Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN KARYAWAN RUMAH SAKIT

10 Sep 2014
dr. Merita Arini, MMR

Piramida Pembelajaran
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa Rumah Sakit bersama-sama karyawan itu
sendiri memiliki tanggung jawab dalam mengembangkan kompetensi karyawan. Namun
demikian, rumah sakit sebagai suatu organisasi memiliki kemampuan dan kekuatan yang lebih
besar untuk menciptakan suatu sistem/ mekanisme pengembangan kompetensi staf. Dalam
pembahasan kali ini, kita akan lebih menekankan pada peran rumah sakit dalam hal tersebut.
Terdapat banyak metode pemgembangan kompetensi staf. Di antaranya adalah sebagai berikut:
} PELATIHAN INTERNAL

Pelatihan kesiapan kerja

Pelatihan manajerial/ kepemimpinan

Pelatihan teknis/ fungsional

Pelatihan pra pensiun

Outbond training

} PELATIHAN PUBLIK

Seminar

Workshop

Kursus

Sertifikasi profesi

Konferensi profesional

} PEMBELAJARAN INTERNAL

On the job training

Coaching, counseling, mentoring

Job enlargement, job enrichment, job rotation

Knowledge management

Penugasan

Magang

} PEMBELAJARAN MANDIRI

E-learning

Literatur

Pendidikan formal

Dengan demikian, perlu digarisbawahi bahwa tidak seluruh kompetensi harus diraih dengan
pelatihan. Dan, kembali perlu diingat bahwa training/ pelatihan bukanlah one stop solution.
Artinya, tidak semua masalah kurangnya kinerja staf dapat diatasi dengan membuat atau
mengirim staf mengikuti pelatihan tertentu. Begitu banyak pelatihan yang diikuti staf, namun
luaran yang diharapkan belum tentu tercapai. Begitu banyak dana yang dianggarkan rumah sakit
guna mengikutsertakan staf pada berbagai pelatihan, namun kinerja staf dan produktivitasnya
belum tentu menjadi lebih baik.

Filosofi Pelatihan
Agar pelatihan dapat efektif dan efisien, rumah sakit perlu melakukakan beberapa hal penting.
Hal penting yang pertama adalah melakukan analisis kebutuhan pelatihan, kemudian
menentukan jenis/ metode pelatihan, serta melakukan follow up termasuk evaluasi atas pelatihan
yang diselenggarakan/ diikuti. Tidak selamanya outcome perusahaan yang rendah berasal dari
kesenjangan kompetensi. Dalam analisis kebutuhan pelatihan, rumah sakit perlu meninjau/

mengidentifikasi masalah dalam kendala bisnis atau kesenjangan kompetensi yang memiliki
kemungkinan berpengaruh terhadap masalah yang ada. Kendala/ permasalahan bisnis internal
rumah sakit dapat meliputi: implementasi sistem, prosedur, program baru; pengembangan produk
pelayanan tertentu; rendahnya produktivitas pegawai; serta rendahnya kualitas pelayanan
pegawai. Di samping hal-hal tersebut, beberapa hal menjadi sumber potensial perlunya diadakan
pelatihan/ pengembangan kompetensi staf, yaitu:
} Visi, misi, nilai, budaya, & strategi RS
} Laporan permasalahan unit kerja
} Implementasi sistem yg dianggap baru
} Job description & job spesification
} Penilaian Kinerja
} Catatan Karyawan
} Hasil assessment kompetensi
Agar lebih tepat sasaran, diperlukan data-data yang akurat mengenai jenis pelatihan apa yang
diperlukan dan apakah pelatihan tersebut benar-benar diperlukan. Pengumpulan data yang
diperlukan dalam analisis kebutuhan pelatihan karyawan, dapat diperoleh dari:
} Rapat dengan unit kerja terkait
} Kuesioner
} Wawancara
} Focus group discussion
} dokumen dan laporan
} Data penilaian kinerja
} Laporan assessment kompetensi
Informasi yang diperoleh dari pengumpulan data tersebut di atas selanjutnya dikelola untuk
menelaah kebutuhan pelatihan staf. Sehingga, manajemen tidak dapat cuci tangan begitu saja
dengan memasukkan staf-nya ke dalam pelatihan yang dipandang perlu hanya oleh manajer.
Setelah pelatihan dilaksanakan atau diikuti, follow up selanjutnya harus dilakukan dengan
menilai outcome berdasarkan indikator-indikator yang telah ditetapkan sebelumnya serta
melakukan monitoring dan evaluasi yang berkesinambungan.

