Anda di halaman 1dari 4

Nama : Ahmad Hanif Pratama

Kelas : 3A-TKPB
NIM

: 121424007
Pemanfaatan Ampas tebu (Bagasse)
Tebu (Saccharum officinarum) adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula.

Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis rumputrumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Di
Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatra (Anonim, 2007e).
Ampas tebu atau lazimnya disebut bagas, adalah hasil samping dari proses ekstraksi
(pemerahan) cairan tebu. Dari satu pabrik dihasilkan ampas tebu sekitar 35 40% dari berat tebu
yang digiling (Indriani dan Sumiarsih, 1992). Husin (2007) menambahkan, berdasarkan data dari
Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) ampas tebu yang dihasilkan sebanyak 32%
dari berat tebu giling. Pada musim giling 2006 lalu, data yang diperoleh dari Ikatan Ahli Gula
Indonesia (Ikagi) menunjukkan bahwa jumlah tebu yang digiling oleh 57 pabrik gula di
Indonesia mencapai sekitar 30 juta ton (Anonim, 2007b), sehingga ampas tebu yang dihasilkan
diperkirakan mencapai 9.640.000 ton. Namun, sebanyak 60% dari ampas tebu tersebut
dimanfaatkan oleh pabrik gula sebagai bahan bakar, bahan baku untuk kertas, bahan baku
industri kanvas rem, industri jamur dan lain-lain. Oleh karena itu diperkirakan sebanyak 45 %
dari

ampas

tebu

tersebut

belum

dimanfaatkan

(Husin, 2007).
Ampas tebu sebagian besar mengandung ligno-cellulose. Panjang seratnya antara 1,7
sampai 2 mm dengan diameter sekitar 20 mikro, sehingga ampas tebu ini dapat memenuhi
persyaratan untuk diolah menjadi papan-papan buatan. Bagase mengandung air 48 - 52%, gula
rata-rata 3,3% dan serat rata-rata 47,7%. Serat bagase tidak dapat larut dalam air dan sebagian
besar terdiri dari selulosa, pentosan dan lignin (Husin, 2007).
Menurut Husin (2007) hasil analisis serat bagas adalah seperti dalam Tabel 2. berikut:

Tabel 2. Komposisi kimia ampas tebu


Kandungan Kadar (%)
Abu
3,82
Lignin

22,09

Selulosa

37,65

Sari

1,81

Pentosan

27,97

SiO2

3,01

Pada umumnya, pabrik gula di Indonesia memanfaatkan ampas tebu sebagai bahan bakar
bagi pabrik yang bersangkutan, setelah ampas tebu tersebut mengalami pengeringan. Disamping
untuk bahan bakar, ampas tebu juga banyak digunakan sebagai bahan baku pada industri kertas,
particleboard, fibreboard, dan lain-lain (Indriani dan Sumiarsih, 1992).
Ada pula bagasse yang dimanfaatkan sebagai kompos. Kompos bagase adalah kompos
yang dibuat dari ampas tebu (bagase), yaitu limbah padat sisa penggilingan batang tebu. Kompos
ini terutama ditujukan untuk perkebunan tebu. Pabrik gula rata-rata menghasilkan bagase sekitar
32% bobot tebu yang digiling. Sebagian besar bagase dimanfaatkan sebagai bahan bakar boiler,
namun selalu ada sisa bagase yang tidak termanfaatkan yang disebabkan oleh stok bagase yang
melebihi kebutuhan pembakaran oleh boiler pabrik. Sisa bagase ini di masa depan diperkirakan
akan bertambah seiring meningkatnya kemajuan teknologi yang mampu meningkatkan efisiensi
pabrik pengolahan tebu, termasuk boiler pabrik.

Limbah bagase memiliki kadar bahan organik sekitar 90%, kandungan N 0.3%, P2O5
0.02%, K2O 0.14%, Ca 0.06%, dan Mg 0.04% (Toharisman, 1991). Pemberian kompos
campuran bagase, blotong, dan abu boiler pabrik pengolahan tebu dapat meningkatkan
ketersediaan hara N, P, dan K dalam tanah, kadar bahan organik, pH tanah, serta kapasitas
menahan air (Ismail, 1987). Hasil penelitian Riyanto (1995) menunjukkan bahwa pemberian
kompos bagase 4-6 ton/ha dapat mengurangi penggunaan pupuk NPK hingga 50%.
Bahan pembuatan kompos bagase yaitu bagase dan kotoran sapi yang dimanfaatkan
sebagai bioaktivator, dengan perbandingan volume 3:1. Penambahan kotoran sapi selain sebagai
bioaktivator juga untuk menurunkan rasio C/N. Bagase dan kotoran sapi ditumpuk berselingan
dengan tebal bagase 30 cm dan tebal kotoran sapi 10 cm, lalu di tumpukan teratas diberikan
jerami sebagai penutup. Pengomposan dilakukan dengan sistem windrow menggunakan saluran
udara yang terbuat dari bambu yang dipasang secara vertikal dan horizontal. Selama proses
pengomposan, dilakukan penyiraman secara rutin diikuti dengan pemeriksaan suhu dan
kelembaban. Tumpukan bagase dibalik setiap minggu atau ketika kelembaban melebihi 70%.
Proses pengomposan membutuhkan waktu 3 bulan hingga kompos menunjukkan warna coklat
tua hingga hitam.
Hasil analisis kompos bagase dengan starter kotoran sapi
Kadar air

(%)

pH

4.23
4.95

(%)

20.47

(%)

1.12

Rasio

C/N

18.00

P2O5

(%)

0.08

K2O

(ppm)

75.29

SO4

(%)

0.02

Ca

(%)

0.08

Mg

(ppm)

91.69

Dalam sebuah artikel yang diterbitkan Departemen Agronomi dan Hortikultura Institut
Pertanian Bogor menyebutkan bahwa kompos bagase (kompos yang dibuat dari ampas tebu)
yang diaplikasikan pada tanaman tebu (Saccharum officinarum L) meningkatkan penyerapan
nitrogen secara signifikan setelah tiga bulan pengaplikasian dibandingkan degan yang tanpa
kompos, namun tidak ada peningkatan yang berarti terhadap penyerapan fosfor, kalium, dan
sulfur. Penggunaan kompos bagase dengan pupuk anorganik secara bersamaan tidak
meningkatkan laju pertumbuhan, tinggi, dan diameter dari batang, namun diperkirakan dapat
meningkatkan rendemen gula dalam tebu.

Anwar,

Syaiful.

Ampas

tebu.

http://bioindustri.blogspot.com/2008/04/ampas-tebu.html

23

November

2014.

Anda mungkin juga menyukai