Oleh
Kelompok J2
PPDH Angkatan III 2013/2014
Hendro Dwi Sugiyanto, SKH
B94134324
Dibimbing oleh:
Drh Ardilasunu Wicaksono, MSi
53
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Brucella sp. memiliki enam spesies dengan inang definitif yang berbeda.
Penamaan spesies Brucella tersebut didasarkan pada nama latin dari inang
definitif mereka, yaitu Brucella suis pada babi, B. abortus pada sapi, B. neotomae
dan B. canis pada anjing, B. ovis pada domba, dan B. melitensis pada kambing
(Alton et al. 1988). Acha dan Boris (2003) menyebutkan bahwa dari enam spesies
Brucella tersebut, terdapat lima spesies yang berpotensi menyebabkan penyakit
pada manusia dan hewan, yaitu B. suis pada babi, B. abortus pada sapi, B. ovis
pada domba, B. canis pada anjing, dan B. melitensis pada kambing.
Brucellosis pada kambing dan domba dapat disebabkan oleh B. ovis dan B.
melitensis. Dari kedua jenis agen tersebut hanya B. melitensis yang bersifat
zoonosis (EC 2001). Brucellosis pada kambing dan domba merupakan penyakit
yang penting, baik pada bidang kesehatan masyarakat maupun pada bidang
kesehatan dan produksi hewan. Brucellosis pada kambing telah menyebar luas di
berbagai wilayah di dunia, khususnya daerah Mediteanian, Timur Tengah, Asia
Tengah, dan beberapa daerah di Amerika Latin. Beberapa negara di wilayah Eropa
Timur, Asia Tengah dan Timur Tengah kejadian Brucellosis yang disebabkan oleh
B. melitensis lebih sering terjadi dibandingkan B. abortus (FAO 2010).
B. melitensis merupakan salah satu dari enam spesies yang dapat
menyebabkan Brucellosis pada kambing. B. melitensis ditemukan sebagai bakteri
patogen yang secara khusus menginfeksi kambing dan domba, yang menyebabkan
penurunan fertilitas, penurunan produksi susu, dan keguguran. Bakteri ini bersifat
zoonosis karena mampu menginfeksi manusia. Masa inkubasi dari B. melitensis
terjadi selama 820 hari dan dapat menyebabkan gejala klinis yang terjadi
berbeda-beda. Bentuk akut dari penyakit ini memiliki gejala berupa kelesuan,
sakit kepala, mengeluarkan banyak keringat terutama pada malam hari, dan sakit
pada persendian dan otot. Kejadian Brucellosis terkadang terbatas pada suatu
organ atau sistem saja. Gejala klinis yang paling sering terlihat pada kasus ini
adalah spondylitis, arthtitis peripheral, atau epididymo-orchitis. Gejala berupa
komplikasi antara saraf, hepatosplenik, genitourinari dan kardiovaskular dapat
ditemukan pada infeksi B. melitensis. Brucellosis kronis muncul jika salah satu
atau beberapa gejala yang disebutkan di atas terjadi secara berulang dan terusmenerus hingga enam bulan atau lebih. Brucella dermatitis muncul dalam bentuk
alergi (EC 2001).
Kasus Brucellosis sangat beragam antar daerah di Indonesia, tergantung
pada tatalaksana pemeliharaan ternak. Beberapa wilayah di Indonesia telah
dinyatakan bebas Brucellosis oleh Ditkeswan (2004), yaitu Bali, Lombok,
Kalimantan, dan Sumatera bagian tengah (Riau, Kepulauan Riau, Jambi dan
Sumatera Barat). Menurut Noor (2006), kejadian Brucellosis pada manusia di
Indonesia, jumlahnya ini belum dapat diketahui secara pasti karena tidak adanya
laporan dari masyarakat yang disebabkan kurangnya pengetahuan mengenai
Brucellosis yang merupakan penyakit zoonotik. Jumlah Brucellosis dapat
diperkirakan berdasarkan laporan penyakit di negara endemis lain, yaitu berkisar
mulai kurang dari 0.01 sampai lebih dari 200 kasus per 100 000 orang (Merino
54
1989). Prevalensi Brucellosis pada ternak secara umum mencapai 40% yang
menyebar hampir diseluruh provinsi di Indonesia, sehingga memungkinkan
terjadinya penularan Brucellosis ke manusia (Noor 2006).
