Anda di halaman 1dari 21

BAB I

ILUSTRASI KASUS

I.

II.

IDENTITAS
Nama

: Ny. MH

Jenis kelamin

: Perempuan

Umur

: 34 tahun

Pekerjaan

: IRT

Pendidikan

: Tamat SLTP

Agama

: Islam

Status perkawinan

: Menikah

Suku bangsa

: Indonesia

Alamat

: Jl. Meruya Selatan Kembangan RT. 004 RW. 005

Tanggal masuk RS

: 16 Oktober 2013

ANAMNESIS
Dilakukan alloanamnesis pada tanggal 18 Oktober 2013

Keluhan Utama :
Kejang 4 jam SMRS

Keluhan Tambahan :
Demam

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati dengan keluhan utama kejang 4 jam sebelum
masuk RS. Kejang tiba-tiba dialami sebanyak satu kali. Sebelum kejang pasien tampak
bengong. Kejangnya kaku seluruh badan dan matanya mendelik ke atas. Suami pasien
tidak memperhatikan kepalanya menoleh ke kiri atau kanan. Tidak tampak keluar busa
pada mulut pasien, lidah tergigit, atau mengompol. Kejang dialami kira-kira selama 2
menitan. Saat kejang pasien tidak dapat diajak bicara. Setelah kejang pasien tampak
bengong dan lemas. Kira-kira 4 hari sebelum masuk RS pasien ada demam tinggi dan
1

naik turun dan pasien cendrung diam (tidak bisa diajak bicara) dan mengantuk. Nafsu
makan pasien juga menurun. Tujuh hari sebelum masuk RS pasien tampak cadel saat
bicara dan suaranya menjadi tidak jelas. Sebulan sebelum masuk RS pasien mengeluh
pusing berputar yang dipengaruhi posisi serta mengeluh sakit kepala. Ada muntah, tapi
tidak ingat berapa kali. Ada keluhan lemas sesisi di sebelah kiri. Pasien juga suka
memukul-mukul benda tapi tidak ada bicara meracau atau mengamuk, pasien masih
dapat diajak komunikasi. Keluhan mulut mencong, bicara cadel, dan kejang tidak ada
saat itu.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Sebelumnya pasien tidak memiliki riwayar kejang, stroke, trauma, TBC, DM, dan
hipertensi. Pasien memiliki riwayat sering diare, sering sariawan dan batuk lama.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Pasien menikah dua kali. Suami pertama meninggal karena kecelakaan. Ayah pasien
pernah menderita sakit TBC tapi sudah tuntas pengobatan.

Riwayat Kebiasaan:
Pasien tidak menggunakan narkoba suntik.

III.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum

: Tampak sakit berat

Kesadaran

: Apatis, GCS: E4M5Vsuspek afasia

Sikap

: Berbaring

Koperasi

: Tidak kooperatif

Keadaan Gizi

: kurang

Tekanan Darah

: 100 / 60 mmHg

Nadi

: 112 x/mnt

Suhu

: 37, 8 0C

Pernafasan

: 22 x/mnt

Keadaan Lokal
Trauma Stigmata

:-

Pulsasi A.Carotis

: Teraba, kanan = kiri, reguler


2

Perdarahan Perifer

: capilary refil < 2 detik

Columna Vertebralis

: tidak dapat dinilai karena berbaring

Kulit

: Warna sawo matang, hiperpigmentasi (+), sianosis (-),


ikterik(-)

Kepala

: Normosefali, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah


dicabut, tidak ada alopesia

Mata

: konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik -/-, ptosis -/-,


lagoftalmus -

Telinga

: Normotia +/+, perdarahan -/-, lapang +/+

Hidung

: Deviasi septum -/-, perdarahan -/-

Mulut

: Bibir sianosis -, oral trush +

Tenggorok

: Faring hiperemis -, tonsil T1-T1

Leher

: Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak teraba


pembesaran KGB dan tiroid.

Pemeriksaan Jantung
Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: ictus cordis teraba di ICS 5 linea midklavikula sinistra.

Perkusi

: batas kanan jantung di ICS 4 linea sternalis dekstra, batas kiri


jantung di 1 ICS 5 linea midklavikula sinistra, pinggang
jantung di ICS 3 linea para sternalis sinistra.

