PENDAHULUAN
Spondilitis (spondylitis) mengacu pada rasa sakit punggung kronis dan kekakuan yang
disebabkan oleh infeksi parah atau peradangan pada sendi tulang belakang. Peradangan pada
tulang belakang dapat disebabkan oleh infeksi atau peradangan kronik pada jaringan di
sekitar tulang belakang seperti pada ankylosis spondilitis. Ankylosis spondilitis menyerang
bagian dari insersi tendon, ligamen, fascia dan jaringan fibrosa kapsul sendi. Ankylosis spondilitis
dianggap sebagai penyakit rematik yang relatif jarang terjadi. Sedangkan infeksi pada tulang
belakang yang sering di temukan adalah infeksi bakterial TB.
Tuberkulosis merupakan masalah besar bagi negara-negara berkembang karena
insidensnya cukup tinggi dengan morbiditas yang serius. Mycobacterium tuberculosis
merupakan bakteri yang menyebabkan spondilisis tuberkulosa. Insidensi spondilitis
tuberkulosa bervariasi di seluruh dunia dan biasanya berhubungan dengan kualitas fasilitas
pelayanan kesehatan masyarakat yang tersedia serta kondisi sosial di negara tersebut.
Spondilitis tuberkulosa merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi.
Pada negara yang sedang berkembang, sekitar 60% kasus terjadi pada usia dibawah usia 20
tahun sedangkan pada negara maju, lebih sering mengenai pada usia yang lebih tua.
BAB II
ANATOMI TULANG BELAKANG
Tulang belakang (vertebra) terdari dari 33 tulang: 7 buah tulang cervical, 12 buah
tulang thoracal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral dan 4 tulang coccygeus. Tulang
cervical, thoracal dan lumbal membentuk columna vertebralis, sedangkan tulang sacral dan
coccygeus satu sama lain menyatu membentuk dua tulang yaitu tulang sacrum dan
coccygeus. Discus intervertebralis merupakan penghubung antara dua corpus vertebra.
Sistem otot ligamentum membentuk jajaran barisan (aligment) tulang belakang dan
memungkinkan mobilitas vertebra.
Fungsi columna vertebralis adalah menopang tubuh manusia dalam posisi tegak, yang
secara mekanik sebenarnya melawan pengaruh gaya gravitasi agar tubuh secara seimbang
tetap tegak.
Vertebra cervical, thoracal, lumbal bila diperhatikan satu dengan yang lainnya ada
perbedaan dalam ukuran dan bentuk, tetapi bila ditinjau lebih lanjut tulang tersebut
mempunyai bentuk yang sama. Corpus vertebra merupakan struktur yang terbesar karena
mengingat fungsinya sebagai penyangga berat badan.
2
Prosesus transversus terletak pada ke dua sisi corpus vertebra, merupakan tempat
melekatnya otot-otot punggung. Sedikit ke arah atas dan bawah dari prosesus transversus
terdapat fasies artikularis vertebra dengan vertebra yang lainnya. Arah permukaan facet join
mencegah/membatasi gerakan yang berlawanan arah dengan permukaan facet join.
Pada daerah lumbal facet terletak pada bidang vertical sagital memungkinkan gerakan
fleksi dan ekstensi ke arah anterior dan posterior. Pada sikap lordosis lumbalis (hiperekstensi
lubal) kedua facet saling mendekat sehingga gerakan kelateral, obique dan berputar
terhambat, tetapi pada posisi sedikit fleksi kedepan (lordosis dikurangi) kedua facet saling
menjauh sehingga memungkinkan gerakan ke lateral berputar.
Bagian lain dari vertebrae, adalah lamina dan predikel yang membentuk arkus
tulang vertebra, yang berfungsi melindungi foramen spinalis. Prosesus spinosus merupakan
bagian posterior dan vertebra yang bila diraba terasa sebagai tonjolan, berfungsi tempat
melekatnya otot-otot punggung. Diantara dua buah tulang vertebra terdapat discus
intervertebralis yang berfungsi sebagai bentalan atau shock absorbers bila vertebra
bergerak.
Discus intervertebralis terdiri dari annulus fibrosus yaitu masa fibroelastik yang
membungkus
nucleus
pulposus,
suatu
cairan
gel
kolloid
yang
mengandung
mukopolisakarida. Fungsi mekanik discus intervertebralis mirip dengan balon yang diisi air
yang diletakkan diantara ke dua telapak tangan . Bila suatu tekanan kompresi yang merata
3
bekerja pada vertebrae maka tekanan itu akan disalurkan secara merata ke seluruh diskus
intervertebralis. Bila suatu gaya bekerja pada satu sisi yang lain, nucleus polposus akan
melawan gaya tersebut secara lebih dominan pada sudut sisi lain yang berlawanan. Keadaan
ini terjadi pada berbagai macam gerakan vertebra seperti fleksi, ekstensi, laterofleksi.
Karena proses penuaan pada discus intervebralis, maka kadar cairan dan elastisitas
discus akan menurun. Keadaan ini mengakibatkan ruang discus intervebralis makin
menyempit, facet join makin merapat, kemampuan kerja discus menjadi makin buruk,
annulus menjadi lebih rapuh.
Akibat proses penuaan ini mengakibatkan seorang individu menjadi rentan mengidap
nyeri punggung bawah. Gaya yang bekerja pada discus intervebralis akan makin bertambah
setiap individu tersebut melakukan gerakan membungkuk, gerakan yang berulang-ulang
setiap hari yang hanya bekerja pada satu sisi discus intervebralis, akan menimbulkan robekan
kecil pada annulus fibrosus, tanpa rasa nyeri dan tanpa gejala prodromal. Keadaan demikian
4
merupakan locus minoris resistensi atau titik lemah untuk terjadinya HNP (Hernia Nukleus
Pulposus). Sebagai contoh, dengan gerakan yang sederhana seperti membungkuk memungut
surat kabar di lantai dapat menimbulkan herniasi discus. Ligamentum spinalis berjalan
longitudinal sepanjang tulang vertebra. Ligamentum ini berfungsi membatasi gerak pada arah
tertentu dan mencegah robekan.
Diskus intervebralis dikelilingi oleh ligamentum anterior dan ligamentum posterior.
Ligamentum longitudinal anterior berjalan di bagian anterior corpus vertebrae, besar dan
kuat, berfungsi sebagai alat pelengkap penguat antara vertebrae yang satu dengan yang
lainnya. ligamentum longitudinal posterior berjalan di bagian posterior corpus vertebrae,
yang juga turut membentuk permukaan anterior canalis spinalis. Ligamentum tersebut
melekat sepanjang columna vertebralis, sampai di daerah lumbal yaitu setinggi L 1, secara
progresif mengecil, maka ketika mencapai L 5 sacrum ligamentum tersebut tinggal
sebagian lebarnya, yang secara fungsional potensiil mengalami kerusakan. Ligamentum yang
mengecil ini secara fisiologis merupakan titik lemah dimana gaya statistik bekerja dan
dimana gerakan spinal yang terbesar terjadi, disitulah mudah terjadi cidera kinetik.
