Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks verformis yang sering

menyebabkan akut abdomen pada orang dewasa muda. Apendisitis akut paling sering terjadi
pada usia di bawah 30 tahun, dengan keluhan nyeri akut perut kanan bawah dan membutuhkan
tindakan pembedahan segera. Insidens apendisitis akut di negara maju lebih tinggi
dibandingkan di negara berkembang. Namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir terjadi
penurunan bermakna dari angka kejadian tersebut. Diduga hal ini disebabkan oleh
meningkatnya penggunaan makanan berserat ke dalam menu sehari-hari.1
Angka kejadian apendisitis cukup tinggi di dunia. Di Amerika Serikat saja terdapat 70.000
kasus kejadian apendisitis setiap tahunnya. Di negara-negara Asia dan Afrika insiden apendisitis

akut cenderung rendah, hal ini disebabkan oleh kebiasaan diet dari penduduk setempat. Insiden
apendisitis rendah pada suatu penduduk tertentu hal ini dikarenakan mereka mempunyai
kebiasaan diet tinggi serat. Mereka memilikipemikiran bahwa dengan diet tinggi serat dapat
menurunkan viskositas feses, sehingga menurunkan waktu transit dari usus dan mencegah
pembentukan fekalit.2
Apendisitis akut masih menempati prevalensi tertinggi akut abdomen di bidang bedah
yang memerlukan operasi segera. Untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian, perlu
ditingkatkan kualitas dalam membuat diagnosa yang tepat, terutama untuk apendisitis yang
meragukan (skor alvarado < 6). Diperlukan berbagai modalitas pemeriksaan radiologi, seperti
USG, Apendikogram, CT scan, dan lain sebagainya untuk mencegah terjadinya kesalahan
diagnosis.1
1.2

Batasan Masalah
Pada referat ini akan dibahas mengenai apendisitis yaitu anatomi dan fisiologi, definisi,

epidemiologi, patogenesis, diagnosis, penatalaksanaan, prognosis, dan komplikasi. Pada referat


ini disajikan pembahasan yang lebih mendalam pada modalitas pemeriksaan radiologi dan
gambarannya pada kasus apendisitis.

1.3

Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa, khususnya dokter muda pada bagian radiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas dapat mengetahui dan memahami modalitas pemeriksaan radiologi
pada apendisitis.
1.3.2

Tujuan Khusus
Untuk mengetahui lebih dalam mengenai modalitas pemeriksaan radiologi dan

gambarannya pada kasus apendisitis.


1.4

Metode Penulisan
Metode yang dipakai pada penulisan refrat ini adalah melalui tinjauan kepustakaan yang

merujuk kepada berbagai literatur.

BAB II
2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Apendiks
Apendiks merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum dan
kolon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan Apendiks terlihat pada
minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada Caecum. Awalnya Apendiks berada pada
apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih medial dekat dengan Plica
ileocaecalis. Dalam proses perkembangannya, usus mengalami rotasi. Caecum berakhir pada
kuadran kanan bawah perut. Apendiks selalu berhubungan dengan Taenia caecalis. Oleh karena
itu, lokasi akhir Apendiks ditentukan oleh lokasi Caecum.3

Gambar 2.1. Apendiks vermicularis

Vaskularisasi Apendiks berasal dari percabangan A. ileocolica. Gambaran histologis


Apendiks menunjukkan adanya sejumlah folikel limfoid pada submukosanya. Pada usia 15
tahun didapatkan sekitar 200 atau lebih nodul limfoid. Lumen Apendiks biasanya mengalami
obliterasi pada orang dewasa. 3

Gambar 2.2. Variasi lokasi Apendiks vermicularis

Apendiks menghasilkan lendir 1 2 ml perhari yang bersifat basa mengandung amilase,


erepsin dan musin. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya
mengalir ke caecum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks berperan pada patofisiologi
apendiks. Imunoglobulin sekretor yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid
Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah Ig A. Imunglobulin
itu sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi tapi pengangkatan apendiks tidak
mempengaruhi sistem Imunoglobulin tubuh sebab jaringan limfe kecil sekali jika dibandingkan
dengan jumlah disaluran cerna dan seluruh tubuh.4
2.2 Definisi
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks verformis yang sering
menyebabkan akut abdomen pada orang dewasa muda. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa
perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang
terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi dikarenakan oleh peritonitis dan syok
ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur.

