Anda di halaman 1dari 31

PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT BRUCELLOSIS

PADA KAMBING DI KABUPATEN BOGOR,


JAWA BARAT

Oleh
Kelompok J2
PPDH Angkatan III 2013/2014
Hendro Dwi Sugiyanto, SKH

B94134324

Dibimbing oleh:
Drh Ardilasunu Wicaksono, MSi

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

53

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Brucella sp. memiliki enam spesies dengan inang definitif yang berbeda.
Penamaan spesies Brucella tersebut didasarkan pada nama latin dari inang
definitif mereka, yaitu Brucella suis pada babi, B. abortus pada sapi, B. neotomae
dan B. canis pada anjing, B. ovis pada domba, dan B. melitensis pada kambing
(Alton et al. 1988). Acha dan Boris (2003) menyebutkan bahwa dari enam spesies
Brucella tersebut, terdapat lima spesies yang berpotensi menyebabkan penyakit
pada manusia dan hewan, yaitu B. suis pada babi, B. abortus pada sapi, B. ovis
pada domba, B. canis pada anjing, dan B. melitensis pada kambing.
Brucellosis pada kambing dan domba dapat disebabkan oleh B. ovis dan B.
melitensis. Dari kedua jenis agen tersebut hanya B. melitensis yang bersifat
zoonosis (EC 2001). Brucellosis pada kambing dan domba merupakan penyakit
yang penting, baik pada bidang kesehatan masyarakat maupun pada bidang
kesehatan dan produksi hewan. Brucellosis pada kambing telah menyebar luas di
berbagai wilayah di dunia, khususnya daerah Mediteanian, Timur Tengah, Asia
Tengah, dan beberapa daerah di Amerika Latin. Beberapa negara di wilayah Eropa
Timur, Asia Tengah dan Timur Tengah kejadian Brucellosis yang disebabkan oleh
B. melitensis lebih sering terjadi dibandingkan B. abortus (FAO 2010).
B. melitensis merupakan salah satu dari enam spesies yang dapat
menyebabkan Brucellosis pada kambing. B. melitensis ditemukan sebagai bakteri
patogen yang secara khusus menginfeksi kambing dan domba, yang menyebabkan
penurunan fertilitas, penurunan produksi susu, dan keguguran. Bakteri ini bersifat
zoonosis karena mampu menginfeksi manusia. Masa inkubasi dari B. melitensis
terjadi selama 820 hari dan dapat menyebabkan gejala klinis yang terjadi
berbeda-beda. Bentuk akut dari penyakit ini memiliki gejala berupa kelesuan,
sakit kepala, mengeluarkan banyak keringat terutama pada malam hari, dan sakit
pada persendian dan otot. Kejadian Brucellosis terkadang terbatas pada suatu
organ atau sistem saja. Gejala klinis yang paling sering terlihat pada kasus ini
adalah spondylitis, arthtitis peripheral, atau epididymo-orchitis. Gejala berupa
komplikasi antara saraf, hepatosplenik, genitourinari dan kardiovaskular dapat
ditemukan pada infeksi B. melitensis. Brucellosis kronis muncul jika salah satu
atau beberapa gejala yang disebutkan di atas terjadi secara berulang dan terusmenerus hingga enam bulan atau lebih. Brucella dermatitis muncul dalam bentuk
alergi (EC 2001).
Kasus Brucellosis sangat beragam antar daerah di Indonesia, tergantung
pada tatalaksana pemeliharaan ternak. Beberapa wilayah di Indonesia telah
dinyatakan bebas Brucellosis oleh Ditkeswan (2004), yaitu Bali, Lombok,
Kalimantan, dan Sumatera bagian tengah (Riau, Kepulauan Riau, Jambi dan
Sumatera Barat). Menurut Noor (2006), kejadian Brucellosis pada manusia di
Indonesia, jumlahnya ini belum dapat diketahui secara pasti karena tidak adanya
laporan dari masyarakat yang disebabkan kurangnya pengetahuan mengenai
Brucellosis yang merupakan penyakit zoonotik. Jumlah Brucellosis dapat
diperkirakan berdasarkan laporan penyakit di negara endemis lain, yaitu berkisar
mulai kurang dari 0.01 sampai lebih dari 200 kasus per 100 000 orang (Merino

54

1989). Prevalensi Brucellosis pada ternak secara umum mencapai 40% yang
menyebar hampir diseluruh provinsi di Indonesia, sehingga memungkinkan
terjadinya penularan Brucellosis ke manusia (Noor 2006).
Menurut Mustafa et al. (2011) prevalensi kejadian Brucellosis pada suatu
kandang kambing adalah sebesar 1,69% dan prevalensi abortus pada kambing
yang terinfeksi Brucellosis adalah sebesar 12.7%. Tingkat abortus tergolong tinggi
ketika B. melitensis menginfeksi kandang atau populasi yang belum divaksin
sebelumnya, tetapi pada kandang atau populasi yang berada di daerah enzootik
akan lebih rendah. Kematian sangat jarang terjadi pada ternak yang terinfeksi
Brucellosis, akan tetapi sangat tinggi pada fetus (CFSPH 2009).
Brucellosis dapat menular melalui penetrasi selaput lendir mata, membran
mukosa saluran pernapasan, pencernaan, dan kuku (Hirsh et al. 2004). Penularan
terutama terjadi secara vertikal melalui jaringan plasenta, janin, kolostrum, dan
susu (Quinn et al. 2006). Penularan dapat juga terjadi melalui cairan genital,
semen, darah, dan urin (CFSPH 2009). Brucellosis juga digolongkan sebagai
penyakit akibat pekerjaan (occupational disease). Menurut Alsubaie et al. (2005),
profesi yang memiliki peluang tertular Brucellosis lebih tinggi adalah petugas
RPH, inseminator, dokter hewan, mantri hewan, dan pemerah susu. Kasus
penularan Brucellosis tidak hanya dialami oleh orang dengan pekerjaan tersebut,
namun juga dapat dialami oleh konsumen saat menangani atau memakan daging
mentah atau belum matang sempurna dan meminum susu serta produk olahannya
yang tidak dipasteurisasi terlebih dahulu.
Pemerintah telah mencanangkan program pengendalian dan
pemberantasan penyakit Brucellosis secara nasional sejak tahun 1998, namun
hingga kini angka prevalensi reaktor brucellosis masih cukup tinggi. Kebijakan
pengendalian brucellosis pada tahun 2006 sekarang ini diprioritaskan pada sapi
perah di Pulau Jawa. Program vaksinasi Brucellosis dilakukan pada daerah
tertular dengan prevalensi lebih dari 2%, sedangkan test and slaughter dilakukan
pada daerah bebas Brucellosis dengan prevalensi kurang dari 2% (Noor 2006).
Pengendalian Brucellosis pada kambing menjadi penting untuk dikendalikan
karena kerugian ekonomi yang ditimbulkan B. melitensis pada peternakan
kambing adalah sebesar Rs.2121.82 atau sekitar Rp 421,620 per ekor (Suliman
dan Venkataraman 2010).
Test serological yang sering digunakan untuk mendiagnosa brucellosis
adalah Rose Bengal Plate Test (RBPT), yang memiliki sensitifitas sangat tinggi
(>99%) namun spesifisitas yang rendah. Akibat dari rendahnya nilai prediksi
positif dari test ini, maka diperlukan konfirmasi positif lainnya dari test spesifik
seperti serum agglutination test (SAT), Complement Fixation Test (CFT) dan
ELISA. Namun demikian, nilai prediksi negatif dari RBPT memiliki derajat
dengan tingkat kepastian tinggi (Gul dan Khan 2007).
Tujuan
Tujuan program pengendalian Brucellosis yaitu menghilangkan prevalensi
serta faktor risiko penyakit ini pada kambing potong di Kabupaten Bogor.

