Anda di halaman 1dari 16

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI
I.

Kasus(masalah utama)
Halusinasi

II.
Proses terjadinya masalah
1. Definisi
Menurut Videbeck, 2004, halusinasi merupakan gangguan sensori persepsi di mana terjadi jika
seseorang merasakan sensori persepsi yang salah tentang sesuatu, atau merasakan suatu pengalaman
yang sebenarnya tidak terjadi tetapi dianggap terjadi. Halusinasi dapat melibatkan kelima panca indera
dan sensasi tubuh. Pada awalnya klien yang mengalami halusinasi memang benar-benar pernah
merasakan halusinasi sebagai pengalaman nyata, namun kemudian pada kondisi sakit, mereka
menyadarinya sebagai suatu halusinasi.
Sedangkan menurut Dictionary of Nursing, 2007, halusinasi merupakan pengalaman dalam
melihat pemandangan imaginer/tidak nyata, mendengar suara imaginer, keduanya sejelas dan seolaholah pemandangan serta suara tersebut benar-benar ada/seperti nyata.
Halusinasi juga didefinisikan sebagai persepsi (kesan yang dibentuk otak sebagai hasil dari
informasi tentang dunia luar yang dikirim balik oleh panca indera) dan sensori (deteksi sensasi oleh selsel saraf) yang bersifat palsu/tidak benar. Halusinasi dapat mempengaruhi kelima oanca indera,
pendengaran dan penglihatan adalah indera yang sering dipengaruhi. Halusinasi juga berbeda dengan
ilusi. Ilusi merupakan persepsi yang keliru dalam realita. Misalnya, dalam suatu pertunjukan sulap, si
pesulap mengeset kartu untuk muncul atau menghilang sesuai kehendaknya, hal tersebut dikatakan
sebagai ilusi. Sedangkan halusinasi bukan merupakan suatu interpretasi yang salah dari hal-hal tertentu,
namun memang hal yang tidak ada dianggap ada (Williams dan Paula, 2003).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa halusinasi merupakan suatu gangguan terhadap kesan dan
sensasi yang dirasakan oleh seseorang, padahal kesan dan sensasi tersebut sebenarnya tidak ada secara
nyata, atau hanya ada dalam pikiran individu tersebut.
2. Tipe dan karakteristik
Menurut Cancro & Lehmann, 2000, dalam Viedebeck, 2004, beberapa tipe halusinasi adalah
sebagai berikut :
a. Halusinasi auditori/pendengaran; merupakan tipe yang paling sering terjadi, termasuk
keadaan mendengar bunyi-bunyian, paling sering berupa suara-suara atau pembicaraan.
Halusinasi tipe ini dapat berupa satu/lebih suara, dan suara tsb dapat seperti suara

seseorang yang familiar ataupun tidak familiar, serta dapat pula seolah-olah suara tsb
berbicara. Command hallucination/ halusinasi perintah dapat menjadi berbahaya karena
suara yang bersifat command biasanya meminta klien untuk mengambil tindakan tertentu
seperti mencelakai diri-sendiri atau orang lain.
b. Halusinasi visual/penglihatan; merupakan penglihatan yang sebenarnya tidak ada
secara nyata, misalnya klien seolah-olah melihat cahaya-cahaya, orang yang sudah mati,
atau distorsi/penyimpangan seolah melihat perawat sebagai monster yang menakutkan.
Visual halusinasi merupakan jenis halusinasi kedua yang sering terjadi.
c.

Halusinasi olfaktori/penciuman; merupakan tipe halusinasi yang seolah-olah membau


aroma tertentu, misalnya urin atau feses, bau anyir atau busuk. Pada klien skizofrenia, tipe
halusinasi ini sering muncul bersamaan dengan demensia, kejang, atau kecelakaan
serebrovaskular.

d. Tactile hallucination; merupakan halusinasi dalam hal sensasi/rasa seperti seolah-olah


terdapat serangga yang merayap di kulit, atau merasa tersengat listrik. Halusinasi tipe ini
biasanya terjasi pada klien yang menjalani terapi melepaskan diri dari alcohol, dan jarang
terjadi pada skizofrenia.
e. Gustatory hallucination; merupakan perasaan seolah-olah merasakan rasa sesuatu dalam
mulut, atau merasakan rasa makanan berubah menjadi rasa benda lain. Mungkin klien
merasakan makanan menjadi lebih pahit, seperti baja, atau rasa lain yang lebih spesifik.

