tergantung dari curah hujan dan curah hujan
sangat tergantung dari iklim di daerah yang bersangkutan. Air menutupi sekitar 70%
permukaan bumi, dengan jumlah sekitar 1.368 juta km3. Air terdapat dalam berbagai
bentuk, misalnya uap air, es, cairan dan salju. Air tawar terutama terdapat di danau,
sungai, air tanah (ground water) dan gunung es (glacier). Semua badan air di daratan
dihubungkan dengan laut dan atmosfer melalui siklus hidrologi yang berlangsung secara
kontinu (Effendi, dalam Elfis, 2010b).
3) Udara, Komponen utama udara dipermukaan bumi adalah nitrogen (78%) dan oksigen
(21%), sedang 1% sisanya didominasi oleh karbondioksida dan uap air. Aktivitas manusia
seperti pembukaan industri-industri dan pembuangan limbah menyebabkan terlepasnya
sejumblah polutan ke atmosfer yang mengganggu metabolisme tumbuhan dan memicu
timbulnya bergagai penyakit bagi organisme dalam suatu ekositem. Adapun sumbersumber polutan diantaranya adalah; (1) sulfur dioksida yang berasal dari pembakaran
batu bara, produksi, pemurniaan, daan penggunaan gas alam dan bahan bakar fosil. (2)
senyawa yang mengandung fluor, misalnya hidrogen fluorida (HF) dan silikon
tetrafluorida (SiF4) berasal proses reduksi aluminium, industri pengelolaan baja dan
proses pemurniaan bahan bakar minyak Dan (3) ozon (O3), (Widyastuti, 2005).

4) Cahaya Matahari, Kebutuhan tumbuh-tumbuhan akan cahaya matahari berkaitan pula


dengan energi dan suhu udara yang ditimbulkannya. Terdapat 4 kelompok vegetasi yang
dipengaruhi oleh suhu lingkungan panas sepanjang tahun, misalnya tumbuhan daerah
tropis), mesotermal (tumbuhan yang menyukai lingkungan yang tidak bersuhu terlalu
panas atau terlalu dingin), mikrotermal (tumbuhan di habitatnya, yaitu kelompok vegetasi
atau tumbuhan megatermal (tumbuhan menyukai habitat bersuhu yang menyukai habitat
bersuhu rendah atau dingin, misalnya tumbuhan dataran tinggi atau habitat subtropis) dan
hekistotermal yaitu tumbuhan yang terdapat di daerah kutub atau alpin (Elfis, 2010c).

Gambar 4. Intensitas cahaya yang masuk pada ekositem monokultur (Arsip 6D, 2010)
5) Iklim, kenaikan kadar gas-gas rumah kaca telah mempengaruhi ekositem dan iklim
dunia. Akibat peningkatan kadar karbon dioksida dan gas-gas lainnya suhu bumi akan
meninigkat sebesar 1,4-5,80C. peningkatan itu akan lebih besar lagi bila kadar karbon
dioksida meningkat lebih cepat daripada yang diperhitungkan selama ini. Sebaliknya laju
peningkatan suhu dapat juga berkurang. Peningkatan suhu paling tinggi terjadi di daerah
garis lintang dan benua yang luas. Secara umum curah hujan di bumi ini akan meningkat,
tetapi kecenderungan perubahan curah hujan tersebut akan tergantung pada setiap
wilayah (Indrawan, 2010).
2.2 Komponen Biotik Ekosistem Monokultur
Admin (2010a), komponen biotik suatu ekosistem, dilihat dari struktur trofiknya, terdiri
dari atas beberapa starata atau tingkatan, yaitu produsen, konsumen, dan pengurai.
Adapun komponen biotik ekosistem monokultur adalah sebgai berikut:
1. Produsen, merupakan organisme yang mampu membentuk makananya sendiri
dari zat-zat organik melalui proses fotosintesa dan klorofil. Organisme ini disebut
autotrof karena mampu membentuk makanannya sendiri juga menyediakan
kebutuhan makhluk hidup lainnya.
2. Konsumen, adalah sekelompok makhluk hidup yang memakan produsen dan
hewan lainnya. Kelompok ini tidak mampu membuat makanannya sendiri dari
bahan anorganik. Karena itu, ia sangat tergantung pada organisme produsen.
Organisme konsumen disebut heterotrof. Pada konsumen juga terdapat tingkatan

lagi. Hewan yang memakan organisme produsen disebut konsumen primer.


