194
Daftar Isi
I.
1.1
1.2
1.3
Halaman
PENDAHULUAN .......
1
Latar Belakang ...........
1
Maksud dan Tujuan ...........
2
Metodologi Pembelajaran .............
2
II.
2.1
2.2
2.3.
PERANCANGAN PRODUK......
Perancangan Skala Laboratorium / Studio ................
Tahap Prototipe ...........................................
Tahap Uji Produksi Komersial ..........
2
3
6
12
15
15
16
IV.
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
4.8
19
19
22
23
25
28
36
38
40
V.
5.1
5.2
5.3
PENGEPAKAN .......
Regrading .........
Repairing ..........
Pengepakan .............
44
44
44
44
45
46
Daftar Tabel
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Halaman
3
4
7
11
11
12
12
13
13
ii
195
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
16
17
17
18
20
25
34
35
Daftar Gambar
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
Halaman
5
6
7
8
9
10
20
21
22
24
24
26
27
30
31
31
32
33
33
35
36
37
38
39
39
40
41
41
42
43
43
44
iii
196
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pada industri furniture skala besar yang orientasi produknya untuk kepentingan
digunakan masyarakat luas (mass poduct), memerlukan model design/
rancangan dan kualitas yang dapat memenuhi keinginan mayarakat secara
keseluruhan. Tujuan perancangan dan penetapan standard kualitas adalah
agar produk tersebut memiliki daur hidup produk (life cycle time produk) yang
panjang, sehingga dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap
penjualan produk tersebut.
Bagi industri furniture skala kecilmenengah, sebagian besar orientasi
produknya masih mengikuti keinginan pelanggannya. Biasanya industri design
dan kualitas produk sudah ditetapkan pelanggan prospektifnya, sehingga peran
perusahaan hanya menjadi pelaksana kegiatan produk saja (tailor made).
Namun dalam upaya untuk tetap memberikan hubungan saling
menguntungkan dengan pelanggannya, upaya untuk mengembangkan design
dan kualitas bagi industri sangat bermanfaat. Bahkan ada juga industri skala
kecil justru item produk yang dipasarkan hanya berdasarkan pengembangan
design, dengan produksi terbatas, namun memberikan nilai penjualan yang
kompetitif.
Pada industri furniture yang komposisi produknya didominasi bahan kayu,
maka untuk design/perancangan produknya, dapat memperhatikan aspek
kualitas kayu (keawetan, kekuatan, ketampakan, dan lain-lain) serta nilai
estetis dari jenis-jenis kayu yang didesign. Aspek yang tak kalah penting
adalah memastikan asal-usul bahan kayu yang akan dibuat menjadi produk
furniture, karena sangat mendukung kebenaran informasi jenis dan kualitas
kayu yang akan diolah.
Rancangan produk dan atau persyaratan permintaan pelanggan, dapat
menjadi acuan perencanaan produksi dan rencana pemenuhan kebutuhan
bahan kayu yang akan di produksi. Sehingga dengan perencanaan yang
terukur, maka pengadaan kebutuhan kayu yang berkualitas dapat efisien
disediakan.
Peran perencanaan produksi dan pengendalian sediaan bahan (Production
Planning and Inventory Control), akan dapat menjadi panduan kegiatan proses
produksi, dan pengendalian sediaan bahan baku (raw material), dan bahan
setengah jadi (bahan komponen produk). Kegiatan proses produksi pada
industri furniture secara umum, dimulai dari kegiatan pengadaan bahan baku,
kegiatan proses produksi komponen bahan (kayu dan non kayu), kegiatan
perakitan komponen bahan, finishing produk (pewarnaan, pemasangan
asesories, dan pengemasan produk).
197
1.2
1.3
Metodologi Pembelajaran
Tipe Material
Buku Pegangan Peserta
Tujuan
Memberikan dasar pemahaman kepada peserta
mengenai mekanisme Implementasi CoC pada
rantai kegiatan produksi dan penanganan bahan
dalam proses
Aktivitas kelas
Tipe Mater
BAB II
PERANCANGAN PRODUK
Perancangan adalah tahap penting dalam produksi meubel karena akan
mempengaruhi pola produksi komersial yang muaranya pada biaya produksi.
Ruang lingkup perancangan sangat luas, proses ini tidak hanya dilakukan pada
system produksi mass product saja tetapi juga job order/tailor made.