55

SIFAT ALAMIAH PENYAKIT


Riwayat Alamiah Penyakit
Tingkat Kerentanan
B. melitensis dapat menimbulkan penyakit hanya pada ternak yang sudah
dewasa kelamin/berumur 612 bulan, baik jantan maupun betina. Ternak yang
masih muda mungkin saja terinfeksi, namun hanya akan terlacak reaksi serologik
yang lemah dan tidak menunjukkan gejala klinis (EC 2001).
Tingkat Penyakit Subklinis
Tidak terdapat gejala klinis atau tanda-tanda yang menunjukkan ternak
telah terinfeki Brucellosis (Noor 2006).
Tingkat Penyakit Klinis
Gejala umum yang terlihat pada ternak yang terinfeksi Brucellosis adalah
keguguran pada trimester ketiga dan fetus mati pada saat dilahirkan (Noor 2006).
Tingkat Pemulihan (Kecacatan)
Hewan tidak bunting yang terpapar mikroorganisme dalam jumlah kecil
akan dapat sembuh dengan sendirinya, membentuk kekebalan terhadap infeksi,
atau menjadi latent carrier (EC 2001). Sedangkan hewan yang terinfeksi dalam
jumlah besar akan mengalami abortus, kemudian infeksi menjadi kronis. Pada
kondisi ini hewan tidak akan menunjukkan gejala klinis dan hewan akan menjadi
menjadi latent carrier (Noor 2006).
Mata Rantai Infeksi
Agen
Bakteri Brucella sp. bersifat gram negatif, tidak berspora, tidak dapat
bergerak, tidak berkapsul, berbentuk kokobasilus berukuran 0,61,5 m dan hidup
pada suhu 20-40 C. Brucella sp. terbagi menjadi galur kasar dan halus
berdasarkan lipopolisakarida (LPS) yang dapat menentukan tingkat virulensi. LPS
merupakan salah satu komponen dinding sel yang berfungsi sebagai penghambat
kerja bakterisidal di dalam sel makrofag. Galur kasar terdiri atas B. canis,
sedangkan galur halus terdiri atas B. melitensis B. abortus, dan B. suis (Rittig et
al. 2003). Galur kasar memiliki tingkat virulensi lebih rendah pada manusia.
Brucella sp. cukup mudah menular akibat daya tahan hidup cukup baik di
luar tubuh induk semang pada berbagai kondisi lingkungan. Brucella sp dapat
betahan hingga beberapa hari pada susu dan beberapa minggu sampai bulan pada
produk olahan susu (Acha dan Boris 2003). Brucella sp. dapat bertahan pada
tanah kering hingga 4 hari, sedangkan pada tanah yang lembab dapat bertahan
hingga 66 hari (CFSPH 2009) dan pada tanah yang becek 151185 hari (Crawford
et al. 1990). Selain itu, menurut Noor (2006), Brucella sp. juga dapat bertahan
pada air minum ternak selama 5114 hari dan air limbah selama 30150 hari
Sudibyo (1995).

56

Sumber (reservoir)
Plasenta, cairan fetus, fetus, dan leleran vagina dari hewan yang terinfeksi.
Mikroorganisme ini juga dapat ditemukan pada semen ternak serta feses anak
kambing yang diasuh oleh ternak yang terinfeksi Brucellosis (CFSPH 2009).
Penularan B. melitensis ke manusia umumnya disebabkan oleh perpindahan
bakteri dari ternak melalui susu kambing terinfeksi yang tidak dipasteurisasi
(Rajashekara et al. 2006). Selain itu, daging yang dimakan mentah atau tidak
masak sempurna juga berpotensi menularkan Brucellosis ke manusia (USDA
2013).
Cara Keluar
Brucella melitensis dapat menyebar luas dengan berbagai cara.
Penyebarluasan Brucella melitensis dengan jumlah paling besar adalah melalui
fetus, cairan allantois, leleran vagina, dan plasenta dari ternak yang terinfeksi.
Brucella melitensis akan terus dikeluarkan oleh kambing terinfeksi selama 23
bulan. Penyebaran Brucella juga dapat terjadi melalui sekresi ambing dan semen
(EC 2001).
Brucella melitensis juga dapat ditularkan oleh induk kepada anaknya.
Penularan Brucella melitensis kepada anak dapat terjadi melalui dua cara, yaitu
pada masa kebuntingan dan menyusui. Penularan pada masa kebuntingan terjadi
selama fetus berada dalam uterus induk, tetapi dalam jumlah yang sedikit.
Proporsi penularan Brucella melitensis yang paling banyak dari induk kepada
anaknya adalah melalui kolostrum dan susu. (EC 2001).
Pencemaran Brucella melitensis dalam jumlah besar ke lingkungan dapat
terjadi melalui abortus, plasenta, feses, dan leleran vagina dari hewan yang
terinfeksi (Cook 1999). Brucella melitensis yang terbawa oleh media tersebut
dapat mencemari air, tanah, dan rumput sehingga dapat beresiko menulari ternak
lain.
Cara Transmisi
B. melitensis biasanya ditransmisikan melalui kontak dengan plasenta,
cairan fetus, fetus, dan leleran vagina dari hewan yang terinfeksi
Cara Masuk
Brucella pada umumya dapat menginfeksi inang lain jika bakteri ikut
tertelan atau terhirup baik secara langsung maupun tidak. Penularan Brucellosis
juga dapat terjadi melalui proses perkawinan karena Brucella ditemukan juga di
dalam semen dan saluran genital ternak yang terinfeksi. Selain itu
mikroorganisme ini juga dapat masuk melalui luka terbuka pada kulit.
Inang Rentan
B. melitensis dapat menyebabkan abortus pada sapi, dan orchitis,
epididymitis, serta abortus pada unta. Pada kambing gunung liar, mikroorganisme
ini dapat menyebabkan epididymorchitis, polyarthritis, kebutaan, dan gejala
penyakit saraf. Sedangkan pada anjing gejala yang terlihat adalah abortus, orchitis
dan epididymitis (CFSPH 2009).