Auskultasi

: S1 dan S2 normal reguler, murmur -, gallop -

Pemeriksaan Paru
Inspeksi

: pergerakkan dada simetris pada statis dan dinamis

Palpasi

: vocal fremitus kanan dan kiri sama,tidak teraba benjolan

Perkusi

: perkusi di seluruh lapang paru sonor

Auskultasi

: suara nafas vesikuler, rhonki - / -, wheezing - /-

Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi

: datar, efloresensi -, venektasi -

Palpasi

: supel, hepar dan lien tidak teraba membesar

Perkusi

: timpani
3

Auskultasi

: bising usus + normal, 3 x/menit

Pemeriksaan Ekstremitas

IV.

Atas

: akral hangat + / +, edema - / -

Bawah

: akral hangat + / +, edema - / -

STATUS NEUROLOGIS
Rangsang Selaput Otak
Kaku kuduk

:+

Laseque

: <700 / <700

Kerniq

: < 1350 / < 1350

Brudzinsky I

:-

Brudzinsky II

:-/-

Peningkatan Tekanan Intrakranial : -

Saraf-saraf Kranialis
N.I (olfaktorius)

: tidak valid dinilai

N.II (optikus)
Acies visus

: tidak valid dinilai

Visus campus

: tidak valid dinilai

Lihat warna

: tidak valid dinilai

Funduskopi

: tidak dilakukan

N.III, IV, VI (Occulomotorius, Trochlearis, Abducen)


Kedudukkan bola mata

: ortoposisi + / +

Pergerakkan bola mata

: baik ke segala arah +/+ (nasal, temporal, superior,


inferior, nasal atas dan bawah, temporal atas dan
bawah)

Exopthalmus

:-/-

Nystagmus

:-/-

Pupil
Bentuk

: bulat, isokor, 3mm/3mm

Reflek cahaya langsung

: +/+
4

Reflek cahaya tidak langsung

: +/+

Reflek akomodasi

: tidak valid dinilai

Reflek konvergensi

: tidak valid dinilai

N.V (Trigeminus)
Cabang Motorik

: tidak valid dinilai

Cabang sensorik
Ophtalmikus

: tidak valid dinilai

Maksilaris

: tidak valid dinilai

Mandibularis

: tidak valid dinilai

N.VII (Fasialis)
Motorik
Orbitofrontalis

: gerakan saat mengangkat alis dan mengerutkan dahi


simetris kanan-kiri

Orbikularis okuli

: tidak valid dinilai

Orbikularis oris

: plica

nasolabialis

sinistra

datar

ketika

pasien

menyeringai
Pengecapan lidah

: tidak valid dinilai

N.VIII (Vestibulocochlearis)
Vestibular
Vertigo

: tidak valid dinilai

Nistagmus

: tidak valid dinilai

Koklearis
Tuli Konduktif

: tidak valid dinilai

Tuli Perseptif

: tidak valid dinilai

N.IX, X (Glossopharyngeus, Vagus)


