Anda di halaman 1dari 10

TUGAS TERSTRUKTUR

EVALUASI SENSORI
KARAKTERISTIK MUTU PANGAN
DALAM PENGUJIAN SENSORI

Disusun Oleh :
Nurul Alfiyah
Yosep Nugraha
Alsa Delisa Permata Vanny
Laras Cithananda
Ani Oktaviani
Fauzia Rahmi Halim
Pozel Saputro Pattinama
Umi Latifah
Chandra Murnihandayani
Antonius Cahyo Novianto
Azam Wijiono
Rizqi Fitriana Arumsari
Gustira Endah

A1M010004
A1M010016
A1M010026
A1M011002
A1M011006
A1M011010
A1M011016
A1M011020
A1M011036
A1M011044
A1M011056
A1M011058
A1M011076

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
PURWOKERTO
2013

RINGKASAN
Diperlukan suatu cara agar mutu produk tetap terjaga dipasaran. Sehingga
penjagaan atau peningkatan mutu produk sangat penting. Salah satu cara tersebut
yaitu uji organoleptik. Pengujian sensori penting dalam pengembangan produk.
Informasi yang diberikan oleh pengujian sensori diantaranya adalah spesifikasi
produk pangan, deteksi bau dan flavor asing dalam bahan pangan, reformulasi
produk, pemetaan produk (product mapping).
Mutu dari bahan pangan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik
internal maupun ekternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari bahan
pangan itu sendiri, yaitu jenis kelamin, ukuran, spesies, perkawinan, dan cacat.
Faktor eksternal berasal dari lingkungannya, seperti jarak yang harus di tempuh
hingga ke tempat konsumen, pakan yang diberikan, lokasi penangkapan atau
budidaya, keberadaan organism parasit, kandungan senyawa beracun, atau
kandungan polutan.
Penampakan merupakan parameter organoleptik yang penting, karena
merupakan sifat sensoris yang pertama kali dilihat oleh konsumen. Sedangkan
aroma merupakan kesan yang timbul setelah penampakan. Aroma yang tercium
akan memberikan kemungkinan respon positif dan respon negatif.
Rasa ialah suatu sugesti kejiwaan terhadap makanan yang menentukan
nilai pemuasan orang yang memakannya. Seseorang dapat merasakan rasa enak
ataupun tidak enak. Bagi yang beranggapan produk makan tersebut enak
dikarenakan dia telah mengenal rasa tersebut. Tekstur adalah sekelompok sifat fisi
yang ditimbulkan oleh elemen struktural bahan pangan yang dapat dirasa oleh
perabaan. Tekstur dapat ditentukan oleh tekstur pada bahan produk itu sendiri
ataupun dengan penambahan bahan lain.
Ada enam sifat mutu, yaitu dasar

penilaian mutu; kepentingan

(standarisasi, uji mutu, sertifikasi, dan penggunaan produk); sifat subyektif


(morfologi, fisik, mekanik, kimiawi, mikrobiologi, fisiologik, dan anatomi); aspek
penting (cacat, pencemaran/pemalsuan, sanitasi); serta sanitasi (merupakan tiang
mutu).