Cenesthetic hallucination; merupakan perasaan klien yang seolah merasakan fungsi

f.

tubuhnya yang seharusnya memang lazim tidak dirasakan, misalnya klien merasakan
pembentukan urin, atau merasakan impuls yang ditrasmisikan melalui otak.
g. Halusinasi kinestetik; merupakan halusinasi yang terjadi jika klien sedang tidak bergerak,
namun mengatakan sensasi tubuhnya bergerak. Biasanya pergerakan tersebut tidak biasa,
misalnya merasa tubuhnya melayang di atas tanah.
3. Tanda & Gejala
a. bicara, senyum dan tertawa sendiri
b. menarik diri dan menghindar dari orang lain
c.

tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata

d. tidak dapat memusatkan perhatian


e. curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain, lingkungan), takut
f.

eksspresi muka tegang, mudah tersinggung


(Budi Anna Keliat, 1999).

4. Faktor penyebab halusinasi

Faktor penyebab halusinasi menurut Yosep (2010) terdiri dari :


Predisposisi
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan
keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya
diri dan lebih rentan terhadap stres.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi (unwanted child) akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya
c. Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stres yang berlebihan
dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytransferase (DMP). Akibat stres
berkepanjangan

menyebabkan

teraktivasinya

neurotransmiter

otak.

Misalnya

erjadi

ketidakseimbangan acetylcolin dan dopamin.


d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggungjawab mudah terjerumus penyalahgunaan zat
adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang
tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesengan sesaat dan lari dari alam nyata
menuju alam hayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua skizofrenia cenderung
mengalami skizofrenia.
Presipitasi
a. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman,
gelisah, dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil
keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan yang nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins
dan Heacock (1993) mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat
keberadaan seorang individu sebagai makhluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psikososio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu :
b. Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk
tidur dalam waktu yang lama.
c. Dimensi emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan
penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
menakutkan. Klien tidsk sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi
tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
d. Dimensi intelektual
Individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan,
namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
e. Dimensi sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan comforting, klien
menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan. Klien asyik
dengan halusiasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi sosial, kontrol diri, dan harga diri yang tidak didapat di dunia nyata.
f.

Dimensi spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak

bermakna, hilangnya aktifitas ibadah aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk
menyucikan diri. Irama sirkadiannya terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan bangun
sangat siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki
takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rezeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang
menyebabkan takdir memburuk.
5. Tahapan halusinasi klien
Stage I : disorder sleep

Klien

Fase

lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak

awal

seseorang

sebelum muncul halusinasi

merasa

banyak

masalah,

masalah. Masalah semaki

ingin

menghindar

dari

sulit karena berbagai stressor

terakumulasi. Support system klien kurang dan persepsi


terhadap masalah buruk. Sulit tidur berlangsung secara terusmenerus sehingga terbiasa menghayal. Klien mengungkapkan
lamunan-lamunan awa tersebut sebagai pemecahan masalahl
Stage

II

comforting

Pasien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya

moderate level of anxiety

perasaan cemas, kesepian, perasaan berdosa, ketakutan, dan

Halusinasi secara umum ia

mencoba memusatkan pemikiran pada timbulnya kecemasan.

terima

Ia beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan sensorinya

sebagai

yang alami

sesuatu

dapat ia kontrol bila kecemasannya diatur, dalam tahap 2 ada

kecenderungan klien merasa nyaman dengan halusinya.


Stage III : Condemning

Pengalaman sensori pasien menjadi sering datang dan

severe level of anxiety

mengalami

Secara

mengontrolnya dan mulai berupaya menjaga jarak antara

umum

halusinasi

sering mendatangi klien

bias,

klien

merasa

tidak

mampu

lagi

dirinya dengan objek yang dipersepsikan klien mulai menarik


diri dari orang lain dengan intensitas waktu yang lama

Stage

IV

Controlling

Klien mencoba melawan suara-suara atau sensory abnormal

Severe level of anxiety

yang

datang.