57

Determinan
Determinan Agen
Periode inkubasi yang dimulai dari mulainya infeksi hingga terjadinya
abortus atau gejala klinis lainnya sangat bervariasi (CFSPH 2009). Hal ini
tergantung pada tergantung pada jumlah, virulensi, dan patogenitas bakteri serta
faktor predisposisi lainnya (Noor 2006).
Determinan Inang
Inang yang yang rentan terhadap infeksi B. Melitensis tergantung pada
jenis kelamin, usia, spesies, serta kondisi fisiologis, gen, dan imunitas hewan (Gul
dan Khan 2007).
Determinan Lingkungan
Kemampuan Brucella melitensis untuk bertahan hidup diluar tubuh
inangnya cukup tinggi dibandingkan bakteri patogen lain yang tidak berspora
pada kondisi tertentu. B. Melitensis dapat bertahan pada pH>4, kelembapan
tinggi, suhu rendah, dan tanpa sinar matahari. Mikroorganisme ini juga dapat
bertahan selama beberapa bulan di air, fetus yang lahir karena abortus, manur,
wool, hay, peralatan dan pakaian. Brucella dapat bertahan pada kondisi kering
selama masih ada material organik termasuk debu dan tanah (EC 2001).
Tabel 1 Tabel Determinan
Determinan Intrinsik
Inang
Jenis Kelamin
Usia
Spesies
Kondisi Fisiologis
Imunitas Hewan
Gen

Determinan Ektrinsik
Agen
Lingkungan
Jumlah
pH
Virulensi
Kelembapan
Patogenitas
Suhu
Sinar Matahari
Lokasi

RANCANGAN SURVEI PREVALENSI BRUCELLOSIS


DI KABUPATEN BOGOR
Tujuan Survei
Tujuan melakukan survei di Kabupaten Bogor adalah untuk memperkirakan
prevalensi brucellosis pada kambing potong di daerah tersebut sehingga
prevalensinya dapat diturunkan dan faktor risikonya dapat diidentifikasi.

58

Data yang dikumpulkan


Jenis data yang digunakan dalam survei ini antara lain data populasi ternak
kambing di Kabupaten Bogor dan data faktor resiko yang meliputi asal daerah
kambing, jumlah kambing jantan dan betina produktif, sistem kawin yang
digunakan (kawin alami, IB), kasus abortus yang pernah terjadi, vaksinasi pada
kambing, sanitasi kandang dan peralatan kandang, dan penanganan terhadap
bangkai kambing yang diduga terinfeksi.
Populasi Target
Populasi yang digunakan merupakan populasi kambing di Kabupaten
Bogor pada tahun 2007. Data Sekunder populasi ini diperoleh dari katalog BPS
yang berjudul Kabupaten Bogor Dalam Angka 2008. Berdasarkan data tersebut
didapatkan populasi kambing di Kabupaten Bogor berjumlah 117.386 ekor. Data
populasi ini dapat dilihat pada Tabel 1.

N
o

Kecamatan

Jumlah

N
o

Kecamatan

Jumla
h

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Nanggung
Leuwiliang
Leuwisadeng
Pamijahan
Cibungbulang
Ciampea
Tenjolaya
Dramaga
Ciomas
Tamansari
Cijeruk
Cigombong
Caringin
Ciawi
Cisarua
Megamendung
Sukaraja
Babakan
Madang
Sukamakmur
Cariu

2,388
2,205
1,522
3,400
1,880
1,697
1,257
889
1,212
883
2,425
1,713
2,245
1,112
4,400
940
1,619
9,769

21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38

Tanjungsari
Jonggol
Cileungsi
Klapanunggal
Gunung Putri
Citeureup
Cibinong
Bojonggede
Tajurhalang
Kemang
Rancabungur
Parung
Ciseeng
Gunung Sindur
Rumpin
Cigudeg
Sukajaya
Jasinga

1,774
5,199
3,672
3,887
3,790
8,716
1,809
3,472
2,788
1,381
2,302
908
2,233
4,847
6,038
1,669
3,206
4,874

6,235
3,790

39
40

Tenjo
Parung Panjang
Kabupaten Bogor

1,600
1,640
117,3
86

19
20

59

Tabel 1 Populasi ternak kambing Kabupaten Bogor tahun 2007


Metode Survei
Teknik pengambilan sampel dan besaran sampel
Teknik pengambilan sample yang digunakan adalah cluster random
sampling (Penarikan contoh acak bergerombol). Langkah yang dilakukan adalah
menentukan kecamatan dengan metode Probability Proportional to Size (PPS).
Langkah ini meliputi Penentuan besaran sampel, sampling interval, dan
kecamatan yang terpilih. Penggunaan metode PPS dipilih karena adanya variasi
populasi pada tiap kecamatan sehingga dengan metode ini setiap kecamatan
memiliki kesempatan yang sama.
Besaran sample dihitung dengan rumus Populasi kambing di Kabupaten
Bogor (N) sebanyak 117.386 ekor dengan prevalensi dugaan brucellosis (p)
sebesar 1,69%. Asumsi tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95% dan
tingkat kesalahan (L) 5%. Perhitungan besaran sampel sebagai berikut:
n = 4 pq / L2
n = 4p(1-p) / L2
n = 4(0.017)(1-0.017)/0.052
n = 4(0.017)(0.983)/0.052
n = 27 sampel
kemudian setelah didapatkan nilai n populasi tak terhingga, dilanjutkan dengan
rumus ukuran populasi terhingga sebagai berikut
1/n = 1/n* + 1/N
1/n = 1/27 + 1/117.386
1/n = 3.7x10-2 + 8.5x10
1/n = 0.037
n = 1/0.037
n = 27 sampel
Langkah selanjutnya adalah penentuan sampling interval (K). Dari 40
kecamatan di Kabupaten Bogor, dipilih 6 kecamatan sebagai sampel. Kemudian
sampling interval dicari dengan rumus berikut
K = Ukuran Populasi / Ukuran contoh yang diinginkan
= 117.386 / 6
= 19.564
Untuk menentukan bilangan acak antar antara 1 - 19.564 dilakukan dengan
formula RANDBETWEEN pada software Kingsoft Spreadsheet. Bilangan acak
yang terpilih dengan mengguanakan formula tersebut adalah 18.489. Berdasarkan
angka tersebut, terpilih 6 kecamatan seperti yang terlihat pada tabel 2
Tabel 2 Data kecamatan terpilih
No

