Anda di halaman 1dari 15

ABSES HATI AMOEBIK

I.

PENDAHULUAN
Abses hati masih merupakan masalah kesehatan dan sosial pada beberapa negara di Asia,
Afrika dan Amerika Selatan. Prevalensi yang tinggi sangat erat hubungannya dengan sanitasi
yang jelek, status ekonomi yang rendah serta gizi yang buruk. Meningkatnya arus urbanisasi
menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di daerah perkotaan.1,2
Abses hati dibedakan atas abses hati amuba dan abses hati piogenik. Abses hati amuba
biasa disebabkan oleh Entamoeba hystolitica sedangkan abses hati piogenik disebabkan oleh
bakteri dan pada anak dan dewasa muda biasa disebabkan oleh komplikasi appendisitis, dan
pada orang tua sebagai komplikasi penyakit saluran empedu.

Di negara yang sedang

berkembang, abses hati amuba lebih sering didapatkan secara endemis dibandingkan dengan
abses hati piogenik. Abses hati piogenik merupakan 70% dari semua abses hati. Abses hati
piogenik merupakan kondisi serius dengan angka kematian tinggi bila diagnosis tidak dibuat
secara dini. Bila terapi dilakukan secara dini dan tepat, angka kematian cenderung mengecil.1,3,4,5
II. ANATOMI DAN FISIOLOGI HATI
Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh, rata-rata beratnya sekitar 1.500 gr atau 2,5%
berat badan pada orang dewasa normal. Hati merupakan organ plastis lunak yang tercetak oleh
sruktur sekitarnya. Permukaan superiornya cembung dan terletak di bawah kubah kanan
diafragma dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah hati adalah cekung dan merupakan atap ginjal
kanan, lambung, pankreas dan usus. Hati memiliki dua lobus utama, kanan dan kiri. Lobus kanan
dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat
dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiforme yang
dapat dilihat dari luar. Ligamentum falsiforme berjalan dari hati ke diafragma dan dinding depan
abdomen. Permukaan hati diliputi oleh peritoneum visceralis, kecuali daerah kecil pada
permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang
merupakan lipatan peritoneum membantu menyokong hati. Di bawah peritoneum terdapat
jaringan penyambung padat yang dinamakan capsula Glisson yang meliputi seluruh permukaan
organ. Kapsula ini pada hilus atau porta hepatis di permukaan inferior melanjutkan diri ke dalam
massa hati membentuk rangka untuk cabang-cabang vena porta, arteri hepatika dan saluran
empedu.6

Gbr 1. Gambaran makroskopik dan mikroskopik hati7

Hati tersusun menjadi unit-unit fungsional yang dikenal sebagai lobulus, yaitu susunan
heksagonal jaringan yang mengelilingi sebuah vena sentral, seperti kue angel food bersudut
enam dengan lubang mewakili vena sentral. Di tepi luar setiap potongan lobulus terdapat tiga
pembuluh: cabang arteri hepatika, cabang vena porta, dan duktus biliaris. Darah dari cabangcabang arteri hepatika dan vena porta tersebut mengalir dari perifer lobulus ke dalam ruang
kapiler yang melebar yang disebut sinusoid. Sinusoid ini terdapat di antara barisan sel-sel hati ke
vena sentral seperti jari-jari pada ban sepeda. Sel-sel kuffer melapisi bagian dalam sinusoid dan
menghancurkan sel darah merah yang usang serta bakteri yang lewat bersama darah. Hepatosit
tersusun diantara sinusoid-sinusoid dalam lempeng yang tebalnya dua lapis sel, sehingga setiap
tepi lateral berhadapan dengan darah sinusoid. Vena sentral dari semua lobulus hati menyatu
untuk membentuk vena hepatika, yang menyalurkan darah keluar dari hati. Terdapat sebuah
saluran tipis penyalur empedu, kanalikulus biliaris, yang berjalan diantara sel-sel di dalam setiap
lempeng hati. Setiap hepatosit berkontak dengan sinusoid hati di satu sisi dan dengan kanalikulus
biliaris di sisi lain.8,9
Kanalikulus mengalir ke dalam duktus biliaris intralobulus dan duktus-duktus ini
bergabung melalui duktus biliaris antarlobulus membentuk duktus hepatikus kiri dan kanan.
Duktus-duktus ini bersatu di luar hati membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus sistikus
mengalir ke luar dari kantung empedu. Duktus hepatikus bersatu dengan duktus sistikus untuk
membentuk duktus koledokus (duktus biliaris komunis). Duktus koledokus masuk ke dalam