Jenisnya terdiri dari herbivora dalam struktur trofik menduduki tingkat trofik
kedua. Konsumen yang memakan herbivora disebut konsumen skunder dan terdiri
dari hewan-hewan karnivora atau omnivora. Konsumen trofik ini berada pada
tingkat trofik ketiga.
3. Pengurai, merupakan organisme yang menguraikan sisa-sisa makhluk hidup
lainnya yang telah mati menjadi zat-zat anorganik. Zat ini tersimpan dalam tanah
dan dimanfaatkan tumbuhan sebagai bahan makanannya. Organisme pengurai
adalah bakteri dan jamur.
Sedangkan menurut penelitian di hutan monokultur yang menjadi produsen adalah
rumput, konsumen 1 belalang, konsumen 2 katak, konsumen 3 ular, predator belalang,
dan pegurainya bakteri.
2.3 Pola Ketergantungan Komponen Biotik Terhadap Komponen Abiotik Ekosistem
Monokultur
Komponen biotik banyak dipengaruhi oleh komponen abiotik. Tumbuhan sangat
bergantung keberadaan dan pertumbuhannya dari tanah, air, udara tempat hidupnya. Jenis
tanaman tertentu dapat tumbuh dengan kondisi tanah tertentu. Sebaran tumbuhan juga
sangat dipengaruhi oleh cuaca dan iklim (Admin, 2010a).
Komponen abiotik juga dipengaruhi oleh komponen biotik. Keberadaan tumbuhan
mempengaruhi kondisi tanah, air dan udara disekitarnya. Banyaknya tumbuhan membuat
tanah menjadi gembur dan dapat menyimpan air lebih banyak serta membuat udara
menjadi sejuk. Organisme lainnya seperti cacing juga mampu menggemburkan tanah,
menghancurkan sampah atau serasah daun, dan menjadikan pengudaraan tanah menjadi
lebih baik, sehingga semua itu dapat menyuburkan tanah. (Admin, 2010a).

BAB 3
POLA-POLA INTERAKSI EKOSISTEM
3.1 Pola Interaksi biotik pada Ekosistem Monokultur
Menurut Elfis (2010d), dalam komunitas, semua organisme merupakan bagian dari
komunitas dan antara komponennya saling berhubungan melalui keragaman interaksinya.
Interaksi antarkomponen ekologi dapat merupakan interaksi antar organisme, antar
populasi, dan antar komunitas. Semua makhluk hidup selalu bergantung kepada makhluk
hidup lain. Tiap individu akan selalu berhubungan dengan individu lain yang sejenis atau
lain jenis, baik individu dalam satu populasinya atau individu-individu dari populasi lain.
Interaksi demikian banyak kita lihat di sekitar kita.
Antar komponen biotik terjadi interaksi. Interaksi tersebut dapat terjadi antar
organisme, antar populasi, dan antar komunitas yang akan di jelaskan sebagai berikut:
3.1.1 Interaksi Antar Organisme

Admin (2010a), organisme secara individu melakukan berbagai bentuk interaksi dengan
sesama jenisnya maupun dengan jenis lainnya. Interaksi antar organisme dapat dibedakan
menjadi beberapa bagian yaitu sebagai berikut :
1) Netral, yaitu hubungan yang tidak saling menganggu antar organisme dalam habitat
yang sama yang bersifat tidak menguntungkan dan tidak merugikan kedua belah pihak.
Contohnya, interaksi netral adalah antara kambing dengan kupu-kupu.
2) Predasi, yaitu hubungan antara mangsa dan pemangsa (Predator). Pemangsa tidak bisa
hidup tanpa hewan yang dimangsanya. Itulah sebabnya jika hewan yang dimangsa habis,
maka pemangsa juga akan pergi atau punah. Pemangsa berperan sebagai pengontrol
jumlah dari suatu populasi. Jika jumlah pemangsa berkurang maka jumlah hewan yang
dimangsanya bertambah. Contohnya, jika ular banyak yang dibunuh oleh manusia, maka
populasi tikus akan bertambah.
3) Parasitisme, adalah hubungan antar organisme yang berbeda spesies yang bersifat
merugikan salah satu spesies. Contohnya adalah antara benalu dengan pohon inangnya,
lintah dengan organisme yang diambil darahnya, kutu, jamur cacing pita dan lain-lain
4) Komensialisme, merupakan hubungan antar dua organisme yang berbeda spesies yang
salah satu spesies diuntungkan dan spesies lainnya tidak dirugikan. Contohnya adalah
tumbuhan epifit dapat memperoleh cahaya karena menempel di pohon yang tinggi,
sedangkan pohon yang ditumpanginya tidak diuntungkan maupun dirugikan.