Referensi:
Apriano B, Jacop FA, 2013, Pedoman lengkap profesional SDM Indonesia, Penerbit PPM,
Jakarta.

Analisa Kebutuhan Training di Rumah Sakit


21 Oktober 2013

Salah satu peran manajemen SDM adalah melakukan pengembangan terhadap kompetensi semua
karyawan agar memenuhi dan menjadi kekuatan organisasi untuk mencapai tujuan dan citacitanya. Secara sistematis proses pengembangan kompetensi diawali dengan mengidentifikasi
kebutuhan melalui analisa kebutuhan pelatihan (Training Need Analysis) atau penilaian
kompetensi berdasarkan tugas dan tanggung jawab karyawan baik sekarang maupun yang akan
datang.
Analisa kebutuhan pelatihan bertujuan untuk menemukan kesenjangan antara pengetahuan dan
kemampuan karyawan dengan yang seharusnya di ketahui dan dilakukan. Analisa kebutuhan
adalah menganalisis apa yang senyatanya dengan apa yang seharusnya. Apa yang seharusnya
merupakan persyaratan kompetensi yang harus dipunyai oleh karyawan. Kesenjangan (gap) yang
teridentifikasi dari pembandingan itu merupakan ruang pengembangan kompetensi dengan
pelatihan atau yang lainnya. Idealnya pengembangan kompetensi tersebut dilakukan secara
seimbang antara dimensi mental, social, spiritual dan fisik sehingga mampu menciptakan
kekuatan sinergis.
Rumah sakit merupakan organisasi dengan kompleksitas yang sangat tinggi. Sering
rumah sakit diistilahkan sebagai organisasi yang padat modal, padat SDM, padat
teknologi, padat ilmu pengetahuan dan padat regulasi. Jumlah SDM yang banyak
dengan berbagai profesi yang ada, teknologi dan ilmu pengetahuan yang selalu
berkembang serta regulasi yang berubah menuntut adanya program
pengembangan kompetensi yang selalu berjalan terus menerus agar rumah sakit
bisa menjaga eksistensinya. Selain itu, rumah sakit sebagai organisasi pelayanan
jasa, SDM mempunyai peran sangat penting dalam menentukan kualitas produk
rumah sakit. Sehingga kompetensinya harus selalu di kembangkan. Pelatihan
merupakan salah satu program pengembangan kompetensi dan agar bisa efektif
dan mencapai sasaran perlu di lakukan analisa kebutuhan pelatihan.
Ada 3 tipe analisa kebutuhan pelatihan yaitu,
1. Organizational based need analysis,
2. Job competency based need analysis,
3. Person Competency need analysis.
Berikut uraiannya:
1. Organizational based need analysis merupakan analisa yang dilakukan
berdasarkan pada kebutuhan strategis rumah sakit dalam merespon bisnis masa
depan. Kebutuhan strategis ini dirumuskan dengan mengacu pada corporate
strategy dan corporate value yang merupakan faktor kunci efektifitas dan