duodenum di papila duodenum, orifisiumnya dikelilingi oleh sfingter oddi, dan duktus ini
biasanya bersatu dengan duktus pankreatikus mayor tepat sebelum masuk ke dalam duodenum.8,7

Gbr 2. Gambaran vaskularisasi hati dan saluran empedu7

Hati adalah organ metabolit terbesar dan terpenting di tubuh. Organ ini penting bagi
sistem pencernaan untuk sekresi garam empedu dan juga melakukan berbagai fungsi lain,
mencakup hal-hal berikut:8
1.

Pengolahan metabolik kategori nutrien utama (karbohidrat, lemak dan protein) setelah
penyerapan mereka di saluran pencernaan.

2. Detoksifikasi atau degradasi zat-zat sisa dan hormon serta obat dan senyawa asing lainnya.
3.

Sintesis berbagai protein plasma, mencakup protein-protein yang penting untuk pembekuan
darah serta untuk mengangkut hormon tiroid, steroid dan kolesterol dalam darah.

4. Penyimpanan glikogen, lemak, besi, tembaga dan banyak vitamin.


5. Pengaktifan vitamin D yang dilaksanakan oleh hati bersama ginjal.
6. Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang usang berkat adanya makrofag residen.
7.

Ekskresi kolesterol dan bilirubin, yang terakhir adalah produk penguraian yang berasal dari
destruksi sel darah merah yang sudah usang.

III. ABSES HATI AMUBA


A. Epidemiologi
Abses hati amuba merupakan penyakit yang banyak didapatkan di daerah tropis dan
negara berkembang, dan juga masalah yang sama didapatkan di daerah telah berkembang karena
imigrasi dan wisatawan.10 Meksiko, India, Afrika dan sebagian dari Amerika Tengah dan

Amerika Selatan merupakan daerah endemis dari E. Hystolitica. Tahun 1995, WHO
mengestimasi bahwa 40-50 juta orang menderita kolitis amuba atau abses hati amuba di seluruh
dunia, dengan angka kematian 40.000 hingga 10.000 pertahun. 10,11 Hampir 10% penduduk dunia
terutama di Negara berkembang terinfeksi E. histolytica, tetapi hanya sepersepuluh yang
memperlihatkan gejala.1 Individu yang mudah terinfeksi adalah penduduk di daerah endemis,
wisatawan ke daerah endemis atau para homoseksual.1,11
Penelitian epidemiologi menunjukkan perbandingan pria dan wanita berkisar 10:1.
Penularan pada umumnya melalui jalur oral-anal-fekal. Usia yang dikenai berkisar antara 20-40
tahun terutama dewasa muda dan lebih jarang pada anak, dengan riwayat perjalanan ke daerah
endemis.1,10 Untuk alasan yang tidak jelas, wanita yang sedang haid insidennya lebih rendah dan
munculnya kehamilan menghilangkan resistensi ini. Pecandu alkohol sering dilaporkan lebih
mudah terkena infeksi amuba. Penurunan daya tahan tubuh juga ikut berperan. Pasien dengan
abses hati amuba tanpa riwayat perjalanan ke daerah endemis sering dihubungkan dengan
penurunan daya tahan tubuh seperti AIDS, malnutrisi, infeksi kronik dan penggunaan
kortikosteroid yang lama.10,11,13
B. Etiopatogenesis
Dari berbagai spesies amuba, hanya Entamoeba histolytica yang patogen pada manusia.
Sebagai host definitif, individuindividu yang asimtomatis mengeluarkan tropozoit dan kista
bersama kotoran mereka. Infeksi biasanya terjadi setelah menelan air atau sayuran yang
terkontaminasi. Kista adalah bentuk infektif pada amubiasis, hidup di tanah, kotoran manusia
dan bahkan pada air yang telah diklorinasi. Setelah kista tertelan, dinding kista dicerna oleh usus
halus, keluarlah tropozoit imatur. Tropozoit dewasa tinggal di usus besar, terutama di caecum.
Sebagian besar tropozoit kecil dan tidak invasif. Individu yang terinfeksi kemungkinan
asimtomatis atau berkembang menjadi desentri amuba. Strain Entamoeba histolytica tertentu
dapat menginvasi dinding colon. Strain ini berbentuk tropozoit besar, yang di bawah mikroskop
tampak menelan sel darah merah dan sel PMN. Pertahanan tubuh penderita juga berperan dalam
terjadinya amubiasis invasif.14 Tidak semua amuba yang masuk ke hepar dapat menimbulkan
abses.