Menurut Mustafa et al. (2011) prevalensi kejadian Brucellosis pada suatu
kandang kambing adalah sebesar 1,69% dan prevalensi abortus pada kambing
yang terinfeksi Brucellosis adalah sebesar 12.7%. Tingkat abortus tergolong tinggi
ketika B. melitensis menginfeksi kandang atau populasi yang belum divaksin
sebelumnya, tetapi pada kandang atau populasi yang berada di daerah enzootik
akan lebih rendah. Kematian sangat jarang terjadi pada ternak yang terinfeksi
Brucellosis, akan tetapi sangat tinggi pada fetus (CFSPH 2009).
Brucellosis dapat menular melalui penetrasi selaput lendir mata, membran
mukosa saluran pernapasan, pencernaan, dan kuku (Hirsh et al. 2004). Penularan
terutama terjadi secara vertikal melalui jaringan plasenta, janin, kolostrum, dan
susu (Quinn et al. 2006). Penularan dapat juga terjadi melalui cairan genital,
semen, darah, dan urin (CFSPH 2009). Brucellosis juga digolongkan sebagai
penyakit akibat pekerjaan (occupational disease). Menurut Alsubaie et al. (2005),
profesi yang memiliki peluang tertular Brucellosis lebih tinggi adalah petugas
RPH, inseminator, dokter hewan, mantri hewan, dan pemerah susu. Kasus
penularan Brucellosis tidak hanya dialami oleh orang dengan pekerjaan tersebut,
namun juga dapat dialami oleh konsumen saat menangani atau memakan daging
mentah atau belum matang sempurna dan meminum susu serta produk olahannya
yang tidak dipasteurisasi terlebih dahulu.
Pemerintah telah mencanangkan program pengendalian dan
pemberantasan penyakit Brucellosis secara nasional sejak tahun 1998, namun
hingga kini angka prevalensi reaktor brucellosis masih cukup tinggi. Kebijakan
pengendalian brucellosis pada tahun 2006 sekarang ini diprioritaskan pada sapi
perah di Pulau Jawa. Program vaksinasi Brucellosis dilakukan pada daerah
tertular dengan prevalensi lebih dari 2%, sedangkan test and slaughter dilakukan
pada daerah bebas Brucellosis dengan prevalensi kurang dari 2% (Noor 2006).
Pengendalian Brucellosis pada kambing menjadi penting untuk dikendalikan
karena kerugian ekonomi yang ditimbulkan B. melitensis pada peternakan
kambing adalah sebesar Rs.2121.82 atau sekitar Rp 421,620 per ekor (Suliman
dan Venkataraman 2010).
Test serological yang sering digunakan untuk mendiagnosa brucellosis
adalah Rose Bengal Plate Test (RBPT), yang memiliki sensitifitas sangat tinggi
(>99%) namun spesifisitas yang rendah. Akibat dari rendahnya nilai prediksi
positif dari test ini, maka diperlukan konfirmasi positif lainnya dari test spesifik
seperti serum agglutination test (SAT), Complement Fixation Test (CFT) dan
ELISA. Namun demikian, nilai prediksi negatif dari RBPT memiliki derajat
dengan tingkat kepastian tinggi (Gul dan Khan 2007).
Tujuan
Tujuan program pengendalian Brucellosis yaitu menghilangkan prevalensi
serta faktor risiko penyakit ini pada kambing potong di Kabupaten Bogor.
55
56
Sumber (reservoir)
Plasenta, cairan fetus, fetus, dan leleran vagina dari hewan yang terinfeksi.