Kecamatan

Jumlah

Kumulatif

No

Jumlah

Jumlah

Kumulatif

1
2

Nanggung
Leuwiliang

2,388
2,205

2,388
4,593

21
22

Tanjungsari
Jonggol

1,774
5,199

53,355
58,554

Leuwisadeng

1,522

6,115

23

Cileungsi

3,672

62,226

60

Pamijahan

3,400

9,515

24

Klapanunggal

3,887

66,113

Cibungbulang

1,880

11,395

25

Gunung Putri

3,790

69,903

Ciampea

1,697

13,092

26

Citeureup

8,716

78,619

Tenjolaya

1,257

14,349

27

Cibinong

1,809

80,428

Dramaga

889

15,238

28

Bojonggede

3,472

83,900

Ciomas

1,212

16,450

29

Tajurhalang

2,788

86,688

10

Tamansari

883

17,333

30

Kemang

1,381

88,069

11

Cijeruk

2,425

19,758

31

Rancabungur

2,302

90,371

12

Cigombong

1,713

21,471

32

Parung

908

91,279

13

Caringin

2,245

23,716

33

Ciseeng

2,233

93,512

14

Ciawi

1,112

24,828

34

4,847

98,359

15

Cisarua

4,400

29,228

35

Gunung
Sindur
Rumpin

6,038

104,397

16

Megamendung

940

30,168

36

Cigudeg

1,669

106,066

17

Sukaraja

1,619

31,787

37

Sukajaya

3,206

109,272

18

9,769

41,556

38

Jasinga

4,874

114,146

19

Babakan
Madang
Sukamakmur

6,235

47,791

39

Tenjo

1,600

115,746

20

Cariu

3,790

51,581

40

Parung
Panjang
Kabupaten
Bogor

1,640

117,386

117,386

Keterangan : warna kuning merupakan kecamatan yang terpilih untuk sampling

Jumlah sampel yang digunakan adalah 27. Sampel diambil dalam 3 tahap,
sehingga sampel yang telah didapat dikalikan dengan 3 dan didapatkan hasil 81
sampel. Sampel yang diambil pada program pengendalian ini adalah hasil dari
jumlah sampel dibagi dengan 6 kecamatan terpilih, yaitu 14 sampel tiap
kecamatan. Penentuan ternak yang dipilih menggunakan metode acak sederhana.
Sampel tiap kecamatan tersebut didapatkan dari 5 desa sehingga jumlah sampel
diambil tiap desa adalah 14 5 = 3 sampel.
Kemudian dilakukan metode PPS untuk menentukan desa pengambilan
sampel pada kecamatan yang terpilih. Metode pengambilan sampel di desa pada
kecamatan terpilih adalah sebagai berikut:
a. Kecamatan Cijeruk
Kecamatan Cijeruk memiliki jumlah populasi sebanyak 2425 ekor. Dari
data tersebut dilakukan penentuan sampling interval (K). Dari 10 desa di
Kecamatan Cijeruk, dipilih 6 desa sebagai sampel. Kemudian sampling interval
dicari dengan rumus berikut
K = Ukuran Populasi / Ukuran contoh yang diinginkan
= 2425 / 6
= 404
Untuk menentukan bilangan acak antar antara 1-404 dilakukan dengan formula
RANDBETWEEN pada software Kingsoft Spreadsheet. Bilangan acak yang
terpilih dengan menggunakan formula tersebut adalah 234. Berdasarkan angka
tersebut, terpilih 6 desa yang masing-masing diambil 3 sampel (tabel 3).

61

62

Tabel 3 Data desa terpilih


No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Desa
Cijeruk01
Cijeruk02
Cijeruk03
Cijeruk04
Cijeruk05
Cijeruk06
Cijeruk07
Cijeruk08
Cijeruk09
Cijeruk10

Jumlah
450
359
270
587
29
108
337
43
94
148

Kumulatif
450
809
1079
1666
1695
1803
2140
2183
2277
2425

b. Kecamatan Babakan Madang


Kecamatan Babakan Madang memiliki jumlah populasi sebanyak 9769
ekor. Dari data tersebut dilakukan penentuan sampling interval (K). Dari 10 desa
di Kecamatan Babakan Madang, dipilih 6 desa sebagai sampel. Kemudian
sampling interval dicari dengan rumus berikut
K = Ukuran Populasi / Ukuran contoh yang diinginkan
= 9769 / 6
= 1628
Untuk menentukan bilangan acak antar antara 1-1628 dilakukan dengan formula
RANDBETWEEN pada software Kingsoft Spreadsheet. Bilangan acak yang
terpilih dengan menggunakan formula tersebut adalah 1425. Berdasarkan angka
tersebut, terpilih 5 desa yang masing-masing diambil 3 sampel (tabel 4).
Tabel 4 Data desa terpilih
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Desa
Madang01
Madang02
Madang03
Madang04
Madang05
Madang06
Madang07
Madang08
Madang09
Madang10

c. Kecamatan Jonggol

Jumlah
339
1376
2981
314
478
715
2476
38
307
745

Kumulatif
339
1715
4696
5010
5488
6203
8679
8717
9024
9769

63

Kecamatan Jonggol memiliki jumlah populasi sebanyak 5199 ekor. Dari


data tersebut dilakukan penentuan sampling interval (K). Dari 10 desa di
Kecamatan Jonggol, dipilih 6 desa sebagai sampel. Kemudian sampling interval
dicari dengan rumus berikut
K = Ukuran Populasi / Ukuran contoh yang diinginkan
= 5199 / 6
= 867
Untuk menentukan bilangan acak antar antara 1-867 dilakukan dengan formula
RANDBETWEEN pada software Kingsoft Spreadsheet. Bilangan acak yang
terpilih dengan menggunakan formula tersebut adalah 528. Berdasarkan angka
tersebut, terpilih 6 desa yang masing-masing diambil 3 sampel (tabel 5).
Tabel 5 Data desa terpilih
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Desa
Jonggol01
Jonggol02
Jonggol03
Jonggol04
Jonggol05
Jonggol06
Jonggol07
Jonggol08
Jonggol09
Jonggol10

Jumlah
265
574
1192
725
36
465
221
680
624
417

Kumulatif
265
839
2031
2756
2792
3257
3478
4158
4782
5199

d. Kecamatan Citeureup
Kecamatan Citeureup memiliki jumlah populasi sebanyak 8716 ekor. Dari
data tersebut dilakukan penentuan sampling interval (K). Dari 10 desa di
Kecamatan Citeureup, dipilih 6 desa sebagai sampel. Kemudian sampling interval
dicari dengan rumus berikut
K = Ukuran Populasi / Ukuran contoh yang diinginkan
= 8716 / 6
= 1453
Untuk menentukan bilangan acak antar antara 1-1453 dilakukan dengan formula
RANDBETWEEN pada software Kingsoft Spreadsheet. Bilangan acak yang
terpilih dengan menggunakan formula tersebut adalah 957. Berdasarkan angka
tersebut, terpilih 6 desa yang masing-masing diambil 3 sampel (tabel 6).

