Anda di halaman 1dari 5

Peraturan Depkes Tentang Cara Menggunakan Tanaman Obat

Sehubungan dengan semakin maraknya ketertarikan masyarakat kepada pengobatan


alternatif, khususnya herbal, dimana hal ini juga membuat banyak pihak memanfaatkan
kesempatan ini untuk ikut terjun di dalam bisnis produksi dan penjualan obat herbal.
Maka, semoga tulisan sederhana ini dapat bermanfaat bagi si penulis & pembaca untuk
dapat mengetahui sedikit banyak tentang herbal, dengan harapan bisa menjadi penambah
wawasan bagi produsen, penjual dan pemakai obat herbal di manapun berada.
Departemen Kesehatan dalam hal ini DIREKTORAT JENDERAL PENGAWASAN
OBAT DAN MAKANAN sebagai rujukan utama, sebagai acuan kita memahami standar
tanaman obat bisa dikatakan berkhasiat setelah di proses sedemikian rupa, jika beberapa
persyaratan terpenuhi. Mari kita simak bersama cuplikannya :
Pembangunan di bidang obat dilaksanakan dengan tujuan:

1. Penyediaan obat dalam jenis dan jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan nyata
masyarakat, aman, berkhasiat dan dengan mutu yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan,
tersebar merata serta terjangkau oleh masyarakat.
2. Melindungi masyarakat dari kesalahgunaan atau penyalahgunaan obat, yang dapat
merugikan atau membahayakan kesehatan, keselamatan atau keamanan rakyat.
3. Memanfaatkan potensi nasional di bidang obat untuk menunjang pembangunan di bidang
ekonomi dan menuju tercapainya kemandirian di bidang obat.

Oleh karena itu dalam rangka peningkatan produksi dan mutu simplisia selain diperlukan
buku panduan tentang pembudidayaan tumbuh-tumbuhan obat, perlu pula disusun buku panduan
tentang cara-cara pembuatan simplisia. Buku panduan pembuatan simplisia ini terdiri :bagian
pertama memuat cara-cara pembuatan simplisia nabati pada, sedang bagian yang kedua memuat
cara-cara pembuatan atau penyediaan silnplisia minyak atsiri.
Dengan adanya buku panduan tentang cara-cara pembuatan simplisia ini diharapkan bahwa
simplisia di Indonesia dapat ditingkatkan mutunya, hingga dapat memenuhi persyaratan yang
ditetapkan. Dengan deniikian di samping akan dihasilkan obat tradisional atau obat dari bahan
alam yang memenuhi standar mutu yang ditentukan, simplisia tersebut akan dapat bersaing
dengan simplisia-siniplisia serupa dari negara lain, hingga dapat meningkatkan ekspor simplisia
yang bersangkutan dari tanah air kita ini.
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain.Simplisia merupakan bahan yang
dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia Hewani dan simplisia pelikan
atau mineral.

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanarnan utuh, bagian tanaman atau eksudat
tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman ialah isi sel yang secara spontan keluar dari
tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang
dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya.
Simplisia hewani ialah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat
erguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.Simplisia pelikan atau
mineral ialah simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah
diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.
Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaannya, maka
simplisia harus memenuhi persyaratan minimal. Dan untuk dapat memenuhi persyaratan minimal
tersebut, ada beberapa faktor yang berpengaruh, antara lain adalah:
1. Bahan baku simplisia
2. Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku simplisia.
3. Cara pengepakan dan penyirnpanan simplisia. ,
Agar simplisia memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan, maka ketiga faktor
tersebut harus memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan.
PEMBUATAN SIMPLISIA SECARA UMUM
Bahan baku
Tanaman obat yang menjadi sumber simplisia nabati. merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi simplisia. Sebagai sumber simplisia, tanaman obat dapat berupa tumbuhan
liar atau berupa tanaman budidaya.
Tumbuhan liar umumnya kurang baik untuk dijadikan sumber simplisia jika
dibandingkan dengan tanaman budidaya, karena simplisia yang dihasilkan mutunya tidak tetap.
Hal ini terutama disebabkan :

1. Umur tumbuhan atau bagian tumbuhan yang dipanen tidak tepat dan berbeda-beda.Umur
tumbuhan atau bagian tumbuhan yang dipanen berpengaruh pada kadar senyawa aktif. Ini
berarti bahwa mutu simplisia yang dihasilkan sering tidak sama, karena umur pada saat
panen tidak sama.
2. Jenis (Species) tumbuhan yang dipanen sering kurang diperhatikan. sehingga simplisia
yang diperoleh tidak sama. Contoh pada Usnea sp. Bila diperhatikan dapat dipisahkan
menjadi 3 jenis Usnea.
3. Sering juga terjadi kekeliruan dalam menetapkan suatu jenis tumbuhan, karena dua jenis
tumbuhan dalam satu marga (genus) sering mempunyai bentuk morfologi yang sama.
Untuk itu pengumpul harus seorang yang ahli atau berpengalaman dalam mengenal jenisjenis tumbuhan. Perbedaan jenis tumbuhan akan memberikan perbedaa pada kandungan
senyawa aktif, yang berarti mutu simplisia yang dihasilkan akan berbeda pula.