Gambar 5. Interaksi komensialisme pada hutan monokultur (Arsip, 6D, 2010)


5) Mutualisme, adalah hubungan antar dua organisme yang berbeda spesies yang saling
menguntungkan kedua belah pihak. Contohnya adalah antara bakteri rhizhobium yang
dapat hidup pada bintil akar kacang-kacangan. Bakteri tersebut hidup pada akar tanaman
dan memfiksasi N2 (gas) dan mengubahnya menjadi nitrat dan amonium sebagai nutrien
untuk bakteri itu sendiri dan tanaman kacang-kacangan.
Berdasarkan hasil penelitian kami di hutan Monokultur kelapa Sawit interaksi organisme
yang tergolong interaksi netral contohnya : kupu-kupu dan nyamuk, interaksi predasi
contohnya : ular degan tikus, interaksi parasitisme contohnya : tumbuhan epifit, interaksi
komensialiame contohnya : , dan interaksi mutualisme pada kelapa sawit , sedangkan
interaksi organisme yang teradi di hutan monokultur karet adalah yang tergolong

interaksi netral contohnya : kupu-kupu dan nyamuk, interaksi predasi contohnya : ular
degan tikus, interaksi parasitisme contohnya : tumbuhan epifit.
3.1.2 Interaksi Antar Populasi
Antara populasi yang satu dengan populasi lain selalu terjadi interaksi secara langsung
atau tidak langsung dalam komunitasnya. Alelopati merupakan interaksi antarpopulasi,
bila populasi yang satu menghasilkan zat yang dapat menghalangi tumbuhnya populasi
lain. Contohnya, di sekitar pohon walnut (juglans) jarang ditumbuhi tumbuhan lain
karena tumbuhan ini menghasilkan zat yang bersifat toksik. Pada mikroorganisme istilah
alelopati dikenal sebagai anabiosa.Contoh, jamur Penicillium sp. dapat menghasilkan
antibiotika yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri tertentu. Kompetisi merupakan
interaksi antarpopulasi, bila antarpopulasi terdapat kepentingan yang sama sehingga
terjadi persaingan untuk mendapatkan apa yang diperlukan. Contoh, persaingan antara
populasi kambing dengan populasi sapi di padang rumput (Elfis, 2010d).
3.1.3 Interaksi Antar Komunitas
Komunitas adalah kumpulan populasi yang berbeda di suatu daerah yang sama dan saling
berinteraksi. Contoh komunitas, misalnya komunitas sawah dan sungai. Komunitas
sawah disusun oleh bermacam-macam organisme, misalnya padi, belalang, burung, ular,
dan gulma. Komunitas sungai terdiri dari ikan, ganggang, zooplankton, fitoplankton, dan
dekomposer. Antara komunitas sungai dan sawah terjadi interaksi dalam bentuk
peredaran nutrien dari air sungai ke sawah dan peredaran organisme hidup dari kedua
komunitas tersebut. Interaksi antarkomunitas cukup komplek karena tidak hanya
melibatkan organisme, tapi juga aliran energi dan makanan. Interaksi antarkomunitas
dapat kita amati, misalnya pada daur karbon. Daur karbon melibatkan ekosistem yang
berbeda misalnya laut dan darat (Admin, 2010b).
3.2 Interaksi Biota Tanah dalam Suatu Ekosistem
Metting dan Killham dalam Makalew (2001), Tanah merupakan sumber energi dan hara
bagi biota tanah. Sumber hara tersebut berasal dari semua komponen tanah yakni mineral
tanah, bahan organik tanah, udara, dan air dalam tanah. Aktivitas dan populasi mikrobia
dalam tanah tentu akan dibatasi oleh sumber daya tanah Komponen dari biota tanah
adalah akar tanaman, mikrobia (bakteri, aktinomycetes, fungi, dan alga), mikrofauna
(protozoa), meso dan makrofauna. aktivitas mikrobia di dalam tanah sangat dibatasi oleh
masukan C yang berasal dari produksi bahan organik yang berasal dari sisa-sisa tanaman.
Selanjutnya dikatakan pula bahwa ketersediaan bahan makanan yang meningkat, akan
meningkatkan populasi mikrobia tanah.
Dalam suatu ekosistem tanah, berbagai mikroba hidup, bertahan hidup, dan berkompetisi
dalam memperoleh ruang, oksigen, air, hara dan kebutuhan hidup lainnya, baik secara
simbiotik maupun non simbiotik sehingga menimbulkan berbagai bentuk interaksi antar
mikrobia ini. Interaksi yang salah satunya dirugikan disebut antegonistik termasuk
parasitisme, antibiosis, dan predatorisme, sedangkan yang baku-untung disebut simbiotik.
Hubungan yang bersifat parasit atau simbiotik bersifat spesifik, sedangkan pengaruh
antibiotik dan dalam pengendalian hama penyakit secara hayati, juga berguna untuk
pengembangan zat tumbuh bersifat nonspesifik. Pengetahuan tentang hubungan yang
terjadi antar biota ini di samping berguna dalam program pengembangan bioteknologi
untuk produksi biopestisida antibiotik, zat perangsang tumbuh (ZPT), maupun untuk
pupuk hayati (Wahyuaksari, 2010).