Klien

dapat

merasakan

kesepian

Fungsi

sensori

menjadi

halusinasinya berakhir. Dari sini dimulai gangguan psycotic

tidak

relevan

dengan

bila

kenyataan
Stage V : Conquering panic

Pengalaman

level of anxiety

terancam dengan datangnya suara-suara terutama bila klien

Klien

sensorinya

terganggu,

klien

mulai

merasa

mengalami

tidak dapat menuruti ancaman atau perintah yang ia dengar

gangguan dalam menilai

dari halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung selama

lingkungannya

minimal 4 jam atau seharian bila klien tidak mendapatkan


komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan psikotik berat

6. Akibat dari Halusinasi


Adanya gangguan persepsi sensori halusinasi dapat berisiko menciderai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan (Keliat, 1999). Menurut Towsen (1998) suatu keadaan dimana
seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik diri sendiri dan orang
lain.
7. Tindakan keperawatan
a. Membantu klien mengenali halusinasi
Perawat mencoba menanyakan pada klien tentang isi halusinasi, waktu terjadi halusinasi,
frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan perasaan
pasien saat halusinasi muncul.
b. Melatih pasien mengontrol halusinasi
Membantu klien agar mampu mengontrol halusinasi, perawat dapat mendiskusikan 4 cara
mengontrol halusinasi pada klien. Keempat cara tersebut meliputi :
i.

Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah upaya megendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara
menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap

halusinasi yang muncul atau tidak memedulikan halusinasinya. Mungkin halusinasi tetap
ada namun dengan kemampuan ini pasien tidak akan larut untuk menuruti apa yang ada
dalam halusinasinya. Tahapan tindakan meliputi :

menjelaskan cara menghardik halusinasi

memperagakan cara menghardik

meminta pasien memperagakan ulang

memantau cara, menguatkan perilaku pasien

bercakap-cakap dengan orang lain

melakukan aktifitas yang terjadwal

menggunakan obat secara teratur

ii. Pemberian psikofarmakoterapi


Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/skizofrenia biasanya diatasi dengan
menggunakan obat-obatan anti psikotik antara lain :
Golongan butirofenon: haloperidol, haldol, serenace, ludomer. Golongan fenotiazine :
Chlorpromazine/largactile/promactile.
iii. Memantau efek samping obat
Perawat perlu memahami efek samping yang sering ditimbulkan oleh obat-obat psikotik
seperti: mengantuk, tremor, mata melihat ke atas, kaku-kaku otot, otot bahu tertarik
sebelah, hipersaliva, pergerakan otot yang tidak terkendali. Apabila terjadi gejala-gejala
yang dialami pasien tidak berkurang maka perlu diteliti apakah obat betul-betul diminum
atau tidak.
iv. Melibatkan keluarga dalam tindakan
Diantara penyebab kambuh yang paling sering adalah faktor keluarga dan klien itu sendiri.
Keluarga adalah support system terdekat dan 24 jam bersama-sama dengan klien.
Keluarga yang mendukung klien secara konsisten akan membuat klien mandiri dan patuh
mengikuti program pengobatan. Salah satu tugas perawat adalah melatih keluarga agar
mampu merawat klien gangguan jiwa di rumah. Perawat perlu memberikan pendidikan
kesehatan kepada keluarga, informasi yang perlu diberikan kepada keluarga meliputi :

pengertian halusinasi

jenis halusinasi yang dialami pasien

tanda dan gejala halusinasi

Proses terjadinya halusinasi

cara merawat pasien halusinasi

cara berkomunikasi

pengaruh pengobatan dan tatacara pemberian obat

pemberian aktifitas fisik kepada klien

sumber-sumber pelayanan yang bisa dijangkau

pengaruh stigma masyarakat terhadap kesembuhan klien

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi,
sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar
terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik
secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien,
bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di
beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan. Di ruangan itu hendaknya di
sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk
berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah
dan permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi
yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus
mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien
yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang
ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain
yang dekat dengan pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga,
bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke
kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun
jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada
kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari percakapan
dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek.
Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat
menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau
aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan

petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak
bertentangan.
III.

A. Pohon masalah

b. Data yang perlu dikaji


Pada tahap ini perawat menggali faktor-faktor yang ada dibawah ini yaitu :
i.

