Teori Ilmu Hubungan Internasional-Libre
Teori Ilmu Hubungan Internasional-Libre
Secara garis besar teori-teori foreign policy dapat dibagi menjadi dua pandangan
epistemologis positivis dan pasca-positivis. Teori-teori positivis bertujuan mereplikasi
metode-metode ilmu-ilmu sosial dengan menganalisis dampak kekuatan-kekuatan material.
Teori-teori ini biasanya berfokus berbagai aspek seperti interaksi negara-negara, ukuran
kekuatan-kekuatan militer, keseimbangan kekuasaaan dan lain-lain. Epistemologi pascapositivis menolak ide bahwa dunia sosial dapat dipelajari dengan cara yang objektif dan
bebas-nilai. Epistemologi ini menolak ide-ide sentral tentang neo-realisme/liberalisme,
seperti teori pilihan rasional, dengan alasan bahwa metode ilmiah tidak dapat diterapkan ke
dalam dunia sosial dan bahwa suatu ilmu foreign policy adalah tidak mungkin.
Perbedaan kunci antara kedua pandangan tersebut adalah bahwa sementara teori-teori
positivis, seperti neo-realisme, menawarkan berbagai penjelasan yang bersifat sebab-akibat
(seperti mengapa dan bagaimana kekuasaan diterapkan), teori pasca-positivis pasca-positivis
berfokus pada pertanyaan-pertanyaan konstitutif, sebagai contoh apa yang dimaksudkan
dengan kekuasaan; hal-hal apa sajakah yang membentuknya, bagaimana kekuasaan dialami
dan bagaimana kekuasaan direproduksi. Teori-teori pasca-positivs secara eksplisit sering
mempromosikan pendekatan normatif terhadap foreign policy, dengan mempertimbangkan
etika. Hal ini merupakan sesuatu yang sering diabaikan dalam foreign policy tradisional
karena teori-teori positivis membuat perbedaan antara fakta-fakta dan penilaian-penilaian
normatif, atau nilai-nilai. Selama periode akforeign policyr 1980-an/1990 perdebatan
antara para pendukung teori-teori positivis dan para pendukung teori-teori pasca-positivis
menjadi perdebatan yang dominan dan disebut sebagai Perdebatan Terbesar Ketiga.
Pengertian Konstruktivisme (Sosial konstruktivisme)
Konstruktivis memberikan perhatiannya pada kepentingan dan identitas negara sebagai
produk yang dapat dibentuk dari proses sejarah yang khusus. Mereka memberi perhatian
pada wacana umum yang ada ditengah masyarakat karena wacana merefleksikan dan
membentuk keyakinan dan kepentingan, dan mempertahankan norma-norma yang menjadi
terhadap
neoliberalisme
tidak
langsung
turut
membantu
konstruktivisme
dalam
mebangun
dan
mengembangkan teorinya. Kritik terhadap salah satu teori yang rasional, yaitu
neoliberalisme. Secara mendasar, ada tiga asumsi orang-orang neoliberal yang dipersoalkan
neorealisme yang dipopulerkan oleh Kenneth Waltz pada tahun 1979 masehi.
Seiring perkembangan dalam studi Hubungan Internasional, maka terjadi pula perkembangan
atau mungkin juga perubahan dalam teori realisme. Realisme klasik sebagai teori realisme
yang pertama muncul secara perlahan kemudian berkembang dan berubah menjadi teori
neorealisme. Dalam realisme klasik dan neoklasik, pandangan subjektif dari para pemimpin
negara merupakan pusat perhatiannya. Realisme klasik begitu menekankan pada asumsi dasar
manusia yang bersifat pesimis dan skeptis. Bahkan Morgenthau merincikannya bahwa
manusia itu jauh lebih mementingkan dirinya sendiri. Namun sebuah teori realisme baru pada
tahun 1979 muncul dengan pendekatan yang berebeda dari realisme klasik dan neoklasik.
Teori itu dinamakan teori neorealisme yang dipopulerkan oleh Kenneth Waltz. Kenneth
Waltz memfokuskan pada struktur sistem dan bukan pada manusia sebagai pencipta dan
pengoperasi sistem.