Otot punggung bawah dikelompokkan sesuai dengan fungsi gerakannya. Otot yang
berfungsi mempertahankan posisi tubuh tetap tegak dan secara aktif mengekstensikan
vertebrae lumbalis adalah : M. quadratus lumborum, M. sacrospinalis, M. intertransversarii
dan M. interspinalis. Otot fleksor lumbalis adalah muskulus abdominalis mencakup : M.
obliqus eksternus abdominis, M. internus abdominis, M. transversalis abdominis dan M.
rectus abdominis, M. psoas mayor dan M. psoas minor. Otot latero fleksi lumbalis adalah M.
5
Medulla spinalis dilindungi oleh vertebrae. Radix saraf keluar melalui canalis spinalis,
menyilang discus intervertebralis di atas foramen intervertebralis.
Ketika keluar dari foramen intervertebralis saraf tersebut bercabang dua yaitu ramus
anterior dan ramus posterior dan salah satu cabang saraf tersebut mempersarafi face t.
Akibat berdekatnya struktur tulang vertebrae dengan radix saraf cenderung rentan terjadinya
gesekan dan jebakan radix saraf tersebut. Semua ligamen, otot, tulang dan facet join adalah
struktur tubuh yang sensitive terhadap rangsangan nyeri, karena struktur persarafan sensoris.
BAB III
SPONDILITIS TUBERKULOSA
3.1 DEFINISI
Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis spinal yang dikenal pula dengan nama Potts
disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis merupakan suatu penyakit yang
banyak terjadi di seluruh dunia. Terhitung kurang lebih 3 juta kematian terjadi setiap
tahunnya dikarenakan penyakit ini. [3]
Spondilitis tuberkulosa merupakan salah satu kasus penyakit tertua dalam sejarah
dengan ditemukan dokumentasi kasusnya pada mummi di Mesir dan Peru. Sir Percival Pott
(1799) mendeskrispsikan penyakit ini dalam monografnya yang klasik. Tuberkulosis
merupakan masalah besar bagi negara-negara berkembang karena insidensnya cukup tinggi
dengan morbiditas yang serius. Indonesia adalah kontributor pasien tuberkulosis nomor 5 di
dunia. Diperkirakan terdapat 583.000 kasus baru tuberkulosis per tahun, sebagian besar
berada dalarn usia produktif (15-54 tahun), dengan tingkat sosioekonomi dan pendidikan
yang rendah.
Spondilitis tuberkulosa merupakan fokus sekunder dari infeksi tuberkulosis dengan
penyebaran sebagian besar secara hematogen melalui pembuluh darah arteri epifiseal atau
melalui plexus vena Batson. Telah ditemukan spondilitis tuberkulosa setelah instilasi BCG
(Bacillus Calmelle Guerin) intravesical pada karsirnoma buli-buli. Juga telah dilaporkan
kasus osteomyelitis tuberkulosa sebagai komplikasi dari vaksinasi BCG . Fokus primer
infeksi cenderung berbeda pada kelompok umur yang berbeda. Banerjee melaporkan pada
499 pasien dengan spondilitis tuberkulosa, radiologis memperlihatkan 31% fokus primer
adalah paru-paru dan dan kelompok tersebut 78% adalah anak-anak, sedangkan 69% sisanya
memperlihatkan foto rantgen paru yang normal dan sebagian besar adalah dewasa.
Pada usia dewasa, discus intervertebralis avaskular sehingga lebih resisten terhadap
infeksi dan kalaupun terjadi adalah sekunder dari corpus vertebra. Pada anak-anak karena
discus intervertebralis masih bersifat vaskular, infeksi diskus dapat terjadi primer.
Penyempitan discus intervertebralis terjadi akibat destruksi tulang pada kedua sisi discus
9
sehingga discus mengalami herniasi ke dalam corpus vertebra yang telah rusak. Kompresi
struktur neurologis terjadi akibat penekanan oleh proses ekstrinsik maupun intrinsik. Proses
ekstrinsik pada fase aktif diakibatkan oleh akumulasi cairan akibat edema, abses kaseosa,
jaringan granulasi, sequester tulang atau diskus. [3,4,5]
3.2 INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI
Insidensi spondilitis tuberkulosa bervariasi di seluruh dunia dan biasanya
berhubungan dengan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang tersedia serta
kondisi sosial di negara tersebut. Saat ini spondilitis tuberkulosa merupakan sumber
morbiditas dan mortalitas utama pada negara yang belum dan sedang berkembang, terutama
di Asia, dimana malnutrisi dan kepadatan penduduk masih menjadi merupakan masalah
utama. Pada negara-negara yang sudah berkembang atau maju insidensi ini mengalami
penurunan secara dramatis dalam kurun waktu 30 tahun terakhir. [4,5]
Spondilitis tuberkulosa merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi.
Pada negara yang sedang berkembang, sekitar 60% kasus terjadi pada usia dibawah usia 20
tahun sedangkan pada negara maju, lebih sering mengenai pada usia yang lebih tua.
Meskipun perbandingan antara pria dan wanita hampir sama, namun biasanya pria lebih
sering terkena dibanding wanita yaitu 1,5:2,1. Umumnya penyakit ini menyerang orangorang yang berada dalam keadaan sosial ekonomi rendah. [4]
Dari seluruh kasus tersebut, tulang belakang merupakan tempat yang paling sering
terkena tuberkulosa tulang (kurang lebih 50% kasus), diikuti kemudian oleh tulang panggul,
lutut dan tulang-tulang lain di kaki, sedangkan tulang di lengan dan tangan jarang terkena.
Area torako-lumbal terutama torakal bagian bawah (umumnya T 10) dan lumbal bagian atas
merupakan tempat yang paling sering terlibat karena pada area ini pergerakan dan tekanan
dari weight bearing mencapai maksimum, lalu dikuti dengan area servikal dan sakral. [5,6]
3.3 ETIOLOGI [3,4]
Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat
lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tipik (2/3 dari tipe human
dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh Mycobacterium tuberculosa atipik.
10
periode
6-8
minggu.
Produksi
niasin
merupakan
karakteristik
11
Walaupun semua vertebrae dari columna vertebralis dapat diserang namun yang
terbanyak menyerang bagian thorax. Vertebra lumbalis juga dapat terserang dan akhirnya
vertebra cervicalis pun tidak terlepas dari serangan ini. focus yang pertama dapat terletak
pada centrum corpus vertebrae atau pada metaphyse, bisa juga pertama kali bersifat
subperiosteal. Penyakit ini juga dapat menjalar, sehingga akhirnya corpus vertebrae tidak lagi
kuat untuk menahan berat badan dan seakan-akan hancur sehingga dengan demikian columna
vertebralis membengkok. Kalau hal ini terjadi pada bagian thorax, maka akan terdapat
pembengkokan hyperkyphose yang kita kenal sebagai gibbus. Sementara itu proses dapat
menimbulkan gejala-gejala lain, diantaranya dapat terkumpulnya nanah yang semakin lama
semakin banyak, nanah ini dapat menjalar menuju ke beberapa tempat diantaranya dapat
berupa :
1. Suatu abscess paravertebrae, abscess terlihat dengan bentuk spoel di kiri-kanan
columna vertebralis.