PENDAHULUAN
Penjagaan atau peningkatan mutu/kualitas produk sangat penting dalam
keberlangsungan usaha produk tersebut. Untuk itu, perlu adanya suatu cara untuk
menjaga kualitas produk yang akan di pasarkan maupun dikonsumsi oleh
konsumen. Kualitas produk dapat dilihat dari beberapa segi salah satunya melalui
karakteristik produk tersebut. Kualitas produk yang sesuai dengan harapan yang
perlu dipertahankan dan dijaga, bahkan perlu untuk ditingkatkan. Salah satu cara
yang digunakan untuk mengetahui/menjaga kualitas produk adalah dengan cara
pengujian sensori atau organoleptik.
Pengujian sensori adalah ilmu pengetahuan yang menggunakan indera
manusia untuk mengukur tekstur, penampakan, aroma dan flavor produk pangan.
Penerimaan konsumen terhadap suatu produk diawali dengan penilaiannya
terhadap penampakan, flavor dan tekstur. Oleh karena pada akhirnya yang dituju
adalah penerimaan konsumen, maka uji organoleptik yang menggunakan panelis
yang telah terlatih dianggap yang paling peka dan karenanya sering digunakan
dalam menilai mutu berbagai jenis makanan. Mutu sensori bahan pangan adalah
ciri karakteristik bahan pangan yang dimunculkan oleh satu atau kombinasi dari
dua atau lebih sifat-sifat yang dapat dikenali dengan menggunakan pancaindra
manusia.
Pengujian sensori (uji panel) berperan penting dalam pengembangan
produk dengan meminimalkan resiko dalam pengambilan keputusan. Evaluasi
sensori dapat digunakan untuk menilai adanya perubahan yang dikehendaki atau
tidak dikehendaki dalam produk atau bahan-bahan formulasi, mengidentifikasi
area untuk pengembangan, menentukan apakah optimasi telah diperoleh,
mengevaluasi produk pesaing, mengamati perubahan yang terjadi selama proses
atau penyimpanan, dan memberikan data yang diperlukan bagi promosi produk.
Penerimaan dan kesukaan atau preferensi konsumen, serta korelasi antara
pengukuran sensori dan kimia atau fisik dapat juga diperoleh dengan pengujian
sensori.

TINJAUAN PUSTAKA
A. Evaluasi sensori
Evaluasi sensori adalah disiplin ilmu yang membutuhkan standardisasi
dan pengendalian yang tepat pada setiap tahap, mulai dari persiapan contoh,
pengukuran respon, analisis data, dan interpretasi hasil, sehingga dibutuhkan
pencatatan dan dokumentasi yang cermat. Metode pengujian sensori
melibatkan panelis dalam menilai suatu produk pangan. Panelis adalah orang
atau sekelompok orang yang menilai dan memberikan tanggapan terhadap
produk yang diuji. Panelis dapat dipilih dari konsumen awam pengguna
produk sampai seorang yang sangat ahli dalam menilai kualitas sensori.
Penggunaan panelis diharapkan dapat menjelaskan sensasi dan persepsi
citarasa yang diterima oleh indra manusia (Setyaningsih et al, 2010).
Evaluasi sensori dapat menyediakan informasi yang berkaitan dengan
mutu suatu produk pangan. Informasi tersebut diantaranya adalah spesifikasi
produk pangan, deteksi bau dan flavor asing dalam bahan pangan, reformulasi
produk, pemetaan produk (product mapping), dan penerimaan produk. Uji
sensori memiliki beberapa tujuan, yaitu menemukan karakteristik sensori
untuk memenuhi fitness for use, mengetahui kesukaan konsumen, mengetahui
preferensi konsumen, mengetahui kepekaan konsumen, inspeksi visual,
perancangan produk, dan kesesuaian dengan standar sensori (Muhandiri dan
Kadarisman, 2008).
Evaluasi sensori dapat bersifat subjektif jika jumlah panelis yang terlalu
sedikit dan penilaian yang menimbulkan praanggapan terlebih dahulu
terhadap suatu produk yang sedang diuji. Oleh sebab itu, teknik evaluasi
sensori yang lebih formal, terstruktur, dan dengan metode yang baku perlu
dikembangkan agar meminimalkan subjektivitas yang dilakukan panelis
dalam menilai suatu bahan pangan (Meigaard et al, 1999).
B. Mutu dan kualitas
Mutu pangan merupakan seperangkat sifat atau faktor pada produk
pangan yang membedakan tingkat pemuas/aseptabilitas produk itu bagi
pembeli/konsumen. Mutu pangan bersifat multi dimensi dan mempunyai