Untuk

terjadinya

abses,

diperlukan

faktor

pendukung

atau

penghalang

berkembangbiaknya amuba tersebut. Faktor tersebut antara lain adalah pernah terkena infeksi
amuba, kadar kolesterol yang meninggi, pascatrauma hepar dan ketagihan alkohol.3

Gbr 3. Entamoeba hystolitica12

Gbr 4. Penularan E. hystolitica12

Amubiasis invasif dapat menyebabkan perdarahan usus besar, perforasi, dan


pembentukan fistula. Bila terjadi perforasi biasanya pada daerah caecum. Infeksi amuba invasif
pada tempat-tempat yang jauh meliputi paru, otak dan terutama hepar. Distribusi yang luas ini
menunjukkan bahwa amuba dapat menginvasi organ melalui penjalaran lokal atau melalui sistem
sirkulasi. Abses pada hepar diduga berasal dari invasi sistem vena porta, pembuluh limfe
mesenterium, atau melalui penjalaran intraperitoneal. Dalam parenkim hepar terbentuk tempattempat mikroskopis di mana terjadi trombosis, sitolisis dan pencairan, suatu proses yang disebut
hepatitis amuba. Bila tempat-tempat tersebut bergabung terbentuklah abses amuba.14

Struktur dari abses amuba hepar terdiri dari cairan di dalam, dinding dalam dan kapsul
jaringan penyangga. Secara klasik, cairan abses menyerupai "anchovy paste" dan berwarna
coklat kemerahan, sebagai akibat jaringan hepar serta sel darah merah yang dicerna. Abses
mungkin saja berisi cairan hijau atau kuning. Tidak seperti abses bakterial, cairan abses amuba
steril dan tidak berbau. Evaluasi cairan abses untuk penghitungan sel dan enzimatik secara umum
tidak membantu dalam mendiagnosis abses amuba. Dinding dalam abses adalah lapisan dari
jaringan nekrotik hepar dan trofozoit yang ada. Biopsi dari lapisan ini sering memperkuat
diagnosis dari investasi amuba hepar. Pada abses lama, kapsul jaringan penyangga dibentuk oleh
perkembangan fibroblast. Berbeda dengan abses piogenik, lekosit dan sel-sel inflamasi tidak
didapatkan pada kapsul dari abses amuba hepar.3,14

Gbr 5. Gambaran Abses Hati Amuba15

Dibandingkan dengan abses hati piogenik, abses hati amuba sering terletak pada lobus
kanan dan sering superfisial serta tunggal. Data terakhir menunjukkan 70% sampai 90% kasus
pada lobus kanan hepar, terutama bagian belakang dari kubah. Lebih dari 85% kasus abses
amuba hepar adalah tunggal. Kecenderungan ini diperkirakan akibat penggabungan dari
beberapa tempat infeksi mikroskopik. Ukuran abses bervariasi, dari diameter 1 sampai 25 cm,
dengan pertumbuhan yang berkelanjutan karena nekrosis aktif dari jaringan sekitar hepar.
Kavitas tersebut berisi cairan kecoklatan (hasil proses lisis sel hepar), debris granuler dan
beberapa sel-sel inflamasi. Amuba bisa didapatkan ataupun tidak di dalam cairan pus. Bila abses
ini tidak diterapi akan pecah. Dari hati, abses dapat menembus ruang subdiafragma masuk ke
paru-paru dan kadang-kadang dari paru ini menyebabkan emboli ke jaringan otak.3,11,14