2. Abscess dapat pula menembus ke belakang dan berada di bawah fasia dan kulit di
sebelah belakang dan di luar columna vertebralis merupakan suatu abscess akan tetapi
tidak panas. Umumnya abscess ini dinamakan abscess dingin. Abscess dingin artinya
abscess tuberculose.
3. Dapat pula abscess menjalar mengelilingi tulang rusuk, sehingga merupakan
senkungs abscess yang terlihat di bagian dada penderita.
4. Abscess juga dapat menerobos ke pleura sehingga menimbulkan empyme.
12
5. Pada leher dapat juga terjadi abscess yang terletak dalam pharynx sehingga
merupakan retropharyngeal abscess.
6. Dapat pula abscess terlihat sebagai supraclavicular abscess.
7. Pada lumbar spine abscess dapat turun melalui musculus iliopsoas yang kemudian
menurun sampai terjadi abscess besar yang terletak di bagian dalam dari paha.
Semua abses tersebut di atas dapat menembus kulit dan menyebabkan timbulnya fistel
yang bertahun-tahun. Kecuali abses-abses tersebut di atas, tuberculose pada vertebrae dapat
pula memberikan komplikasi, ialah paraplegia, umumnya disebut Potts Paraplegia.
Komplikasi ini disebabkan karena adanya tekanan pada Medulla Spinalis. Adapun
pathogenesis dari proses ini dapat dijelaskan sebagai berikut : tekanan dapat berasal dari
proses yang terletak di dalam canalis spinalis. Jika di dalam canalis spinalis ada proses
tuberculose yang terletak pada corpus bagian belakang yang merupakan dasar dari canalis
spinalis, maka proses tadi menimbulkan pengumpulan nanah/jaringan granulasi langsung
menekan medulla spinalis. Dalam hal ini meskipun nanah hanya sedikit, akan tetapi cukup
untuk memberikan tekanan yang hebat pada Medulla Spinalis. (2,4)
13
Onset dini, terjadi dalam dua tahun pertama sejak onset penyakit, dan dihubungkan
dengan penyakit yang aktif. Dapat membaik (tidak permanen).
(2) Type II
Onsetnya juga dini, dihubungkan dengan penyakit yang aktif, bersifat permanen
bahkan walaupun infeksi tuberkulosa menjadi tenang.
Penyebab timbulnya paraplegia pada tipe I dan II dapat disebabkan oleh karena :
(a) Tekanan eksternal pada korda spinalis dan duramater
Dapat disebabkan oleh karena adanya granuloma di kanalis spinalis, adanya abses,
material perkijuan, sekuestra tulang dan diskus atau karena subluksasi atau
dislokasi patologis vertebra. Secara klinis pasien akan menampakkan kelemahan
alat gerak bawah dengan spastisitas yang bervariasi, tetapi tidak tampak adanya
spasme otot involunter dan reflek withdrawal.
(b) Invasi duramater oleh tuberkulosa
Tampak gambaran meningomielitis tuberkulosa atau araknoiditis tuberkulosa.
Secara klinis pasien tampak mempunyai spastisitas yang berat dengan spasme otot
involunter dan reflek withdrawal. Prognosis tipe ini buruk dan bervariasi sesuai
dengan luasnya kerusakan korda spinalis. Secara umum dapat terjadi
inkontinensia urin dan feses, gangguan sensoris dan paraplegia.
(3) Type III / yang berjalan kronis
Onset paraplegi terjadi pada fase lanjut. Tidak dapat ditentukan apakah dapat
membaik. Bisa terjadi karena tekanan corda spinalis oleh granuloma epidural, fibrosis
meningen dan adanya jaringan granulasi serta adanya tekanan pada corda spinalis,
peningkatan deformitas kifotik ke anterior, reaktivasi penyakit atau insufisiensi
vaskuler (trombosis pembuluh darah yang mensuplai corda spinalis).
Klasifikasi untuk penyebab Potts paraplegia ini sendiri dijabarkan oleh Hodgson
menjadi:
I. Penyebab ekstrinsik :
(1) Pada penyakit yang aktif
a. abses (cairan atau perkijuan)
b. jaringan granulasi
c. sekuester tulang dan diskus
d. subluksasi patologis
14
e. dislokasi vertebra
(2) Pada penyakit yang sedang dalam proses penyembuhan
a. transverse ridge dari tulang anterior ke corda spinalis
b. fibrosis duramater
II. Penyebab intrinsik :
Menyebarnya peradangan tuberkulosa melalui duramater melibatkan meningen dan
corda spinalis.
III. Penyebab yang jarang :
(1) Trombosis corda spinalis yang infektif
(2) Spinal tumor syndrome
Dapat pula proses tuberculosa menghancurkan corpus sehingga canalis spinalis
membengkok dan menekan pada tulang dindingnya. Tekanan tadi menyebabkan paraplegia.
Kemungkinan lain ialah terdapat sequestra dan pus di sekeliling canalis spinalis tadi yang
juga menekan pada medulla spinalis. Dengan demikian banyak sebab-sebab yang dapat
menekan medulla spinalis dengan keras sehingga menimbulkan gejala paraplegia. Secara
klinis paraplegia dapat dibagi menjadi early onset, ialah jika paraplegia segera timbul sebagai
kelanjutan dari proses spondylitis tuberculose. Type kedua adalah paraplegia late onset,
paraplegia ini terjadi setelah penyakit spondylitis sifatnya tenang untuk beberapa waktu
lamanya kemudian timbul gejala-gejala paraplegia secara perlahan-lahan.
Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk spondilitis:
(1) Peridiskal / paradiskal
Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di bawah
ligamentum longitudinal anterior / area subkondral). Banyak ditemukan pada
orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis diskus.
Terbanyak ditemukan di regio lumbal.
(2) Sentral
Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga
disalahartikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini sering
menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain sehingga
menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi kompresi yang
bersifat spontan atau akibat trauma. Terbanyak di temukan di regio torakal.
(3) Anterior
15
Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas dan
dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped karena erosi di
bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola ini diduga
disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui abses
prevertebral dibawah ligamentum longitudinal anterior atau karena adanya
perubahan lokal dari suplai darah vertebral.
(4) Bentuk atipikal
Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak dapat
diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal dengan
keterlibatan lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di canalis spinalis
tanpa keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel, lamina, prosesus
transversus dan spinosus, serta lesi artikuler yang berada di sendi intervertebral
posterior. Insidensi tuberkulosa yang melibatkan elemen posterior tidak diketahui
tetapi diperkirakan berkisar antara 2%-10%.