keberhasilan organisasi. Sebagai contoh hasil rumusan dari corporate strategy dan
corporate value yang merupakan faktor kunci keberhasilan rumah sakit adalah
Communication, Teamwork, Exelence service, Learning , Leadership, Development.
Dari faktor-faktor kunci tadi dilakukan penilaian untuk mengidentifikasi pada faktor
apa rumah sakit masih mengalami kekurangan yang paling besar, dan karenanya
perlu diprioritaskan pengembangan pelatihannya. Misalnya dari hasil menilaian
ternyata teamwork kurang dan pelayanan belum excellence maka perlu dilakukan
pelatihan tentang dua hal tersebut di bagian-bagian yang terkait.
2. Job competency based need analysis adalah analisa kebutuhan pelatihan
yang didasarkan pada profil kompetensi yang dipersyaratkan untuk setiap
posisi/jabatan. Dalam setiap jabatan dalam organisasi pasti ada persyaratanpersyaratan yang menyertainya. Misalnya bagian pemasaran dipersyaratkan
mampu melakukan analisis pasar dan membuat program-program pemasaran,
maka salah satu pelatihan yang harus diikuti oleh pejabat tersebut adalah pelatihan
tentang pemasaran. Kepala bangsal dipersyaratkan mampu mengelola bangsal
dengan baik, maka perlu ada pelatihan manajemen kepala bangsal.
3. Person Competency need analysis adalah analisa kebutuhan pelatihan yang
didasarkan pada kesenjangan ( gap) antara level kompetensi yang dipersyaratkan
dengan level kompetensi aktual karyawan/individu. Misalnya untuk perawat di unit
gawat darurat dipersyaratkan mempunyai sertifikat PPGD, maka masing-masing
indivisu dinilai apakah sudah memenuhi syarat tersebut atau belum. Kalau belum,
maka perlu diberikan pelatihan tersebut. Dokter yang berada di unit gawat darurat
dipersyaratkan mempunyai sertifikat ATLS dan ACLS, maka bagi dokter yang belum
memenuhi perlu diikutkan pelatihan tersebut. Selain mengidentifikasi kemampuan
skill dan knowledgenya, perlu juga di analisis kesenjangan perilaku karyawan dari
standar
yang
dipersyaratkan,
misalnya
kemampuan
komunikasinya,
keberagamaannya dan lain-lain.
Hasil-hasil analisis identifikasi kesenjangan kompetensi tadi dirangkum sebagai
dasar dalam pembuatan perencanaan program pelatihan. Dengan analisis
kebutuhan pelatihan yang komprehensif ini maka diharapkan program pelatihan
menjadi salah satu program pengembangan karyawan yang terintegrasi sehingga
mampu menaikkan daya saing rumah sakit.
Sumber: indosdm

DM
Analisis Kebutuhan Pelatihan ( Training Need
Analysis )
1

Written on 19.25 by Ed's-HRM


Dalam sebuah seminar yang membahas tentang dunia pelatihan pada sebuah perusahaan, seorang
Manajer SDM mengatakan tentang betapa ia harus mencari formula kata-kata agar dapat
menjelaskan kepada siapapun tentang kegunaan sebuah pelatihan. Sebuah penjelasan yang dapat
diterima semua, hal ini karena ia sering mendapat pertanyaan dari atasan dan bagian lainnya
mengenai efektivitas pelatihan yang diselenggarakan,walaupun mereka semua dapat memahami
dan menyadari bahwa pelatihan memegang peranan penting bagi semua yang berada di
perusahaan dan juga karir mereka, yang juga akan berdampak bagi kemajuan perusahaan itu
sendiri.
Sesuatu yang tak dapat dipungkiri lagi bahwa program pelatihan merupakan salah
satu pendekatan utama dalam pengembangan SDM pada sebuah perusahaan
karena mempunyai nilai atau peran strategis, yakni terhadap keberhasilan operasi
perusahaan di satu sisi dan keberhasilan karier karyawan di sisi yang lain.
Perusahaan selalu didorong untuk berpacu dalam kompetisi yang ketat,sehingga
harus selalu memelihara dan meningkatkan kompetensi utamanya. Contohnya
sebuah perusahaan pertambangan batubara terus dipacu untuk membuat sistim
penambangan yang effisien dan effektif dalam upaya menurunkan ongkos
produksinya, hal ini tentu saja untuk mengimbangi kompetitornya, dengan demikian
maka salah satu cara yang diperlukan adalah upaya untuk peningkatan kemampuan
karyawannya melalui sebuah program pelatihan.
Kembali pada seringnya muncul pertanyaan-pertanyaan yang biasanya diajukan
manejemen kepada departemen HRD ketika diminta untuk menyusun suatu
program pelatihan bagi karyawan, pertanyaan itu adalah: mengapa departemen
HRD merasa yakin bahwa pelatihan merupakan jalan keluar dari persoalan yang
sedang dihadapi? Bagaimana pelatihan bisa memberikan kontribusi terhadap
rencana strategic perusahaan? Siapa saja yang menjadi target pelatihan? Pelatihan
apa saja yang pernah dilakukan dan apa hasilnya? Dan masih ada beberapa
pertanyaan lain.
Apa yang ingin diketahui dari beberapa pertanyaan seperti tersebut diatas
sebenarnya amat sederhana, yaitu ingin mengetahui sejauhmana perusahaan telah
melakukan analisis kebutuhan pelatihan. Hal ini begitu penting untuk diketahui