C. Gambaran Klinis
Manifestasi akut lebih sering pada abses hati amuba daripada piogenik. Jarang sekali
penderita dengan ruptur abses hepar menyebabkan syok. Banyak pasien dewasa yang memiliki
gejala yang sama, namun lebih berat pada abses hati piogenik. Pasien dengan abses hati amuba
sering memiliki riwayat penyakit diare (20-50%).14 Gejala klinis yang klasik pada abses hati
amuba dapat berupa demam yang tidak lebih dari 38,5 C, nyeri perut kanan atas, hepatomegali
yang nyeri spontan atau nyeri tekan. Jarang sekali disertai ikterus, prekoma, atau koma. Bila
lobus kiri yang terkena, akan ditemukan massa di daerah epigastrium. Kadang-kadang gejalanya
tidak khas dan timbul pelan-pelan. Penderita tidak kelihatan sakit berat seperti pada abses karena
bakteri. 1,2,3,4,10,11,14
No
1
2
3
4
5
6
7
No
1
2
3
4

Gejala
Presentase (%)
Nyeri perut
84-93
Demam
80-93
Menggigil
41-73
Nausea
45-85
Berat badan menurun
29-45
Diare
17-60
Batuk
2-41
Tanda
Presentase (%)
Nyeri tekan perut kanan atas
67-80
Hepatomegali
18-53
Tanda peritoneal
18-20
Ikterus
4-12
Tabel 1. Gejala dan tanda Abses Hati Amuba yang diteliti
antara tahun 1986-1999 pada 241 pasien10

D. Kelainan Laboratorium Dan Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium
Banyak penderita abses hati amuba hanya mengalami sedikit perubahan parameter
laboratorium. Penulis lain menyebutkan pada penderita dengan abses hati amuba akut tidak
didapatkan anemia, tetapi didapatkan derajat leukositosis yang cukup bermakna, sedangkan pada
penderita dengan penyakit kronis mengalami anemia dengan leukositosis yang tidak jelas. 14 Pada
pemeriksaan hematologi pada abses hati amuba didapatkan hemoglobin antara 10,4-11,3%,
sedangkan leukosit berkisar umumnya antara 10.000-12.000/ml 3.1,3 Pada abses hati piogenik,
leukositosis didapatkan pada 70% penderita, sementara anemia didapatkan pada kira-kira 50%
kejadian. Abnormalitas test faal hati lebih jarang terjadi dan lebih ringan pada abses hati amuba
dibanding abses hati piogenik. Hiperbilirubinemia didapatkan hanya pada 10% penderita abses

hati amuba. Pada pemeriksaan faal hati didapatkan albumin 2,67-3,05 gr%, globulin 3,62-3,75 gr
%, total bilirubin 0,9-2,44 gr%, alkali fosfatase 270,4-382 u/L sedangkan SGOT 27,8-55,9 u/L
dan SGPT 15,7-63 u/L.1,14 Karena pada abses amuba terjadi destruksi aktif parenkim hepar, dapat
terjadi peningkatan PPT (Plasma Prothrombin Time). Pemeriksaan feses penderita, meskipun
dengan sampel yang didapatkan dengan proktoskop bukan merupakan cara yang dapat dipercaya
untuk mendiagnosis investasi amuba. Kista dan tropozoit pada kotoran hanya teridentifikasi pada
15% sampai 50% (penulis lain menyebutkan 15,4%) penderita abses amuba hepar, karena infeksi
usus besar seringkali telah mereda saat penderita mengalami abses hepar. Complement fixation
test lebih dapat dipercaya dibanding riwayat diare, pemeriksaan kotoran dan proktoskopi.
Diagnosis sering ditegakkan dengan aspirasi dari kavitas abses, prosedur yang relatif tidak
berbahaya. Tropozoit amuba ditemukan pada kurang dari sepertiga pasien.14
2. Pemeriksaan Penunjang
a.