Lesi Spondilitis tuberkulosa berawal suatu tuberkel kecil yang berkembang lambat,
bersifat osteolisis lokal, awalnya pada tulang subkhondral di bagian superior atau inferior
anterior dari corpus vertebra. Proses infeksi Myocobacterium tuberkulosis akan
mengaktifkan chaperonin 10 yang merupakan stimulator poten dari proses resorpsi tulang
sehingga akan terjadi destruksi korpus vertebra dianterior. Proses perkijuan yang terjadi
akan menghalangi proses pembentukan tulang reaktif dan mengakibatkan segmen tulang
yang terinfeksi relatif avaskular sehingga terbentuklah sequester tuberkulosis. Destruksi
progresif di anterior akan mengakibatkan kolapsnya corpus vertebra yang terinfeksi dan
terbentuklah kifosis ( angulasi posterior ) tulang belakang. Proses terjadinya kifosis dapat
terus berlangsung walaupun telah terjadi resolusi dari proses infeksi. Kifosis yang progresif
dapat mengakibatkan problem respirasi dan paraplegi.
Dengan adanya peningkatan sudut kifosis di regio torakal, tulang-tulang iga akan
menumpuk menimbulkan bentuk deformitas rongga dada berupa barrel chest.
Infeksi akhirnya menembus korteks vertebra dan membentuk abses paravertebral.
Diseminasi lokal terjadi melalui penyebaran hematogen dan penyebaran langsung dibawah
ligamentum longitudinal anterior. Apabila telah terbentuk abses paravertebral, lesi dapat
turun mengikuti alur fascia muskulus psoas yang dapat mencapai trigonum femoralis.
16
Pada usia dewasa , discus intervertebralis avaskular sehingga lebih resisten terhadap
infeksi dan kalaupun terjadi adalah sekunder dari corpus vertebra. Pada anakanak karena
discus intervertebralis masih bersifat avaskular, infeksi discus dapat terjadi primer. Gejala
utama adalah nyeri tulang belakang, nyeri biasanya bersifat kronis dapat lokal maupun
radikular. Pasien dengan keterlibatan vertebra segmen cervical dan thorakal cenderung
menderita defisit neurologis yang lebih akut sedangkan keterlibatan lumbal biasanya
bermanifestasi sebagai nyeri radikular. Selain nyeri terdapat gejala sistemik berupa demam,
malaise, keringat malam, peningkatan suhu tubuh pada sore hari dan penurunan berat
badan. Tulang belakang terasa nyeri dan kaku pada pergerakan.
3.5 PATOFISIOLOGI [3,4,5]
Basil TB masuk ke dalam tubuh sebagian besar melalui traktus respiratorius. Pada
saat terjadi infeksi primer, karena keadaan umum yang buruk maka dapat terjadi basilemia.
Penyebaran terjadi secara hematogen. Basil TB dapat tersangkut di paru, hati limpa, ginjal
dan tulang. Enam hingga delapan minggu kemudian, respons imunologik timbul dan fokus
tadi dapat mengalami reaksi selular yang kemudian menjadi tidak aktif atau mungkin sembuh
sempurna. Vertebra merupakan tempat yang sering terjangkit tuberkulosis tulang. Penyakit ini
paling sering menyerang corpus vertebra. Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari
satu vertebra. Infeksi berawal dari bagian sentral, bagian depan, atau daerah epifisial corpus
vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan
perlunakan corpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifise, discus intervertebralis
dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan corpus ini akan menyebabkan
terjadinya kifosis yang dikenal sebagai gibbus. Berbeda dengan infeksi lain yang cenderung
menetap pada vertebra yang bersangkutan, tuberkulosis akan terus menghancurkan vertebra
di dekatnya.
Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang fibrosis
serta basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah ligamentum longitudinal anterior dan
mendesak aliran darah vertebra di dekatnya. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan
berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis ligament yang lemah. Pada daerah cervical,
eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang
muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjol
ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum
mengisi tempat trakea, esophagus, atau cavum pleura. Abses pada vertebra thoracalis
17
biasanya tetap tinggal pada daerah thoraks setempat menempati daerah paravertebral,
berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan medulla
spinalis sehingga timbul paraplegia. Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk
mengikuti muskulus psoas dan muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial
paha. Eksudat juga dapat menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti
pembuluh darah femoralis pada trigonum scarpei atau regio glutea.
Menurut Gilroy dan Meyer (1979), abses tuberkulosis biasanya terdapat pada daerah
vertebra thoracalis atas dan tengah, tetapi menurut Bedbrook (1981) paling sering pada
vertebra thoracalis 12 dan bila dipisahkan antara yang menderita paraplegia dan
nonparaplegia maka paraplegia biasanya pada vertebra torakalis 10 sedang yang non
paraplegia pada vertebra lumbalis. Penjelasan mengenai hal ini sebagai berikut : arteri induk
yang mempengaruhi medulla spinalis segmen thoracal paling sering terdapat pada vertebra
thoracal 8-lumbal 1 sisi kiri. Trombosis arteri yang vital ini akan menyebabkan paraplegia.
Faktor lain yang perlu diperhitungkan adalah diameter relatif antara medulla spinalis dengan
canalis vertebralisnya. Intumesensia lumbalis mulai melebar kira-kira setinggi vertebra
thoracalis 10, sedang canalis vertebralis di daerah tersebut relative kecil. Pada vertebra
lumbalis 1, canalis vertebralisnya jelas lebih besar oleh karena itu lebih memberikan ruang
gerak bila ada kompresi dari bagian anterior. Hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa
paraplegia lebih sering terjadi pada lesi setinggi vertebra thoracal 10.
Kerusakan medulla spinalis akibat penyakit Pott terjadi melalui kombinasi 4 faktor yaitu :
1. Penekanan oleh abses dingin
2. Iskemia akibat penekanan pada arteri spinalis
3. Terjadinya endarteritis tuberkulosa setinggi blokade spinalnya
4. Penyempitan kanalis spinalis akibat angulasi korpus vertebra yang rusak
Kumar membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium yaitu :
1. Stadium implantasi. Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh
penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung
selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada
anak-anak umumnya pada daerah sentral vertebra.
18
19
5. Stadium deformitas residual. Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah
timbulnya stadium implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen oleh karena
kerusakan vertebra yang massif di sebelah depan.
3.6 GAMBARAN KLINIS [3,5,8,9]
Gambaran klinis spondilitis tuberkulosa bervariasi dan tergantung pada banyak
faktor(7). Biasanya onset Pott's disease berjalan secara mendadak dan berevolusi lambat.
Durasi gejala-gejala sebelum dapat ditegakkannya suatu diagnosa pasti bervariasi dari bulan
hingga tahun; sebagian besar kasus didiagnosa sekurangnya dua tahun setelah infeksi
tuberkulosa.
Gambaran Spondilitis Tuberkulosa antara lain : :
- Badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun,
- Suhu subfebril terutama pada malam hari serta sakit pada punggung, Pada anak-anak
sering disertai dengan menangis pada malam hari.
- Pada awal dapat dijumpai nyeri intercostal yaitu nyeri yang menjalar dari tulang
belakang ke garis tengah keatas dada melalui ruang intercosta, hal ini karena
tertekannya radiks dorsalis ditingkat thoracal
- Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal.
Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus karena proses destruksi lanjut berupa :
- Paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf, akibat penekanan medulla spinalis
yang menyebabkan kekakuan pada gerakan berjalan dan nyeri,
- Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai bersifat UMN dan adanya batas deficit
sensorik setinggi tempat gibus/lokalisasi nyeri interkostal
Pemeriksaan fisik
- Adanya gibus dan nyeri setempat
- Spastisitas
- Hiperreflesia tendon lutut/Achilles dan reflex patologik pada kedua belah sisi
- Batas deficit sensorik akibat mielitis transversa dan gangguan miksi jarang dijumpai
20
21
pada leher dapat bersifat asimetris sehingga menyebabkan timbulnya gejala klinis
torticollis. Pasien juga mungkin mengeluhkan rasa nyeri di leher atau bahunya. Jika
terdapat abses, maka tampak pembengkakan di kedua sisi leher. Abses yang besar,
terutama pada anak, akan mendorong trakhea ke sternal notch sehingga akan
menyebabkan kesulitan menelan dan adanya stridor respiratoar, sementara kompresi
medulla spinalis pada orang dewasa akan menyebabkan tetraparesis (Hsu dan Leong
1984). Dislokasi atlantoaksial karena tuberkulosa jarang terjadi dan merupakan salah
satu penyebab kompresi cervicomedullary di negara yang sedang berkembang. Hal ini
perlu diperhatikan karena gambaran klinisnya serupa dengan tuberkulosa di regio
servikal.
6. Infeksi di regio torakal akan menyebabkan punggung tampak menjadi kaku. Bila
berbalik ia menggerakkan kakinya, bukan mengayunkan dari sendi panggulnya. Saat
mengambil sesuatu dari lantai ia menekuk lututnya sementara tetap mempertahankan
punggungnya tetap kaku (coin test) Jika terdapat abses, maka abses dapat berjalan di
bagian kiri atau kanan mengelilingi rongga dada dan tampak sebagai pembengkakan
lunak dinding dada. Jika menekan abses ini berjalan ke bagian belakang maka dapat
menekan korda spinalis dan menyebabkan paralisis.
7. Di regio lumbar : abses akan tampak sebagai suatu pembengkakan lunak yang
terjadi di atas atau di bawah lipat paha. Jarang sekali pus dapat keluar melalui fistel
dalam pelvis dan mencapai permukaan di belakang sendi panggul. Pasien tampak
berjalan dengan lutut dan hip dalam posisi fleksi dan menyokong tulang belakangnya
dengan meletakkan tangannya diatas paha. Adanya kontraktur otot psoas akan
menimbulkan deformitas fleksi sendi panggul.
8. Tampak adanya deformitas, dapat berupa : kifosis (gibbus/angulasi tulang
belakang)
9. Adanya gejala dan tanda dari kompresi medula spinalis (defisit neurologis). Terjadi
pada kurang lebih 10-47% kasus. Insidensi paraplegia pada spondilitis lebih banyak di
temukan pada infeksi di area torakal dan servikal. Jika timbul paraplegia akan tampak
spastisitas dari alat gerak bawah dengan refleks tendon dalam yang hiperaktif, pola
jalan yang spastik dengan kelemahan motorik yang bervariasi. Dapat pula terjadi
gangguan fungsi kandung kemih dan anorektal.
10. Pembengkakan di sendi yang berjalan lambat tanpa disertai panas dan nyeri akut
seperti pada infeksi septik. Onset yang lambat dari pembengkakan tulang ataupun
sendi mendukung bahwa hal tersebut disebabkan karena tuberkulosa.
22
Palpasi :
1. Bila terdapat abses maka akan teraba massa yang berfluktuasi dan kulit diatasnya
terasa sedikit hangat (disebut cold abcess, yang membedakan dengan abses piogenik
yang teraba panas). Dapat dipalpasi di daerah lipat paha, fossa iliaka, retropharynx,
atau di sisi leher (di belakang otot sternokleidomastoideus), tergantung dari level lesi.
Dapat juga teraba di sekitar dinding dada. Perlu diingat bahwa tidak ada hubungan
antara ukuran lesi destruktif dan kuantitas pus dalam cold abscess.
2. Spasme otot protektif disertai keterbatasan pergerakan di segmen yang terkena.
Perkusi :
1. Pada perkusi secara halus atau pemberian tekanan diatas prosesus spinosus
vertebrae yang terkena, sering tampak tenderness.
Pemeriksaan Penunjang :
1. Laboratorium :
1.1 Laju endap darah meningkat (tidak spesifik), dari 20 sampai lebih dari
100mm/jam.
1.2 Tuberculin skin test / Mantoux test / Tuberculine Purified Protein Derivative
(PPD) positif. Hasil yang positif dapat timbul pada kondisi pemaparan dahulu
maupun yang baru terjadi oleh mycobacterium. Tuberculin skin test ini dikatakan
positif jika tampak area berindurasi, kemerahan dengan diameter 10mm di sekitar
tempat suntikan 48-72 jam setelah suntikan. Hasil yang negatif tampak pada 20%
kasus (Tandon and Pathak1973; Kocen 1977) dengan tuberkulosis berat
(tuberkulosis milier) dan pada pasien yang immunitas selulernya tertekan (seperti
baru saja terinfeksi, malnutrisi atau disertai penyakit lain)
1.3 Kultur urin pagi (membantu bila terlihat adanya keterlibatan ginjal), sputum
dan bilas lambung (hasil positif bila terdapat keterlibatan paruparu yang aktif)
1.4 Apus darah tepi menunjukkan leukositosis dengan limfositosis yang bersifat
relatif.
1.5 Tes darah untuk titer anti-staphylococcal dan anti-streptolysin haemolysins,
typhoid, paratyphoid dan brucellosis (pada kasus-kasus yang sulit dan pada pusat
23
Normalnya
cairan
serebrospinal
tidak
mengeksklusikan
24
Foto polos vertebra, ditemukan osteoporosis, osteolitik dan destruksi korpus vertebra,
disertai penyempitan discus intervertebralis yang berada di antara korpus tersebut dan
mungkin dapat ditemukan adanya massa abses paravertebral. Pada foto AP, abses
paravertebral di daerah servikal berbentuk sarang burung (birds net), di daerah torakal
berbentuk bulbus dan pada daerah lumbal abses terlihat berbentuk fusiform. Pada
stadium lanjut terjadi destruksi vertebra yang hebat sehingga timbul kifosis (Newanda,
2009).
Dekplate korpus vertebra itu akan tampak kabur (tidak tajam) dan tidak teratur.
Diskus Intervertebrale akan tampak menyempit.
25
Abses dingin.
