Anda di halaman 1dari 7

BAB 6

PEMBAHASAN

6.1 Pengembangan Desa Siaga Berdasarkan Indikator Keberhasilan Pengembangan Desa


Siaga
6.1.1 Pengembangan Desa Siaga berdasarkan indikator input
Berdasarkan data yang kami peroleh dari 4 desa meliputi desa

Pandan

Blole, Kedung dowo, Tanggung Kramat, dan Bawangan, didapatkan semua desa
memiliki (FMD) Forum Masyarakat Desa. Berdasarkan jumlah POSKESDES dan
sarananya, seluruh desa memiliki POSKESDES (Pos Kesehatan Desa), terdapat 3
desa yang memiliki 2 POSKESDES (PUSTU dan POLINDES) yaitu; desa Kedung
Dowo, desa Pandan Blole dan desa Bawangan, sedangkan desa Tanggung kramat
hanya memiliki 1 POSKESDES. Berdasarkan tenaga kesehatan yang dimiliki,
seluruh desa yang menjadi sampel penelitian memiliki bidan.

Berdasarkan

UKBM, seluruh desa memiliki UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat).


Berdasarkan jumlah POSKESDES dan sarananya, seluruh desa memiliki
POSKESDES (Pos Kesehatan Desa), terdapat 3 desa yang memiliki 2 POSKESDES
(PUSTU dan POLINDES) yaitu; desa Kedung Dowo, desa Pandan Blole dan desa
Bawangan, sedangkan desa Tanggungkramat hanya memiliki 1 POSKESDES.

Karena mnurut tokoh masyarakat, lokasi desa Tanggungkramat cukup dekat dengan
Puskesmas Ploso, sehingga desa Tanggungkramat cukup memiliki 1 POSKESDES.
Berdasarkan tenaga kesehatan yang dimiliki, seluruh desa yang menjadi
sampel penelitian memiliki bidan, dan tidak satupun desa yang miliki dokter,
perawat, maupun Bagas.

Berdasarkan UKBM, seluruh desa memiliki UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis


Masyarakat), baik berupa Posyandu maupun kegiatan kadarzi. Sebenarnya ada juga UKBM

lain misalnya Arisan Jamban Keluarga, hanya saja tidak semua desa memiliki UKBM
tersebut. Hal ini terkait dengan tingkat kemauan dan tingkat partisipasi warga di masing
masing desa. Contohnya di desa Pandan Blole yang memiliki Arisan Jamban Keluarga yang
hingga penelitian ini dilakukan warga desa masih aktif menghidupkan UKBM ini.
Dari indikator input yang kami dapatkan, semua desa (Pandan Blole, Kedung dowo,
Tanggung Kramat, dan Bawangan) mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi

Desa Siaga dengan tingkatan paripurna, karena masing-masing desa telah memiliki forum
Masyarakat

Desa,

sarana

pelayanan

kesehatan

serta

perlengkapan

atau

peralatannya, UKBM, tenaga kesehatan (minimal bidan), kader yang aktif, dan
adanya sarana bangunan atau POSKESDES sebagai pusat pemberdayaan
masyarakat bidang kesehatan.

6.1.2 Pengembangan Desa Siaga berdasarkan indikator proses


Berdasarkan data didapatkan semua desa mengadakan Forum Masyarakat
Desa dengan frekuensi yang hampir sama rata-rata 1-2 kali sebulan dan seluruh
desa memiliki UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat). Terdapat 3 desa
yang memiliki sistem kesigapan dan penanggulangan kegawatdaruratan dan
bencana dan berfungsi dengan baik, yaitu; desa pandan Blole, Bawangan dan
Kedung Dowo. Sistem surveilans dari ke tiga desa tersebut berfungsi dengan
baik. Sedangkan desa Tanggung Keramat tidak memiliki sistem kesigapan dan
penanggulangan kegawatdaruratan dan bencana. Dan seluruh desa terdapat
tenaga kesehatan dan kader yang melakukan kunjungan rumah.

Berdasarkan data didapatkan semua desa mengadakan Forum Masyarakat


Desa dengan frekuensi yang hampir sama rata-rata 1-2 kali sebulan dan seluruh
desa

memiliki

UKBM

(Upaya

Kesehatan

Berbasis

Masyarakat).