Inti dari ajaran realisme adalah mengenai keamanan dan kelangsungan hidup negara dimana
hal ini semua dirangkum dalam satu kata yang disebut power. Perbedaan pendekatan
mengenai gambaran power inilah yang akhirnya membedakan aliran teori realis. Ketika para
penganut teori realisme klasik dan neoklasik berpendapat bahwa sesungguhnya power itu
adalah kekuatan militer, maka pro kontra mucul sebagai bagian dari kritik terhadap realisme
klasik dan neoklasik. Perkara mengenai kekuatan militer sebagai power tidak dibenarkan
seluruhnya oleh para penganut realisme lain. Neorealisme muncul sebagai pembenahan dari
pendekatan realis klasik mengenai power tersebut. Neorealisme melihat power bukan hanya
sekedar kekuatan sumber daya militer tetapi juga dengan kemampuan memaksa dan
mengontrol negara lain yang berada dalam sistem, Adapun perbedaan mendasar lainnya
antara realisme klasik dan kontemporer, yaitu sikap negara menghadapi kondisi anarkis. Bagi
realis klasik, sistemlah yang akhirnya menciptakan kondisi anarkis tersebut. Namun sangat
berbeda dengan neorealis yang melihat bahwa kondisi anarkis itu adalah sistem itu sendiri.
Maksudnya seperti ini, dalam persepsi realis klasik, interaksi yang tercipta dan diciptakan
oleh aktor-aktor hubungan internasional -seperti negara dan pelaksana berwenangnya, NGO,
MNC, dll- telah melahirkan sebuah sistem. Sistem inilah yang akhirnya menciptakan kondisi
anarki. Padahal kondisi anarki internasional menurut realisme klasik yaitu tidak ada kekuatan
(negara) yang mengatur dunia ini sebab tidak boleh ada kekuasaan yang berlebihan. Namun
semua kembali kepada sifat dasar manusia yang selalu merasa cemas akan keamanan negara
serta kepentingan nasionalnya, maka sistem yang diciptakan manusia tersebut menjadi
anarkis sebab banyak terjadi pengabaian dalam pelaksanaan sistem tersebut. Namun bagi
neorealisme, negara-negara adalah para pencari kekuasaan dan sadar keamanan, bukan
karena sifat dasar manusia tetapi lebih disebabkan karena struktur sistem internasional
mendorong mereka melakukan demikian. Sejak dimulainya pemikiran mengenai tatakelola
hubungan antar negara terutama ketika teori realisme lahir, sebuah agenda utama telah
ditetapkan secara tidak langsung, yakni keamanan nasional dan kelangsungan hidup negara.
Agenda itu masih tetap dipertahankan oleh seluruh saliran realisme, entah itu realisme klasik
maupun neorealisme. Mungkin terdapat sedikit perbedaan dari cara melihat akar
permasalahan serta kesimpulan yang diambil.
Perspektif-perspektif dalam Hubungan Internasional
Secara kolektif kelompok idealis memiliki keyakinan yang sama seperti :
1.
Yakin bahwa fitrah manusia adalah baik. Oleh karena itulah manusia mampu
Perhatian
fundamental
manusia
terhadap
perang
memungkinkan terjadinya
kemajuan. Pendapat ini seperti keyakinan kaum Pencerahan tentang kemungkinan perbaikan
peradaban.
3.
tetapi
lembaganya
yang buruk dan pengaturan struktural yang memotivasi orang untuk bertindak egois
dan merusak yang lainnya, termasuk perang.
4. Perang bukan tidak terhindarkan dan sering dapat dicegah dengan menghapuskan
lembaga yang
mendorongnya.
5. Perang adalah masalah internasional yang memerlukan usaha
kolektif atau multilateral dan bukannya usaha nasional saja, oleh
sebab itulah
6. Masyarakat internasional harys mengakui usaha untuk menghapus
institusi yang mendorong terjadinya perang.
Yakin bahwa fitrah manusia adalah baik. Oleh karena itulah manusia mampu
Perhatian
fundamental
manusia
terhadap
perang
memungkinkan terjadinya
kemajuan. Pendapat ini seperti keyakinan kaum Pencerahan tentang kemungkinan perbaikan
peradaban.
3.
tetapi
lembaganya
yang buruk dan pengaturan struktural yang memotivasi orang untuk bertindak egois
dan merusak yang lainnya, termasuk perang.
4. Perang bukan tidak terhindarkan dan sering dapat dicegah dengan menghapuskan
lembaga yang
mendorongnya.
5. Perang adalah masalah internasional yang memerlukan usaha
kolektif atau multilateral dan bukannya usaha nasional saja, oleh
sebab itulah
6. Masyarakat internasional harys mengakui usaha untuk menghapus
institusi yang mendorong terjadinya perang.
REALISME POLITIK
Perspektif Realisme lahir dari kegagalan membendung Perang Dunia I dan II. Aliran ini
semakin kuat setelah Perang Dunia II, terutama di Amerika Serikat. Pacuan senjata yang
marak ketika Perang Dingin semakin mengukuhkan perspektif Realisme.