sebab tanpa analisis kebutuhan yang sungguh-sungguh maka dapat dipastikan


bahwa program pelatihan yang dirancang hanya akan berlangsung sukses di ruang
kelas atau tempat pelaksanaan pelatihan semata. Artinya pelaksanaan pelatihan
mungkin berjalan dengan sangat baik, tetapi pada saat peserta pelatihan (peserta
pelatihan) kembali ke tempat kerja masing-masing mereka menjadi tidak tahu atau
bingung bagaimana menerapkan apa yang telah mereka pelajari dari pelatihan.
Kondisi seperti ini tidak jarang memberikan citra yang negatif bagi pihak
penyelenggara pelatihan (Diklat internal atau pun lembaga pelatihan di luar
perusahaan) karena dinilai tidak dapat memberikan kontribusi yang signifikan
kepada peserta pelatihan. Oleh karena itu, HRD pasti akan sangat berhati-hati jika
dalam menyusun program pelatihan. Meskipun harus diakui bahwa kegagalan
peserta pelatihan untuk dapat menerapkan apa yang telah dipelajarinya selama
pelatihan ke dalam pekerjaan sehari-hari dipengaruhi oleh berbagai faktor, namun
tak bisa dipungkiri bahwa salah satu penyebab kegagalan tersebut adalah karena
tidak adanya sinkronisasi antara pelatihan dengan kebutuhan atau masalah yang
dihadapi. Dengan kata lain keputusan untuk melaksanakan pelatihan tidak
didukung oleh data atau informasi yang memadai dan akurat. Data atau informasi
tersebut misalnya mengapa perusahaan perlu mengadakan pelatihan, apa jenis
pelatihan dan metode yang cocok, siapa peserta yang harus ikut, hal-hal apa yang
harus diajarkan, dan sebagainya. Data dan informasi seperti inilah yang harus
diperoleh pada tahap analisis kebutuhan pelatihan (training needs analysis).
Definisi
Secara umum analisis kebutuhan pelatihan didefinisikan sebagai suatu proses
pengumpulan dan analisis data dalam rangka mengidentifikasi bidang-bidang atau
faktor-faktor apa saja yang ada di dalam perusahaan yang perlu ditingkatkan atau
diperbaiki agar kinerja pegawai dan produktivitas perusahaan menjadi meningkat.
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memperoleh data akurat tentang apakah ada
kebutuhan untuk menyelenggarakan pelatihan.
Mengingat bahwa pelatihan pada dasarnya diselenggarakan sebagai sarana untuk
menghilangkan atau setidaknya mengurangi gap (kesenjangan) antara kinerja yang
ada saat ini dengan kinerja standard atau yang diharapkan untuk dilakukan oleh si
pegawai, maka dalam hal ini analisis kebutuhan pelatihan merupakan alat untuk
mengidentifikasi gap-gap yang ada tersebut dan melakukan analisis apakah gapgap tersebut dapat dikurangi atau dihilangkan melalui suatu pelatihan. Selain itu
dengan analisis kebutuhan pelatihan maka pihak penyelenggara pelatihan (HRD
atau Diklat) dapat memperkirakan manfaat-manfaat apa saja yang bisa didapatkan
dari suatu pelatihan, baik bagi peserta pelatihan sebagai individu maupun bagi
perusahaan.
Jika ditelaah secara lebih lanjut, maka analisis kebutuhan pelatihan memiliki
beberapa tujuan, diantaranya adalah:

memastikan bahwa pelatihan memang merupakan salah satu solusi untuk


memperbaiki atau meningkatkan kinerja pegawai dan produktivitas
perusahaan
memastikan bahwa para peserta pelatihan yang mengikuti pelatihan benarbenar orang-orang yang tepat
memastikan bahwa pengetahuan dan ketrampilan yang diajarkan selama
pelatihan benar-benar sesuai dengan elemen-elemen kerja yang dituntut
dalam suatu jabatan tertentu
mengidentifikasi bahwa jenis pelatihan dan metode yang dipilih sesuai dengan
tema atau materi pelatihan
memastikan bahwa penurunan kinerja atau pun masalah yang ada adalah
disebabkan karena kurangnya pengetahuan, ketrampilan dan sikap-sikap
kerja; bukan oleh alasan-alasan lain yang tidak bisa diselesaikan melalui
pelatihan
memperhitungkan untung-ruginya melaksanakan pelatihan mengingat bahwa
sebuah pelatihan pasti membutuhkan sejumlah dana.
Beberapa Faktor
Mengingat bahwa data dan informasi yang harus dikumpulkan dan dianalisis
menyangkut manusia (adanya gap antara pengetahuan, ketrampilan dan sikap
yang ada dengan yang diharapkan) dan organisasi/perusahaan (rencana dan tujuan
perusahaan, SAP, manfaat pelatihan, dsb) maka analisis kebutuhan pelatihan
seyogyanya mencakup kedua area tersebut. Oleh karena itu data yang harus
dikumpulkan mencakup beberapa faktor sebagai berikut:
Alasan
Perusahaan adalah suatu sistem. Artinya di dalam perusahaan terdapat beberapa
divisi atau bagian yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Dengan adanya
berbagai divisi tersebut maka kebutuhan akan pelatihan dapat berbeda-beda antara
divisi yang satu dengan yang lain. Oleh karena itu, pada tahapan ini perancang
program pelatihan (baca: Training Manager/Officer yang mewakili HRD atau diklat)
dituntut untuk benar-benar jeli dalam melihat kebutuhan yang ada. Ia harus
meluangkan banyak waktu untuk mendengarkan pendapat dari berbagai pihak,
mengetahui dengan pasti siapa yang berwenang memutuskan adanya pelatihan,
dan apa kaitan pelatihan yang akan dirancang dengan rencana strategic
perusahaan. Dalam banyak kasus kebutuhan pelatihan mungkin diajukan atau
diminta oleh manager atau supervisor dari divisi tertentu yang ada dalam

perusahaan. Selain itu ada juga pelatihan yang bersifat menyeluruh, dalam arti
bahwa pelatihan tersebut merupakan suatu policy dari pihak manajemen untuk
mensosialisasikan visi, misi, dan tujuan perusahaan, termasuk rencana strategic
yang akan dijalankan. Meski kedua hal tersebut sebenarnya telah mengindikasikan
adanya kebutuhan pelatihan, namun perancang pelatihan harus dapat menggali
lebih dalam lagi sejauhmana kebutuhan tersebut dapat direalisasikan. Ia harus bisa
menggali informasi-informasi seperti: apakah program pelatihan serupa pernah
dilaksanakan dan apa hasilnya? Apakah pelatihan tersebut benar-benar akan
bermanfaat bagi divisi tertentu dan secara langsung ataupun tidak langsung akan
memberikan dampak positif bagi kinerja semua divisi yang ada dalam perusahaan?
Kondisi atau situasi seperti apa sebenarnya yang mendorong dilakukannya
pelatihan tersebut? Lalu apa sebenarnya yang diharapkan dari pelatihan tersebut?
Peserta
Satu hal yang sangat krusial dalam suatu pelatihan adalah menentukan siapa yang
menjadi peserta pelatihan tersebut. Peserta yang dimaksudkan dalam konteks ini
adalah mencakup peserta pelatihan dan juga trainer/facilitator dari pelatihan
tersebut. Mengapa hal ini dikategorikan sebagai hal yang krusial tidak lain adalah
karena peserta akan sangat menentukan format pelatihan. Selain itu para peserta
pelatihan adalah individu-individu yang akan membawa apa yang diperoleh dalam
pelatihan ke dalam pekerjaan mereka sehari-hari sehingga akan memiliki dampak
pada perusahaan. Dengan mengetahui peserta pelatihan perancang program
pelatihan dapat menentukan format yang tepat; apakah akan menggunakan format
ruang kelas (classroom setting), belajar sendiri (self-study or self-journey), belajar
dari pengalaman (experiential learning or learning by doing), atau menggunakan
beberapa format sekaligus. Selain itu, dengan mengetahui siapa peserta pelatihan
maka perancang program pelatihan akan dapat menggali lebih jauh berbagai
informasi seperti:
apa saja persyaratan minimal (pendidikan, pengalaman dan ketrampilan) yang
harus dipenuhi oleh peserta pelatihan untuk dapat mengikuti pelatihan?
apa dasar-dasar pengetahuan dan ketrampilan yang telah dimiliki peserta
pelatihan, termasuk pelatihan apa saja yang pernah diikuti sebelumnya?
apa saja persyaratan yang harus dipenuhi oleh trainer/facilitator untuk dapat
menyelenggarkan pelatihan? apakah akan menggunakan trainer dari dalam
perusahaan atau menggunakan trainer dari luar?
bagaimana data demography para peserta pelatihan?
Pekerjaan