4. Lingkungan tempat tumbuh yang berbeda. serng mengakibatkan perbedaan kadar


kandungan senyawa aktif. Pertumbuhan umbinya dipengaruhi tinggi tempat. keadaan
tanah dan cuaca.

Sekedar Contoh Kunir Putih / Temu Mangga Banyak yang mengatakan Sama saja dengan
Temu Putih. Padahal Berbeda, yang dapat diketahui oleh ilmuwan di lihat dari tanaman aslinya,
maupun dari rimpang dan aromanya. Temu Putih adalah Curcuma Zedoaria, sedangkan Kunir
Putih nama latinnya Kaempheria rotunda, Temu Mangga Curcuma Mangga.
Karena Ketidak fahaman masalah ini, sebagian para produsen herbal yang kurang
mendalami Herbal itu sendiri, mengatakan Kunir putih adalah Curcuma Zedoaria. Padahal beda
tanaman, sekaligus Beda Kadar Khasiatnya. Temu Putih (Curcuma Zedoaria) diketahui
mengandung senyawa RIBOSOM IN ACTING PROTEIN (RIP), yang terkenal efektif dalam
pengobatan Kanker/ Tumor.
Harga bahan bakunya berbeda jauh, sehingga Seharusnya Produk Herbal berbahan baku
Temu Putih harga jualnya cukup mahal. Tetapi kenyataannya sangat murah. Karena memang
bukan Temu Putih Asli melainkan kunir putih/lainnya. Tapi produsen menganggap sama.
Sehingga pada akhirnya konsumenlah yang dirugikan.
Adapun Produsen Herbal yang memakai bahan baku dari hasil budidaya sesuai standar
Departemen Kesehatan atau Dibudidayakan dari lahan Balai Materia Medica Dinas Kesehatan,
maka kualitasnya lebih dapat dipertanggung jawabkan
Selain itu, tanaman budidaya dapat diusahakan untuk meningkatkan mutu simplisia dengan jalan:

1. Bibit dipilih untuk mendapatkan tanaman tertinggi. Sehingga simplisia yang dihasilkan
memiliki kandungan senyawa aktif yang tinggi.
2. Pengolahan tanah. pemeliharaan pemupukan dan perlindungan tanaman dilakukan
dcngan seksama dan bila mungkin menggunakan teknologi tepat guna.
3. Dasar pembuatan simplisia dengan cara pengeringannya dilakukan dengan cepat. tetapi
pada suhu yang tidak tcrlalu tinggi. Pengeringan yang dilakukan dengan waktu lama akan
mengakibatkan simplisia yang diperoleh ditumbuhi kapang. Pengeringan yang dilakukan
pada suhu terlalu tinggi akan mengakibatkan perubahan kimia pada kandungan senyawa
aktifnya
4. Untuk mencegah ha1 tersebut. untuk bahan simplisia yang memerlukan perajangan perlu
diatur perajangannya, sehingga diperoleh tebal irisan yang pada pengeringan tidak
mengalami kerusakan.
5. Simplisia dibuat dengan proses fermentasi . Proses fermentasi dilakukan dengan
seksama. agar proses tersebut tidak berkelanjutan ke arah yang tidak diinginkan.
Pembuatan simplisia dengan cara penyulingan, pengentalan eksudat nabati. pengeringan
sari air dan proses khusus lainnya dilakukan dengan berpegang pada prinsip bahwa
simplisia yang dihasilkan harus memiliki mutu sesuai dengan persyaratan.