Pandangan-pandangan yang jadi fundasi aliran ini posisinya berseberangan dengan
mereka yang menganut idealisme. Misalnya, perspektif ini berkeyakinan bahwa manusia
itu jahat, berambisi untuk berkuasa, berperang dan tidak mau kerja sama.
PENDEKATAN PERILAKU (THE BEHAVIORAL APPROACH)
Aliran realisme klasik menyiapkan secara serius pemikiran teoritis mengenai kondisi
global dan kaitan empiris. Namun demikian ketidakpuasan karena kurangnya data, reaksi
tandingan, kesulitan dalam peristilahan dan metode, mendapatkan momentum pada tahun
1960-an dan awal 1970-an.
Disebabkan pendekatan perilaku terhadap studi hubungan internasional maka banyak
mempengaruhi pendekatan terhadap teori dan logika serta metode penelitian.
Aliran Perilaku dalam hubungan internasional bagian dari gerakan besar yang menyebar
dalam ilmu-ilmu sosial secara umum. Sering
approach), behavioralisme
perilaku
menantang
model-model yang
ada
dalam
(scientific
mempelajari
disebut tradisionalisme.
Perdebatan panas sering mewarnai para ilmuwan mengenai prinsip-prinsip dan prosedur
yang paling tepat dalam meneliti hasil-hasil fenomena internasional. Debat itu berpusat
pada makan teori dan syarat-syarat teori yang memadai dan metode terbaik yang tepat
untuk pengujian teori.
Sebagian besar perdebatan berlangsung antara penganut perilaku dan kubu tradisionalis
sangat hangat. Memang benar berteori mengenai teori dan berteori tentang hubungan
internasional sering bercirikan perdebatan. Literatur pada periode ini diwarnai dengan isuisu metodologis, bukannya masalah substantif.
Asumsi yang sama dan preskripsi analitik merupakan ini dari gerakan perilaku. Aliran
Perilaku mengusahakan generalisasi seperti hukum mengenai fenomena internasional.
Yakni, pernyataan mengenai pola-pola dan keteraturan melintasi waktu dan tempat.
Ilmu, kata kaum penganut perilaku, adalah aktivitas membuat generalisasi. Oleh sebab
itu tujuan penelitian ilmiah adalah menemukan pola-pola ajeg perilaku antar negara
dan penyebab-penyebabnya.
Bertolak
dari
perspektif
ini
sebuah
teori
pernyataan hubungan antar dua atau lebih variabel, khusus untuk kondisi dimana
hubungan berlangsung dan menjelaskan mengapa hubungan itu bisa berlangsung.
Untuk menemukan teori-teori itu, penganut perilaku condong kepada analisa komparatif
lintas nasional tak hanya sekedar studi kasus negara tertentu dalam waktu tertentu seperti
terlihat dalam pendekatan Current History.
Kubu perilaku juga menekankan perlunya mengumpulkan data mengenai karakteristik
negara dan bagaiman berhubungan satu sama lain. Oleh sebab itulah gerakan perilaku ini
diwarani dengan studi kuantitatif hubungan internasional.
PENDEKATAN
NEOREALISME
STRUKTURAL
(THE
NEOREALIST
STRUCTURAL APPROACH)
Pendekatan realisme politik masih penting sebagai perspektif teoritis yang mendasari
analisa masalah keamanan nasional. Namun juga
terbentuk dalam teori umum politik
mendapat
popularitasnya setelah
realisme struktural.
Neorealisme membedakan antara eksplanasi peristiwa politik internasional di tingkat
nasional seperti negara yang diketahui sebagai politik luar negeri dengan eksplanasi
peristiwa di tingkat sistem internasional yang disebut sistem atau teori sistem.
Apa yang neorealis inginkan adalah mensistemasikan realisme politik kedalam teoris
sistem yang kuat, deduktif dari politik internasional.
Seperti dikemukakan Kenneth M Waltz dalam bukunya yang berpengaruh Theory of
International Politics (1979) dan dianggap sebagai karya utama pemikiran neorealis,
struktur internasional muncul dari intreraksi negara dan kemudian hambatan yang
dihadapi dalam mengambil tindakan tertentu saat terdorong ke negara lain.
Seperti dalam realisme klasik, anarki dan ketiadaaan lembaga sentral (sebuah pemerintah)
menjadi ciri struktur sistem. Negara masih menjadi aktor utama. Mereka bertindak sesuai
dengan prinsip menolong diri sendiri dan semuanya mengusahakan agar bisa bertahan.