Perbedaan prinsipnya adalah pada mass product, produsen dapat mengklaim
bentuk rancangannya. Sementara pada job order, bentuk rancangan menjadi
hak pembeli atau buyer. Ruang lingkup perancangan di dalam system
manufaktur terdiri dari tiga tahap :
1) Tahap laboratorium atau studio;
2) Tahap prototype atau bangsal percontohan (pilot plant);
3) Tahap komersial.
198
2.1.
199
Pertimbangan
Bentuk
Pertimbangan lacak
balak
Bahan
Teknik
pembahanan
200
201
2.2.
Tahap Prototipe
202
Bahan Alternatif
2.
3.
Alasan
Sukar menemukan
papan kering komersial dengan ukuran lebar >20 cm.
Aspek Lacak
Balak
Perhatikan
pencampuran antara
kayu yang detected
dengan undectected,
hitung komposisi
kubikasi kayu yang
dirakit. Pada Laminating block,
pemeriksaan dilakukan pada potongan
lintang
Perhatikan
pencampuran pada
laminasi, mudah
dilihat kombinasinya,
kecuali bila menggunakan bilah yang
sudah disambung jari
(finger jointed).
Pendugaan
perbandingan detected dan
undetected lacak
balak harus dapat
dihitung.
203
Komponen panjang
>100 meter, untuk
rangka
1. Laminating Block,
dirakit dari finger
jointed;
2. Rotan
Tidak efisien
menggunakan kayu
ukuran panjang atau
apabila
menggunakan bahan
baku kayu pinus
karena jumlah mata
kayu yang terlalu
banyak
204
205
10
206
11
207
2.3.
12
208
Tabel 8. Studi Waktu Terhadap Salah Satu Unit Proses Pada Rantai
Proses Produksi
13
209
A.
Biaya Produksi
14
210
BAB III
PERENCANAAN PRODUKSI
3.1.
211
3.2.
Perencanaan Produksi
212
1) Apabila bahan baku kayu dimulai dari kayu gergajian basah, maka semua
bahan dalam proses yang belum dikeringkan dikonversikan sebagai Green
Sawn Timber (GST) atau Kayu Gesek;
2) Semua bahan dalam proses yang belum mengalami perubahan bentuk fisik
dan sudah kering, di mana dimensi panjang-lebar-tebal masih jelas
batasnya, maka dikonversikan sebagai Dried Sawn Timber (DST) atau
Kayu Gergajian Kering;
3) Semua bahan dalam proses yang telah menjadi komponen dan siap dirakit,
maka dalam perhitungannya dikonversikan sebagai produk rakitan jadi.
Proses konversi tersebut sangat diperlukan saat perusahaan akan menduga
berapa rendemen produksi. PDP diperoleh dari suatu kegiatan yang disebut
stock op name, sehingga jumlah dan besarannya tercatat hanya pada satu
satuan waktu, yakni pada saat dilakukan penilaian. Keberadaan PDP dapat
membantu penentuan jadwal pemenuhan order di mana tahap produksi
menjadi lebih pendek, dengan demikian maka produktifitas pada periode waktu
tersebut dapat meningkat.
Informasi lain yang diperlukan pada proses perencanaan produksi adalah
kapasitas produksi. Kapasitas produksi suatu perusahaan pada produksi
meubel akan berbeda-beda bergantung pada model rancangan produk yang
dibuat. Apabila model rumit, maka kapasitas produksi dapat menurun
dibandingkan pengerjaan model yang sederhana. Metoda paling konvensional
menentukan kapasitas produksi suatu perusahaan adalah dengan menemukan
bottle neck produksi. Besar kapasitas unit proses yang menjadi bottle neck
adalah cerminan kapasitas produksi operasi.
Peramalan produksi dilakukan dengan berbagai macam pendekatan, sesuai
dengan kebutuhannya. Beberapa macam tipe peramalan yang biasa
dipergunakan disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Tipe Peramalan Berdasarkan Kegunaan
17
213
Grade terjual =
Rencana Shipment
Rencana Produksi
x 100%
18
214
BAB IV
PRODUKSI DAN PENANGANAN BAHAN DALAM
PROSES
Kegiatan produksi untuk industri meubel sangatlah banyak variasinya,
bergantung pada bentuk rancangan yang dibuat. Tidak ada keseragaman
bentuk karena di dalamnya terkandung unsur seni yang sangat tak terukur.
Penggunaan bahan meubel bahkan tidak hanya terbatas pada kayu dan rotan,
tetapi meluas menggunakan berbagai bahan alam dan sintetik.