Tujuan

penyelenggaraan Forum Masyarakat Desa (FMD) ini adalah mencari alternatif penyelesaian
masalah kesehatan dan upaya membangun POSKESDES dikaitkan dengan potensi yang
dimiliki desa. Di samping itu, juga untuk menyusun rencana-rencana jangka panjang
pengembangan Desa Siaga.
Inisiatif penyelenggaraan musyawarah sebaiknya berasal dari tokoh masyarakat yang
telah sepakat mendukung pengembangan Desa Siaga. Peserta musyawarah adalah tokohtokoh masyarakat, tokoh perempuan dan generasi muda setempat. Bahkan sedapat mungkin
dilibatkan pula kalangan dunia usaha yang mau mendukung pengembangan Desa Siaga dan
kelestariannya (untuk itu diperlukan advokasi). Rata-rata peserta di masing-masing Desa yang
mengikuti Forum Masyarakat Desa adalah 20 orang.
Pada saat FMD data serta temuan lain yang diperoleh akan disampaikan, terutama
adalah daftar masalah kesehatan, data potensi, serta harapan masyarakat. Hasil pendataan
tersebut dimusyawarahkan untuk penentuan prioritas serta langkah-langkah solusi untuk
pembangunan POSKESDES dan pengembangan Desa Siaga.
Bedrdasarkan data yang didapatkan, seluruh desa memiliki UKBM (Upaya
Kesehatan Berbasis Masyarakat) dan mampu mengkoordinir semua UKBM UKBM

yang dimiliki oleh masing masing desa. Terbukti dengan jalannya program POSYANDU
dan KADARZI yang secara umum dimiliki oleh seluruh desa.
Seluruh desa memiliki UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat) yang telah
berfungsi. Indikator yang paling mudah diamati adalah POSYANDU, dimana rutin dilakukan
1 bulan sekali, partisipasi warga juga relatif tinggi, ini dibuktikan dengan jumlah warga yang

hadir pada setiap pertemuan tidak pernah menurun. Sedangkan untuk program Kadarzi
(Keluarga Sadar Gizi) tidak semua desa menjalankan program tersebut. Desa yang
mempunyai program Kadarzi mencoba memberikan penyuluhan tentang makanan yang
bergizi, tes garam dapur yang beryodium. Namun program tersebut tidak selalu dilaksanakan
1 bulan sekali, ada yang melakukannya bila ada program dari Puskesmas atau Kecamatan.
Terdapat 3 desa yang memiliki sistem kesigapan dan penanggulangan
kegawatdaruratan dan bencana dan berfungsi dengan baik, yaitu; desa pandan
Blole, Bawangan dan Kedung Dowo. Sistem surveilans dari ke tiga desa tersebut
berfungsi dengan baik. Sedangkan desa Tanggung Keramat tidak memiliki sistem
kesigapan dan penanggulangan kegawatdaruratan dan bencana. Suatu tatanan

yang berbentuk kemandirian masyarakat dalam kesiapsiagaan menghadapi situasi kedaruratan


(bencana, situasi khusus, dan lain-lain). Masyarakat sudah dipersiapkan apabila terjadi situasi
darurat maka mereka tahu harus berbuat apa, mereka tahu tempat untuk mencari maupun
memberi informasi ke mana. Berdasarkan pengertian tersebut sebenarnya hampir semua desa
memiliki sistem kesigapan masing-masing, hanya saja tidak semua tim yang disiapkan oleh
masing-masing desa mendapatkan pelatihan dari pemerintah. Dari kenyataan di atas, evaluasi
secara berkelanjutan oleh pemerintah tentang Desa Siaga, baik dari Puskesmas maupun dari
Dinkes sendiri sangat berperan sehingga kesiapan yang dimiliki desa bias dikembangkan
dengan bantuan pelatihan dari institusi maupun pemerintah yang menaungi Desa Siaga.
Sistem surveilans dari ke tiga desa tersebut berfungsi dengan baik, kecuali
desa Tanggug kramat. Hal ii dibuktikan dengan adanya pengamatan yang dilakukan

secara terus-menerus di masing-masing desa berbeda, tetapi hampir semua desa sudah
melakukan Jumantik (Juru Pemantau Jentik) dengan frekuensi yang juga berbeda. Sedangkan
untuk tindak lanjut tentang KLB lain seperti Diare, sementara ini belum ada program