Motorik

: tidak valid dinilai

Sensorik

: tidak valid dinilai

N.XI (Accesorius)
Mengangkat bahu

: tidak valid dinilai


5

Menoleh

: tidak valid dinilai

N.XII (Hypoglossus)
Pergerakkan lidah

: tidak dapat dinilai

Atrofi

:-

Fasikulasi

:-

Tremor

:-

Sistem Motorik

: kesan hemiparese sinistra

Ekstremitas atas

:5/0

Ekstremitas bawah

:5/1

Gerakkan Involunter
Tremor

:-/-

Chorea

:-/-

Atetose

:-/-

Miokloni

:-/-

Tics

:-/-

Trofik

: eutrofik + / +

Tonus

: normotonus + / +

Sistem Sensorik
Propioseptif

: tidak valid dinilai

Eksteroseptif

: tidak valid dinilai

Fungsi Serebelar
Ataxia

: tidak dilakukan

Tes Romberg

: tidak dilakukan

Disdiadokokinesia

: tidak valid dinilai

Jari-jari

: tidak valid dinilai

Jari-hidung

: tidak valid dinilai

Tumit-lutut

: tidak valid dinilai

Rebound phenomenon

: tidak valid dinilai

Hipotoni

:-/6

Fungsi Luhur
Astereognosia

: tidak valid dinilai

Apraxia

: tidak valid dinilai

Afasia

: afasia global

Fungsi Otonom
Miksi

: terpasang DC

Defekasi

: baik

Sekresi keringat

: baik

Refleks Fisiologis
Kornea

:+/+

Biceps

: +2 / +3

Triceps

: +2 / +3

Dinding perut

:+

Otot perut

:+

Lutut

: +2 / +3

Tumit

: +2 / +3

Kremaster

: tidak dilakukan

Refleks Patologis
Hoffman Tromer

:-/-

Babinsky

:-/+

Chaddok

:-/+

Gordon

:-/+

Schaefer

:-/+

Klonus lutut

:-/-

Klonus tumit

:-/-

Keadaan Psikis
Intelegensia

: tidak valid dinilai

Tanda regresi

: tidak ada

Demensia

: tidak valid dinilai


7

V.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PEMERIKSAAN

HASIL

NILAI NORMAL

HEMATOLOGI
Hb

12,1

14 18 g/dL

Ht

39

42 52 %

Leukosit

7,1

(4,8 10,8). 103/uL

Trombosit

175

(150 450). 103/uL

Eritrosit

5,10

3.8-5,2 106/uL

VER/HER/KHER/RDW
VER

77,3

80,0 - 100,0 fl

HER

23,7

26,0 - 34,0 pg

KHER

30,7

32,0 - 36,0 g/dl

RDW

15,5

11,5 - 14,5%

FUNGSI HATI
SGOT

33

0 - 34 u/L

SGPT

34

0 - 40 u/L

FUNGSI GINJAL
Ureum Darah

62

20 - 40 mg/dl

Kreatinin Darah

1,0

0,6 - 1,5 mg/dl

DIABETES
GDS

120

70 - 240 mg/dl

ELEKTROLIT
Natrium

138

135 - 147 mmol/L

Kalium

4,10

3,10 - 5,10 mmol/L

Klorida

101

95 - 108 mmol/L

SERO - IMUNOLOGI
Golongan Darah

O / Rh (+)
AGD

pH

7,463

7,370 7,440

pCO2

26,9

35 45 mmHg

pO2

138,4

83 108 mmHg

BP

752,0

HCO3

18,8

21 28 mmol/L

O2 Saturasi

98,9

95 99 %

BE

-3,3

-2,5 2,5 mmol/L

Total CO2

19,7

19 24 mmol/L

ANTI HIV

VI.

Rapid SD

Reaktif

Non reaktif

Rapid one step(InTec)

Reaktif

Non reaktif

Total CO2rapid oncoprobe

Reaktif

Non reaktif

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Foto thoraks:

Jenis foto

: foto PA

Deskripsi

: trakea ditengah
Mediastinum superior tidak melebar
Jantung tidak membesar, CTR 48%
9

Aorta baik
Kedua hilus menebal
Corakan bronkhovaskuler kedua paru bertambah
Tampak bercak infiltrate luas di kedua paru
Kedua sinus kostofrenikus dan diafragma baik
Tulang-tulang costae dan soft tissue baik
Kesan

: suspek TB paru
Cor dalam batas normal

CT Scan kepala potongan axial interval 3 mm di basis, 10mm di serebral non kontras:

10

Deskripsi

: sulci dan gyri serta fissure sylvii baik


Tampak lesi

hipodens

di

basal

ganglia,

thalamus

kanan,

corticomedullary junction, temporal kanan dan parietal bilateral


Ventrikel lateralis sedikit melebar
Ventrikel III sedikit tergeser ke kiri
Ventrikel IV baik
Fissura sylvii kanan dan cistern ambiens menyempit, fissure sylvii
kiri normal
Tampak pergeseran garis tengah ke kiri
Cerebellum dan pons baik
Sinus paranasal baik
Tulang kepala baik
Kesan

: multifocal cerebritis, kemungkinan disetai meningitis basalia dan


herniasi subfalcine ringan ke kiri

VII. RESUME
Pasien perempuan 34 tahun datang dengan keluhan kejang 4 jam sebelum masuk RS
sebanyak satu kali. Sebelumnya tampak bengong. Kejangnya kaku seluruh badan dan
matanya mendelik ke atas selama 2 menitan. Keluar busa pada mulut pasien, lidah
tergigit, atau mengompol -. Setelah kejang pasien bengong dan lemas. Ada keluhan
demam tinggi, pasien cendrung diam, mengantuk, nafsu makan menurun, cadel, pusing
berputar, muntah, keluhan lemas sesisi di sebelah kiri. Riwayat sering diare, sariawan,
batuk lama. Pemeriksaan fisik didapatkan TRM +, parese n. VII dextra sentral, kesan
hemiparesis sinistra, reflex patologis +. Pada pemeriksaan lab didapatkan anti HIV
reaktif. Pada pemeriksaan CT scan didapat multifocal cerebritis, herniasai subfalcine
ringan ke kiri, pada foto thoraks didapat kesan TB paru.