Mikroorganisme ini juga dapat ditemukan pada semen ternak serta feses anak
kambing yang diasuh oleh ternak yang terinfeksi Brucellosis (CFSPH 2009).
Penularan B. melitensis ke manusia umumnya disebabkan oleh perpindahan
bakteri dari ternak melalui susu kambing terinfeksi yang tidak dipasteurisasi
(Rajashekara et al. 2006). Selain itu, daging yang dimakan mentah atau tidak
masak sempurna juga berpotensi menularkan Brucellosis ke manusia (USDA
2013).
Cara Keluar
Brucella melitensis dapat menyebar luas dengan berbagai cara.
Penyebarluasan Brucella melitensis dengan jumlah paling besar adalah melalui
fetus, cairan allantois, leleran vagina, dan plasenta dari ternak yang terinfeksi.
Brucella melitensis akan terus dikeluarkan oleh kambing terinfeksi selama 23
bulan. Penyebaran Brucella juga dapat terjadi melalui sekresi ambing dan semen
(EC 2001).
Brucella melitensis juga dapat ditularkan oleh induk kepada anaknya.
Penularan Brucella melitensis kepada anak dapat terjadi melalui dua cara, yaitu
pada masa kebuntingan dan menyusui. Penularan pada masa kebuntingan terjadi
selama fetus berada dalam uterus induk, tetapi dalam jumlah yang sedikit.
Proporsi penularan Brucella melitensis yang paling banyak dari induk kepada
anaknya adalah melalui kolostrum dan susu. (EC 2001).
Pencemaran Brucella melitensis dalam jumlah besar ke lingkungan dapat
terjadi melalui abortus, plasenta, feses, dan leleran vagina dari hewan yang
terinfeksi (Cook 1999). Brucella melitensis yang terbawa oleh media tersebut
dapat mencemari air, tanah, dan rumput sehingga dapat beresiko menulari ternak
lain.
Cara Transmisi
B. melitensis biasanya ditransmisikan melalui kontak dengan plasenta,
cairan fetus, fetus, dan leleran vagina dari hewan yang terinfeksi
Cara Masuk
Brucella pada umumya dapat menginfeksi inang lain jika bakteri ikut
tertelan atau terhirup baik secara langsung maupun tidak. Penularan Brucellosis
juga dapat terjadi melalui proses perkawinan karena Brucella ditemukan juga di
dalam semen dan saluran genital ternak yang terinfeksi. Selain itu
mikroorganisme ini juga dapat masuk melalui luka terbuka pada kulit.
Inang Rentan
B. melitensis dapat menyebabkan abortus pada sapi, dan orchitis,
epididymitis, serta abortus pada unta. Pada kambing gunung liar, mikroorganisme
ini dapat menyebabkan epididymorchitis, polyarthritis, kebutaan, dan gejala
penyakit saraf. Sedangkan pada anjing gejala yang terlihat adalah abortus, orchitis
dan epididymitis (CFSPH 2009).
57
Determinan
Determinan Agen
Periode inkubasi yang dimulai dari mulainya infeksi hingga terjadinya
abortus atau gejala klinis lainnya sangat bervariasi (CFSPH 2009). Hal ini
tergantung pada tergantung pada jumlah, virulensi, dan patogenitas bakteri serta
faktor predisposisi lainnya (Noor 2006).
Determinan Inang
Inang yang yang rentan terhadap infeksi B. Melitensis tergantung pada
jenis kelamin, usia, spesies, serta kondisi fisiologis, gen, dan imunitas hewan (Gul
dan Khan 2007).
Determinan Lingkungan
Kemampuan Brucella melitensis untuk bertahan hidup diluar tubuh
inangnya cukup tinggi dibandingkan bakteri patogen lain yang tidak berspora
pada kondisi tertentu. B. Melitensis dapat bertahan pada pH>4, kelembapan
tinggi, suhu rendah, dan tanpa sinar matahari. Mikroorganisme ini juga dapat
bertahan selama beberapa bulan di air, fetus yang lahir karena abortus, manur,
wool, hay, peralatan dan pakaian. Brucella dapat bertahan pada kondisi kering
selama masih ada material organik termasuk debu dan tanah (EC 2001).