3.3 Pola Rantai Makanan, Jaring-jaring Makanan, Piramida Biomassa dan


Piramida Makanan
pada Ekosistem Monokultur
Suatu organisme hidup akan selalu membutuhkan organisme lain dan lingkungan
hidupnya. Hubungan yang terjadi antara individu dengan lingkungannya sangat
kompleks, bersifat saling mempengaruhi atau timbal balik. Hubungan timbal balik antara
unsur-unsur hayati dengan nonhayati membentuk sistem ekologi yang disebut ekosistem.
Di dalam ekosistem terjadi rantai makanan, aliran energi, dan siklus biogeokimia. Rantai
makanan adalah pengalihan energi dari sumbernya dalam tumbuhan melalui sederetan
organisme yang makan dan yang dimakan.
Para ilmuwan ekologi mengenal tiga macam rantai pokok, yaitu rantai pemangsa, rantai
parasit, dan rantai saprofit (Admin, 2010b).
Bila sebagian dari biomassa suatu komunitas tumbuhan dimakan. Energi itu di teruskan
ke pada suatu heterotrof, yang untuk keberadaannya bergantung pada energi tersebut.
Misalnya belalang, tumbuh dan melaksanakan seluruh kegiatannya berkat energi yang
tersimpan dalam tumbuhan yang dimakannya. Pada gilirannya, herbivora menyediakan
makanan untuk hewan karnivora. Belalang tadi dapat di makan oleh katak. Proses
pemindahan energi dari makhluk ke makhluk dapat berlanjut. Katak dapat di makan oleh
ular hitam, yang pada gilirannya dapat di makan oleh burung elang. Lintasan konsumsi
makanan seperti ini di sebut rantai makanan (Kimbal, 1983).
Pada setiap tingkatan konsumsi dalam rantai makanan, sebagian dari hasil bersih
tingkatan tersebut tidak dikonsumsi oleh tingkatan yang lebih tinggi berikutnya, tetapi
setelah organisme itu mati, diurai oleh banyak sekali terdapat didalam tanah dan dimana
pun organik terdapat. Mereka mengekstrasi energi yang tersisa dalam bahan organik
dengan melepaskan produk anorganik dari degradasinya (umpamanya, CO2, NH3)
kembali ke alam seitarnya. Aliran energi melalui biosfer ini searah; dari matahari ke
produsen, kemudian ke konsumen, dan akhirnya ke organisme pengurai. Akan tetapi,
bahan-bahan pembangun benda hidup dan yang menyimpan energi matahari harus di daur
ulang
jika
sistem
itu
harus
berlanjut
(Kimbal,
1983).

Gambar 7. Jaring-jaring makanan pada kebun karet (Arsip 6D, 2010)

Gambar 7. Jaring-jaring makanan pada kebun karet (Arsip 6D, 2010)


Admin (2010b), Rantai makanan adalah pengalihan energi dari sumbernya dalam
tumbuhan melalui sederetan organisme yang makan dan yang dimakan. Para ilmuwan
ekologi mengenal tiga macam rantai pokok, yaitu rantai pemangsa, rantai parasit, dan
rantai saprofit yang akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Rantai pemangsa, Rantai pemangsa landasan utamanya adalah tumbuhan hijau
sebagai produsen. Rantai pemangsa dimulai dari hewan yang bersifat herbivora
sebagai konsumen I, dilanjutkan dengan hewan karnivora yang memangsa

herbivora sebagai konsumen ke-2 dan berakhir pada hewan pemangsa karnivora
maupun herbivora sebagai konsumen ke-3.
2. Rantai parasit, rantai parasit dimulai dari organisme besar hingga organisme yang
hidup sebagai parasit. Contoh organisme parasit antara lain cacing, bakteri, dan
benalu.
3. Rantai saprofit, rantai saprofit dimulai dari organisme mati ke jasad pengurai.
Misalnya jamur dan bakteri. Rantai-rantai di atas tidak berdiri sendiri tapi saling
berkaitan satu dengan lainnya sehingga membentuk faring-faring makanan.