Faktor predisposisi.
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh
individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari pasien maupun keluarganya, mengenai
factor perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu factor resiko yang
mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi
stress.

Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu
maka individu akan mengalami stress dan kecemasan.
Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang merasa disingkirkan oleh
kesepian terhadap lingkungan tempat klien di besarkan.
Faktor Biokimia

ii.

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan adanya stress yang
berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat
bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP).
Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda yang
bertentangan dan sering diterima oleh anak akan mengakibatkan stress dan kecemasan
yang tinggi dan berakhir dengan gangguan orientasi realitas.
Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui, tetapi hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh
pada penyakit ini.

Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman / tuntutan yang
memerlukan energi ekstra untuk koping. Adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti
partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan
juga suasana sepi / isolasi adalah sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena hal
tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik.

iii. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah
dan bingung, prilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta
tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993
mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakekat keberadaan seorang
individu sebagai mahkluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual
sehingga halusinasi dapat dilihat dari dimensi yaitu :

Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang eksternal yang
diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan
penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan
kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan
memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan
usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu
hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan
tak jarang akan mengontrol semua prilaku klien.
Dimensi Sosial

Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan adanya kecenderungan


untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat
untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak
didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem control oleh individu
tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain
individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan
intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang
menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusakan klien tidak
menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak
berlangsung.
Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi dengan manusia
lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Pada individu tersebut cenderung
menyendiri hingga proses diatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan
keberadaannya dan halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut. Saat
halusinasi menguasai dirinya individu kehilangan kontrol kehidupan dirinya.

iv. Sumber Koping


Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress
dan anxietas dengan menggunakan sumber koping dilingkungan. Sumber koping tersebut
sebagai modal untuk menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat
membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi
strategi koping yang berhasil.
v.

Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah
langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri.

IV.

Diagnosa Keperawatan
a. Resiko mencederai diri sendiri
b. Gangguan sensori perceptual berhubungan dengan perubahan stimulus
c.

Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya gangguan persepsi berupa suara-suara
yang bising atau mendengung yang sangat mengganggu.

V.

Rencana tindakan keperawatan

No

Rencana Keperawatan
Diagnosa

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi dan Rasional

Keperawatan
1

Risiko mencederai
diri sendiri

a. Tujuan:

1. Salam terapeutik perkenalan diri

Setelah dilakukan tindakan

jelaskan tujuan ciptakan lingkungan yang

keperawatan selama 2 x 24

tenang buat kontrak yang jelas (waktu,

jam, klien tidak mencederai

tempat, topic)

dirinya sendiri

R: menjalin komunikasi yang baik antara

b. kriteria hasil:

perawat dan klien.

i.

pasien merasa lebih

2.

percaya diri

perasaan

pasien tidak akan

R:

melakukan

menyebabkan klien berhalusinasi

tindakan/aktivitas

3. Ajak membicarakan hal-hal yang ada di

yang akan

lingkungan

mencederai dirinya

R: mengalihkan perhatian klien terhadap

sendiri

hal-hal yang mungkin akan menyebabkan

ii.

iii. pasien akan

kesempatan

menggali

lebih

mengungkapkan

dalam

apa

yang

halusinasi

mengidentifikasi

4. Observasi lingkungan sekitar pasien,

aspek-aspek positif

pindahkan barang-barang yang berbahaya

yang ada pada

seperti pisau, kaca dll

dirinya

R: observasi dan memindahkan barang-

iv. pasien akan

v.

Beri

barang berbahaya sebagai upaya aktivitas

mengimplementasik

penyelamatan hidup pasien

an dua respons

5. Berikan lingkungan yang aman dan

protektif diri yang

pantau aktivitas pasien

adaptif

R: perilaku pasien harus diawasi sampai

pasien akan

kendali diri memadai untuk keamanan

mengidentifikasi 2

6. Identifkasi kekuatan-kekuatan pasien dan

sumber dukungan

ajak untuk berperan serta dalam aktivitas

sosial yang

yang disukai dan dapat dilakukannya

bermanfaat

R: perilaku destruktif-diri mencerminkan

vi. pasien akan mampu

depresi yang mendasar dan terkait dengan

menguraikan

harga diri rendah serta kemarahan terhadap

rencana pengobatan

diri sendiri

dan rasionalnya.