2.3 Epidemiologi
Apendisitis akut masih menempati prevalensi tertinggi akut abdomen di bidang bedah
yang memerlukan operasi segera. Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, namun jarang
pada anak kurang dari satu tahun. Rasio pria : wanita = 1,2-1,3 : 1. 2

2.4 Patogenesis
2.4.1

Obstruksi
Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Apendisitis akut. Fekalit merupakan

penyebab umum obstruksi Apendiks, yaitu sekitar 20% pada anak dengan Apendisitis akut dan
30-40% pada anak dengan perforasi Apendiks. Penyebab yang lebih jarang adalah hiperplasia
jaringan limfoid di sub mukosa Apendiks, barium yang mengering pada pemeriksaan sinar X,
biji-bijian, gallstone, cacing usus terutama Oxyuris vermicularis. Reaksi jaringan limfatik, baik
lokal maupun generalisata, dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri atau parasit. Hal
tersebut terjadi karena perubahan pada kelenjar yang mensekresi mukus. Obstruksi Apendiks
juga dapat terjadi akibat tumor carcinoid, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal.
Selama lebih dari 200 tahun, corpus alienum seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan
dalam terjadinya Apendisitis. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya Apendisitis adalah
trauma, stress psikologis, dan herediter.4,5

Gambar 2.3 Apendisitis (dengan fekalit)

Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi normal
mukosa Apendiks segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada Apendiks normal 0,1
mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan meningkatkan tekanan intraluminal sekitar 60
cmH2O. Distensi merangsang serabut saraf aferen yang menyebabkan nyeri visceral (nyeri yang
samar-samar, nyeri difus pada perut tengah atau di bawah epigastrium). 5
Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari pertumbuhan bakteri
yang cepat di Apendiks. Sejalan dengan peningkatan tekanan organ melebihi tekanan vena,
aliran kapiler dan vena terhambat menyebabkan kongesti vaskular. Akan tetapi aliran arteriol

tidak terhambat. Distensi biasanya menimbulkan refleks mual, muntah, dan nyeri yang lebih
nyata. Proses inflamasi segera melibatkan serosa Apendiks dan peritoneum parietal pada regio
ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke RLQ.
Mukosa gastrointestinal termasuk Apendiks, sangat rentan terhadap kekurangan suplai
darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui tekanan arteriol, daerah dengan suplai
darah yang paling sedikit akan mengalami kerusakan paling parah. Dengan adanya distensi,
invasi bakteri, gangguan vaskuler, infark jaringan, terjadi perforasi biasanya pada salah satu
daerah infark di batas antemesenterik. 4
Apendiks

yang

mengalami

obstruksi

merupakan

tempat

yang

baik

bagi

perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi gangguan


aliran limfatik sehingga terjadi oedem yang lebih hebat. Hal-hal tersebut semakin meningkatan
tekanan intraluminal Apendiks. Akhirnya, peningkatan tekanan ini menyebabkan gangguan
aliran sistem vaskularisasi Apendiks yang menyebabkan iskhemia jaringan intraluminal
Apendiks dan terjadi apendisitis gangrenosa. Setelah itu, bakteri melakukan invasi ke dinding
Apendiks; diikuti demam, takikardia, dan leukositosis akibat pelepasan mediator inflamasi
karena iskhemia jaringan. Ketika eksudat inflamasi yang berasal dari dinding Apendiks
berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatik akan teraktivasi dan nyeri
akan dirasakan lokal pada lokasi Apendiks, khususnya di titik Mc Burneys. Jarang terjadi nyeri
somatik pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada Apendiks
yang berlokasi di retrocaecal atau di pelvis, nyeri somatik biasanya tertunda karena eksudat
inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sebelum terjadi perforasi Apendiks dan
penyebaran infeksi. Nyeri pada Apendiks yang berlokasi di retrocaecal dapat timbul di
punggung atau pinggang. Apendiks yang berlokasi di pelvis, yang terletak dekat ureter atau
pembuluh darah testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau
keduanya. Inflamasi ureter atau Vesica urinaria akibat penyebaran infeksi Apendisitis dapat
menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine.4,5
2.4.2