Tabel 1 Tabel Determinan
Determinan Intrinsik
Inang
Jenis Kelamin
Usia
Spesies
Kondisi Fisiologis
Imunitas Hewan
Gen
Determinan Ektrinsik
Agen
Lingkungan
Jumlah
pH
Virulensi
Kelembapan
Patogenitas
Suhu
Sinar Matahari
Lokasi
58
N
o
Kecamatan
Jumlah
N
o
Kecamatan
Jumla
h
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Nanggung
Leuwiliang
Leuwisadeng
Pamijahan
Cibungbulang
Ciampea
Tenjolaya
Dramaga
Ciomas
Tamansari
Cijeruk
Cigombong
Caringin
Ciawi
Cisarua
Megamendung
Sukaraja
Babakan
Madang
Sukamakmur
Cariu
2,388
2,205
1,522
3,400
1,880
1,697
1,257
889
1,212
883
2,425
1,713
2,245
1,112
4,400
940
1,619
9,769
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
Tanjungsari
Jonggol
Cileungsi
Klapanunggal
Gunung Putri
Citeureup
Cibinong
Bojonggede
Tajurhalang
Kemang
Rancabungur
Parung
Ciseeng
Gunung Sindur
Rumpin
Cigudeg
Sukajaya
Jasinga
1,774
5,199
3,672
3,887
3,790
8,716
1,809
3,472
2,788
1,381
2,302
908
2,233
4,847
6,038
1,669
3,206
4,874
6,235
3,790
39
40
Tenjo
Parung Panjang
Kabupaten Bogor
1,600
1,640
117,3
86
19
20
59
Kecamatan
Jumlah
Kumulatif
No
Jumlah
Jumlah
Kumulatif
1
2
Nanggung
Leuwiliang
2,388
2,205
2,388
4,593
21
22
Tanjungsari
Jonggol
1,774
5,199
53,355
58,554
Leuwisadeng
1,522
6,115
23
Cileungsi
3,672
62,226
60
Pamijahan
3,400
9,515
24
Klapanunggal
3,887
66,113
Cibungbulang
1,880
11,395
25
Gunung Putri
3,790
69,903
Ciampea
1,697
13,092
26
Citeureup
8,716
78,619
Tenjolaya
1,257
14,349
27
Cibinong
1,809
80,428
Dramaga
889
15,238
28
Bojonggede
3,472
83,900
Ciomas
1,212
16,450
29
Tajurhalang
2,788
86,688
10
Tamansari
883
17,333
30
Kemang
1,381
88,069
11
Cijeruk
2,425
19,758
31
Rancabungur
2,302
90,371
12
Cigombong
1,713
21,471
32
Parung
908
91,279
13
Caringin
2,245
23,716
33
Ciseeng
2,233
93,512
14
Ciawi
1,112
24,828
34
4,847
98,359
15
Cisarua
4,400
29,228
35
Gunung
Sindur
Rumpin
6,038
104,397
16
Megamendung
940
30,168
36
Cigudeg
1,669
106,066
17
Sukaraja
1,619
31,787
37
Sukajaya
3,206
109,272
18
9,769
41,556
38
Jasinga
4,874
114,146
19
Babakan
Madang
Sukamakmur
6,235
47,791
39
Tenjo
1,600
115,746
20
Cariu
3,790
51,581
40
Parung
Panjang
Kabupaten
Bogor
1,640
117,386
117,386
Jumlah sampel yang digunakan adalah 27. Sampel diambil dalam 3 tahap,
sehingga sampel yang telah didapat dikalikan dengan 3 dan didapatkan hasil 81
sampel. Sampel yang diambil pada program pengendalian ini adalah hasil dari
jumlah sampel dibagi dengan 6 kecamatan terpilih, yaitu 14 sampel tiap
kecamatan. Penentuan ternak yang dipilih menggunakan metode acak sederhana.