VIII. DIAGNOSIS KERJA


Diagnosis klinis

: kejang, demam, penurunan kesadaran, cadel, pusing


berputar, sakit kepala, hemiparesis sinistra, parese n.
VII dextra sentral, riwayat sering diare, sariawan,
batuk lama.

Diagnosis etiologi

: toxoensefalitis, HIV, suspek TB paru.

Diagnosis topis

: subcortex
11

IX.

RENCANA PEMERIKSAAN
CT scan kontras
Pemeriksaan IgM dan IgG anti toxoplasma
Cek CD4
Cek BTA sputum 3x
Kultur dan tes resistensi dari sputum
Konsul paru

X.

TATALAKSANA
IVFD NaCl 0,9% 500 cc/8 jam
Pirimetamin loading 1 x 200 mg PO
Sulfadiazine 4x 1g PO
Asam folat 2 x 10 mg PO

XI.

PROGNOSIS
Ad vitam

: malam

Ad functionam

: malam

Ad sanationam

: malam

XII. FOLLOW UP
Tanggal 19 Oktober 2013
S

: Kontak tidak adekuat

: Kesadaran : apatis, KU: TSB


TD : 100/60 mmHg
Status neurologi:
GCS : E2M5Vafasia
N. cranialis : parese n. VII dextra sentral
Motorik :
Reflex patologis : - / +

reflex fisiologis :

: toxoensefalitis, HIV, suspek TB paru

: ganti Pirimetamin loading 1 x 200 mg PO dengan pirimetamin 3 x 25 mg PO.


Lain-lain teruskan.
12

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Toxoensefalitis disebut juga toksoplasmosis otak, muncul pada kurang lebih 10%
pasien AIDS yang tidak diobati. Hal ini disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang
dibawa oleh kucing, burung dan hewan lain yang dapat ditemukan pada tanah yang
tercemar oleh tinja kucing dan kadang pada daging mentah atau kurang matang. Begitu
parasit masuk ke dalam sistem kekebalan, ia menetap di sana, tetapi sistem kekebalan
pada orang yang sehat dapat melawan parasit tersebut hingga mencegah penyakit. Gejala
termasuk ensefalitis, demam, sakit kepala berat yangtidak menanggapi pengobatan, lemah
pada satu sisi tubuh, kejang, kelesuan,kebingungan yang meningkat, masalah penglihatan,
pusing, masalah berbicara danberjalan, muntah dan perubahan kepribadian. Tidak semua
pasien menunjukkan tanda infeksi.1

B. EPIDEMIOLOGI
Ensefalitis toksoplasma, merupakan penyebab tersering lesi otak fokal infeksi
oportunistik tersering pada pasien AIDS. Di Amerika angka kejadiannya mencapai 15%29,2%, sedangkan di Eropa mencapai rata-rata 90%. Sekitar 10-20% dari pasien yang
terinfeksi HIV di Amerika Serikat pada akhirnya akan terkena ensefalitis toksoplasma. 1
Diagnosis presumtif ensefalitis toksoplasma dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan penunjang serologis dan pencitraan, baik dengan tomografi komputer (CT
Scan) atau Magnetic Resonance Imaging(MRI). Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan
baku emasnya dengan pemeriksaan histopatologi dari biopsi dan ditemukannya takizoit
dan bradizoit. Lesi toksoplasma ensefalitis (TE) sulit dibedakan dengan lesi lainnya,
meskipun demikian gambaran yang dianggap khas yaitu lesi otak fokal tunggal atau
multipel yang nyata bagian tepi menyerupai cincin, dengan lokasi tersering pada basal
ganglia 75%, thalamus, periventrikular dan corticomedullary junction (subkotikal)
disertai edema perifokal dan berdiameter 1 sampai 3 cm.2
Di Indonesia sendiri, menurut Menkes RI, jumlah penderita terinfeksi HIV tahun2002
diestimasikan sebanyak 90.000-130.000 orang. Sebagian besar tersangka HIV ini