Bakteriologi
Flora pada Apendiks yang meradang berbeda dengan flora Apendiks normal. Sekitar

60% cairan aspirasi yang didapatkan dari Apendisitis didapatkan bakteri jenis anaerob,
dibandingkan yang didapatkan dari 25% cairan aspirasi Apendiks yang normal. Diduga lumen
6

merupakan sumber organisme yang menginvasi mukosa ketika pertahanan mukosa terganggu
oleh peningkatan tekanan lumen dan iskemik dinding lumen. Flora normal kolon memainkan
peranan penting pada perubahan Apendisitis akut ke Apendisitis gangrenosa dan Apendisitis
perforata.
Apendisitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus didapatkan lebih
dari 14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang mengalami perforasi. Flora normal
pada Apendiks sama dengan bakteri pada kolon normal.5
Tabel 2.1. Organisme yang ditemukan pada Apendisitis akut
Bakteri Aerob dan Fakultatif
Batang Gram (-)

Bakteri Anaerob
Batang Gram (-)

Eschericia coli

Bacteroides fragilis

Pseudomonas aeruginosa

Bacteroides sp.

Klebsiella sp.

Fusobacterium sp.

Coccus Gr (+)

Batang Gram (-)

Streptococcus anginosus

Clostridium sp.

Streptococcus sp.

Coccus Gram (+)

Enteococcus sp.

Peptostreptococcus sp.

2.4.3 Peranan lingkungan: diet dan higiene


Di awal tahun 1970an, Burkitt mengemukakan bahwa diet orang Barat dengan
kandungan serat rendah, lebih banyak lemak, dan gula buatan berhubungan dengan kondisi
tertentu pada pencernaan. Apendisitis, penyakit Divertikel, carcinoma Colorectal lebih sering
pada orang dengan diet seperti di atas dan lebih jarang diantara orang yang memakan makanan
dengan kandungan serta lebih tinggi. Burkitt mengemukakan bahwa diet rendah serat berperan
pada perubahan motilitas, flora normal, dan keadaan lumen yang mempunyai kecenderungan
untuk timbul fekalit.4
2.5 Diagnosis
Diagnosis apendisitis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan radiologi.

2.5.1

Anamnesis

a) Demam
Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,5 0 38,50C
tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.
b) Nyeri perut
Gejala utama appendisitis akut adalah nyeri abdomen. Terjadi karena peristaltik
untuk mengatasi obstruksi yang terjadi pada seluruh saluran cerna, sehingga nyeri visceral
dirasakan pada seluruh perut. Mula-mula daerah epigastrium kemudian menjalar ke Mc
Burney. Apabila telah terjadi inflamasi (> 6 jam) penderita dapat menunjukkan letak nyeri,
karena bersifat somatik. 6
c) Muntah (rangsangan viseral)
Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya, merupakan
kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan anoreksia hampir selalu ada
pada setiap penderita appendisitis akut, bila hal ini tidak ada maka diagnosis appendisitis
akut perlu dipertanyakan. Gejala disuria juga timbul apabila peradangan apendiks dekat
dengan vesika urinaria.
d) Obstipasi
Penderita appendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri
dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada letak apendiks
pelvikal yang merangsang daerah rektum.6,7
2.5.2

Pemeriksaan Fisik

a) Inspeksi :
-

Pada appendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada
pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut.

b) Palpasi :
-

Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan
bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.

Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness (nyeri lepas tekan)
adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba

dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan dan dalam di titik Mc.
Burney. 8
-

Defens muskuler (+) : karena rangsangan m. Rektus abdominis. Defence muscular


adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan

Rovsing sign (+) : nyeri abdomen di kuadran kanan bawah apabila dilakukan penekanan
pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang
dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan.

Psoas sign (+) : terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan
yang terjadi pada apendiks.