Gambar 8. Piramida biomassa pada suatu ekosistem monokultur (Yuni, 2010)


Gambar diatas menjelaskan tentang piramida biomassa pada ekosistem monokultur
dimana tingkat trofik yang terbawah yaitu produsen yang memiliki biomassa yang paling
besar, sedangkan satu tingkatan trofik diatasnya memiliki biomassa yang lebih
kecil/rendah dan seterusnya (Yuni, 2010).

Gambar 9. Piramida makanan pada suatu ekosistem monokultur (Arsip 6D, 2010)
3.4 Aliran Energi dan Siklus Materi pada Ekosistem Monokultur
Aliran energi di alam atau ekosistem tunduk kepada hukum-hukum termodinamika
tersebut. Dengan proses fotosintesis energi cahaya matahari ditangkap oleh tumbuhan,
dan diubah menjadi energi kimia atau makanan yang disimpan di dalam tubuh tumbuhan.
Proses aliran energi berlangsung dengan adanya proses rantai makanan. Tumbuhan
dimakan oleh herbivora, dengan demikian energi makanan dari tumbuhan mengalir
masuk ke tubuh herbivora. Herbivora dimakan oleh karnivora, sehingga energi makanan
dari herbivora masuk ke tubuh karnivora.
Di alam rantai makanan itu tidak sederhana, tetapi ada banyak, satu dengan yang lain
saling terkait atau berhubungan sehingga membentuk jaring-jaring makanan. Organismeorganisme yang memperoleh energi makanan dari tumbuhan dengan jumlah langkah
yang sama dimasukkan ke dalam aras trofik yang sama (Elfis, 2010e).

Gambar 10. Aliran energi melalui silver spring (Kimbal, 2010)


Odum dalam Kimbal, (1983) mengemukakan bahwa hasil bersih produsen ialah 8833
kkal/m2/th. Lebih dari setengahnya (1890 kkal) hilang, terutama melalui respirasi selular.
Jadi produktivitas bersih herbivora ialah 1478 kkal/m2/th. Hal ini merupakan 17% dari
produktivitas bersih produsen. Bebrapa konsumen primer mati dan sisanya hancur di situ
atau di angkut ke hilir. Hanya 383 kkal/m2/th di konsumsi olek konsumen sekunder. Di
antaranya 316 kkal di gunakan dala respirasi, yang hanya tersisa 67 kkal/m2/th
produktivitas bersih pada tingkatan trofik tersebut. Ini hanya 4% dari produktivitas bersih
dari tingkatan sebelumnya. Dari produktivitas bersih sebanyak 67 kkal/m2/th pada
tingkatan konsumen sekunder (karnivora pertama), akhirnya 46 kkal hilang karena
hancur dan pengangkutan ke hilir. Hanya 21 kkal/m2/th sampai kepada konsumen tersier.
Dari jumlah ini mereka menggunakan 15 kkal/m2/th dalam respirasi, dan mempunyai
produktivitas bersih hanya sebesar 6 kkal/m2/th.