banyak aspek. Aspek-aspek mutu pangan tersebut antara lain adalah aspek
gizi (kalori, protein, lemak, mineral, vitamin, dan lain-lain); aspek selera
(indrawi, enak, menarik, segar); aspek bisnis (standar mutu, kriteria mutu);
serta aspek kesehatan (jasmani dan rohani).
Menurut Kramer dan Twigg (1983) mutu adalah gabungan dari
sejumlah atribut yang dimiliki oleh bahan atau produk pangan yang dapat
dinilai secara organoleptik. Atribut tersebut meliputi parameter kenampakan,
warna, tekstur, rasa dan bau.
Mutu dianggap sebagai derajat penerimaan konsumen terhadap produk
yang dikonsumsi berulang (seragam atau konsisten dalam standar dan
spesifikasi), terutama sifat organoleptiknya. Mutu juga dapat dianggap
sebagai kepuasan (akan kebutuhan dan harga) yang didapatkan konsumen
dari integritas produk yang dihasilkan produsen (Hubeis, 1994).
Berdasarkan ISO/DIS 8402 1992, mutu didefinsilkan sebagai
karakteristik menyeluruh dari suatu wujud apakah itu produk, kegiatan,
proses, organisasi atau manusia, yang menunjukkan kemampuannya dalam
memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan (Fardiaz, 1997).
Kramer dan Twigg (1983) telah mengklasifikasikan karakteristik mutu
bahan pangan menjadi dua kelompok, yaitu: (1) karakteristik fisik atau
karakteristik tampak, meliputi penampilan yaitu warna, ukuran, bentuk dan
cacat fisik; kinestika yaitu tekstur, kekentalan dan konsistensi; flavor yaitu
sensasi dari kombinasi bau dan cicip, dan (2) karakteristik tersembunyi, yaitu
nilai gizi dan keamanan mikrobiologis.
Mutu dari bahan pangan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik
internal maupun eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari
bahan pangan itu sendiri, yaitu jenis kelamin, ukuran, spesies, perkawinan,
dan cacat. Faktor eksternal berasal dari lingkungannya, seperti jarak yang
harus di tempuh hingga ke tempat konsumen, pakan yang diberikan, lokasi
penangkapan atau budidaya, keberadaan organisme parasit, kandungan
senyawa beracun, atau kandungan polutan.
PEMBAHASAN

Mutu suatu bahan pangan dapat menjadi penilaian secara keseluruhan yang
akan memberikan nilai tambah terhadap suatu produk. Mutu sensorik merupakan
sifat produk/komoditas pangan yang diukur dengan proses pengindraan
menggunakan penglihatan (mata), penciuman (hidung), pencicipan (lidah),
perabaan (ujung jari tangan), dan pendengaran (telinga). Fungsi uji sensori adalah
sebagai alat pemeriksaan produk pangan, pengendalian proses, dan pengamatan
sifat mutu dalam penelitian.
Kekhasan sifat sensorik adalah penggunaan manusia sebagai instrumen
pengukur. Dengan demikian hasil reaksinya bersifat fisikopsikologik dan
seringkali sulit dideskripsikan. Selain pengolahan informasi dalam uji ini pun
bersifat spesifik. Sifat mutu sensorik semata berisi sifat hedonik (sukatidak suka;
enak/lezat tidak enak) bersifat sangat subyektif dipengaruhi latar belakang,
tradisi, kebiasaan, pengalaman pendidikan, prestise, dan lain-lain (Kadarisman,
1996).
Kramer dan Twigg (1983) mengklasifikasikan karakteristik mutu bahan
pangan menjadi dua kelompok, yaitu: (1) karakteristik fisik/tampak, meliputi
penampilan yaitu warna, ukuran, bentuk, tekstur, flavor, dan cacat fisik; dan (2)
karakteristik tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis.
Berdasarkan karakteristik tersebut, profil produk pangan umumnya
ditentukan oleh ciri organoleptik kritis, misalnya kerenyahan pada keripik. Namun
demikian, ciri organoleptik lain seperti bau, aroma, rasa dan warna juga ikut
menentukan profil produk pangan. Pemenuhan spesifikasi dan fungsi produk
pada produk pangan yang bersangkutan dilakukan menurut standar estetika
(warna, rasa, bau, dan kejernihan), kimiawi (mineral, logam berat dan bahan
kimia yang ada dalam bahan pangan), dan mikrobiologi (tidak mengandung
bakteri Eschericia coli dan patogen).
Mutu harus dirancang dan dibentuk ke dalam produk. Kesadaran akan mutu
harus dimulai pada tahap sangat awal, yaitu gagasan konsep produk, setelah
persyaratanpersyaratan konsumen diidentifikasi. Kesadaran upaya membangun
mutu ini juga harus dilanjutkan melalui berbagai tahap pengembangan dan
produksi selanjutnya, bahkan setelah pengiriman produk kepada konsumen untuk