Sampel tiap kecamatan tersebut didapatkan dari 5 desa sehingga jumlah sampel
diambil tiap desa adalah 14 5 = 3 sampel.
Kemudian dilakukan metode PPS untuk menentukan desa pengambilan
sampel pada kecamatan yang terpilih. Metode pengambilan sampel di desa pada
kecamatan terpilih adalah sebagai berikut:
a. Kecamatan Cijeruk
Kecamatan Cijeruk memiliki jumlah populasi sebanyak 2425 ekor. Dari
data tersebut dilakukan penentuan sampling interval (K). Dari 10 desa di
Kecamatan Cijeruk, dipilih 6 desa sebagai sampel. Kemudian sampling interval
dicari dengan rumus berikut
K = Ukuran Populasi / Ukuran contoh yang diinginkan
= 2425 / 6
= 404
Untuk menentukan bilangan acak antar antara 1-404 dilakukan dengan formula
RANDBETWEEN pada software Kingsoft Spreadsheet. Bilangan acak yang
terpilih dengan menggunakan formula tersebut adalah 234. Berdasarkan angka
tersebut, terpilih 6 desa yang masing-masing diambil 3 sampel (tabel 3).
61
62
Desa
Cijeruk01
Cijeruk02
Cijeruk03
Cijeruk04
Cijeruk05
Cijeruk06
Cijeruk07
Cijeruk08
Cijeruk09
Cijeruk10
Jumlah
450
359
270
587
29
108
337
43
94
148
Kumulatif
450
809
1079
1666
1695
1803
2140
2183
2277
2425
Desa
Madang01
Madang02
Madang03
Madang04
Madang05
Madang06
Madang07
Madang08
Madang09
Madang10
c. Kecamatan Jonggol
Jumlah
339
1376
2981
314
478
715
2476
38
307
745
Kumulatif
339
1715
4696
5010
5488
6203
8679
8717
9024
9769
63
Desa
Jonggol01
Jonggol02
Jonggol03
Jonggol04
Jonggol05
Jonggol06
Jonggol07
Jonggol08
Jonggol09
Jonggol10
Jumlah
265
574
1192
725
36
465
221
680
624
417
Kumulatif
265
839
2031
2756
2792
3257
3478
4158
4782
5199
d. Kecamatan Citeureup
Kecamatan Citeureup memiliki jumlah populasi sebanyak 8716 ekor. Dari
data tersebut dilakukan penentuan sampling interval (K). Dari 10 desa di
Kecamatan Citeureup, dipilih 6 desa sebagai sampel. Kemudian sampling interval
dicari dengan rumus berikut
K = Ukuran Populasi / Ukuran contoh yang diinginkan
= 8716 / 6
= 1453
Untuk menentukan bilangan acak antar antara 1-1453 dilakukan dengan formula
RANDBETWEEN pada software Kingsoft Spreadsheet. Bilangan acak yang
terpilih dengan menggunakan formula tersebut adalah 957. Berdasarkan angka
tersebut, terpilih 6 desa yang masing-masing diambil 3 sampel (tabel 6).