BAB 4
PERUBAHAN EKOSISTEM MONOKULTUR JIKA TERJADI GANGGUAN
Setiap ekosistem memiliki enam komponen yaitu produsen, makrokonsumen,
mikrokonsumen, bahan anorganik, bahan organik, dan kisaran iklim. Perbedaan antar
ekosistem hanya pada unsur-unsur penyusun masing-masing komponen tersebut. Masingmasing komponen ekosistem mempunyai peranan dan mereka saling terkait dalam
melaksanakan proses-proses dalam ekosistem. Proses-proses dalam ekosistem meliputi
aliran energi, rantai makanan, pola keanekaragaman, siklus materi, perkembangan, dan
pengendalian. Setiap ekosistem rnampu mengendalikan dirinya sendiri, dan mampu
menangkal setiap gangguan terhadapnya. Kemampuan ini disebut homeostasis. Bilamana
batas kemampuan tersebut dilampaui, ekosistem akan mengalami gangguan. Pencemaran
lingkungan merupakan salah satu bentuk gangguan ekosistem akibat terlampauinya
kemampuan homeostasis (Elfis, 2010e).
Admin (2010b), Perubahan lingkungan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan.
Perubahan yang terjadi pada lingkungan hidup manusia menyebabkan adanya gangguan
terhadap keseimbangan karena sebagian dari komponen lingkungan menjadi berkurang
fungsinya. Perubahan lingkungan dapat terjadi karena campur tangan manusia dan dapat
pula karena faktor alami. Dampak dari perubahannya belum tentu sama, namun akhirnya
manusia juga yang mesti memikul serta mengatasinya. Adapun perubahan ekosistem itu
sendiri jika terjadi ganguan adalah sebagai berikut :
1. Perubahan Lingkungan karena Campur Tangan Manusia
Perubahan lingkungan karena campur tangan manusia contohnya penebangan hutan,
pembangunan pemukiman, dan penerapan intensifikasi pertanian. Penebangan hutan yang
liar mengurangi fungsi hutan sebagai penahan air. Akibatnya, daya dukung hutan menjadi
berkurang. Selain itu, penggundulan hutan dapat menyebabkan terjadi banjir dan erosi.
Akibat lain adalah munculnya harimau, babi hutan, dan ular di tengah pemukiman
manusia karena semakin sempitnya habitat hewan-hewan tersebut. Pembangungan
pemukiman pada daerah-daerah yang subur merupakan salah satu tuntutan kebutuhan
akan pagan. Semakin padat populasi manusia, lahan yang semula produktif menjadi tidak
atau kurang produktif.

Pembangunan jalan kampung dan desa dengan cara betonisasi mengakibatkan air sulit
meresap ke dalam tanah. Sebagai akibatnya, bila hujan lebat memudahkan terjadinya
banjir. Selain itu, tumbuhan di sekitamya menjadi kekurangan air sehingga tumbuhan
tidak efektif melakukan fotosintesis. Akibat lebih lanjut, kita merasakan pangs akibat
tumbuhan tidak secara optimal memanfaatkan CO2, peran tumbuhan sebagai produsen
terhambat. Penerapan intensifikasi pertanian dengan cara panca usaha tani, di satu sisi
meningkatkan produksi, sedangkan di sisi lain bersifat merugikan. Misalnya, penggunaan
pupuk dan pestisida dapat menyebabkan pencemaran. Contoh lain pemilihan bibit unggul
sehingga dalam satu kawasan lahan hanya ditanami satu macam tanaman, disebut
pertanian tipe monokultur, dapat mengurangi keanekaragaman sehingga keseimbangan
ekosistem sulit untuk diperoleh. Ekosistem dalam keadaan tidak stabil. Dampak yang lain
akibat penerapan tipe ini adalah terjadinya ledakan hama.
2. Perubahan Lingkungan karena Faktor Alam
Perubahan lingkungan secara alami disebabkan oleh bencana alam. Bencana alam seperti
kebakaran hutan di musim kemarau menyebabkan kerusakan dan matinya organisme di
hutan tersebut. Selain itu, terjadinya letusan gunung menjadikan kawasan di sekitarnya
rusak. Sehubungan dengan pemanfaatan sumber daya alam, agar lingkungan tetap lestari,
harus diperhatikan tatanan/tata cara lingkungan itu sendiri. Dalam hal ini manusialah
yang paling tepat sebagai pengelolanya karena manusia memiliki beberapa kelebihan
dibandingkan dengan organisme lain. Manusia mampu merombak, memperbaiki, dan
mengkondisikan lingkungan seperti yang dikehendakinya, seperti:
1) manusia mampu berpikir serta meramalkan keadaan yang akan datang
2) manusia memiliki ilmu dan teknologi
3) manusia memiliki akal dan budi sehingga dapat memilih hal-hal yang baik.
Menurut Indrawan (2007), Pembukaan hutan dataran rendah di Sumatera untuk
perkebunan kelapa sawit seluas 10.000 ha pada pertengahan tahun 1990-an merupakan
contoh perubahan/perusakan habitat yang berdampak menurunkan keanekaragaman
hayati. Diperkirakan bahwa berbagai satwa mengalami penurunan populasi dengan
hilangnya sekitar : 30.000 bajing, 5000 monyet, 15000 rangkong, 9000 siamang, 600
owa, 20 harimau, dan 10 gajah.

Anda mungkin juga menyukai