Foto Roentgen, abses dingin itu akan tampak sebagai suatu bayangan yang berbentuk
kumparan (Spindle). Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8-L3 dan
paling jarang pada vertebra C1-2 (Newanda, 2009)
Gambar. Gambaran radiografi anteroposterior (A) dan lateral (B) menunjukkan adanya
destrukdi corpus vertebra lumbal 1 dan II dengan hilangnya discus intervertebralis. Destruksi
corpus vertebra terletak pada bagian anterior corpus, yang menyebabkan deformitas khas
berupa gibbus. Terdapat sklerosis reaktif yang merupakan ciri khas dari infeksi tuberkulosa
(Shanley, 1995)
Gambar. Gambaran radiografi lateral pada corpus vertebra thoracalis menunjukkan destruksi
total dari corpus vertebra thoracalis VI yang menyebabkan deformitas plana pada vertebra.
Diskus intervertebralis yang berdekatan tidak tervisualisasi dengan baik. Terdapat pula
destruksi dari corpus vertebra thoracalis VII bagian anterior dan posterior sehingga
menyebabkan deformitas gibbus (Shanley, 1995)
26
Gambar. A. gambaran radiografi lateral dari vertebra lumbal menunjukkan erosi fokal (tanda
panah) pada aspek antero-superior dari corpus vertebra lumbal IV. Subtle erosion juga
terdapat pada endplate vertebra lumbal III antero-inferior. B. gambaran radiografi didapat 3
bulan sebelumnya menunjukkan perubahan erosi pada corpus vertebra, sklerosis pada end
plate vertebra, hilangnya discus intervertebralis yang berdekatan, tampak suatu massa
jaringan lunak pada bagian anterior (tanda panah), dan ada pembentukan gibbus awal
(Shanley, 1995).
27
dapat melihat kalsifikasi pada abses jaringan lunak. Selain itu CT scan dapat digunakan untuk
memandu prosedur biopsi (Newanda, 2009).
Lesi terlihat osteolitik iregular, bermula pada korpus dan kemudian menyebar
sehingga vertebra kolaps dan terjadi herniasi diskus ke dalam vertebra yang hancur. CT scan
dapat menggambarkan keterlibatan elemen posterior bilateral akan berakibat instabilitas
tulang belakang sehingga tindakan operatif merupakan indikasi dan prosedur anterior strut
grafting mungkin tidak adekuat sehingga dibutuhkan instrumentasi posterior (Newanda,
2009).
o CT scan dapat memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesi irreguler, skelerosis,
o
umtuk
menegaskan
bentuk
dan
kalsifikasi dari abses jaringan lunak. Terlihat destruksi litik pada vertebra (panah hitam)
dengan abses soft-tissue (panah putih) (Newanda, 2009).
Gambar. Unenhanced CT scan dari pelvis menunjukkan destruksi dari bagian anterior
sacrum dan abses tuberkulosa luas pada presacral (tanda panah putih). Terdapat pula
sequestrum (tanda panah hitam (Shanley, 1995)
28
Gambar. Pada CT scan dengan kontras abdomen menunjuuka destruksi litik pada bagian
anterior dari corpus vertebra lumal I (tanda panah hitam) dan pembentukan abses pada
paraspinal terdekat dan psoas kanan (tanda panah putih) (Shanley, 1995).
29
Gambar. Unenhanced CT scan dari spine menunjukkan destruksi dan fragmentasi dari
corpus vertebra lumbal I. Abses interosseosa meluas sampai ke bagian posterior (tanda
panah), menyebabkan perluasan minimal pada saccus thecal (Shanley, 1995).
Gambar. Gambar A, Terdapat penyengatan kontras pada CT-scan abdomen dengan teknik
bone window menunjukkan cloaca (panah) di bagian anterolateral dari corpus vertebrae
thorax XII. Gambar B, Gambaran CT-scan beberapa sentimeter di bagian caudal dari gambar
A menunjukkan abses besar pada muskulus psoas kiri yang disebabkan oleh dekompresi
spontan abses T12 intraosseous. Gambar C, CT-scan yang melalui bagian bawah dada
menunjukkan efusi pleura kiri yang besar dan atelektasis lobus bawah kiri. Efusi ini
disebabkan oleh perluasan cephalic dari rupture dan abses paraspinal ke dalam rongga pleura
kiri (Shanley, 1995)
.
Gambar. Penyengatan kontras CT-scan abdomen menunjukkan destruksi litik dari bagian
anterior corpus vertebrae lumbal I (panah hitam) dan pembentukan abses di psoas kanan dan
paraspinal. Gambar 7, laki-laki 42 tahun dengan spondilitis tuberkulosa. CT-scan tanpa
penyengatan spina menunjukkan destruksi dan fragmentasi dari corpus vertebrae lumbal I.
Terdapat perluasan posterior dari abses intraosseus (panah) yang menghasilkan gangguan
ringan pada saccus thecal (Shanley, 1995)
2.3
Pemeriksaan MRI
30
31
Gambar. Terdapat keterlibatan endplate anterior dan pelebaran diskus intervertebrae dan
corpus vertebrae posterior. Pemeriksaan MRI ini dapat menunjukkan pembentukan abses dan
metode terbaik untuk menunjukkan kompresi saraf tulang belakang dan akar saraf (Craig,
2009)
32
Gambar. MRI potongan sagital T2 weighted yang berdekatan menunjukkan 2 level dari
infeksi tuberkulosa. Adanya gibbus pada region thorax atas karena destruksi lengkap dan
kolaps dari corpus vertebrae thorax VI. Corpus vertebrae VII sebagian hancur dan bersudut
serta ruang diskus intervertebralis sulit tervisualisasi. Adanya kolaps dan penyudutan dari
corpus vertebrae lumbal IV pada setengah bagian anterior dengan penyempitan diskus
intervertebralis yang berdekatan. Corpus vertebrae lumbal V menunjukkan peningkatan
sinyal yang disebabkan oleh infeksi tuberkulosa. Kanalis medulla spinalis terganggu secara
minimal pada kedua level (Shanley, 1995).
Gambar. Gambar A MRI potongan sagital T1 weight menunjukkan penurunan sinyal pada
corpus vertebrae thorax bagian bawah (T8-T11). Destruksi endplate vertebrae dan
keterlibatan diskus intervertebralis juga terdapat pada level ini. Abses paraspinal terlihat
meluas secara anterior dan posterior ke ruang epidural dan mengganggu saccus thecal.
Gambar B dan C, MRI potongan sagital proton densitas weighted (A) dan T2 weighted dari
spina thoraks menunjukkan peningkatan intensitas sinyal dalam corpus vertebrae dan ruang
33
diskus intervertebralis. Perluasan abses paraspinal secara anterior tervisualisasi lebih baik
pada proton densitas weighted dan T2 weighted dibandingkan T1 weighted. Abses epidural
tidak tergambar baik pada T2 weighted image karena intensitas sinyal tinggi dari CSF
(Shanley, 1995).
Gambar. MRI axial enhanced T1 weighted pada corpus vertebrae thorax IX menunjukkan
ketebalan lingkar dari penyangatan disekitar abses intraosseus. Lingkar penyangatan juga
terdapat disekitar abses paraspinal (panah). Penyangatan abses epidural (panah) terlihat
penekanan sacus thecal (Shanley, 1995).