Foto dada
Kelainan foto dada pada abses hati amuba dapat berupa peninggian kubah diafragma
kanan, berkurangnya gerak diafragma, efusi pleura, kolaps paru dan abses paru.1,3,10

Gbr 6. Gambaran Foto Dada Abses Hati Amuba12

b. Foto polos abdomen

Kelainan pada foto polos abdomen tidak begitu banyak, hanya mungkin dapat berupa
gambaran ileus, hepatomegali atau gambaran udara bebas di atas hati jarang didapatkan berupa
air fluid level.1
c.

Ultrasonografi
Untuk mendeteksi abses hati amuba, USG sama efektifnya dengan CT atau MRI.
Sensitivitasnya dalam diagnosis abses hati amuba 85-95 %. USG dapat mendeteksi kelainan
sebesar 2 cm disamping sekaligus dapat melihat kelainan traktus bilier dan diafragma.
Keterbatasan USG terutama kelainan pada daerah tertentu, pasien gemuk atau kurang
kooperatif.1,3,10,13,14
Abses hati amuba stadium dini kelihatan seperti suatu massa dan jika terjadi pencairan
bagian tengah, terlihat sebagai kista. Gambaran ultrasonografi pada abses hati amuba adalah:1

1) Bentuk bulat atau oval


2) Tidak ada gema dinding yang berarti
3) Ekogenesitas lebih rendah dari parenkim hati normal
4) Bersentuhan dengan kapsul hati
5) Peninggian sonik distal

Gbr 7. USG Abses Hati Amuba16

d. Tomografi Computer
Sensitivitas Tomografi Computer berkisar 95-100% dan lebih baik untuk melihat
kelainan di daerah posterior dan superior. Tetapi tidak dapat melihat integritas diafragma,

sehingga tidak dapat menentukan efusi pleura sebagai efusi reaktif atau ruptur dari
diafragma.1,11,14,

Gbr 8. Gambaran CT Scan Abdomen Abses Hati Amuba dengan kontras IV dan oral. Gambaran ini tidak dapat
dibedakan dengan abses hati piogenik.11

Gbr 9. Gambaran CT Scan Abdomen Abses Hati Amuba pada pasien yang sama dengan gambar 8 di atas tanpa
kontras.11

e.

Pemeriksaan Serologi
Membedakan abses piogenik dengan abses amuba pada hepar seringkali tidak dapat
dilakukan dengan mempergunakan kriteria klinis, pemeriksaan laboratorium rutin dan
pemeriksaan radiologis. Karena itu, pemeriksaan serologi diperlukan untuk memastikan
adanya infeksi amuba.14 Respon antibodi bergantung pada lamanya sakit dan negatif pada
minggu pertama. Titer antibodi dapat bertahan berbulan-bulan sampai tahunan pada pasien di
daerah endemik. Jadi tidak begitu spesifik untuk daerah endemik, tetapi sangat spesifik untuk
daerah bukan endemik.1 Pemeriksaan serologi yang dapat dilakukan meliputi IHA (Indirect
Hemagglutination), GDP (Gel Diffusion Precipitin), ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent
Assay), counterimmunelectrophoresis, indirect immunofluorescence, dan complement
fixation. IHA dan GDP merupakan prosedur yang paling sering digunakan. IHA dianggap
positif jika pengenceran melampaui 1:128. Sensitivitasnya mencapai 95%. Bila tes tersebut
diulang, sensitivitasnya dapat mencapai 100%. IHA sangat spesifik untuk amubiasis invasif,
tetapi hasil yang positif bisa didapatkan sampai 20 tahun setelah infeksi mereda. GDP
meskipun dapat mendeteksi 95% abses hepar karena amuba, juga mendeteksi colitis karena
amuba yang noninvasif. Jadi, tes ini sensitif, tetapi tidak spesifik untuk abses amuba hepar.
Namun demikian, GDP dapat dikatakan tidak mahal, mudah dilaksanakan, dan jarang sekali
tetap positif sampai 6 bulan setelah sembuhnya abses. Karena itu, bila pada pemeriksaan
radiologi ditemukan lesi "space occupying" di hepar, GDP sangat membantu untuk
memastikan apakah kelainan tersebut disebabkan amuba.1,3,11,13,14
ELISA, counterimmunelectrophoresis, dan indirect immunofluorescence juga sangat
sensitif dan cepat prosedurnya untuk mendiagnosis amubiasis invasif. Namun pemeriksaan
tersebut masih sulit didapatkan dibanding IHA dan GDP dan harganya lebih mahal. Prosedur
"compement fixation" merupakan pemeriksaan serologi pertama yang dikembangkan untuk
mendiagnosis amubiasis invasif, namun pelaksanaannya sukar dan sensitivitasnya kurang.
Karena itu, pemeriksaan ini jarang digunakan.11,14