64
Desa
Citeureup01
Citeureup02
Citeureup03
Citeureup04
Citeureup05
Citeureup06
Citeureup07
Citeureup08
Citeureup09
Citeureup10
Jumlah
690
1653
549
2197
369
411
1793
28
289
737
Kumulatif
690
2343
2892
5089
5458
5869
7662
7690
7979
8716
Desa
Sindur01
Sindur02
Sindur03
Sindur04
Sindur05
Sindur06
Sindur07
Sindur08
Sindur09
Sindur10
Jumlah
289
979
649
548
143
985
412
78
501
263
Kumulatif
289
1268
1917
2465
2608
3593
4005
4083
4584
4847
65
Desa
Parung01
Parung02
Parung03
Parung04
Parung05
Parung06
Parung07
Parung08
Parung09
Parung10
Jumlah
316
754
49
131
59
97
42
42
69
81
Kumulatif
316
1070
1119
1250
1309
1406
1448
1490
1559
1640
66
67
Harga (Rp)
Jumlah
(Q)
Fixed Cost
Unit
Honor
Epidemiolog S2
250.000/hari
1
11 hari
Epidemiolog S1
100.000/hari
2
11 hari
Dokter hewan
250.000/hari
1
11 hari
Paramedis
100.000/hari
2
6 hari
Pengolah data
100.000/hari
1
6 hari
Administrasi
100.000/hari
1
6 hari
Bendahara
100.000/hari
1
11 hari
Logstran
100.000/hari
2
11 hari
Subtotal
Pelatihan Enumerator, Pengambil Sampel, dan Pengolah Data
Konsumsi
25.000
8
1 hari
Snack
15.000
8
1 hari
Honor Trainer
250.000
3
1 hari
Lain-lain
500.000
1
1 hari
Subtotal
Dana Operasional
Konsumsi
50.000
6
11 hari
(11 hari)
Konsumsi (6 hari)
50.000
4
6 hari
Transportasi
50.000/hari
6
11 hari
Biaya tak terduga
30.000/hari
6
11 hari
Subtotal
Penyuluhan
Pembicara
250.000
1
1 hari
Konsumsi
25.000
100
1 hari
Lain-lain
500.000
1
1 hari
Subtotal
Peralatan
Sarung Tangan
50.000
5 Box
Cool Box
200.000
12 buah
Ice Pack
50.000
12 Pack
Masker
50.000
5 Box
Alkohol 70%
25.000
10 botol
Label
5.000
20 bungkus
Kapas
150.000/kg
2 kg
Alat Tulis
250.000
Syringe
3000/syringe
800
Jarum
1500/jarum
800
Vacutainer
3000/tabung
800
Lain-lain
Subtotal
Total (Rp)
2.750.000
2.200.000
2.750.000
1.200.000
600.000
600.000
1.100.000
2.200.000
13.400.000
200.000
120.000
750.000
500.000
1.570.000
3.300.000
1.200.000
3.300.000
1.980.000
9.780.000
250.000
2.500.000
500.000
3.250.000
250.000
2.400.000
600.000
250.000
2.500.000
100.000
300.000
250.000
2.500.000
1.200.000
2.500.000
1.500.000
14.350.000
68
Pengujian sampel
Uji RBT
5.000/sampel
Uji CFT
30.000/sampel
Subtotal
81
81
sampel
sampel
420.000
2.520.000
2.940.000
Variable Cost
Kompensasi test
500.000/ekor
and slaughter
Total keseluruhan
500
ternak
250.000.000
295.290.000
Kegiatan
Hari ke
5 6 7 8 9 10
11
12
13
14
Persiapan
Persiapan kuosioner dan pelatihan
petugas
Persiapan transportasi dan
akomodasi
2
Survei
Pengisian kuosioner dan
pengambilan sampel
Pengujian laboratorium
Entri data hasil kuosioner
3
Interpretasi data
4
Evaluasi
Keterangan : Warna kuning : Kegiatan Program Pengendalian Brucellosis
Warna merah : Libur
Intervensi
Vaksinasi
Aktifitas
Vaksinasi pada semua ternak
kambing. Vaksin dilakukan dua
tahun sekali
69
Kesadaran
masyarakat dan
edukasi
Pengendalian
Menurunkan tingkat
kontak dan
communicability
Deteksi dini
Pengobatan
Pemberantasan
Test and Slaughter
70
1%
Keterangan
1139
0,3%
Analisis biaya
Biaya program pengendalian selama tiga tahun terdiri atas biaya tetap
(fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Daftar rincian biaya yang
dibutuhkan dalam menjalankan program selama tiga tahun tersaji pada lampiran 2.