Di Indonesia pernah dilakukan pengelompokan antara industri meubel dan
komponen oleh Masyarakat Perhutanan Indonesia yakni :
1) Indonesian Sawn Timber and Woodworking Industry (ISA/ISWA), yakni
mengelompokkan semua industri primer kayu mulai dari menggergaji kayu
sampai dengan membuat komponen, tetapi belum dirakit. Industri yang
memproduksi kayu gergajian (Sawn Timber), Smooth Two Sides (S2S),
Smooth Four Sides (S4S), Profile, Dowell, Laminating Board, Laminating
Block, dan beberapa produk lainnya;
2) Asosiasi Meubel dan Kerajinan Indonesia (ASMINDO), yakni
mengelompokkan semua industri pengolahan kayu yang merakit komponen
menjadi bentuk produk yang memiliki fungsi sebagai perlengkapan rumah
tangga atau hiasan, baik dikerjakan hingga selesai maupun setengah jadi.
Pada prakteknya saat ini, pengelompokkan tersebut tidak lagi menjadi bagian
yang harus kaku. Industri Meubel di Indonesia saat ini telah mengerjakan
bahan mulai dari penggergajian kayu hingga perakitan produk. Industri meubel
tertentu melakukan ekspansi ke industri wood working atau sebaliknya banyak
sekali industri wood working yang menambah unit perakitan meubel.
4.1.
Persiapan Bahan
19
215
Permasalahan Lacakbalak
Alternatif Penyelesaian
1.
- Kehilangan tanda-tanda
fisik, untuk lacak balak
apabila menggunakan
sensor fisik pada kayu;
- pemisahan kayu
bersertifikat dan tidak,
dengan penjadwalan
produksi
Log Breaking
20
216
2.
Saw Milling
3.
Stick Racking
memudahkan transportasi.
21
217
4.2.
Pengawetan Kayu
Beberapa kayu bahan meubel, khususnya kayu dengan kelas awet sangat
rendah seperti kayu karet (Hevea brasiliensis), umumnya diawetkan terlebih
dahulu sebelum digunakan. Proses pengawetan adalah memasukkan bahan
kimia pengawet ke dalam kayu. Salah satu bahan kimia yang sangat poluler
adalah larutan asam borax. Proses pengawetan dapat dilakukan dengan
berbagai metoda seperti misalnya perendaman, pengecatan, hingga proses
vacum.
Proses pengawetan Vacum adalah memasukkan sortimen ke dalam tangki
vacum, lalu mengalirkan larutan pengawet yang dihisap dari satu sisi ke sisi
berikutnya. Dengan tekanan tinggi, larutan pengawet dipaksa penetrasi ke
dalam pori-pori kayu. Proses vacum dinilai paling efektif dibanding metoda
lainnya.
Produsen umumnya mengoptimalkan penggunaan ruang dalam tangki vakum,
sehingga berbagai sortimen dimasukkan. Problem penting yang harus
22
218
4.3.
Pengeringan
219
220
4.4.
Pembahanan
25
221
222
palet yang berbeda, baik antar sortimen, antar tahap pengerjaan, juga antar
jenis kayu yang telah terlacak-balak dengan tidak terlacak balak.
Perlu menjadi perhatian bagi tenaga kerja karena proses pengetaman
berpotensi untuk menimbulkan gangguan kebisingan dan debu. Pekerja
sebaiknya menggunakan alat pelindung diri (APD) berupa sumbat telinga (Ear
plug), kacamata plastik, dan masker kain. Jangan menarik bahan tersangkut di
dalam mesin dengan jari tangan, tetapi harus menggunakan kayu atau alat
pendorong.
223
3)
apabila memiliki jumlah mesin perajang yang banyak, boleh pula melakukan
pemisahan lini produksi, yakni perajangan kayu terlacak balak dipisahkan
mesinnya dengan kayu belum terlacak.
4.5.
Pembuatan Komponen
224
29
225
30
226
227
228
mesin Moulder. Bentuk moulder bergantung pada bentuk mata pisau (bits)
yang dipergunakan. Apabila bentuknya cekung, maka moulder akan
menghasilkan produk yang dinamakan Dowell, yakni bilah kayu panjang
berbentuk bundar. Contoh mesin moulder disajikan pada Gambar 18.