Obturator sign (+) : rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut difleksikan kemudian
dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan
apendiks terletak pada daerah hipogastrium. 7,8

2.5.3

Skor Alvarado
Skor Alvarado merupakan skor yang dapat digunakan untuk melakukan diagnosis dan

secara cepat memilih tindakan yang akan dilakukan. Terdapat beberapa tanda yang perlu dinilai
berdasarkan gejala, tanda, dan hasil laboratorium.
Tabel 2.2 Skor Alvarado2
Pemeriksaan

Skor

Symptoms

Nyeri abdominal pindah ke fossa iliaka kanan

Nafsu makan menurun

Mual dan atau muntah

1
1
1

Signs

Nyeri lepas

Nyeri tekan fossa iliaka kanan

Demam (suhu > 37,2 C)

1
2
1

Laboratorium

Leukositosis (leukosit > 10.000/ml)

Shift to the left (neutrofil > 75%)

2
1

TOTAL

10

Interpretasi :

Skor 7-10 :
Berkemungkinan besar menderita apendisitis. Pasien ini dapat langsung diambil
tindakan pembedahan tanpa pemeriksaan lebih lanjut. Kemudian perlu dilakukan
konfirmasi dengan pemeriksaan patologi anatomi.

Skor 5-6 :
Curiga apendisitis akut. Tingkat kemungkinan sedang untuk terjadinya apendisitis.
Pasien ini sebaiknya dikerjakan pemeriksaan penunjang seperti foto polos abdomen
ataupun CT scan.

Skor 1-4 :
Kecil kemungkinan pasien ini menderita apendisitis. Pasien ini tidak perlu untuk di
evaluasi lebih lanjut dan pasien dapat dipulangkan dengan catatan tetap dilakukan
follow up pada pasien ini.2

2.5.4

Pemeriksaan Penunjang

2.5.4.1 Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan tes protein reaktif (CRP). Pada pemeriksaan
darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000 20.000/ml (leukositosis ) dan
neutrofil diatas 75 %, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.8
2.5.4.2 Radiologi
Banyak pasien dengan gejala klinis yang khas dilakukan operasi segera tanpa
pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan radiologi dilakukan pada pasien dengan keadaan klinis
tak jelas atau menampilkan komplikasi. Terdapat beberapa modalitas radiologi untuk
mendiagnosis suatu apendisitis.
a) Foto Polos Abdomen
Foto polos abdomen kini dianggap tidak spesifik dan tidak direkomendasikan
kecuali terdapt kelainan yang membutuhkan pemeriksaan foto polos abdomen (seperti
perforasi, obstruksi usus atau batu utereter). Kurang dari 50% pasien dengan appendisitis
akan menampakkan tanda spesifik apendisitis pada foto polos abdomen. Temuan spesifik

10

pada foto polos abdomen adalah adanya apendikolith. Apendikolith tarnpak soliter, oval,
densitas kalsifikasi pada kuadran bawah kanan, ukurannya dapat mencapai 2 cm. Terkadang
dapat berbentuk shell like atau laminated. Temuan lain adalah ketidakjelasan otot psoas
kanan, colon cut off sign, distensi/dilatasi terisolasi pada loop terminal ileum sekum, dan
kolon asenden (kurang sering) dengan air fluid level. 9
Tanda dari appendisitis akut:9
-

Kalsifikasi apendikolit (0,5-6cm) di bagian kuadran kanan bawah


Sentinel loop- pelebaran ileum atonik berisi air fluid level
Dilatasi sekum
Preperitoneal fat line kabur
PSOAS line tidak lurus
Kaburnya region kanan bawah, mengacu pada cairan dan edema

Gambar 2.4. Foto polos abdomen tampak apendikolith (panah)