Analisis keuntungan
Penurunan tingkat prevalensi brucellosis merupakan hasil yang diharapkan
dari program pengendalian dan pemberantasan penyakit ini, sehingga peternak
dapat merasakan keuntungannya melalui peningkatan angka kelahiran anak
kambing. Tingkat keuntungan yang didapat tersaji pada tabel lampiran 3.
Analisis kelayakan program pengendalian brucellosis
Tujuan dilakukannya analisis kelayakan terhadap suatu program
pengendalian penyakit adalah adanya keuntungan, dalam hal ini peningkatan
angka kelahiran anak kambing. Parameter yang digunakan dalam analisis ini
adalah nilai Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (B/C), dan internal
return rate (IRR).
Pada perhitungan analisa ekonomi, Discount Factor yang digunakan adalah
sebesar 12 % dengan nilai sebagai berikut.
71
Total biaya
df
PVC
df
PVB
263651786
155683992
Total
pendapatan
0
425,000,000
1
2
295,290,000
195,290,000
0.893
0.797
145,290,000
0.712
TOTAL
635,870,000
PVB-PVC
0.893
0.797
0
338807398
-263651785.7
183123406
103414552
338,000,000
0.712
240581724
137167172
522,750,330
763,000,000
579,389,122
56,638,791
total biaya
df
PVC
1
2
295,290,000
195,290,000
0.781
0.610
230695313
119195557
total
pendapatan
0
425,000,000
145,290,000
0.477
69279671
338,000,000
TOTAL
635,870,000
419170540
763000000
df
PVB
PVB-PVC
0.781
0.610
0
259399414
-230695312.5
140203857
0.477
161170959
91891289
420570374
1399834
72
total biaya
df
PVC
1
2
295,290,000
195,290,000
0.775
0.601
228906977
117354726
total
pendapatan
0
425,000,000
145,290,000
0.466
67680973
338,000,000
TOTAL
635,870,000
413942676
763000000
df
PVB
PVB-PVC
0.775
0.601
0
255393306
-228906976.7
138038579
0.466
157451778
89770805
412845084
-1097592
SIMPULAN
Pengendalian terhadap brucellosis dilakukan dengan cara test and
slaughter (prevalensi < 2%). Berdasarkan hasil analisis ekonomi yang telah
disusun di atas, program pengendalian penyakit Brucellosis pada Kambing di
Kabupaten Bogor yang diusulkan dapat diterima secara ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Acha PN, Boris S. 2003. Zoonoses and Communicable Disease Common to Man
And Animals. Volume 1: Bacterioses and Mycoses. Ed ke-3. Washington (US):
Pan America
Alsubaie S, Maha A, Mohammed A, Hanan B, Essam A, Sulaiman A, BAdria A,
Ziad A M. 2005. Acute Brucellosis in Saudi families: relationship between
Brucella serology and clinical symptoms. Int J Infect Dis. 9: 218-224.
Alton GG, JM Jones, RD Angus, JM Verger. 1988. Techniques for the Brucellosis
laboratory. Institute National de la Recherche Agronomique Paris (Fr): pp 34 60 .
[CFSPH] The Center for Food Security and Public Health. 2008. Brucellosis.
Iowa (US): Iowa State University.
Cook WE. 1999. Brucellosis in elk: studies of epizootiology and control
[disertasi]. Laramie (US): University of Wyoming.
[Ditkeswan] Direktorat Kesehatan Hewan. 2004. Paper : Kebijakan Pemerintah
dalam Pemberantasan Brucella di Indonesia. Disampaikan pada pertemuan
evaluasi pemberantasan Brucellosis dan pengawasan lalu lintas ternak. Jakarta.
[EC] European Commission. 2001. Brucellosis in Sheep and Goats (Brucella
melitensis). Brussels (FR): Scientific Committee on Animal Helath and Animal
Welfare.