7. Bantu pasien untuk mengenal mekanisme

vii. pasien merasa lebih


tenang

koping yang tidak sehat dan beri imbalan


untuk perilaku koping yang sehat
R: mekanisme koping maladaptif harus
diganti dengan yang sehat untuk mengatasi
stres dan ansietas

8. Bantu orang terdekat untuk


berkomunikasi secara konstruktif dengan
pasien dan meningkatkan hubungan
keluarga yang sehat
R : isolasi sosial menyebabkan harga diri
rendah dan depresi yang mencetuskan
perilaku destruktif terhadap diri sendiri
9. Libatkan pasien dan orang terdekat dalam
perencanaan tindakan yang diberikan dan
modifikasi rencana berdasarkan umpan balik
pasien
R: pemahaman dan peran derta dalam
perencanaan pelayanan kesehatan
meningkatkan kepatuhan.
10. Mendekati klien secara interpersonal
R: mendekatkan diri dan mudah untuk
menggali informasi
11. Dorong untuk mengungkapkan perasaan
saat terjadi halusinasi
R: membantu memecahkan masalah
12. Identifikasi bersama tentang cara klien
mengatasi halusinasinya
R: agar klien mampu mengalihkan/
mengatasi jika halusinasi terjadi sewaktuwaktu.
13. Diskusikan manfaat cara yang digunakan
klien dan cara baru untuk mengontrol
halusinasinya
R: cara yang tepat untuk mengontrol
halusinasi bisa memberikan dampak yang
baik untuk mental klien
14.

Beri

pendidikan

kesehatan

pada

pertemuan keluarga tentang gejala, cara,


memutus

halusinasi,

cara

merawat,

informasi waktu follow up atau kapan perlu

mendapat bantuan
R: peran serta keluarga dalam memutus
halusinasi akan sangat membantu pemulihan
kondisi klien
15. Beri kesempatan melakukan cara yang
telah dipilih dan beri pujian jika berhasil
R: pujian meningkatkan semangat untuk
terus melakukan hal yang serupa
2

Gangguan

sensori

a. Tujuan:

persepsi halusinasi

1. Bina hubungan saling percaya dengan

setelah

dilakukan

berhubungan

4xpertemuan,

dengan perubahan

halusinasi

stimulus

berkurang.

dengan cara :
klien

Klien

dapat

b. Perkenalkan diri dengan sopan


membina

hubungan
percaya

dasar

kelancaran

a. Sapa klien dengan ramah baik verbal


maupun non verbal

b. Kriteria hasil:
1.

menggunakan prinsip komunikasi terapeutik

c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama

saling

panggilan yang disukai

untuk

d. Jelaskan tujuan pertemuan

hubungan

interaksi seanjutnya

e. Jujur dan menepati janji


f. Tunjukkan sikap empati dan menerima
klien apa adanya.
g. Berikan perhatian kepada klien dan
perhatian kebutuhan dasar klien.
2. Adakan kontak sering dan singkat secara
bertahap.

2.

Klien dapat mengenal

- Observasi tingkah laku klien terkait dengan

halusinasinya

halusinasinya: bicara dan tertawa tanpa


stimulus

memandang

ke

kiri/ke

kanan/

kedepan seolah-olah ada teman bicara


- Bantu klien mengenal halusinasinya
a. Tanyakan apakah ada suara yang
didengar
b. Apa yang dikatakan halusinasinya
c.

Katakan

perawat

mendengar

suara

percaya
itu

klien
namun

perawat sendiri tidak mendengarnya.


d. Katakan bahwa klien lain juga ada
yang seperti itu
e. Katakan

bahwa

perawat

akan

membantu klien
- Diskusikan dengan klien :
a. Situasi

yang

menimbulkan/tidak

menimbulkan halusinasi
b. Waktu

dan

frekuensi

terjadinya

halusinasi (pagi, siang, sore, malam)


-

Diskusikan

dengan

klien

apa

yang

dirasakan jika terjadi halusinasi (marah,


3.