Gambar 2.5. Sentinel Loop pada pasien dengan peritonitis lokal

2. USG
11

Sensitifitas usg terhadap diagnostik apendisitis akut cukup rendah karena , lumen tidak
cukup berdistensi untuk mendapatkan suatu gambaran. 3 Tanda khas dari apendisitis berupa
apendiks non-kompresibel dengan diameter 6 mm atau lebih. Untuk melakukan kompresi
dari apendisitis akut diperlukan kemampuan dari operator. Kompresi harus di lakukan
secara perlahan dan dilepaskan secara gentle.Gambaran ini memiliki spesifisitas dan
sensitivitas yang tinggi terhadap apendisitis akut. Perforasi dari apendiks menghasilkan
gambaran periappendiceal fluid collection (phlegmon).10
Apendiks normal kompresibel dengan tebal dinding sama atau kurang dari 3 mm.
Ukuran apendiks dapat membedakan apendiks normal dari apendiks dengan inflamasi akut. 1
Pemeriksaan color Doppler juga memberikan peranan, memperlihatkan hyperemia pada
dinding pada apendisistis akut terinflamasi.10
Tanda appendisitis akut pada sonografi :
-

Indentifikasi apendiks
Struktur tubuler dengan ujung buntu pada titik nyeri
Non-kompresibel
Diameter 6 mm atau lebih
Tidak adanya peristaltik
Apendikolit dengan bayangan akustik
Ekogenesitas tinggi non-kompersibel disekitar lemak
Cairan disekitar lesi atau abses
Edema pada ujung sekum

Gambaran sonografi dari perforasi apendiks :


-

Cairan perisekal terlokalisir


Abses atau phlegmon
Lemak perisekal yang prominen
Hilangnya gambaran melingkar dari lapisan submukosa

12

Gambar 2.6. Apendiks normal pada gambaran USG

Gambar 2.7. Gambaran appendisitis tampak penebalan dari dinding apendiks.

Gambar 2.8. Apendisitis gangrenosa. Ditandai oleh adanya distensi dari


apendiks (tanda panah), kehilangan lapisan mukosa dan submukosa,
serta penonjolan lemak perisaekal yang ekhogenik.

13

3. Barium Enema
Pemeriksaan barium enema dapat memperlihatkan tanda khas apendisitis berupa
pengisian apendisitis. Nonfilling apendiks merupakan tanda nonspesifik karena appendiks
yang tidak terisi kontras dapat terjadi pada 10-20% pada orang normal. Kontra indikasi
dari pemeriksaan ini ialah pasien dengan peritonitis dan curiga perforasi. Keuntungan dari
pemeriksaan ini dapat untuk menegakkan diagnosis penyakit lain yang menyerupai
apendisistis. Kerugian pemeriksaan ini adalah tingginya hasil nondiagnostik, eksposi
radiasi, sensitivitas yang tidak tinggi, pemeriksaan ini tidak cocok untuk pasien gawat
darurat.11

Gambar 2.9. Pengisian penuh dengan kontras pada apendiks, apendiks normal

Dari pemeriksaan menggunakan barium, kriteria diagnosis appendisitis :12


(1) non filling apendiks dengan desakan local sekum
(2) pengisian dari apendiks dengan penekanan local pada sekum
(3) nonfilling apendiks dengan adanya massa pelvis (kabur pada kuadran bawah kanan
dengan perubahan letak usus halus akibat desakan)
(4) pola mukosa apendiks irregular dengan terhentinya pengisian.

14

Gambar 2.10. Foto oblique superior kanan abdomen dengan barium enema
single kontras. Tampak Sekum (C) dan apendiks yang mengalami
osifikasi dan kontur yang ireguler (tanda panah).

4. CT SCAN
Saat ini CT-Scan merupakan pemeriksaan paling sensitif dan spesifik untuk
apendisitis, namun tidak rutin dilakukan karena dosis radiasi yang tinggi. Telah dilaporkan
keakuratan diagnosis CT-Scan rata-rata antara 93% dan 98 %. Variasi dari tehnik CT pada
pasien dengan kecurigaan appendisitis dapat dievaluasi dengan beberapa tehnik, termasuk
CT-Scan Abdomen dan Pelvis dengan atau tanpa kontras. Keuntungan dari CT-Scan tanpa
kontras ialah penggunaanya dapat mengurangi resiko reaksi kontras intravena dan biaya
yang lebih murah.11
Bahan kontras dapat dimasukkan baik melalui kolon ataupun ditambahkan dengan
melalui mulut sampai mencapai kolon; bagaimanapun setiap teknik mempunyai perbedaan
hasil secara statistik dalam keakuratan diagnosis. Tanda CT scan dari apendiks termasuk
ukuran diameter apendiks lebih dari 6mm, kegagalan apendiks terisi dengan kontra oral atau
udara untuk mencapai ujungnya, apendikolith dan peningkatan densitas dinding dengan
kontras intravena. Disekelilingnya dapat ditemukan perubahan inflamasi, termasuk
peningkatan atenuasi lemak, cairan, inflamasi phlegmon, penebalan sekum, abses, gas
intraluminal dan pembesaran limfe.9