229
Permasalahan lacak balak pada mesin pembentuk tiga dimensi sama dengan
persoalan pada mesin pembentuk dua dimensi sebagaimana disajikan pada
Tabel 14 Penandaan sangat diperlukan untuk dapat mengatur kembali
komposisi antara sumber kayu terlacak dengan yang tidak terlacak.
Sebagian besar praktisi merasa enggan untuk mempermasalahkan perubahan
komposisi antara komponen awal dengan komponen bentukan. Namun bentuk
ekstrim dari komponen meubel dalam jumlah banyak akan sangat
mempengaruhi status ketertelusuran produk. Hasil penetapan yang dilakukan
oleh bagian pengembangan saat melakukan perancangan produk sangat
penting, karena setelah diterjemahkan oleh Bagian Perencanaan Produksi,
akan mudah diterapkan pada bagian produksi. Rancangan dapat dihitung
dengan mudah menggunakan program paket sederhana pada komputer meja
produksi.
Tabel 16. Persoalan Lacak Balak Pada Mesin Pembentuk
34
230
231
pengurangan berat. Namun bila ukiran sangat kecil, boleh saja diabaikan pada
perhitungan akhir proporsi antara kayu terlacak dengan yang tidak terlacak
balaknya.
4.6.
Persiapan Perakitan
36
232
37
233
4.7.
Perakitan
38
234
235
4.7.3. Pendempulan
Pendempulan dilakukan untuk menutup celah-celah pada rakitan yang tampak
terbuka. Celah tersebut dapat disebabkan oleh proses penyambungan yang
tidak sempurna, retak bahan kayu, mata kayu, serangan organisme perusak
kayu, atau sebab fisik lain.
Dempul yang dipergunakan bermacam-macam, di antaranya dempul berbahan
lilin, berbahan dasar kapur, serta serbuk pengisi. Dempul biasanya
dipergunakan dalam jumlah sangat sedikit, kecuali dempul lilin yang memang
khusus dipergunakan untuk menutup bagian ekstrim terbuka. Tidak ada
permasalahan lacak balak pada proses pendempulan karena tidak ada
penambahan dan pengurangan kayu pada proses ini.
4.8.
Pengerjaan Akhir
4.8.1. Pengampelasan
Pengampelasan adalah proses penghalusan permukaan,dapat dilakukan
dengan tangan secara manual, menggunakan bantuan alat genggam,
pengampelas pita (belt), hingga menggunakan mesin pengampelas ukuran
lebar atau disebut Wide belt sander.
40
236
41
237
42
238
239
Tidak ada lagi permasalahan lacak balak pada tahap ini karena komposisi
assesories tidak dimasukkan ke dalam perhitungan lacak balak.
BAB V. PENGEPAKAN
5.1.
Regrading
5.2.
Repairing
5.3.
Pengepakan
Produk yang telah jadi kemudian dipak dengan berbagai cara pengepakan
serta menggunakan bahan kemasan yang dapat melindungi produk. Bahan
pengepak yang dipakai mulai dari plastik, styro foam lembaran, hingga karton
yang dirancang khusus. Tidak ada pengaruh dari pengepakan terhadap
komposisi lacak balak bahan baku yang dipergunakan, namun demikian lebih
ditekankan kepada perlindungan mutu. Gambar 32 memberikan contoh
pengepakan.
44
240
45
241
DAFTAR PUSTAKA
Budianto, A.D. 1999. Mesin Tangan Industri Kayu. PIKA, Semarang.
Hammond. J.J, E.T. Donnelly, W.F. Harrod, N.A. Rayner. 1961. Woodworking
Technology. McKnight and McKnight Publishing Company,
Bloomington.
Hermawan.1996. Perencanaan, Pengendalian Produksi dan Sediaan Pada
Industri Kayu. Makalah Pelatihan Manajer Industri Kayu. UGM-FOCUS
QE.
Indonesia Cleaner Industrial Production Program (ICIP). 1998. Kajian Produksi
Bersih Pada Industri Kayu Lapis. Jakarta.
Capotosto, R. 1975. Complete Book of Woodworking. Grand Book Record &
Tape Co., LTD., Taipei.
Haven, G (Ed.). 1995. The Familiy Handyman : Toys, Games, and Furniture.
Readers Digest, Montreal.
Nurendah, Y. 1998. Kajian Pemanfaatan Limbah Kayu Melalui Teknologi
Bebas Limbah di PT Internasional Timber Corporation Indonesia.
Tesis. Program Studi Magister Manajemen Agribisnis. Institut
Pertanian Bogor.
46
242