64

Tabel 6 Data desa terpilih


No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Desa
Citeureup01
Citeureup02
Citeureup03
Citeureup04
Citeureup05
Citeureup06
Citeureup07
Citeureup08
Citeureup09
Citeureup10

Jumlah
690
1653
549
2197
369
411
1793
28
289
737

Kumulatif
690
2343
2892
5089
5458
5869
7662
7690
7979
8716

e. Kecamatan Gunung Sindur


Kecamatan Gunung Sindur memiliki jumlah populasi sebanyak 4847 ekor.
Dari data tersebut dilakukan penentuan sampling interval (K). Dari 10 desa di
Kecamatan Gunung Sindur, dipilih 6 desa sebagai sampel. Kemudian sampling
interval dicari dengan rumus berikut
K = Ukuran Populasi / Ukuran contoh yang diinginkan
= 4847 / 6
= 808
Untuk menentukan bilangan acak antar antara 1-808 dilakukan dengan formula
RANDBETWEEN pada software Kingsoft Spreadsheet. Bilangan acak yang
terpilih dengan menggunakan formula tersebut adalah 396. Berdasarkan angka
tersebut, terpilih 5 desa yang masing-masing diambil 3 sampel (tabel 7).
Tabel 7 Data desa terpilih
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Desa
Sindur01
Sindur02
Sindur03
Sindur04
Sindur05
Sindur06
Sindur07
Sindur08
Sindur09
Sindur10

f. Kecamatan Parung Panjang

Jumlah
289
979
649
548
143
985
412
78
501
263

Kumulatif
289
1268
1917
2465
2608
3593
4005
4083
4584
4847

65

Kecamatan Parung Panjang memiliki jumlah populasi sebanyak 1640 ekor.


Dari data tersebut dilakukan penentuan sampling interval (K). Dari 10 desa di
Kecamatan Parung Panjang, dipilih 6 desa sebagai sampel. Kemudian sampling
interval dicari dengan rumus berikut
K = Ukuran Populasi / Ukuran contoh yang diinginkan
= 1640 / 6
= 273
Untuk menentukan bilangan acak antar antara 1-273 dilakukan dengan formula
RANDBETWEEN pada software Kingsoft Spreadsheet. Bilangan acak yang
terpilih dengan menggunakan formula tersebut adalah 218. Berdasarkan angka
tersebut, terpilih 4 desa yang masing-masing diambil 3 sampel (tabel 8).
Tabel 8 Data desa terpilih
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Desa
Parung01
Parung02
Parung03
Parung04
Parung05
Parung06
Parung07
Parung08
Parung09
Parung10

Jumlah
316
754
49
131
59
97
42
42
69
81

Kumulatif
316
1070
1119
1250
1309
1406
1448
1490
1559
1640

Sampel yang Diambil


Sampel yang diambil berupa darah kambing pada setiap kecamatan yang
telah terpilih.
Pengamatan dan Pengukuran Sampel
Pengamatan dilakukan dengan mengunjungi peternakan pada kecamatan
terpilih di Kabupaten Bogor. Pengambilan data dilakukan dengan pengisian
kuisioner dan pengambilan sampel darah kambing.
Uji diagnostik
Pengujian untuk mendeteksi Brucella adalah uji RBT dan CFT. Uji RBT
dilakukan sebagai uji awal atau screening test Brucellosis. Uji RBT digunakan
untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap Brucella yang terdapat di dalam
serum darah kambing. Uji RBT memiliki sensitifitas >99% dan spesifisitas 84%.
Untuk mencegah adanya positif palsu maka dilakukan uji lain yang memiliki
spesifisitas tinggi secara seri untuk meningkatkan akurasi sensitivitas individu
pada program test and slaughter. Uji tambahan yang dapat dilakukan adalah CFT
yang memiliki sensitivitas 83.1% dan spesifisitas 98%.
Pembuatan Kuisioner

66

Kuisioner dibuat berdasarkan faktor resiko dan determinan dari penyakit


Brucellosis. Kuisioner berfungsi untuk mengetahui apa saja faktor resiko yang
terdapat pada peternakan dan determinan apa yang berperan dalam penyebaran
penyakit (Lampiran1).
Analisis Statistik
Data pengujian sampel digunakan untuk menentukan nilai prevalensi
brucellosis, sedangkan kuisioner digunakan untuk menentukan faktor risiko.
Analisis dilakukan dengan menentukan Odds Ratio (OR) sebagai kajian crosssectional. Analisis OR bertujuan untuk menentukan faktor risiko yang paling
berpengaruh terhadap prevalensi brucellosis. Nilai OR yang lebih besar
menunjukkan pengaruh faktor risiko yang lebih banyak terhadap kajian penyakit.
Aspek Organisasi
Personil
Personil yang dibutuhkan dalam survei dan pengambilan sampel ini terdiri
atas
1. Tenaga Epidemiolog ahli (S2)
: 1 orang
2. Tenaga Epidemiolog ahli (S1)
: 2 orang
3. Dokter hewan
: 1 orang
4. Paramedis
: 2 orang
5. Pengolah data
: 1 orang
6. Administrasi
: 1 orang
7. Bendahara
: 1 orang
8. Logstran
: 2 orang
Pelatihan-pelatihan yang dilakukan untuk meningkatkan keterampilan
personil survei:
a) Pelatihan tim survei mengenai tata cara pengambilan sampel darah untuk
paramedis dan uji diagnostik untuk dokter hewan.
b) Pelatihan tata laksana wawancara untuk enumerator.
c) Pelatihan Pengolahan Data
Waktu Pelaksanaan
Total kegiatan pengendalian dilakukan selama 11 hari kerja. Kegiatan yang
dilakukan meliputi tahap persiapan 1 hari, survei 6 hari,interpretasi data 2 hari dan
Evaluasi 2 hari.
Anggaran Dana
Dana yang dibutuhkan diperkirakan senilai Rp 93.640.000,- dengan rincian
pada tabel 9.

67

Tabel 9 Rincian anggaran dana yang dibutuhkan


Pengeluaran

Harga (Rp)

Jumlah
(Q)
Fixed Cost

Unit

Honor
Epidemiolog S2
250.000/hari
1
11 hari
Epidemiolog S1
100.000/hari
2
11 hari
Dokter hewan
250.000/hari
1
11 hari
Paramedis
100.000/hari
2
6 hari
Pengolah data
100.000/hari
1
6 hari
Administrasi
100.000/hari
1
6 hari
Bendahara
100.000/hari
1
11 hari
Logstran
100.000/hari
2
11 hari
Subtotal
Pelatihan Enumerator, Pengambil Sampel, dan Pengolah Data
Konsumsi
25.000
8
1 hari
Snack
15.000
8
1 hari
Honor Trainer
250.000
3
1 hari
Lain-lain
500.000
1
1 hari
Subtotal
Dana Operasional
Konsumsi
50.000
6
11 hari
(11 hari)
Konsumsi (6 hari)
50.000
4
6 hari
Transportasi
50.000/hari
6
11 hari
Biaya tak terduga
30.000/hari
6
11 hari
Subtotal
Penyuluhan
Pembicara
250.000
1
1 hari
Konsumsi
25.000
100
1 hari
Lain-lain
500.000
1
1 hari
Subtotal
Peralatan
Sarung Tangan
50.000
5 Box
Cool Box
200.000
12 buah
Ice Pack
50.000
12 Pack
Masker
50.000
5 Box
Alkohol 70%
25.000
10 botol
Label
5.000
20 bungkus
Kapas
150.000/kg
2 kg
Alat Tulis
250.000
Syringe
3000/syringe
800
Jarum
1500/jarum
800
Vacutainer
3000/tabung
800
Lain-lain
Subtotal