Oleh karena itu menurut realisme struktural, negara tak berbeda dalam tugas-tugasnya
yang dihadapinya. Yang
berbeda
posisi negara dalam sistem dan distribusi kapabilitas mendefinisikan sistem struktur.
Demikian pula perubahan dalam distribusi kapabilitas merangsang perubahan dalam
struktur sistem seperti dari konfigurasi kekuatan multipolar ke bipolar atau dari bipolar
menuju unipolar.
Kekuatan juga masih menjadi konsep sentral realisme struktural. Namun demikian, masalah
merebut kekuasaan tak lagi dianggap tujuan seperti dalam realisme klasik. Hal itu juga
tidak dilihat sebagai karakter manusia.
Seperti dijelaskan Waltz, negara berusaha dalam cara yang lebih kurang masuk akal
menggunakan cara yang ada untuk mencapai tujuan yang terjangkau.
Cara-cara itu digolongkan dalam dua kategori yakni usaha internal seperti meningkatkan
kemampuan ekonomi, kekuatan militer, mengembangkan strategi yang lebih pintar serta
usaha eksternal seperti memperkuat dan memperluas aliansi atau memperlemah dan
membubarkan aliansi musuhnya.
Keseimbangan kekuatan (balance of power) muncul lebih kurang secara otomatis dari
instink untuk bertahan.
secara
dan
INSTITUSIONALISME NEOLIBERAL
Seperti
halnya neorealis,
institusionalis
Namun mereka memberi lebih banyak perhatian cara lembaga internasional dan aktor
non negara lainnya mempromosikan kerja sama internasional.
Daripada hanya menggambarkan dunia dimana negara-negara di dalamnya enggan bekerja
sama karena masing-masing merasa tidak aman dan
terancam
yang
dalam
politik
dunia.
Lalu
mereka memperlakukan
aktor
lain
seperti
intedependen kompleks
2. Rejim-rejim internasional
Meskipun sistem internasional masih memiliki karakter anarkis, sifatnya dapat lebih
dikonseptualisasikan sebagai anarki yang tertib dan sistem secara keseluruhan sebagai
masyarakat anarkis karena kerja sama, bukan konflik, sering hasil yang dapat diamati
dalam hubungan antar negara.
Karena realitas ini, masalah baru muncul : bagaimana prosedur dan aturan yang
terlembagakan untuk manajemen kolektif masalah kebijakan global dapat dibentuk dan
dipertahankan ? Kepentingan dalam masalah itu muncul dari dua tujuan motivasi
kebanyakan analis neoliberal. Pertama, keinginan memahami seberapa jauh hambatan
bersama mempengaruhi perilaku negara. Kedua, kepentingan dalam merancang strategi
untuk menciptakan tatanan dunia yang lebih tertib.
Menuru sebuah definisi, rejim adalah sistem terlembaga kerja sama dalam isu-isu
tertentu. Krasner (1982) menjelaskan, ini adalah pemasukan perilaku dengan prinsip dan
norma yang membedakan aktivitas rejim yang diperintah dalam sistem internasional dari
aktivitas yang lebih konvensional oleh kepentingan sempit yang terukur. Oleh karena
itu esensi dari sebuah rejim adalah terdiri dari sistem aturan perilaku internasional.
Sistem moneter global dan sistem perdagangan yang tercipta setelah Perang Dunia II
merupakan ekspresi jelas dari rejim-rejim internasional.
Teori Stabilitas Hegemoni
Seperti ditekankan oleh perspektif institusionalis neoliberal, aktor-aktor non negara
memainkan peran penting dalam kerja sama internasional yang menjadi karakter Tatanan
Ekonomi Internasional Liberal.
Perspektif ini juga mengajak memperhatikan peran menentukan kekuatan besar Amerika
Serikat dalam mempromosikan stabilitas dan operasi efektif rejim moneter dan perdagangan
pasca Perang Dunia II.
Masalah
kekuasaan AS
seperti
dipersepsikan banyak pihak tehadap lembaga rancangannya untuk mendorong kerja sama
internasional ? Apakah menurunnya pengaruh itu bisa menjelaskan ketidaktertiban tatanan
ekonomi global yang muncul sejak 1970-an ? Masalah-masalah inilah yang jadi
perhatian khusus bagi analis yang tertarik pada stabilitas hegemoni.
Teoritisi stabilitas hegemoni membedakan definisi hegemoni dengan menekankan
kapasitas kekuatan militer untuk mengendalikan tatanan dunia dan kapasitas kekuatan
negara-negara
damai
namun menerangkan
Sumber : http://abimpribumi.blogspot.com/2011/01/teori-teori-dalam-ilmu-hubungan.html