73
74
Lampiran 1
Tanggal Wawancara :
Nama Enumerator
:
Jumlah Sampel
:
KUISIONER PETERNAK KAMBING
Karakteristik Peternak
Nama Peternak
Alamat
Umur
Pendidikan Terakhir
No Telepon
Lama beternak
Jumlah Kambing
:
:
:
:
:
:
:
75
76
77
Lampiran 2
Rincian Anggaran Dana yang Diperlukan untuk Kegiatan Pengendalian Brucellosis di Kota Bogor
78
Jenis Biaya
Honor
Epidemiolog S2
Epidemiolog S1
Dokter hewan
Paramedis
Pengolah data
Administrasi
Bendahara
Logstran
Pelatihan
Konsumsi
Snack
Honor Trainer
Lain-Lain
Operasional
Konsumsi
(11 hari)
Konsumsi (6 hari)
Transportasi
Biaya tak terduga
Penyuluhan
Pembicara
Konsumsi
Lain-lain
Peralatan
Sarung Tangan
Cool Box
Ice Pack
Masker
Alkohol 70%
Label
Kapas
Alat Tulis
Syringe
Jarum 18 G
Vacutainer
Lain-lain
Pengujian
Uji RBT
Uji CFT
Kompensasi Test
and Slaughter
Jumlah (Tahun)
1
2
3
1
2
1
2
1
1
1
2
1
2
1
2
1
1
1
2
1
2
1
2
1
1
1
2
Harga
Tahun 1
Tahun
Tahun 2
Tahun 3
250.000/hari
100.000/hari
250.000/hari
100.000/hari
100.000/hari
100.000/hari
100.000/hari
100.000/hari
2.750.000
2.200.000
2.750.000
1.200.000
600.000
600.000
1.100.000
2.200.000
2.750.000
2.200.000
2.750.000
1.200.000
600.000
600.000
1.100.000
2.200.000
2.750.000
2.200.000
2.750.000
1.200.000
600.000
600.000
1.100.000
2.200.000
25.000
15.000
250.000
500.000
200.000
120.000
750.000
500.000
200.000
120.000
750.000
500.000
200.000
120.000
750.000
500.000
50.000
3.300.000
3.300.000
3.300.000
50.000
50.000/hari
30.000/hari
1.200.000
3.300.000
1.980.000
1.200.000
3.300.000
1.980.000
1.200.000
3.300.000
1.980.000
1
100
1
100
1
100
250.000
25.000
500.000
250.000
2.500.000
500.000
250.000
2.500.000
500.000
250.000
2.500.000
500.000
5
12
12
5
10
20
5
12
5
10
20
5
12
5
10
20
800
800
800
800
800
800
800
800
800
50.000
200.000
50.000
50.000
25.000
5.000
150.000/kg
250.000
3000/syringe
1500/jarum
3000/tabung
250.000
2.400.000
600.000
250.000
2.500.000
100.000
300.000
250.000
2.500.000
1.200.000
2.500.000
1.500.000
250.000
600.000
250.000
2.500.000
100.000
300.000
250.000
2.500.000
1.200.000
2.500.000
1.500.000
250.000
600.000
250.000
2.500.000
100.000
300.000
250.000
2.500.000
1.200.000
2.500.000
1.500.000
81
81
81
81
81
81
5.000/sampel
30.000/sampel
420.000
2.520.000
420.000
2.520.000
420.000
2.520.000
500
300
200
500.000/ekor
250.000.000
150.000.000
100.000.000
295,290,000
195,290,000
145,290,000
79
80
Lampiran 3
Benefit Table
Periode
Tahun ke-1
Jumlah
117,386
Pertumbuhan
Populasi Ternak (5%)
Prevalensi
1.69%
Penurunan
mortalitas
Jumlah pedet
yang
diselamatkan
Harga
ternak/ekor
Benefit
500,0
Tahun ke-2
123,255
5,869
1%
0.69% 850
00
4
25,000,000
500,0
Tahun ke-3
135,288
6.163
0.3%
0.7% 947
00
Total Benefit :
4
73,500,000
898,000,000
81