memperoleh umpan balik dari konsumen. Hal ini dikarenakan upayaupaya


perusahaan terhadap peningkatan mutu produk lebih sering mengarah kepada
kegiatankegiatan inspeksi serta memperbaiki cacat dan kegagalan selama proses
produksi (Kadarisman, 1996).
Penampakan
Penampakan merupakan parameter organoleptik yang penting, karena
merupakan sifat sensoris yang pertama kali dilihat oleh konsumen. Apabila kesan
penampakan produk terlihat baik atau disukai, konsumen akan melihat sifat
sensoris yang lainnya (aroma, rasa, tekstur dan seterusnya). Produk dengan bentuk
rapi, bagus dan utuh akan lebih disukai konsumen dibandingkan dengan produk
yang kurang rapi dan tidak utuh. Penampakan merupakan kesan awal yang timbul
terhadap penilaian suatu produk. Penampakan juga dipengaruhi oleh komposisi
dari produk itu sendiri (Wirakartakusumah, 1990).
Aroma
Aroma dalam pengujian sensoris dapat menimbulkan kesan panelis setelah
penampakan. Aroma yang tercium akan memberikan kemungkinan respon positif
dan respon negatif. Respon positif timbul apabila aroma tersebut menarik minat
konsumen untuk mengkonsumsi, memunculkan nafsu makan konsumen, dan
aroma yang tidak mengganggu indra pembauan. Respon negatif muncul apabila
aroma menimbulkan bau yang menyimpang dan tidak dapat diterima konsumen.
Aroma makanan menentukan kelezatan bahan makanan. Pada umumnya,
aroma yang diterima oleh hidung dan otak merupakan berbagai ramuan atau
campuran empat aroma utama yaitu harum, asam, tengik, dan hangus. Produksi
senyawa-senyawa aroma ditentukan oleh komposisi kimia dari produk, enzimenzim yang terlibat didalamnya, maupun bakteri yang terlibat dalam senyawa
tersebut. Perubahan aroma merupakan proses menghilangnya bahan volatil,
karamelisasi karbohidrat, dekomposisi protein dan lemak serta koagulasi protein
yang disebabkan oleh pemanasan (Wirakartakusumah, 1990).
Rasa

Peramuan rasa ialah suatu sugesti kejiwaan terhadap makanan yang


menentukan nilai pemuasan orang yang memakannya. Bagi seseorang yang sudah
sejak kecil mengenal suatu jenis makanan dapat menikmati rasa enak makanan
tersebut, sebaliknya orang yang belum mengenal makanan yang sama, tidak akan
memberikan apresiasi terhadap rasa makanan yang bersangkutan bahkan mungkin
menganggap makanan yang menjijikkan. Rasa merupakan faktor yang sangat
menentukan pada keputusan akhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu
makanan. Walaupun parameter penilaian yang lain lebih baik, jika rasa suatu
makanan tidak enak atau tidak disukai maka produk akan ditolak (Fardiaz,1997).
Tekstur
Tekstur adalah sekelompok sifat fisik yang ditimbulkan oleh elemen
struktural bahan pangan yang dapat dirasa oleh perabaan. Terkait dengan
deformasi, disintegrasi dan aliran dari bahan pangan dibawah tekanan yang diukur
secara obyektif oleh fungsi masa, waktu, dan jarak. Tekstur dapat ditentukan oleh
tekstur pada bahan produk itu sendiri ataupun dengan penambahan bahan lain
(Fardiaz,1997).
Peranan kelas mutu adalah sebagai keadilan mutu; pelayanan pada
konsumen; penggunaan produk yang berbeda; menghadapi keragaman produk dan
bidang usaha. Sedangkan unsur mutu dapat dibagi menjadi tiga, yaitu sifat mutu,
parameter mutu, dan faktor mutu. Parameter mutu adalah gabungan dari dua atau
lebih sifat mutu yang menjadi suatu ukuran. Sedangkan faktor mutu adalah
sesuatu yang berkaitan dengan produk tetapi tidak bisa diukur dan dianalisa oleh
peralatan apapun juga.
Ada lima sifat mutu, yaitu dasar penilaian mutu; kepentingan (standarisasi,
uji mutu, sertifikasi, dan penggunaan produk); sifat subyektif (morfologi, fisik,
mekanik, kimiawi, mikrobiologi, fisiologik, dan anatomi); aspek penting (cacat,
pencemaran/pemalsuan, sanitasi); serta sanitasi (merupakan tiang mutu). Faktor
mutu terbagi menjadi empat, yaitu asal daerah, varietas/ras, umur panen, dan
faktor pengolahan.
PENUTUP