E. Diagnosis
Diagnosis abses hati amuba di daerah endemis dapat dipertimbangkan jika
terdapat demam, nyeri perut kanan atas dan hepatomegali yang nyeri tekan. Di samping itu,
bila didapatkan leukositosis, alkali fosfatase meninggi disertai letak diafragma yang tinggi
dan perlu dipastikan dengan pemeriksaan ultrasonografi serta dapat dibantu dengan tes
serologi.1,3

F. Diagnosis Banding
Penyakit lain yang gejala klinisnya mirip dengan abses hati amuba antara lain
kolesistitis akut, hepatitis

virus akut, dan karsinoma hati primer tipe febril. Untuk

memastikan diagnostik, perlu dilihat hasil pemeriksaan ultrasonografi, punksi, dan percobaan
pengobatan dengan amubisid yang merupakan diagnosis pereksklusionem.3,10,14
G. Penatalaksanaan
Dengan ditemukannya metronidazol, sebagian besar kasus abses hati amuba hepar
tidak lagi memerlukan tindakan bedah. Aspirasi perkutan atau tindakan bedah diperlukan bila
diagnosisnya masih belum dapat dipastikan atau bila terjadi komplikasi.
1. Antibiotik
Golongan imidasol meliputi metronidazol, tinidazol, dan niridazol dapat memberantas
amuba pada usus maupun hepar. Metronidazol peroral, 750 mg, tiga kali sehari selama
sepuluh hari, dapat menyembuhkan 95% penderita abses amuba hepar.1,10 Pemberian
intravena sama efektifnya, diperlukan pada penderita yang mengalami rasa mual atau pada
penderita yang keadaan umumnya buruk. Hasil yang positif pada pemberian metronidazol
secara empiris dapat memperkuat diagnosis abses amuba hepar. Perbaikan gejala klinis terjadi
dalam 3 hari dan pemeriksaan radiologis menunjukkan penurunan ukuran abses dalam 7
sampai 10 hari. Metronidazol tidak mahal dan aman, namun merupakan kontraindikasi pada
kehamilan. Efek samping yang dapat terjadi ialah mual dan rasa logam. Neuropati perifer
jarang terjadi.1,10,11,13,14,
Emetin, dehidroemetin, dan klorokuin berguna pada abses amuba hepar yang
mengalami komplikasi atau bila pengobatan dengam metronidazol gagal.10,14 Karena obat ini
hanya memberantas amuba yang invasif, diperlukan pemberian obat yang bekerja dalam usus
secara bersamaan. Pemberian metronidazol dapat dilanjutkan. Setelah terapi abses hepar
diberikan, direkomnedasikan pemberian agen luminal untuk mencegah kekambuhan. Agen
Luminal yang efektif untuk amubiasis seperti iodokuinol, paronomysin dan diloxanide
furoate.10 Emetin dan dehidroemetin diberikan secara intramuskular. Emetin memiliki
"therapeutic range" yang sempit. Dapat terjadi proaritmia, efek kardiotoksik yang
diakibatkan akumulasi dosis obat. Penderita yang mendapat obat ini harus tirah baring dan
dilakukan pemantauan tanda vital secara teratur.11,10,14,
Emetin dan dehidroemetin diindikasikan terutama untuk penderita yang mengalami
komplikasi paru, karena biasanya keadaan umumnya buruk dan memerlukan terapi
"multidrug"

untuk

mempercepat

perbaikan

gejala

klinis.