Klien dapat mengontrol

takut, sedih, senang) beri kesempatan klien

halusinasinya

mengungkapkan perasaannya
3. Identifikasi bersama klien cara tindakan
yang dilakukan jika terjadi halusinasi ( tidur,
marah, menyibukkan diri dll).
- Diskusikan manfaat cara yang digunakan
klien, jika bermanfaat ber pujian
-

Diskusikan

cara

baru

untuk

memutus/mengontrol timbulnya halusinasi:


a. Katakan saya tidak mau dengar
b. Menemui orang lain
c.

Membuat jadwal kegiatan sehari-hari

d. Meminta

keluarga/teman/perawat

untuk menyapa jika klien tampak


bicara sendiri
- Bantu

klien memilih

dan melatih cara

memutus halusinasinya secara bertahap.


- Beri kesempatan untuk melakukan cara
yang telah dilatih.
4. Klien mendapat dukungan

- Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika

dari

berhasil.

keluarga

dalam

mengontrol halusinasinya

- Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi,


realita, stimulasi persepsi.

4.

Anjurkan

klien

untuk

memberitahu

keluarga jika mengalami halusinasi


- Diskusikan dengan keluarga (pada saat
berkunjung/pada saat kunjungan rumah):
a. Gejala halusinasi yang dialami klien
b. Cara yang dapat dilakukan klien dan
keuarga untuk memutus halusinasi
c.

Cara

merawat

yang

halusinasi

anggota

keluarga

dirumah,

diberi

kegiatan, jangan biarkan sendiri,


makan bersama, bepergian bersama
5. Klien memanfaatkan obat

d. Beri informasi waktu follow up atau

dengan baik

kenapa perlu mendapat bantuan :


halusinasi

tidak

terkontrol,

dan

resiko mencederai diri atau orang


lain
5. Diskusikan dengan klien dan keluarga
tentang dosis, frekuensi dan manfaat minum
obat
- Anjurkan klien meminta sendiri obat pada
perawat dan merasakan manfaatnya
- Anjurkan klien bicara

dengan dokter

tentang manfaat dan efek samping minum


obat yang dirasakan
- Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa
konsultasi
- Bantu klien menggunakan obat dengan
prinsip 6 benar.
3

Gangguan

pola

a. Tujuan :

tidur berhubungan

Setelah

dengan

tindakan

adanya

1. Buat catatan secara rinci tentang pola


dilakukan

tidur klien

keperawatan

Rasional: Catatan pola tidur klien

gangguan persepsi

selama 2 x 24 jam, pola

dapat digunakan sebagai tolak ukur

berupa suara-suara

tidur

keberhasilan

yang

membaik.

bising

atau

klien

kembali

dalam

telah dilakukan

intervensi

yang

mendengung yang

b. Kriteria Hasil:

sangat

1. Klien

mengganggu.

jarang

2. Kolaborasi

dalam

pemberian

obat-

obatan anti psikotik sebelum tidur

terbangun di malam

Rasional:

hari

membantu merelaksasikan pikiran agar

2. Klien mampu tidur


dalam

30

menit

Obat-obatan

psikotik

klien lebih cepat tertidur


3. Lakukan latihan relaksasi menggunakan

istirahat dan tidur 6-

music yang lembut sebelum tidur.

Rasional: Tekhnik relaksasi yang tepat

jam

terbangun

tanpa

dapat
pikiran

meregangkan
agar

lebih

otot

dan

nyaman

juga
untuk

beristirahat
4. Batasi masukan minuman dan makanan
yang mengandung kafein
Rasional: Kandungan kafein membuat
seseorang akan lebih terjaga.

DAFTAR PUSTAKA
Townsend, M.C. (1998). Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri : Pedoman Untuk Pembuatan

Rencana Keperawatan. Jakarta : EGC


Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. (1995). Principles And Practice Of Psychiatric Nursing. (5th ed). St louis:
Mosby Year Book
Nanda International. 2013. Nursing Diagnoses : Definitions And Classification 2012-2014. Jakarta : EGC
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 1994. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :
EGC
MC, closky J dan Bulaceck. 2000. Nursing Intervension Classification (NIC). Mosby : Philadelphia
Stuart, Gail Wiscarz. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Sandra J. Sundeen:alih bahasa, Achir Yani S.
Hamid : editor dalam bahasa Indonesia. Ed.3. Jakarta: EGC
Kusmawati, Farida dan Yudi Hartono. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai