seorang
individu
dwarfisme
mengembangkan potensi diri yang
dimilikinya tanpa perlu merasa terbatasi
dengan kondisi fisiknya. Hal inilah yang
kemudian menimbulkan suatu sikap
positif individu yang memampukan
dirinya untuk mengembangkan penilaian
positif baik terhadap diri sendiri maupun
terhadap lingkungan atau situasi yang
dihadapinya, atau yang biasa disebut
dengan kepercayaan diri. Dengan
keyakinan diri, individu dwarfisme tidak
perlu merasa terbatasi dengan kondisi
fisik yang dimilikinya, karena keyakinan
tersebut pun dapat berkembang diiringi
dengan
adanya
dukungan
sosial
khususnya dari orang tua, spiritual,
bahkan adanya mekanisme diri yang
timbul dari keterkaitan hal-hal tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
Kepercayaan Diri
Kepercayaan
diri
merupakan
kepercayaan akan kemampuan yang
dimiliki serta dapat memanfaatkannya
secara
tepat
(Hasan,
dalam
Iswidharmanjaya, 2004).
Tidak jauh berbeda dengan sebelumnya,
disebutkan oleh Rini (2002) bahwa
kepercayaan diri adalah sikap positif
individu yang memampukan dirinya
untuk mengembangkan penilaian positif
baik terhadap diri sendiri maupun
terhadap lingkungan atau situasi yang
dihadapinya. Dalam hal ini rasa percaya
diri yang tinggi sebenarnya hanya
memudahkan
seseorang
untuk
memperoleh informasi mengenai dirinya
dari orang lain. Adapun peran orang tua
menjadi hal yang mendasar dari
pembentukan kepercayaan diri seorang
individu, dimana dengan peran orang tua
individu akan tumbuh menjadi individu
yang mampu menilai positif dirinya dan
mempunyai harapan yang realistik
terhadap diri seperti orangtuanya
meletakkan harapan realistik terhadap
dirinya (Rini, 2002).
Dukungan sosial menurut Sarafino
(1994) adalah adanya penerimaan dari
orang atau sekelompok orang lain
terhadap individu yang menimbulkan
persepsi dari si individu bahwa ia
disayangi, diperhatikan, dihargai, dan
ditolong. Adapun dukungan sosial
menurut Sarason (1990) adalah sebagai
keberadaan atau tersediaannya seseorang
yang dapat kita percaya, seseorang yang
kita tahu bahwa dia mengerti,
menghargai, dan mencintai kita.
DiMatteo & Martin (2002) menyebutkan
bahwa dukungan sosial merupakan suatu
dukungan atau bantuan dari individu
seperti teman, keluarga, tetangga, rekan
kerja, ahli profesional, dan pasangan
hidup.
Adapun jenis dukungan sosial menurut
Sarafino (1994), antara lain : dukungan
emosi,
dukungan
penghargaan,
dukungan
instrumental,
dukungan
informasi, dukungan jaringan sosial.
Psikologi Transpersonal
Kepercayaan diri memiliki beberapa
jenis diantaranya berkenaan dengan
tingkah laku, emosi, serta spiritual
(Angelis, 2005). Adapun dari jenis yang
berkenaan dengan spiritual dapat terkait
dengan psikologi transpersonal dimana
menurut Davis (2000), psikologi
transpersonal merupakan kaitan antara
psikologi dengan spiritualitas. Dalam
psikologi terintegrasi dengan konsep
psikologi, teori, dan metode terhadap
subjek serta pelatihan dari bentuk
spiritualitas. Psikologi transpersonal
bukan mengenai religiusitas, dimana
pada psikologi transpersonal tidak
diperlihatkan adanya suatu sistem
kepercayaan atau disediakannya suatu
pengaturan struktur. Salah satu teori
yang
terkait
dengan
psikologi
transpersonal adalah diagram telur yang
dikembangkan oleh Assagioli
dengan
lingkungan
teman
sepermainannya. Namun kondisi ini pun
terkadang masih mengingatkan dirinya
dengan gambaran diri negatifnya sampai
ketika menginjak usia SMA.
Subjek pun menyiasati identifikasi
negatif yang sempat terbentuk di masa
lalunya menjadi suatu hal yang positif
dan juga dapat membuat dirinya menjadi
nyaman
dengan
kondisi
dirinya
sekarang. Subkepribadian yang awalnya
dianggap sebagai suatu hal yang negatif,
perlahan pada saat SMA mulai dibentuk
menjadi hal yang lebih positif, seperti
subjek secara sadar menyebut dirinya
pendek dan kuntet bahkan sampai
memiliki julukan ocol dari temantemannya dan hal ini terjadi pada
konteks candaan dengan temantemannya.
Menurut
teman-temannya
subjek
merupakan individu yang humoris,
spontanitas, serta kreatif dimana sikap
ini selalu ditampilkan subjek dalam
kesehariannya. Saat SMA itulah subjek
mulai berani untuk memberi dan menilai
gambaran dirinya, dimana pada SD dan
SMP sempat memiliki gambaran negatif
terhadap dirinya sendiri. Subjek mulai
memberi gambaran terhadap dirinya,
seperti misalnya, sensitif dimana
umumnya sensitif memiliki konotasi
yang negatif namun subjek sadar bahwa
sensitif yang dimilikinya bukan lagi
terhadap kekurangan fisiknya melainkan
subjek telah mampu merasakan apa yang
dirasa oleh orang lain jika menghadapi
suatu kondisi. Ketika subjek merasa
2.
3.
Untuk
individu
dwarfisme
diharapkan dapat mengembangkan
segala potensi yang dimilikinya
tanpa terbatasi oleh kondisi fisiknya
yang tidak sempurna.
Untuk orang tua, masyarakat, dan
orang terdekat individu dwarfisme
diharap dapat membantu mereka
dengan pemberian dukungan dari
segala aspek, dimana hal ini diharap
dapat
membantu
mewujudkan
kepercayaan
dirinya
menjadi
individu yang mampu berkembang
seperti individu normal tanpa
memandang
kekurangan
fisik
sebagai suatu penghambat.
Untuk peneliti selanjutnya yang
akan mengadakan penelitian dengan
topik penelitian serupa diharapkan
DAFTAR PUSTAKA
Davis, J. (2000). Introduction to
transpersonal
psychology.
http://www.naropa.edu/faculty/john
davis/tp/tpintro1.html.
Diakses
tanggal 12 September 2008
De Angelis, B. (1997). Percaya diri
sumber sukses dan kemandirian.
Cetakan
Pertama.
Jakarta
:
Gramedia Pustaka Utama
DiMatteo, M.R. & Martin, L.R. (2002).
Health psychology. Boston : Allyn
& Bacon
Iswidharmanjaya, D. & Agung, A.
(2004). Satu hari menjadi lebih
percaya diri : Panduan bagi remaja
yang masih mencari jati diri. Jakarta
: PT. Elex Media Komputindo.
Liendenfiel, G. (1997). Mendidik anak
agar percaya diri. Alih bahasa :
Kamil, E Jakarta : Arcan
Moleong, L.J. (1999). Metodologi
penelitian kualitatif. Bandung :
Remaja Rosda Karya