Dehydroemetine

1-1,5

mg/kgBB/hari intramuskular (maksimum 99 mg/hari) selama 10 hari. Klorokuin dapat


diberikan per oral. Dosisnya 1g/hari selama 2 hari dan diikuti 500/hari selama 20 hari.
Meskipun efek samping penggunaan klorokuin lebih sedikit dibanding emetin dan
dehidroemetin, obat ini kurang poten serta sering terjadi relaps jika digunakan sebagai obat
tunggal. Saat ini klorokuin digunakan bersamaan dengan emetin dosis rendah untuk strain
amuba yang resisten terhadap metronidazol. Kombinasi klorokuin dan emetin dapat
menyembuhkan 90% sampai 100% penderita amubiasis ekstrakolon yang resisten.1,11,14,
2. Aspirasi Jarum
Penderita yang mendapat pengobatan amubisid sistemik namun gejala
klinisnya tidak menunjukkan perbaikan lebih dari 72 jam setelah dimulainya pengobatan,
akan menunjukkan perbaikan dengan cara aspirasi rongga abses. Dalam hal ini, aspirasi
berguna tidak hanya untuk mengurangi gejala-gejala penekanan, tetapi juga untuk
menyingkirkan adanya infeksi bakteri sekunder. Aspirasi juga mengurangi risiko ruptur pada
abses yang volumenya lebih dari 250 ml, abses yang terletak pada lobus kiri hepar, atau lesi
yang disertai rasa nyeri hebat dan elevasi diafragma, dan untuk membedakan dengan abses
hati piogenik Aspirasi juga bermanfaat bila terapi dengan metronidazol merupakan
kontraindikasi seperti pada kehamilan. Tidak ada indikasi untuk melakukan injeksi obatobatan ke dalam kavitas abses. Sebaiknya aspirasi ini dilakukan dengan tuntunan USG. Bila
abses

menunjukkan

adanya

infeksi

sekunder,

drainase

terbuka

adalah

pilihan

terapinya.1,3,10,11,13,14
3. Drainase Perkutan
Drainase perkutan berguna pada penanganan komplikasi paru, peritoneum dan
perikardial. Tingginya viskositas cairan abses amuba memerlukan kateter dengan diameter
yang besar untuk drainase yang adekuat. Infeksi sekunder pada rongga abses setelah
dilakukan drainase perkutan dapat terjadi.14
4. Drainase Bedah
Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil membaik
dengan terapi konservatif. Laparotomi diindikasikan untuk perdarahan yang jarang terjadi
tetapi mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur abses. Tindakan operasi
juga dilakukan bila abses amuba mengenai sekitarnya. Penderita dengan septikemia karena
abses amuba yang mengalami infeksi sekunder juga dicalonkan untuk tindakan bedah,