Gambar. MRI potongan coronal enhanced T1- weighted dari spina menunjukkan perluasan
abses paraspinal. Penyebaran infeksi subligamental dan abses intraosseus tervisualisasi baik
pada pencitraan coronal ini. Adanya infiltrate tuberkulosa pada lobus atas kiri. Gambar B,
Pada MRI potongan sagital T2 weighted fast spin-echo menunjukkan peningkatan sinyal
dalam corpus vertebrae lumbal I yang disebabkan oleh infeksi tuberkulosa. Adanya gangguan
margo anterosuperior dari corpus vertebrae menghasilkan abses paraspinal dan penyebaran
subligamen secara anterior. Penurunan intensitas sinyal dan penyempitan diskus
intervertebralis Thorax XII-Lumbal I yang disebabkan penetrasi dari infeksi melalui diskus.
Adanya abses intraosseus pada corpus vertebrae lumbal IV. Gambar 3, MRI potongan sagital
34
Gambar. Tuberkulosis spondilitis dari thorax VIII-IX (a, b, c). (a) potongan sagital pregadolinum T1-weighted. (b) Potongan sagital T2-weighted. (c) Potongan sagital postgadolinum T1-weighted menunjukkan pola tipical dari kerusakan corpus vertebrae dengan
keterlibatan diskus, intensitas sinyal tinggi linear dari diskus pada T2-weighted image
tervisualisasi baik (panah putih). Setelah pemberian gadolinium, terdapat penyangatan dari
vertebrae bagian posterior, linkar diskus intervertebralis yang irregular (panah putih), dan
kolaps dari vertebrae thorax VIII (Danchaivijitr, 2007)
Pemeriksaan Laboratorium
o Peningkatan LED dan mungkin disertai leukositosis, tetapi hal ini tidak dapat
digunakan untuk uji tapis. Al-marri melaporkan 144 anak dengan spondilitis
tuberkulosis didapatkan 33 % anak dengan laju endap darah yang normal.
o Uji Mantoux positif
o Pada pewarnaan Tahan Asam dan pemeriksaan biakan kuman mungkin
ditemukan mikobakterium
o Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional.
o Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel
o Pungsi lumbal., harus dilakukan dengan hati-hati, karena jarum dapat menembus
masuk abses dingin yang merambat ke daerah lumbal. Akan didapati tekanan
cairan serebrospinalis rendah, test Queckenstedt menunjukkan adanya blokade
sehingga
menimbulkan
sindrom
Froin
yaitu
kadar
protein
likuor
memiliki
sensitivitas
60-80%
tetapi
pemeriksaan
ini
Prosedur
tersebut
meliputi
denaturasi
DNA
kuman
Kesulitan lain dalam menerapkan pemeriksaan bakteriologik adalah lamanya waktu yang
diperlukan. Hasil biakan diperoleh setelah 4-6 minggu dan hasil resistensi baru diperoleh 2-4
minggu sesudahnya.Saat ini mulai dipergunakan system BATEC ( Becton Dickinson
Diagnostic Instrument System ), Dengan system ini identifikasi dapat dilakukan dalam 7-10
hari.Kendala yang sering timbul adalah kontaminasi oleh kuman lain, masih tingginya harga
alat dan juga karena system ini memakai zat radioaktif maka harus dipikirkan bagaimana
membuang sisa-sisa radioaktifnya.
3.8 PENATALAKSANAAN [4,5,13,14]
Penatalaksanaan spondilitis tuberkulosis ditujukan untuk eradikasi infeksi ,
memberikan stabilitas pada tulang belakang dan menghentikan atau memperbaiki kifosis.
Kriteria kesembuhan sebagian besar ditekankan pada tercapainya favourable status yang
didefenisikan sebagai pasien dapat beraktifitas penuh tanpa membutuhkan kemoterapi atau
tindakan bedah lanjutan, tidak adanya keterlibatan system saraf pusat , focus infeksi yang
tenang secara klinis maupun secara radiologis.
Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan sesegera
mungkin
untuk
menghentikan
progresivitas
penyakit
serta
mencegah
paraplegia.
37
Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA(-)/rontgen (+), diberikan dalam 2 tahap ;
Tahap 1 : Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg dan Pirazinamid 1.500
mg. Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali).
Tahap 2: Rifampisin 450 mg, INH 600 mg, diberikan 3 kali seminggu (intermitten)
selama 4 bulan (54 kali).
Kategori 2
Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan, termasuk
penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang diberikan dalam 2 tahap yaitu :
o Tahap I diberikan Streptomisin 750 mg , INH 300 mg, Rifampisin 450 mg,
Pirazinamid 1500mg dan Etambutol 750 mg. Obat ini diberikan setiap hari ,
Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama
3 bulan (90 kali).
o Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol 1250 mg.
Obat diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan (66 kali).
Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita
bertambah baik, laju endap darah menurun dan menetap, gejala-gejala klinis
berupa nyeri dan spasme berkurang serta gambaran radiologik ditemukan
adanya union pada vertebra.
Di bawah adalah penjelasan singkat dari obat anti tuberkulosa yang primer:
Isoniazid (INH)
o Bersifat bakterisidal baik di intra ataupun ekstraseluler
o Tersedia dalam sediaan oral, intramuskuler dan intravena.
o Bekerja untuk basil tuberkulosa yang berkembang cepat.
o Berpenetrasi baik pada seluruh cairan tubuh termasuk cairan serebrospinal.
o Efek samping : hepatitis pada 1% kasus yang mengenai lebih banyak pasien
berusia lanjut usia, peripheral neuropathy karena defisiensi piridoksin secara
relatif (bersifat reversibel dengan pemberian suplemen piridoksin).
o Relatif aman untuk kehamilan
o Dosis INH adalah 5 mg/kg/hari 300 mg/hari
Rifampin (RMP)
o Bersifat bakterisidal, efektif pada fase multiplikasi cepat ataupun lambat dari
basil, baik di intra ataupun ekstraseluler.
o Keuntungan : melawan basil dengan aktivitas metabolik yang paling rendah
(seperti pada nekrosis perkijuan).
o Lebih baik diabsorbsi dalam kondisi lambung kosong dan tersedia dalam
bentuk sediaan oral dan intravena.
38
39
2. Terapi operatif
Bedah Kostotransversektomi yang dilakukan berupa debrideman dan penggantian
korpus vertebra yang rusak dengan tulang spongiosa/kortiko spongiosa.
Potts paraplegia sendiri selalu merupakan indikasi perlunya suatu tindakan operasi
(Hodgson) akan tetapi Griffiths dan Seddon mengklasifikasikan indikasi operasi menjadi:
a. Indikasi absolut
Paraplegia dengan onset selama terapi konservatif; operasi tidak dilakukan bila
timbul tanda dari keterlibatan traktur piramidalis, tetapi ditunda hingga terjadi
kelemahan motorik.