Data atau informasi yang berhubungan dengan aspek pekerjaan yang harus
dikumpulkan dan dianalisis mencakup hal-hal seperti: jenis pekerjaan (jabatan) apa
yang sedang di review dan apa fungsi utama pekerjan (jabatan) tersebut, apa saja
kompetensi yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan pekerjaan secara optimal,
apa standard kinerja yang harus dipenuhi oleh pegawai, apakah pegawai sudah
memenuhi standard kinerja yang diharapkan, dsb. Pada intinya analisis kebutuhan
pelatihan yang mencakup aspek pekerjaan bertujuan mengumpulkan informasi
seputar fungsi dan tanggung jawab jabatan, tingkat kinerja yang diharapkan, dan
kemampuan serta ketrampilan apa saja yang harus dimiliki oleh individu atau
kelompok (divisi) untuk dapat memenuhi standard kinerja yang diharapkan. Bagi
perusahaan-perusahaan yang telah memiliki uraian jabatan mungkin akan lebih
mudah bagi si perancang program untuk memperoleh data. Namun bagi
perusahaan yang belum memiliki uraian jabatan maka si perancang program akan
membutuhkan banyak waktu untuk melakukan analisis jabatan.
Materi
Bagi perusahaan-perusahaan yang sudah terbiasa melakukan pelatihan, materi
pelatihan mungkin sudah tersedia untuk berbagai jabatan. Meski demikian hal ini
tidaklah berarti bahwa materi tersebut selalu cocok untuk setiap peserta dan setiap
situasi. Materi pelatihan yang baik harus selalu diperbaharui sesuai dengan kondisi
yang ada supaya isi (content) dari pelatihan benar-benar sesuai dengan kebutuhan
dan kemampuan si peserta pelatihan. Hal yang mendasar untuk diketahui dalam
menentukan materi yang akan dirancang dalam sebuah program pelatihan adalah
apakah materi yang akan diberikan merupakan suatu hal yang bersifat essential
atau tidak. Jika ya, maka materi tersebut harus dimasukkan dalam pelatihan. Jika
hal ini sudah ditentukan, maka selanjutnya baru dipilih topik-topik penting yang
perlu diajarkan dalam pelatihan, bagaimana mengajarkannya dan hal-hal apa saja
yang perlu dijelaskan lebih lanjut supaya lebih memudahkan peserta pelatihan
dalam memahami materi tersebut.
Dukungan
Mengingat bahwa hal-hal yang mempengaruhi kinerja pegawai maupun perusahaan
secara keseluruhan tidak hanya ditentukan oleh pelatihan, maka si perancang
pelatihan harus benar-benar dapat memastikan bahwa ia mendapatkan dukungan
dari berbagai pihak di dalam perusahaan. Dukungan tersebut adalah berupa
komitmen dari para manager atau supervisor untuk menciptakan suasana yang
kondusif bagi para peserta pelatihan untuk dapat menerapkan apa yang telah
mereka pelajari dalam pelatihan. Suasana kondusif tersebut misalnya:
menempatkan pegawai pada jabatan yang sesuai dengan kompetensinya,
memberikan feedback tentang kinerja pegawai secara periodik, mendengarkan
keluhan dan masalah yang dihadapi pegawai dalam menerapkan apa yang telah
dipelajari, memberikan reward atau recognition bagi pegawai yang berhasil