Simplisia pada proses pembuatan talk dan sebagainya pada proses pembuatannya
memerlukan air. Air.yang digunakan harus bebas dari pencemaran racun serangga, kuman
patogen, logam berat dan lain-lain.
Tahapan pembuatan
Pada umumnya pembuatan simplisia melalui tahapan seperti berikut : Pengumpulan b
ahan baku, sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering, pengepakan,
penyimpanan dan pemeriksaan mutu.
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain tergantung pada :
1. Bagian tanaman yang digunakan
2. Umur tanaman atau bagian tanaman pada saat panen
3. Waktu panen
4. Lingkungan tempat tumbuh.
Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif di dalam
bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian tanaman tersebut
mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar. Senyawa aktif terbentuk secara
maksimal di dalam bagian tanaman atau tanaman pada umur tertentu.
Sebagai contoh pada tanaman Atropa belladonna, alkaloid hiosiamina mula-mula
terbentuk dalam akar. Dalam tahun pertama, pembentukan hiosiamina berpindah pada batang
yang masih hijau. Pada tahun kedua batang mulai berlignin dan kadar hiosiamina mulai menurun
sedang pada daun kadar hiosiamina makin meningkat. Kadar alkaloid hiosiamina tertinggi
dicapai dalam pucuk tanaman pada saat tanaman berbunga dan kadar alkaloid menurun pada saat
tanaman berbuah dan semakini turun ketika buah makin tua.
Contoh lain, tanaman Mentha piperita muda mengandung mentol banyak dalam daunnya.
Kadar rninyak atsiri dan mentol tertinggi pada daun tanaman ini dicapai pada saat tanaman tepat
akan berbunga. Pada Cinnamornunz camphors, kamfer akan terkumpul dalam kayu tanaman
yang telah tua. Penentuan bagian tanaman yang dikumpulkan dan waktu pengumpulan secara
tepat memerlukan penelitian Contoh, simplisia yang mengandung minyak atsiri lebih baik
dipanen pada pagi hari.
Secara garis besar, pedoman panen sebagai berikut :
1. Tanaman yang pada saat panen diambil bjjinya yang telah tua seperti kedawung (Parkia
rosbbrgii), pengambilan biji ditandai dengan telah mengeringnya buah. Sering pula
pemetikan dilakukan sebelum kering benar, yaitu sebelum buah pecah secara alami dan
biji terlempar jauh, misal jarak (Ricinus cornrnunis).
2. Tanaman yang pada saat panen diambil buahnya, waktu pengambilan sering dihubungkan
dengan tingkat pemasakan, yang ditandai dengan terjadinya perubahan pada buah seperti
perubahan tingkat kekerasan misal labu merah (Cucurbita mosollata).
3. Perubahan warna, misalnya asam (Tamarindus indica), kadar air buah, misalnya
belimbing wuluh (Averrhoa belimbi), jeruk nipis (Citrui aurantifolia) perubahan bentuk
buah, misalnya mentimun (Cucurnis sativus), pare (Momordica charantia).

4. Tanaman yang pada saat panen diambil daun pucuknya pengambilan dilakukan pada saat
tanaman mengalami perubahan pertumbuhan dari vegetatif ke generatif. Pada saat itu
penumpukan senyawa aktif dalam kondisi tinggi, sehingga mempunyai mutu yang
terbaik. Contoh tanaman yang diambil daun pucuk ialah kumis kucing (Orthosiphon
starnineus).
5. Tanaman yang pada saat panen diambil daun yang telah tua, daun yang diambil dipilih
yang telah membuka sempuma dan terletak di bagian cabang atau batang yang menerima
sinar matahari sempurna. Pada daun tersebut terjadi kegiatan asimilasi yang sempurna.
Contoh panenan ini misal sembung (Blumea balsamifera).
6. Tanaman yang pada saat panen diambil kulit batang, pengambilan dilakukan pada saat
tanaman telah cukup umur. Agar pada saat pengambilan tidak mengganggu pertumbuhan,
sebaiknya dilakukan pada musim yang menguntungkan pertumbuhan antara lain
menjelang musim kemarau.
7. Tanaman yang pada saat panen diambil umbi lapis, pengambilan dilakukan pada saat
umbi mencapai besar maksimum dan pertumbuhan pada bagian di atas tanah berhenti
misalnya bawang merah (Allium cepa).
8. Tanaman yang pada saat panen diambil rimpangnya, pengambilan dilakukan pada musim
kering dengan tanda-tanda mengeringnya bagian atas tanaman. Dalani keadaan ini
rimpang dalam keadaan besar maksimum. Panen dapat dilakukan dengan tangan,
menggunakan alat atau menggunakan mesin. Dalam hal ini ketrampilan pemetik
diperlukan, agar diperoleh simplisia yang benar, tidak tercampur dengan bagian lain dan
tidak merusak tanaman induk. Alat atau mesin yang digunakan untuk memetik perlu
dipilih yang sesuai. Alat yang terbuat dari logam sebaiknya tidak digunakan bila
diperkirakan akan merusak senyawa aktif siniplisia seperti fenol, glikosida dan
sebagainya.

Bahan simplisia yang mengandung zat yang mudah larut di dalam air yang mengalir,
pencucian agar dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin. Menurut Frazier (1978),
pencucian sayur-sayuran satu kali dapat menghilangkan 25% dari jumlah mikroba awal; jika
dilakukan pencucian sebanyak tiga kali, jumlah mikroba yang tertinggal hanya 42% dari jumlah
mikroba awal. Pencucian tidak dapat membersihkan simplisia dari semua mikroba karena air
pencucian yang digunakan biasanya mengandung juga sejumlah mikroba.
Demikian sekelumit tentang kebijakan Departemen Kesehatan tentang standar
pengolahan tanaman obat menjadi simplisia yang kemudian akan diproses menjadi jamu /Obat
Herbal Terstandar. Semoga Bermanfaat. (Bbg) (Disadur dari berbagai sumber)
Diposkan oleh HERBALAVITA di 03.16
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Anda mungkin juga menyukai