Total (Rp)

2.750.000
2.200.000
2.750.000
1.200.000
600.000
600.000
1.100.000
2.200.000
13.400.000
200.000
120.000
750.000
500.000
1.570.000
3.300.000
1.200.000
3.300.000
1.980.000
9.780.000
250.000
2.500.000
500.000
3.250.000
250.000
2.400.000
600.000
250.000
2.500.000
100.000
300.000
250.000
2.500.000
1.200.000
2.500.000
1.500.000
14.350.000

68

Pengujian sampel
Uji RBT
5.000/sampel
Uji CFT
30.000/sampel
Subtotal

81
81

sampel
sampel

420.000
2.520.000
2.940.000

Variable Cost
Kompensasi test
500.000/ekor
and slaughter
Total keseluruhan

500

ternak

250.000.000
295.290.000

Tabel 10 Timeline Kegiatan


No

Kegiatan

Hari ke
5 6 7 8 9 10

11

12

13

14

Persiapan
Persiapan kuosioner dan pelatihan
petugas
Persiapan transportasi dan
akomodasi
2
Survei
Pengisian kuosioner dan
pengambilan sampel
Pengujian laboratorium
Entri data hasil kuosioner
3
Interpretasi data
4
Evaluasi
Keterangan : Warna kuning : Kegiatan Program Pengendalian Brucellosis
Warna merah : Libur

PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT BRUCELLOSIS


PADA KAMBING DI KABUPATEN BOGOR
Strategi Program Pengendalian Penyakit Brucellosis
Tabel 11 Strategi dalam pengendalian brucellosis
N
Strategi
o
Pencegahan

Intervensi
Vaksinasi

Aktifitas
Vaksinasi pada semua ternak
kambing. Vaksin dilakukan dua
tahun sekali

Pemberian multivitamin dan


imunomodulator untuk
meningkatkan kekebalan tubuh
Higiene dan Sanitasi Perbaikan sanitasi kandang
lingkungan
Perbaikan manajemen
pemeliharaan
Desinfeksi kandang
Chemoprophylaxis

69

Kesadaran
masyarakat dan
edukasi

Pengendalian

Menurunkan tingkat
kontak dan
communicability
Deteksi dini
Pengobatan

Pemberantasan
Test and Slaughter

Penyuluhan tentang brucellosis


Penyebaran brosur dan poster
tentang brucellosis
Memisahkan kambing yang
positif brucellosis
kambing yang positif brucellosis
tidak dikawinkan
RBT pada seluruh kambingi dan
CFT pada hasil positif uji RBT
Treatment menggunakan
antibiotik (Untuk daerah dengan
prevalensi >2%)
Penggantian kambing yang
dipotong karena positif tes
brucellosis (pada daerah dengan
prevalensi < 2%)

Parameter Program Pengendalian Brucellosis


Parameter dalam program pengendalian ini ialah tingkat prevalensi
brucellosis tiap tahunnya selama periode program pengendalian.
Efek Program Pengendalian Brucellosis
Dengan dilakukannya pengendalian terhadap Brucellosis ini diharapkan
dapat menurunkan dan menghilangkan prevalensi kasus di Kabupaten Bogor.
Dengan turunnya prevalensi, maka angka kelahiran kambing juga semakin
meningkat.
Kenaikan populasi kambing pada penurunan prevalensi kasusu
dikarenakan kambing yang mengalami brucellosis biasanya akan mengalami
abortus. Dengan menurunnya prevalensi, diharapkan jumlah ternak akan
bertambah. Nilai ekonomi yang didapatkan adalah sebesar harga anak kambing
dengan harga yang diasumsikan sebesar Rp. 500.000,-.

70

Analisis Biaya dan Keuntungan


Asumsi-asumsi yang digunakan
Tabel 12 Asumsi-asumsi yang digunakan dalam menghitung CBA
Aspek
Presentasi
Jumlah
Komposisi kambing
Jumlah total kambing
117,386
Efek Penyakit
Prevalensi brucellosis
1.69%
1984
Setelah perogram pengendalian tahun ke-2
Pertambahan populasi
5%
5,869
kambing
(117,386+5869)
=123,255

Jumlah total kambing


Prevalensi brucellosis

1%

Keterangan

Dari total kambing

Total kambing tahun


pertama ditambah 5%
pertambahan

1139

Setelah program pengendalian tahun ke-3


Pertambahan populasi
5%
6.163
kambing
Jumlah total kambing
Prevalensi brucellosis

0,3%

Total kambing pada tahun


(129,125+6,163 )
kedua, ditambah 5%
= 135,288
pertambahan
Dikalikan total kambing
370
tahun ke dua

Analisis biaya
Biaya program pengendalian selama tiga tahun terdiri atas biaya tetap
(fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Daftar rincian biaya yang
dibutuhkan dalam menjalankan program selama tiga tahun tersaji pada lampiran 2.
Analisis keuntungan
Penurunan tingkat prevalensi brucellosis merupakan hasil yang diharapkan
dari program pengendalian dan pemberantasan penyakit ini, sehingga peternak
dapat merasakan keuntungannya melalui peningkatan angka kelahiran anak
kambing. Tingkat keuntungan yang didapat tersaji pada tabel lampiran 3.
Analisis kelayakan program pengendalian brucellosis
Tujuan dilakukannya analisis kelayakan terhadap suatu program
pengendalian penyakit adalah adanya keuntungan, dalam hal ini peningkatan
angka kelahiran anak kambing. Parameter yang digunakan dalam analisis ini
adalah nilai Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (B/C), dan internal
return rate (IRR).
Pada perhitungan analisa ekonomi, Discount Factor yang digunakan adalah
sebesar 12 % dengan nilai sebagai berikut.