memenuhi standard kinerja yang diharapkan, menegur atau memberikan sanksi


kepada pegawai yang tidak menunjukkan kinerja yang optimal, dsb. Komitmen
tersebut amat penting diperoleh mengingat bahwa pelatihan bukanlah sarana yang
tepat untuk mengendalikan hal-hal yang tidak memiliki hubungan dengan
pengetahuan dan ketrampilan. Dengan perkataan lain pelatihan hanyalah
merupakan sarana yang berguna untuk menghilangkan atau mengurangi adanya
kesenjangan antara pengetahuan dan ketrampilan yang ada dengan yang
diharapkan. Pelatihan tidak bisa dengan mudah dianggap sebagai sarana untuk
mengurangi tingkat ketidakhadiran pegawai, mengatasi PHk atau perampingan
perusahaan, meningkatkan gaji dan menciptakan motivasi kerja pegawai di
lapangan. Pelatihan juga tidak akan serta merta melahirkan standard kinerja yang
diharapkan jika di tempat kerja sehari-hari tidak ada kriteria penilaian tentang
standard kinerja tersebut. Selain itu pelatihan tidak bisa menggantikan peran
manager ataupun supervisor dalam memberikan feedback kepada bawahannya.
Oleh karena itu, dalam analisis kebutuhan pelatihan si perancang program harus
dapat memastikan bahwa pelatihan tidak akan disalahgunakan oleh pihak
manajemen atau pun para manager/supervisor untuk melepaskan tanggungjawab
atas ketidakberhasilan mereka dalam mengatasi permasalahan yang ada.
Sebaliknya pelatihan harus dipandang sebagai sarana pendukung bagi keberhasilan
pihak manajemen atau para manager/supervisor dalam melaksanakan tugas dan
tanggungjawab mereka. Tanpa adanya komitmen yang sungguh-sungguh dari pihak
manajemen atau para manager/supervisor maka dapat dipastikan bahwa pelatihan
hanya akan berjalan sukses di ruang kelas atau tempat pelaksanaan pelatihan saja.
Biaya
Sekecil apapun kegiatan pelatihan pasti membutuhkan dana. Oleh karena itu amat
penting untuk menghitung untung rugi dari pelaksanaan suatu pelatihan. Dalam hal
ini si perancang program pelatihan harus mengumpulkan berbagai informasi yang
menyangkut hal-hal seperti: biaya apa saja yang harus dikeluarkan untuk peserta
pelatihan maupun trainer, apa keuntungan yang akan diperoleh dari pelatihan
tersebut dan berapa lama hal itu bisa dicapai, apakah biaya pelatihan masih sesuai
dengan budget yang ada, dsb. Salah satu cara yang cukup populer untuk
menghitung untung rugi suatu pelatihan adalah dengan mengukur ROI.
Memilih Metode
Sebelum menentukan metode yang akan digunakan dalam pengumpulan data,
maka perlu dipikirkan sumber-sumber data yang bisa digunakan untuk
mengidentifikasi kebutuhan pelatihan. Sumber-sumber data tersebut diantaranya
adalah:
Riset atau survey (critical incidents research, working climate survey, customer
service survey, dsb)

Penilaian kinerja (performance appraisal)


Perencanaan karir pegawai
Perubahan prosedur kerja dan perkembangan teknologi
Perencanaan SDM
Jika faktor-faktor yang akan dianalisis sudah diketahui dan sumber-sumber data
dapat ditentukan maka perancang program pelatihan dapat memilih beberapa
metode pengumpulan data sebagai berikut:
1. Kuestioner
2. Obervasi
3. Wawancara
4. Focus group
5. Regular meeting
6. Mempelajari data perusahaan
7. Mempelajari uraian jabatan
8. Membentuk kelompok pakar/penasehat
Dengan memperhatikan hal-hal yang telah diuraikan diatas, besar harapan kita
semua bahwa program pelatihan yang akan kita susun dapat berlangsung sukses
baik dalam pelaksanaannya maupun pada saat para peserta pelatihan kembali ke
tempat kerja untuk menerapkan pengetahuan dan ketrampilan yang di peroleh ke
dalam pekerjaan mereka sehari-hari. Meskipun mungkin tidak semua faktor diatas
harus dianalisis (ada pelatihan tertentu yang tidak perlu menganalisis semua
faktor), namun semakin banyak data dan informasi yang bisa dikumpulkan dalam
analisis kebutuhan pelatihan maka akan semakin mudah bagi si perancang program
pelatihan untuk menggambarkan persyaratan-peryaratan yang diinginkan oleh
perusahaan, kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki pegawai, kesenjangan
antara pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang ada dengan yang
diharapkan dan bagaimana cara terbaik untuk menghilangkan kesenjangan
tersebut. Dengan melakukan analisis kebutuhan pelatihan secara sungguh-sungguh
maka niscaya program pelatihan yang dirancang akan dapat dilaksanakan secara
efisien dan efektif. Selamat mencoba. Semoga berguna untuk meningkatkan
kemampuan dan ketrampilan para pekerja kita.

Anda mungkin juga menyukai