13

merupakan pengguna obat narkotika suntik (Intravenous drug users).Lebih dari 50 %


penderita yang terinfeksi HIV akan berkembang menjadi kelainan neurologis.3
Kelainan neurologis yang sering terjadi pada penderita yang terinfeksi HIV adalah
ensefalitis toxoplasma, limfoma SSP, meningitis kriptococcal , CMV ensefalitis dan
progressive multifocal leukoencephalopathy. Infeksi oportunistik SSP yang paling sering
pada penderita HIV adalah ensefalitis toxoplasma.4

C. ETIOLOGI
Disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, yang dibawa oleh kucing, burung dan
hewan lainyang dapat ditemukan pada tanah yang tercemar oleh tinja kucing dan kadang
pada daging mentah ataukurang matang. Begitu parasit masuk ke dalam sistem kekebalan,
ia menetap di sana, tetapi sistem kekebalan pada orang yang sehat dapat melawan parasit
tersebut hingga tuntas, mencegah penyakit. Transmisi pada manusia terutama terjadi bila
memakan daging babi atau domba yang mentahyang mengandung oocyst (bentuk infektif
dari T.gondii). Bisa juga dari sayur yang terkontaminasi atau kontak langsung dengan
feses kucing. Selain itu dpat terjadi transmisi lewat transplasental, transfusi darah, dan
transplantasi organ. Infeksi akut pada individu yang immunokompeten biasanya
asimptomatik. Pada manusia dengan imunitas tubuh yang rendah dapat terjadi reaktivasi
dari infeksi laten. Yang akan mengakibatkan timbulnya infeksi opportunistik dengan
predileksi di otak.5,6

D. DAUR HIDUP
Toxoplasma gondii hidup dalam 3 bentuk : thachyzoite, tissue cyst (yang
mengandung bradyzoites) dan oocyst ( yang mengandung sporozoites). Bentuk akhir dari
parasit diproduksi selama siklus seksual pada usus halus dari kucing. Kucing merupakan
pejamu definitif dari T gondii. Siklus hidup aseksual terjadi pada pejamu perantara,
(termasuk manusia). Dimulai dengan tertelannya tissue cyst atau oocyst diikuti oleh
terinfeksinya sel epitel usus halus oleh bradyzoites atau sporozoites secara berturut-turut.
Setelah bertransformasi menjadi tachyzoites ,organisme ini menyebar ke seluruh tubuh
lewat peredaran darah atau limfatik.Parasit ini berubah bentuk menjadi tissue cysts begitu
mencapai jaringan perifer. Bentuk ini dapat bertahan sepanjang hidup pejamu, dan
berpredileksi untuk menetap pada otak, myocardium, paru, otot skeletal dan retina.
Tissue cyst ada dalam daging, tapi dapat dirusak dengan pemanasan sampai 67 oC,
didinginkan sampai -20oC atau oleh iradiasi gamma. Siklus seksual entero14

epithelial dengan bentuk oocyst hidup pada kucing yang akan menjadi infeksius setelah
tertelan daging yang mengandung tissue cyst. Ekskresi oocysts berakhir selama 7-20 hari
dan jarang berulang. Oocyst menjadi infeksius setelah diekskresikan dan terjadi sporulasi.
Lamanya proses ini tergantung dari kondisi lingkungan, tapi biasanya 2-3 hari setelah
diekskresi. Oocysts menjadi infeksius di lingkungan selama lebih dari 1 tahun.7,8
Transmisi pada manusia terutama terjadi bila makan daging babi atau domba yang
mentah yang mengandung oocyst. Bisa juga dari sayur yang terkontaminasi atau kontak
langsung dengan Feces kucing. Selain itu dapat terjadi transmisi lewat transplasental,
transfusi darah, dan transplantasi organ. Infeksi akut pada individu yang imunokompeten
biasanya asimptomatik. Pada manusia dengan imunitas tubuh yang rendah dapat terjadi
reaktivasi dari infeksi laten. yang akan mengakibatkan timbulnya infeksi oportunistik
dengan predileksi di otak.
Tissue cyst menjadi ruptur dan melepaskan invasive tropozoit (takizoit). Takisoit ini
akan menghancurkan seldan menyebabkan focus nekrosis.7,8,9
Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T dapat menjadi prediktor
kemungkinanan adanya infeksi oportunistik. Pada pasien dengan CD4 < 200 sel/mL
kemungkinan untuk terjadi infeksi oportunistik sangat tinggi. Oportunistik infeksi yang
mungkin terjadi pada penderita dengan CD4 < 200 sel/mL adalah pneumocystiscarinii ,
CD4 <100 sel/mL adalah toxoplasma gondii , dan CD4 < 50 adalah M. aviumComplex ,
sehingga diindikasikan untuk pemberian profilaksis primer. M. tuberculosis dan candida
species dapat menyebabkan infeksi oportunistik pada CD4 > 200 sel/mL.