15

Gambar 2.11. CT scan tampak apendiks terinflamasi (A) dengan apendikolith (a)

Gambar 2.12. CT scan aksial tampak perubahan inflamasi perisekum (panah) dan
cairan bebas minimal dalam pasien deengan ruptur apendiks akut.

Gambar 2.13. CT scan aksial apendiks terinflamasi dengan apendikolith (panah)


dan cairan periappendisial dan perisekum.

16

2.6 Diagnosis Banding


a) Mesentric Adenitis
Gambaran klinis Mesentric adenitis sangat mirip dengan apendisitis akut maka perlu
dilakukan pemeriksaan penunjang Kontras Computed Tomography(CT). Pada pemeriksaan
CT scan akan tampak pembesaran kelenjar limfa dengan atau tanpa penebalan ileal atau
ileocaecal . Pada mesenteric adenitis kelenjar limfa tampak lebih besar, jumlah banyak dan
dengan distribusi yang luas disbanding dengan apendisitis.Pemeriksaan CT scan sangat
penting untuk menyingkirkan diagnose banding lain terutama apendisitis akut.14

Gambar 2.15 Pada pemeriksaan CT scan abdomen tampak


pembesaran kelenjar limfe pada kuadran kanan bawah

b) Endometriosis
Pasien dengan suspek endometriosis dilakukan USG transvaginal kerana member
hasil yang lebih sensitive bagi endometrioma yang kecil.Gambaran tipikal yang ditemukan
pada endometriosis ialah massa kistik difus, tingkat rendah echo yang memberi gambaran
yang solid.15

Gambar 2.16. Endometriosis pada pemeriksaan USG

17

c) Pelvic Inflammatory Disease (PID)


Pasien dengan suspek

Pelvic

Inflammatory Disease (PID) bisa dilakukan

pemeriksaan ultrasound. Pemeriksaan ultrasonography dianjurkan pada pasien anak


perempuan dan dewasa dengan keluhan nyeri pada perut kuadran kanan bawah.
Transvaginal sonography memberi visualisasi uterus dan adnexa termasuk ovarian dan
penebalan tuba faloppi yang lebih detail.Pemeriksaan Transabdominal sonographi pula
dilakukan sebagai pilihan yang kedua dari transvaginal sonography kerana dapat
memberikan gambaran global pada pelvic.Salah satu contoh gambaran US transabdominal
adalah seperti gambar berikut.16

Gambar 2.17. Transabdominal ultrasound scan.Gambar ini menunjukkan daerah


ekhogenik di lingkup endometrium .Tambahan pula, massa complex bilateral
juga didapatkan dan temuan ini sesuai dengan massa tuba-ovarian.

2.7 Penatalaksanaan
Jika diketahui hasil diagnosis positif appendisitis akut, maka tindakan yang paling tepat adalah
segera dilakukan apendektomi. Apendektomi dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu cara terbuka dan
cara laparoskopi. Apabila appendisitis baru diketahui setelah terbentuk massa periapendikuler, maka
tindakan yang pertama kali harus dilakukan adalah pemberian/terapi antibiotik kombinasi terhadap
penderita. Antibiotik ini merupakan antibiotik yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Setelah
gejala membaik, yaitu sekitar 6-8 minggu, barulah apendektomi dapat dilakukan. Jika gejala berlanjut,
yang ditandai dengan terbentuknya abses, maka dianjurkan melakukan drainase dan sekitar 6-8 minggu
kemudian dilakukan apendisektomi. Namun, apabila ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun dan
pemeriksaan klinis serta pemeriksaan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses setelah
dilakukan terapi antibiotik, maka dapat dipertimbangkan untuk membatalkan tindakan bedah. 7

2.8 Komplikasi
a) Peritonitis
18

Keterlambatan penanganan merupakan alasan penting terjadinya perforasi.


Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan
demam tinggi, nyeri makin hebat meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang dan
kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut, peristaltik usus menurun
sampai menghilang karena ileus paralitik.Pada dinding apendiks telah teIjadi ruptur,
tampak daerah perforasi yang dikelilingi oleh jaringan nekrotik. Perforasi disebabkan
keterlambatan penanganan terhadap paslen apendisitis akut. Perforasi disertai dengan
nyeri yang lebih hebat dan demam tinggi (sekitar 38,3 0C). Biasanya perforasi tidak
terjadi pada 12 jam pertama. Pada apendiktektomi yang dilakukan pada pasien usia
kurang dari 10 tahun dan lebih dari 50 tahun, ditemukan 50 % nya telah mengalami
perforasi . Akibat perforasi ini sangat bervariasi mulai dari peritonitis umum, sampai
hanya berupa abses kecil yang tidak akan mempengaruhi manifestasi kliniknya.

Gambar 2.18. Pneumoperitoneum: Rigglers sign (tanda panah).

Gambar 2.19. Apendisitis perforasi. Iregularitas kontur apendiks dengan ditemukan


periappendiceal fluid dan hiperekhoik, penonjolan dari lemak perisaekal.

b) Massa Periapendikuler

19

Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi


pendindingan oleh omentum. Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak
peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis generalisata. Massa apendiks dengan
proses radang yang masih aktif ditandai dengan keadaan umum masih terlihat sakit,
suhu masih tinggi, terdapat tanda-tanda peritonitis, lekositosis, dan pergeseran ke kiri.
Massa apendiks dengan proses meradang telah mereda ditandai dengan keadaan umum
telah membaik, suhu tidak tinggi lagi, tidak ada tanda peritonitis, teraba massa berbatas
tegas dengan nyeri tekan ringan, lekosit dan netrofil normal.

Gambar 2.20.Pembentukkan abses periapendiks. Penebalan dinding apendiks,


tampak masa hipoekhoik di samping sekum.

Gambar 2.14. Appendisitis perforasi dengan abses. Tampak apendikolith (panah) dan
udara dalam abses dan perubahan inflamasi dengan penebalan dinding (panah terbuka).

2.9 Prognosis

20

Bila diagnosis yang akurat disertai dengan penanganan pembedahan yang tepat, tingkat
mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan
meningkatkan mortalitas dan morbiditas bila timbulnya adanya komplikasi. Serangan berulang
dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat.8

BAB III
21

Kesimpulan
Apendisitis

adalah

peradangan

dari

apendiks

versiformis

dan

merupakan

kegawatdaruratan bedah abdomen yang paling sering ditemukan. Apendisitis akut merupakan
peradangan pada apendiks yang timbul mendadak dan dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya
hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris yang dapat menimbulkan
penyumbatan. Jika diagnosis terlambat ditegakkan, dapat terjadi ruptur pada apendiks sehingga
mengakibatkan terjadinya peritonitis atau terbentuknya abses di sekitar apendiks.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan radiologi. Temuan spesifik pada foto polos abdomen adalah
adanya apendikolith. Apendikolith tarnpak soliter, oval, densitas kalsifikasi pada kuadran
bawah kanan, ukurannya dapat mencapai 2 cm. Terkadang dapat berbentuk shell like atau
laminated. Pada barium enema, nonfilling apendiks merupakan tanda nonspesifik karena
apendiks yang tidak terisi kontras dapat terjadi pada 10-20% pada orang normal. USG
memperlihatkan apendiks di atas muskulus psoas. Tanda khasnya berupa apendiks nonkompresibel dengan diameter 6 mm atau lebih. Tanda CT scan dari apendiks termasuk ukuran
diameter apendiks lebih dari 6mm, apendikolith dan penyangatan dari dinding dengan kontras
intravena. Pada MRI, pemberian kontras tampak penyengatan dari dinding apendiks yang
terinflamasi mengindikasikan appendisitis. Penyengatan ringan tampak pada normal apendiks.

22

Anda mungkin juga menyukai