A. Kesimpulan
Karakteristik mutu dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor
yang penting dalam melakukan pengujian organoleptik secara sensorik.
Atribut karakteristik mutu dalam bahan pangan yaitu meliputi proses
penginderaan dengan menggunakan penglihatan (mata), pendengaran
(telinga), penciuman (hidung), pencicipan (lidah), dan perabaan (ujung jari
tangan).
Sifat karakteristik mutu sensorik semata-mata berisi sifat hedonik
(sukatidak

suka; enak/lezat tidak enak), bersifat

sangat

subyektif

dipengaruhi latar belakang, tradisi, kebiasaan, pengalaman pendidikan,


prestise, dan lain-lain.
Karakteristik rasa dalam pengujian senosrik merupakan faktor yang
sangat menentukan pada keputusan akhir konsumen untuk menerima atau
menolak suatu makanan.
Dalam karakteristik mutu pangan terdapat lima sifat mutu yaitu dasar
penilaian mutu; kepentingan; sifat subyektif; aspek penting; dan sanitasi.
Sedangkan faktor mutu terbagi menjadi empat yaitu asal daerah, varietas/ras,
umur panen, dan faktor pengolahan.
B. Saran
Saran yang dapat kami berikan untuk makalah tentang karakteristik
mutu pangan dalam pengujian sensorik yaitu karakteristik mutu merupakan
karakteristik yang sangat penting dalam pengujian bahan pangan yang
dilakukan secara sensorik. Maka dari itu, atribut mutu dalam pengujian
sensorik harus selalu diperhatikan, termasuk kajian secara organoleptik
dengan menggunakan penginderaan manusia, karena penginderaan manusia
tetap menjadi yang utama dalam setiap pengujian sensorik yang menentukan
karakteristik mutu dalam bahan pangan itu sendiri
DAFTAR PUSTAKA

Carpenter RP, Lyon DH, and Hasdell TA. 2000. Guidelines for Sensory Analysis
in Food Product Development and Quality Control, Second Edition. Aspen
Publishers Inc., Maryland
Fardiaz, D. 1997. Praktek Pengolahan Pangan yang Baik. Pelatihan
Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan Bagi Staf Pengajar.
Kerjasama Pusat Studi Pangan dan Gizi (CFNS)-IPB dengan Dirjen
Dikti.Bogor, 21 Juli 2 Agustus 1997.
Hubeis, M. 1984. Pengaruh Pengolahan Tepung Serealia dan Biji-bijian.
Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kadarisman, D dan M.A. Wirakartakusumah. 1995. Standarisasi
danPerkembangan Jaminan Mutu Pangan. Buletin Teknologi dan
Industri Pangan. Vol. VI (1).
Kadarisman, D. 1996. ISO (9000 dan 14000) dan Sertifikasi. Buleti Teknologi dan
Industri Pangan. Vol. VII (3). Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor.
Kramer, A. dan B.A. Twigg. 1983. Fundamental of Quality Control for the Food
Industry. The AVI Pub. Inc., Conn., USA.
Kramer, A., and B.A. Twigg.1970. Quality Control for The Food Industry (Vol. I).
The Avi Publishing Company Inc. Westport Connecticut. 112-115p.
Meilgaard M, Civille GV, dan Carr, BT. 1999. Sensory Evaluation Techniques,
Third edition. CRC Press LLC, Florida.
Muhandiri T, Kadarisman D. 2008.Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Bogor:
IPB Press.
Setyaningsih, Apriyantono A, Sari MP. 2010. Analisis Sensori untuk Industri
Pangan dan Agro. Bogor: IPB Press.
Wirakartakusumah, M.A. dan Dahrul Syah. 1990. Perkembangan Industri
Pangan di Indonesia. Pangan. Vol II (5).

Anda mungkin juga menyukai