15

E. PATOFISIOLOGI
HIV secara signifikan berdampak pada kapasitas fungsional dan kualitas kekebalan
tubuh. HIV mempunyai target sel utama yaitu sel limfosit T4, yang mempunyai reseptor
CD4. Beberapa sel lain yang juga mempunyai reseptor CD4 adalah : sel monosit, sel
makrofag, sel folikular dendritik, sel retina, sel leher rahim, dan sel langerhans. Infeksi
limfosit CD4 oleh HIV dimediasi oleh perlekatan virus kepermukaan sel reseptor CD4,
yang menyebabkan kematian sel dengan meningkatkan tingkat apoptosis pada sel yang
terinfeksi. Selain menyerang sistem kekebalan tubuh, infeksi HIV juga berdampak pada
sistem saraf dan dapat mengakibatkan kelainan pada saraf. Infeksi oportunistik dapat
terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh pada penderita HIV/AIDS. Infeksi tersebut
dapat menyerang sistem saraf yang membahayakan fungsi dan kesehatan sel saraf.
Mekanisme bagaimana HIV menginduksi infeksi oportunistik seperti toxoplasmosis
sangat kompleks. Ini meliputi deplesi dari sel T CD4, kegagalan produksi IL-2, IL-12,
dan IFN-gamma, kegagalan aktivitas Limfosit T sitokin. Sel-sel dari pasien yang
terinfeksi HIV menunjukkan penurunan produksi IL-12 dan IFN-gamma secara in vitro
dan penurunan ekspresi dari CD 154 sebagai respon terhadap T gondii. Hal ini
memainkan peranan yang penting dari perkembangan toxoplasmosis dihubungkan dengan
16

infeksi HIV. Ensefalitis toxolasma biasanya terjadi pada penderita yang terinfeksi virus
HIV dengan CD4 T sel < 100/mL. Ensefalitis toxoplasma ditandai dengan onset yang
subakut. Manifestasi klinis yang timbul dapat berupa defisit neurologis fokal (69%), nyeri
kepala (55%), bingung / kacau (52%), dan kejang (29%)9. Pada suatu studi didapatkan
adanya tanda ensefalitis global dengan perubahan status mental pada 75% kasus, adanya
defisit neurologis pada 70% kasus, Nyeri kepala pada 50 % kasus, demam pada 45 %
kasus dan kejang pada 30 % kasus.4
Defisit neurologis yang biasanya terjadi adalah kelemahan motorik dan gangguan
bicara. Bisa juga terdapat abnormalitas saraf otak, gangguan penglihatan, gangguan
sensorik, disfungsi serebelum, meningismus, movement disorders dan menifestasi
neuropsikiatri.8
Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T dapat menjadi prediktor
untuk validasi kemungkinanan adanya infeksi oportunistik. Pada pasien dengan CD4<
200 sel/mL kemungkinan untuk terjadi infeksi oportunistik sangat tinggi.

17

F. GEJALA KLINIS
Gejala termasuk ensefalitis, demam, sakit kepala berat yang tidak respon terhadap
pengobatan, lemah pada satu sisi tubuh, kejang, kelesuan, kebingungan yang meningkat,
masalah penglihatan, pusing, masalah berbicara dan berjalan, muntah dan perubahan
kepribadian. Tidak semua pasien menunjukkan tanda infeksi. Nyeri kepala dan rasa
bingung dapat menunjukkan adanya perkembangan ensefalitis fokal dan terbentuknya
abses sebagai akibat dari terjadinya infeksi toksoplasma. Keadaan ini hampir selalu
merupakan suatu kekambuhan akibat hilangnya kekebalan pada penderita-penderita yang
semasa mudanya telah berhubungan dengan parasit ini. Gejala-gejala fokalnya cepat
sekali berkembang dan penderita mungkin akan mengalami kejang dan penurunan
kesadaran.10

G. DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan Serologi
Didapatkan seropositif dari anti-T.gondii IgG dan IgM. Deteksi juga dapat
dilakukan dengan indirect fluorescent antibody (IFA), aglutinasi, atau enzyme linked
immunosorbent assay (ELISA). Titer IgG mencapai puncak dalam 1-2 bulan setelah
terinfeksi kemudian bertahan seumur hidup.