khususnya bila usaha dekompresi perkutan tidak berhasil. Laparoskopi juga dikedepankan
untuk kemungkinannya dalam mengevaluasi terjadinya ruptur abses amuba intraperitoneal.
Sepanjang tindakan ini, kateter perkutan dimasukkan dengan tuntunan laparoskopi akan
berhasil mengeluarkan abses dan mencegah tindakan laparotomi.3,13,14
H. Komplikasi
Diperkirakan 10% pasien dengan abses amuba hati akan mengalami komplikasi. Dari
penelitian yang baru-baru ini diadakan di China dengan 503 kasus abses amuba hati yang
didokumentasikan sepanjang 21 tahun, didapatkan 22% mengalami komplikasi dengan
perforasi. Perforasi tersering meliputi struktur pleura dan paru (72%), ruang subfrenik (14%),
dan ruang peritoneum (10%). Pada penelitian lain (India Selatan) dengan 200 kasus abses
amuba hati yang didapati antara tahun 1989 dan 1991, komplikasi yang didapat 4% termasuk
pleural efusi (dua kasus), konsolidasi paru (4 kasus), efusi perikardial (1 kasus), dan ascites
(2 kasus). Peneliti di negara Barat melaporkan insidens komplikasi sebanyak 23%.
Disebutkan pula pada sebuah penelitian bahwa pasien-pasien dengan komplikasi didapatkan
perubahan yang bermakna dari hemoglobin, hematokrit, prothrombin time, total protein,
albumin, LDH, dan BUN. Juga titer antibodi terhadap E. histolytica meningkat pada
kelompok ini.10,14
Seperti halnya abses piogenik, angka kematian meningkat pada pasien-pasien ini.
Komplikasi tersering adalah ruptur abses ke dalam peritoneum atau ke dalam toraks. Abses
dapat juga menyebabkan erosi organ di sekitarnya atau mendapat infeksi sekunder bakterial.
Sangat jarang, hemobilia dan kegagalan hepar timbul sebagai akibat pertumbuhan yang erosif
dari abses hati amuba.14
Sistem pleuropulmonum merupakan sistem tersering terkena bila abses amuba hepar
ruptur. Secara khusus, kasus tersebut berasal dari lesi yang terletak di lobus kanan hepar.
Abses menembus diafragma dan akan timbul efusi pleura, empyema, abses pulmonum, atau
pneumonia. Fistula bronkopleura, biliopleura, dan biliobronkial juga dapat timbul dari ruptur
abses amuba. Pasien-pasien dengan fistula ini akan menunjukkan ludah yang berwarna
kecoklatan yang berisi amuba yang ada. Kebanyakan komplikasi pleuropulmonum berespons
baik terhadap antibiotik dan drainase. Pasien-pasien dengan amuba empyema akan
mengakibatkan sesak napas dan perselubungan hemitoraks. Ini akan memerlukan terapi
multimedikamentosa, pemasangan toraks drain, dan sering torakotomi dengan dekortikasi.
Torakotomi mungkin juga diperlukan pada pasien-pasien dengan fistula biliobronkial yang
tidak membaik dengan pengobatan konservatif.14

Tiga puluh persen dari komplikasi abses amuba, termasuk kontaminasi peritoneal,
berasal dari abses hepar kanan. Penanganan amubiasis ruptur intraperitoneal masih
kontroversial. Beberapa penulis menganjurkan terapi antibiotik sistemik saja, yang lain
menganjurkan drainase perkutan. Pasien-pasien dengan perdarahan yang mengancam nyawa
atau yang gagal pada pengobatan konservatif memerlukan laparotomi, drainase abses, dan
irigasi amubisidal. Terapi amubisidal sistemik adalah pengobatan awal dari fistula
hepatokutan.14
Pada kurang dari 2% pasien, abses hepar kiri dapat mengalami ruptur ke dalam
perikardium. Pada kebanyakan pasien, akan timbul gagal jantung kongestif. Penanganan dari
amubiasis perikardial adalah nonoperatif, dengan angka kematian yang rendah dengan
aspirasi jarum dan amubisidal sistemik dibanding prosedur drainase terbuka.14
I.

Prognosis
Tidak seperti abses hati piogenik, angka kematian pada abses amuba hepar tercatat
dalam sejarah lebih rendah. Tahun 1935, Ochner melaporkan 9% pasien dengan abses amuba
meninggal karena penyakitnya. Para peneliti mengevaluasi pengobatan dengan antibiotik
saja, antibiotik dikombinasikan dengan aspirasi jarum, dan antibiotik dengan drainase
terbuka, telah dilaporkan dengan angka kematian yang sama antara 2% sampai 3%.14
Beberapa faktor klinis telah dikaitkan dengan prognosis yang jelek pada pasien-pasien
dengan abses amuba hepar. Peningkatan umur, manifestasi klinis yang lambat,
encephalopathy, multipel abses, volume abses > 500 ml, dan komplikasi seperti ruptur
intraperikardial atau komplikasi pulmonum meningkatkan tiga kali angka kematian.
Hiperbilirubinemia (>3,5 mg/dL) juga termasuk faktor resiko, dengan ruptur timbul lebih
sering pada pasien-pasien dengan jaundice. Kadar hemoglobin 8 g/dL dan serum albumin <2
g/dL juga meningkatkan resiko ruptur. Meskipun demikian, kebanyakan pasien dengan abses
amuba hepar, dengan atau tanpa komplikasi, memiliki respons yang baik terhadap
pengobatan medis dan dapat sembuh.11,14

Anda mungkin juga menyukai