Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan
kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009. Menurut
UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan BAB VII pasal 131 ayat 1 Upaya pemeliharaan
kesehatan bayi dan anak harus ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yang
sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak. Dikaitkan
dengan UU No.36 tahun 2009 masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama
dalam bidang kesehatan yang saat ini terjadi di negara Indonesia. Angka kesakitan penyakit
demam berdarah dengue (DBD) cenderung meningkat dari tahun ke tahun, walaupun demikian
angka kematian secara nasional cenderung menurun.
Jumlah penderita DBD tahun 2012 di Indonesia yang dilaporkan sebanyak 90.245 kasus
dengan jumlah kematian 816 orang (Incidence rate/angka kesakitan = 37,11 per 100.000
penduduk dan CFR= 0,90%). Target Renstra angka kesakitan DBD tahun 2012 sebesar 53 per
100.000 penduduk, dengan demikian Indonesia telah mencapai target Renstra tahun 2012. (Profil
Kesehatan Indonesia, 2012)
Pada tahun 2013, jumlah penderita DBD yang dilaporkan sebanyak 112.511 kasus dengan
jumlah kematian 871 orang (Incidence Rate/Angka kesakitan = 45,85 per 100.000 penduduk dan
CFR/angka kematian = 0,77%). Target renstra Kementrian Kesehatan untuk angka kesakitan
DBD tahun 2013 sebesar 52 per 100.000 penduduk, dengan demikian Indonesia telah
mencapai target Renstra 2013. (Profil Kesehatan Indonesia, 2013)
Cakupan penyakit DBD di Jawa Barat tahun 2013 dengan IR <55/100.000 dan CFR <1%.
Didapatkan 10 Kota di Jawa Barat yang belum mencapai target IR, diantaranya Kota Bandung
(231.80), Sukabumi (189.81), Cimahi (138.38), Tasikmalaya (129.44), Cirebon (103.18),
Sumedang (86.44), Bandung Barat (83.42), Bogor (76.52), Subang (71.99), Depok (69.77).
Sedangkan daerah yang belum mencapai target CFR yaitu Indramayu, Majalengka, Cirebon,
Cianjur, Bogor, Bekasi, Kuningan.

Dalam jurnal karya Edi Hartoyo (2008) : spektrum klinis demam berdarah dengue pada
anak menyebutkan bahwa angka kejadian DBD terbanyak pada umur 5-10 tahun (42,4%) umur <
5 tahun (35,7%), usia > 10-14 tahun (21,9%).
Berbagai upaya untuk memutus mata rantai penularan penyakit DBD dapat ditempuh
dengan cara memodifikasi faktor-faktor yang terlibat di dalamnya. Perbaikan kualitas kebersihan
(sanitasi) lingkungan, menekan jumlah populasi nyamuk Aedes aegypti selaku vector penyakit
DBD, serta pencegahan penyakit dan pengobatan segera bagi penderita penyakit DBD adalah
beberapa langkah yang dapat ditempuh untuk mencapai tujuan ini. Namun, yang penting sekali
diperhatikan adalah peningkatan pemahaman, kesadaran, sikap, dan perubahan perilaku
masyarakat terhadap penyakit ini, akan sangat mendukung percepatan upaya memutus mata
rantai penularan penyakit DBD. Dan pada akhirnya, mampu menekan laju penularan penyakit
mematikan ini di masyarakat. (dr.Genis Ginanjar, 2008)
Berdasarkan fakta yang terjadi, perlu adanya pencegahan untuk mengurangi angka
kesakitan DBD di Indonesia. Peranan orangtua terutama Ibu sangat berpengaruh dalam
melakukan pencegahan dan penularan DBD pada anak.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran perilaku ibu dalam upaya mencegah DBD pada anak?

Anda mungkin juga menyukai