71

Tabel 13 Discount Factor yang digunakan 12 %


Tahun

Total biaya

df

PVC

df

PVB

263651786
155683992

Total
pendapatan
0
425,000,000

1
2

295,290,000
195,290,000

0.893
0.797

145,290,000

0.712

TOTAL

635,870,000

PVB-PVC

0.893
0.797

0
338807398

-263651785.7
183123406

103414552

338,000,000

0.712

240581724

137167172

522,750,330

763,000,000

579,389,122

56,638,791

1. Net Present Value (NPV)


NPV merupakan hasil pengurangan nilai present value benefit (PVB)
dengan present value cost (PVC). Suatu proyek pengendalian penyakit dapat
diterima apabila nilai PVB > PVC (positif). Nilai NPV telah memenuhi syarat
sehingga proyek dapat diterima.
NPV = PVB PVC
= 579,389,122 522,750,330
= 56,638,791
NPV program ini bernilai positif sehingga memenuhi syarat kelayakan suatu
kegiatan.
2. Benefit Cost Ratio (B/C)
Benefit Cost Ratio (B/C) merupakan hasil pembagian nilai present value
benefit (PVB) dengan present value cost (PVC). Suatu program kegiatan dapat
diterima apabila nilai B/C ratio lebih besar dari 1.
B/C = PVB/PVC
= 579,389,122 / 522,750,330
= 1.1
Nilai B/C ratio program pengendalian ini lebih dari 1, sehingga program
pengendalian ini dapat dikerjakan.
3. Internal rate of return (IRR)
IRR didapat menggunakan dua diskon rate yang berbeda. Diskon rate yang
lebih rendah memiliki nilai NPV positif dan diskon rate yang lebih tinggi
memiliki nilai NPV negatif. Nilai IRR menggambarkan persentase tingkat
pengembalian yang diperoleh (rate of return) dari program pengendalian.
Tabel 14 Discount Factor yang digunakan 28 % (DR rendah)
Tahun

total biaya

df

PVC

1
2

295,290,000
195,290,000

0.781
0.610

230695313
119195557

total
pendapatan
0
425,000,000

145,290,000

0.477

69279671

338,000,000

TOTAL

635,870,000

419170540

763000000

df

PVB

PVB-PVC

0.781
0.610

0
259399414

-230695312.5
140203857

0.477

161170959

91891289

420570374

1399834

72

Tabel 15 Discount Factor yang digunakan 29 % (DR tinggi)


Tahun

total biaya

df

PVC

1
2

295,290,000
195,290,000

0.775
0.601

228906977
117354726

total
pendapatan
0
425,000,000

145,290,000

0.466

67680973

338,000,000

TOTAL

635,870,000

413942676

763000000

df

PVB

PVB-PVC

0.775
0.601

0
255393306

-228906976.7
138038579

0.466

157451778

89770805

412845084

-1097592

IRR = DR rendah + (DR tinggi- DR rendah) x NPV saat DR rendah


NPV saat DR rendah NPV saat DR tinggi
= 28 + (29 28) x 1399834
1399834 (-1097592)
= 28 + (0.56)
= 28.56 %

SIMPULAN
Pengendalian terhadap brucellosis dilakukan dengan cara test and
slaughter (prevalensi < 2%). Berdasarkan hasil analisis ekonomi yang telah
disusun di atas, program pengendalian penyakit Brucellosis pada Kambing di
Kabupaten Bogor yang diusulkan dapat diterima secara ekonomi.

DAFTAR PUSTAKA
Acha PN, Boris S. 2003. Zoonoses and Communicable Disease Common to Man
And Animals. Volume 1: Bacterioses and Mycoses. Ed ke-3. Washington (US):
Pan America
Alsubaie S, Maha A, Mohammed A, Hanan B, Essam A, Sulaiman A, BAdria A,
Ziad A M. 2005. Acute Brucellosis in Saudi families: relationship between
Brucella serology and clinical symptoms. Int J Infect Dis. 9: 218-224.
Alton GG, JM Jones, RD Angus, JM Verger. 1988. Techniques for the Brucellosis
laboratory. Institute National de la Recherche Agronomique Paris (Fr): pp 34 60 .
[CFSPH] The Center for Food Security and Public Health. 2008. Brucellosis.
Iowa (US): Iowa State University.
Cook WE. 1999. Brucellosis in elk: studies of epizootiology and control
[disertasi]. Laramie (US): University of Wyoming.
[Ditkeswan] Direktorat Kesehatan Hewan. 2004. Paper : Kebijakan Pemerintah
dalam Pemberantasan Brucella di Indonesia. Disampaikan pada pertemuan
evaluasi pemberantasan Brucellosis dan pengawasan lalu lintas ternak. Jakarta.
[EC] European Commission. 2001. Brucellosis in Sheep and Goats (Brucella
melitensis). Brussels (FR): Scientific Committee on Animal Helath and Animal
Welfare.

73

[FAO] Food and Agriculture Organizatin. 2010. Brucella Melitensis in Eurasia


and The Middle East. FAO technical meeting in collaboration with WHO and
OIE; 2009 May; Roma, Italia. Roma (IT): FAO. hlm 1
Gul ST, Khan A. 2007. Epidemiology And Epizootology Of Brucellosis: A
Review. Pakistan Vet. J., 2007, 27(3): 145-151.
Merino LA. 1989. Brucellosis in Latin America in: Brucellosis, Clinical, and
Laboratory Aspects. Young EJ, MH Corbel, editor. Boca Raton: CRC Press.
hlm 151-161.
Mustafa YS, Farhat Nazir Awan and Khalid Hazeen. 2011. Prevalence of
Brucellosis in sheep and goat. Sci int. 23(3): 211-212.
Noor SM. 2006. Brucellosis: penyakit zoonosis yang belum banyak dikenal di
Indonesia. Wartazoa. 16: 31-39.
Quinn PJ, BK Markey, ME Carter, WJ Donelly, FC Leonard. 2006. Veterinary
Microbiology and Microbial Disease. Malden (US): Blackwell publishing
Rajashekara G, Eskra L, Mathison A, Petersen E, Yu Q, Harms J, Splitter G. 2006.
Brucella: functional genomics and host-pathogen interactions. Madison (US) :
University of Wisconsin-Madison
Sudibyo A. 1995. Studi epidemiologi Brucellosis dan dampaknya terhadap
reproduksi sapi perah di DKI Jakarta. JITV. 1: 31-36
Sulima, M. and K.S. Venkataraman, 2010. Economic Losses due to Brucella
Melitensis Infection in Sheep and Goats. Tamilnadu J Veterinary & Animal
Sciences. 6 (4) 191-192
[USDA] United States Departement of Agriculture. 2013. Facts about Brucellosis.
Tersedia di internet pada:
http://www.aphis.usda.gov/animal_health/animal_diseases/brucellosis/downloa
ds/bruc-facts.pdf [Diunduh pada tanggal 10 November 2014]

74

Lampiran 1
Tanggal Wawancara :
Nama Enumerator
:
Jumlah Sampel
:
KUISIONER PETERNAK KAMBING
Karakteristik Peternak
Nama Peternak
Alamat
Umur
Pendidikan Terakhir
No Telepon
Lama beternak
Jumlah Kambing

:
:
:
:
:
:
:

Manajemen Kesehatan Ternak


1. Apakah ternak tersebut sudah divaksinasi Brucella :
Sudah, sebutkan
Belum
2. Siapa yang melakukan vaksinasi :
Sendiri
Inseminator
Petugas dari Dinas Kesehatan Dokter Hewan
Lain-lain, sebutkan..
3. Adakah ternak yang keguguran saat bunting :
Ada
Tidak ada
4. Jika ya, pada usia berapa bulan kebuntingan terjadi keguguran :
1 2 bulan
2 4 bulan
4 5 bulan
5. Jika pernah terjadi keguguran, berapa ekor kambing yang keguguran
selama setahun di peternakan ini:
1 ekor
2 ekor
3 ekor
lain-lain, sebutkan
6. Apa yang dilakukan peternak pada induk kambing yang keguguran :
Tetap dipelihara
Dijual
Dipotong
Ditukar
Lain-lain, sebutkan.
7. Apakah kasus keguguran dilaporkan pada petugas?
Tidak
Iya
8. Bagaimana penangan fetus dan plasenta pasca keguguran :
Dibuang ke sungai
Dikubur
Dibakar
Didiamkan saja
lain-lain, sebutkan..
9. Apakah kandang hewan sakit, sehat dan bunting dipisahkan :
Ya
Tidak

75

10. Bagaimana perkawinan ternak pada peternakan ini:


Kawin alami
Inseminasi buatan
11. Jika inseminasi buatan, siapa yang melakukan :
Sendiri
Inseminator
Dokter hewan
Lain-lain, sebutkan
Manajemen Peternakan
12. Jenis Peternakan :
Skala Besar
Skala Menengah
Skala Kecil (Rakyat)
13. Kepadatan dalam kandang :
Sangat padat
Cukup padat
Tidak padat
14. Sistem pemeliharaan hewan :
Selalu dikandangkan
Dilepas dan dibiarkan merumput liar
Dilepaskan, lalu dikandangkan
lain-lain, sebutkan.
15. Sumber pakan hijauan :
Diarea sekitar peternakan
Padang rumput yang jauh dari lokasi peternakan
Beli atau dipasok oleh KUD
Lain-lain, sebutkan..
16. Sumber air minum :
Air tanah
Air sungai
PAM
Lain-lain
17. Kebersihan kandang secara umum :
Sangat bersih
Cukup Bersih
Kotor
sangat kotor
18. Berapa kali peternak membersihkan kandang dalam sehari :
1 kali
2 kali
3 kali
Tidak pernah
Lain-lain, sebutkan.
19. Bagaimana cara peternak membersihkan kandang :
hanya disapu atau disikat
hanya disiram dengan air
disiram air dan disikat
Lain-lain, sebutkan
20. Apakah peternak menggunakan desinfektan ketika membersihkan
kandang :
Ya
Tidak
21. Bagaimana sistem pembuangan limbah :
Diolah, dijadikan pupuk atau biogas
Dibuang kesungai
dikumpulkan disuatu tempat dan dibiarkan saja
Lain-lain, sebutkan.

76

22. Bagaimana penanganan terhadap ternak yang mati :


Dijual
Dikubur
Dibakar
Lain-lain, sebutkan.

77

Lampiran 2
Rincian Anggaran Dana yang Diperlukan untuk Kegiatan Pengendalian Brucellosis di Kota Bogor

78
Jenis Biaya
Honor
Epidemiolog S2
Epidemiolog S1
Dokter hewan
Paramedis
Pengolah data
Administrasi
Bendahara
Logstran
Pelatihan
Konsumsi
Snack
Honor Trainer
Lain-Lain
Operasional
Konsumsi
(11 hari)
Konsumsi (6 hari)
Transportasi
Biaya tak terduga
Penyuluhan
Pembicara
Konsumsi
Lain-lain
Peralatan
Sarung Tangan
Cool Box
Ice Pack
Masker
Alkohol 70%
Label
Kapas
Alat Tulis
Syringe
Jarum 18 G
Vacutainer
Lain-lain
Pengujian
Uji RBT
Uji CFT
Kompensasi Test
and Slaughter

Jumlah (Tahun)
1
2
3
1
2
1
2
1
1
1
2

1
2
1
2
1
1
1
2

1
2
1
2
1
1
1
2

Harga
Tahun 1

Tahun
Tahun 2

Tahun 3

250.000/hari
100.000/hari
250.000/hari
100.000/hari
100.000/hari
100.000/hari
100.000/hari
100.000/hari

2.750.000
2.200.000
2.750.000
1.200.000
600.000
600.000
1.100.000
2.200.000

2.750.000
2.200.000
2.750.000
1.200.000
600.000
600.000
1.100.000
2.200.000

2.750.000
2.200.000
2.750.000
1.200.000
600.000
600.000
1.100.000
2.200.000

25.000
15.000
250.000
500.000

200.000
120.000
750.000
500.000

200.000
120.000
750.000
500.000

200.000
120.000
750.000
500.000

50.000

3.300.000

3.300.000

3.300.000

50.000
50.000/hari
30.000/hari

1.200.000
3.300.000
1.980.000

1.200.000
3.300.000
1.980.000

1.200.000
3.300.000
1.980.000

1
100

1
100

1
100

250.000
25.000
500.000

250.000
2.500.000
500.000

250.000
2.500.000
500.000

250.000
2.500.000
500.000

5
12
12
5
10
20

5
12
5
10
20

5
12
5
10
20

800
800
800

800
800
800

800
800
800

50.000
200.000
50.000
50.000
25.000
5.000
150.000/kg
250.000
3000/syringe
1500/jarum
3000/tabung

250.000
2.400.000
600.000
250.000
2.500.000
100.000
300.000
250.000
2.500.000
1.200.000
2.500.000
1.500.000

250.000
600.000
250.000
2.500.000
100.000
300.000
250.000
2.500.000
1.200.000
2.500.000
1.500.000

250.000
600.000
250.000
2.500.000
100.000
300.000
250.000
2.500.000
1.200.000
2.500.000
1.500.000

81
81

81
81

81
81

5.000/sampel
30.000/sampel

420.000
2.520.000

420.000
2.520.000

420.000
2.520.000

500

300

200

500.000/ekor

250.000.000

150.000.000

100.000.000

295,290,000

195,290,000

145,290,000

79

Total Cost : 635,870,000

80

Lampiran 3
Benefit Table
Periode
Tahun ke-1

Jumlah
117,386

Pertumbuhan
Populasi Ternak (5%)

Prevalensi
1.69%

Penurunan
mortalitas

Jumlah pedet
yang
diselamatkan

Harga
ternak/ekor

Benefit

500,0

Tahun ke-2

123,255

5,869

1%

0.69% 850

00

4
25,000,000

500,0
Tahun ke-3

135,288

6.163

0.3%

0.7% 947

00
Total Benefit :

4
73,500,000
898,000,000

81

Anda mungkin juga menyukai