Paraplegia yang menjadi memburuk atau tetapi statis walaupun diberikan terapi
konservatif
Hilangnya kekuatan motorik secara lengkap selama 1 bulan walaupun telah diberi
terapi konservatif
Paraplegia disertai dengan spastisitas yang tidak terkontrol sehingga tirah baring
dan immobilisasi menjadi sesuatu yang tidak memungkinkan atau terdapat resiko
adanya nekrosis karena tekanan pada kulit.
Paraplegia berat dengan onset yang cepat, mengindikasikan tekanan yang besar
yang tidak biasa terjadi dari abses atau kecelakaan mekanis; dapat juga
disebabkan karena trombosis vaskuler yang tidak dapat terdiagnosa
Paraplegia berat; paraplegia flasid, paraplegia dalam posisi fleksi, hilangnya
sensibilitas secara lengkap, atau hilangnya kekuatan motorik selama lebih dari 6
bulan (indikasi operasi segera tanpa percobaan pemberikan terapi konservatif)
b. Indikasi relatif
Paraplegia yang rekuren bahwa dengan paralisis ringan sebelumnya
Paraplegia pada usia lanjut, indikasi untuk operasi diperkuat karena kemungkinan
pengaruh buruk dari immobilisasi
Paraplegia yang disertai nyeri, nyeri dapat disebabkan karena spasme atau
kompresi syaraf
Komplikasi seperti infeksi traktur urinarius atau batu
c. Indikasi yang jarang
Posterior spinal disease
Spinal tumor syndrome
Paralisis berat sekunder terhadap penyakit servikal
Paralisis berat karena sindrom kauda ekuina
Abses Dingin (Cold Abses)
40
Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi
resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang besar dilakukan drainase
bedah. Ada tiga cara menghilangkan lesi tuberkulosa, yaitu:
a. Debrideman fokal
b. Kosto-transveresektomi
c. Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.
Paraplegia
Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:
a. Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata
b. Laminektomi
c. Kosto-transveresektomi
d. Operasi radikal
e. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang
Operasi kifosis
Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat, Kifosis mempunyai
tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak. Tindakan operatif dapat berupa fusi
posterior atau melalui operasi radikal.
b.
pemeriksaan laboratorium.
Spondylitis ankilosa
Suatu penyakit inflamasi progresif, biasanya mengenai pria dewasa muda, sering
disertai riwayat penyakit keluarga; (95% pasien membawa antigen leukosit manusia;
HLA-B27).
41
klasik.
Scheuermanns disease
Penyakit ini mudah dibedakan dari spondilitis tuberkulosa oleh karena tidak adanya
penipisan korpus vertebrae kecuali di bagian sudut superior dan inferior bagian
anterior dan tidak terbentuk abses paraspinal.
2. MetastaseTulang
Metastase tulang merupakan tumor tulang ganas yang paling sering. Metastase
terutama menyebar ke tulang-tulang yang mengandung sumsum sehingga lebih sering
ditemukan pada tulang-tulang axial. Setiap tumor primer dapat bermetastase ke tulang,
namun metastase yang paling sering adalah:
Payudara: memiliki insidensi yang tinggi untuk deposit tulang, biasanya bersifat litik
namun dapat sklerotik atau campuran, merupakan penyebab deposit sklerotik yang
Deposit litik: gambaran utama berupa destruksi tulang dengan batas yang tidak jelas
dan dapat menyebabkan fraktur patologis. Reaksi periosteal lebih jarang jika
dibandingan tumor ganas primer.
42
Deposit sklerotik: terlihat sebagai peningkatan densitas yang tidak berbatas tegas
dengan diikuti hilangnya arsitektur tulang. Lesi sekunder pada vertebrae dapat berupa
pedikel yang sklerotik. Dengan adanya lesi multiple, diangnosa metastase hampir
dapat dipastikan.
Metastase dapat menyebabkan destruksi dan kolapsnya corpus vertebra tetapi berbeda
dengan spondilitis tuberkulosa karena ruang diskusnya tetap dipertahankan.Secara radiologis
kelainan karena infeksi mempunyai bentuk yang lebih difus sementara untuk tumor tampak
suatu lesi yang berbatas jelas.
43
BAB IV
KESIMPULAN
Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi
granulomatosisdi sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycobacterium tuberculosa yang
mengenai tulang vertebra.
Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat
lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mycobacterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human
dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mycobacterium tuberkulosa atipik. Kuman ini
berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh
karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar
matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan
lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur lama selama beberapa tahun.
44
Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan gejala
tuberkulosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan
menurun, suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada
punggung.
Pada stadium awal ini belum ditemukan deformitas tulangvertebra, demikian pula
belum terdapat nyeri ketok pada vertebra yang bersangkutan. Nyeri spinal yang menetap,
terbatasnya pergerakan spinal, dan komplikasi neurologis merupakan tanda terjadinya
destruksi yang lebih lanjut. Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus, termasuk
akibat penekanan medulla spinalis yang menyebabkan paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri
radix saraf. Tanda yang biasa ditemukan di antaranya adalah adanya kifosis (gibbus),
bengkak pada daerah paravertebra, dan tanda-tanda defisit neurologis seperti yang sudah
disebutkan di atas.
DAFTAR PUSTAKA
1. Martini F.H., Welch K. Fundamentals of Anantomy and Physiology. 5th ed. New
Jersey : Upper Saddle River, 2001: 132,151pg
2. Anatomi fungsional vertebra, accessed on
http://fisiosby.com/anatomi-fungsional-vertebrae
from
8. Lindsay, KW, Bone I, Callander R. Spinal Cord and Root Compresion. In : Neurology
and Neurosurgery Illustrated. 2nded. Edinburgh : Churchill Livingstone, 1991 : 388
9. Savant C, Rajamani K. Tropical Diseases of the Spinal Cord. In : Critchley E,Eisen
A., editor. Spinal Cord Disease : Basic Science, Diagnosis and Management.
London :Springer-Verlag, 1997 : 378-87.
10. Sidharta P, Spondilitis Tuberculosa, in Lazuardi S, Hok TS, Sudibjo AI, at all eds,
Neurologi Klinik dalam Praktek Umum,Dian Rakyat, Jakarta 1999:341
11. Dewi LK, Edi A, Suarthana E, Spondilitis Tuberkulosa, in Mansjoer A, Suprohaita,
Wardhani WI, Setiowulan W, eds, Kapita Selekta Kedokteran Media Aesculapius
Jakarta 2000 : 58
12. Lauerman WC, Regan M. Spine. In : Miller, editor. Review of Orthopaedics. 2nd ed.
Philadelphia : W.B. Saunders, 1996 : 270-91
13. Currier B.L, Eismont F.J. Infections of The Spine. In : The spine. 3rd ed.Rothman
Simeone editor. Philadelphia : W.B. Sauders, 1992 : 1353-64
14. Graham JM, Kozak J. Spinal Tuberculosis. In : Hochschuler SH, Cotler HB, Guyer
RD. editor. Rehabilitation Of The Spine : Science and Practice. St. Louis : MosbyYear Book, Inc., 1993 : 387-90.
46