18

2. Pemeriksaan cairan serebrospinal


Menunjukkan adanya pleositosis ringan dari mononuklear predominan dan elevasi
protein.

3. Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)


Digunakan Mendeteksi DNA Toxoplasmosis gondii. PCR untuk T.gondii dapat
juga positif pada cairan bronkoalveolar dan cairan vitreus atau aquos humor dari
penderita toksoplasmosis yang terinfeksi HIV. Adanya PCR yang positif pada
jaringan otak tidak berarti terdapat infeksi aktif karena tissue cyst dapat bertahan lama
berada di otak setelah infeksi akut.11

4. CT scan
Menunjukkan fokal edema dengan bercak-bercak hiperdens multiple disertai dan
biasanya ditemukan lesi berbentuk cincin atau penyengatan homogen dan disertai
edema vasogenik pada jaringan sekitarnya. Ensefalitis toksoplasma jarang muncul
dengan lesi tunggal atau tanpa lesi.

5. Biopsi otak
Untuk diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi otak
19

H. PENATALAKSANAAN
a. Toksoplasmosis otak diobati dengan kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin. Kedua
obat ini dapat melalui sawar-darah otak.
b. Toxoplasma Gondii,membutuhkan vitamin B untuk hidup. Pirimetamin menghambat
pemerolehan vitamin B oleh tokso. Sulfadiazin menghambat penggunaannya.
c. Kombinasi pirimetamin 50-100 mg perhari yang dikombinasikan dengan sulfadiazin
1-2 g tiap 6 jam.
d. Pasien yang alergi terhadap sulfa dapat diberikan kombinasi pirimetamin 50-100 mg
perhari dengan clindamicin 450-600 mg tiap 6 jam.
e. Pemberian asam folinic 5-10 mg perhari untuk mencegah depresi sumsum tulang.
f. Pasien alergi terhadap sulfa dan clindamicin, dapat diganti dengan Azitromycin 1200
mg/hr, atau claritromicin 1 gram tiap 12 jam, atau atovaquone 750 mg tiap 6 jam.
Terapi ini diberikan selam 4-6 minggu atau 3 minggu setelah perbaikan gejala klinis.
g. Terapi anti retro viral (ARV) diindikasikan pada penderita yang terinfeksi HIV
dengan CD4 kurang dari 200 sel/mL, dengan gejala (AIDS) atau limfosit total kurang
dari 1200. Pada pasien ini, CD4 42, sehingga diberikan ARV.

20

BAB III
KESIMPULAN

Toksoplasmosis merupakan infeksi oportunistik yang serius. Jika belum terinfeksi


tokso, dapat menghindari risiko terpajan infeksi dengan tidak memakan daging atau ikan
mentah, dan ambil kewaspadaan lebih lanjut jika membersihkan kandang kucing. Dapat
memakai obat anti-HIV yang untuk menahan jumlah CD4. Ini kemungkinan akan mencegah
masalah kesehatan diakibatkan tokso. Dengan diagnosis dan pengobatan dini, tokso dapat
diobati secara efektif. Jika anda mengalami penyakit tokso, sebaiknya terus memakai obat
antitokso untuk mencegah penyakitnya kambuh. Infeksi oportunistik dapat terjadi akibat
penurunan kekebalan tubuh pada penderita HIV/AIDS, akibatnya mudah terkena penyakitpenyakit lain seperti penyakit infeksi disebabkan oleh virus, bakteri, protozoa dan jamur dan
juga mudah terkena penyakit keganasan. Pengobatan untuk infeksi oportunistik bergantung
pada

penyakit

infeksi

yang

ditimbulkan.

Pengobatan

status

kekebalan

tubuh

denganmenggunakan immune restoring agents, diharapkan dapatmemperbaiki fungsi


sellimfosit, dan menambah jumlah limfosit. Penatalaksanaan HIV/AIDS bersifat menyeluruh
terdiri dari pengobatan, perawatan atau rehabilitasi dan edukasi. Pengobatan pada pengidap
HIV/penderita AIDS ditujukan terhadap: virus HIV (obat ART),infeksi opportunistik, kanker
sekunder, status kekebalan tubuh, simptomatis dan suportif.

21

Anda mungkin juga menyukai