surveilensnya hanya berupa penyuluhan saja. Sebenarnya program surveilens yang bisa
dilakukan adalah berupa pengamatan dan perbaikan kualitas jamban di masing masing desa.
Dari data yang diperoleh juga didapatkan seluruh desa terdapat tenaga kesehatan dan
kader yang melakukan kunjungan rumah. Terutama pada program Jumantik (Juru Pemantau
Jentik) sebagai bentuk PHBS dan ada beberapa desa yang juga melakukan kunjungan rumah
berupa tes garam dapur sebagai bentuk Kadarzi.
Dari indikator proses, dapat diambil kesimpulan bahwa semua desa berpotensi untuk
menjadi Desa Siaga yang lebih berkembang dari saat ini, kecuali desa Tanggungkramat
karena desa ini tidak memiliki UKBM, Sistem Kesigapan dan Penanggulangan
Kegawatdaruratan, serta surveillance.

6.2 Tingkatan 4 Desa Siaga pada Masing-Masing Desa di Kecamatan Ploso


Dari data didapatkan 2 desa yang termasuk tingkatan Desa Siaga tahap
tumbuh dengan prosentase

50 % yaitu desa Bawangan dan Tanggungkramat,

dan 2 desa yang lain termasuk tingkatan Desa Siaga tahap kembang dengan
prosentase 50 %.

Berdasarkan teori, desa Bawangan dan desa Tanggungkramat masih masuk dalam Desa
Siaga tahap tumbuh, pada tahap ini telah terbentuk forum kesehatan masyarakat
dan sudah mulai timbul gagasan-gagasan baru dari anggota forum untuk
mengembangkan

UKBM

sesuai

kebutuhan

masyarakat

selain

POSYANDU,

demikian juga POLINDES dan POSYANDU sedikitnya sudah pada tahap madya.
Pendampingan dari tim kecamatan atau petugas dari sektor atau LSM masih
sangat diperlukan untuk pengembangan kualitas POSYANDU atau pengembangan
UKBM lainnya. Hal penting lain yang diperhatikan adalah pembinaan dari

Puskesmas PONED sehingga semua ibu hamil, bersalin, nifas serta bayi baru lahir
yang resiko tinggi dapat ditangani dengan baik. Di samping itu sistem surveilans
berbasis masyarakat juga sudah dapat berjalan, artinya masyarakat mampu
mengamati penyakit serta faktor risiko dilingkungannya secara terus-menerus
dan melaporkan serta memberikan informasi pada petugas kesehatan yang
terkait.

Desa Bawangan masih termasuk dalam tingkatan Desa Siaga tahap tumbuh karena
sudah mempunyai POSKESDES. Tetapi kesadaran warga desa akan Prilaku Hidup Sehat di
desa tersebut masih rendah. Hal tersebut terlihat dari kebiasaan warga desa yang tidak mau
membuang air besar di jamban atau MCK yang telah disediakan, bahkan mereka lebih
memilih untuk buang air besar di pinggir sungai. Menurut data yang diperoleh, 2539
penduduk dari 609 KK Desa Bawangan memiliki 462 Jamban sehat (leher angsa dan
cemplung tertutup), 32 jamban tidak sehat (cemplung terbuka dan mencemari badan air), 36
menumpang ke jamban sehat (belum punya jamban sendiri), 87 masih BAB sembarangan
(bisa di sungai, kebun, sawah dan sebagainya).
Desa Tanggungkramat juga masih termasuk dalam tingkatan Desa Siaga tahap tumbuh
karena dengan Desa Bawangan telah memiliki Forum Masyarakat Desa, Yankes dasar (sarkes
desa dengan nakes), UKBM yang berkembang, Dibina Puskesmas PONED, Surveilans
berbasis masyarakat, dan Lingkungan sehat. Sedangka desa Tanggungkramat belum memiliki
sistem kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana berbasis masyarakat, sistem pembiayaan
kesehatan berbasis masyarakat, serta belum adanya masyarakat ber PHBS. Hal tersebut
dikarenakan kepemilikan jamban yang tidak merata di tiap rumah warga. Menurut data yang
diperoleh, dengan jumlah penduduk 2593 pendudukdari 655 KK Desa Tanggungkramat
memiliki 212 Jamban sehat (leher angsa dan cemplung tertutup), 76 jamban tidak sehat

(cemplung terbuka dan mencemari badan air), 145 menumpang ke jamban sehat (belum
punya jamban sendiri), 200 masih BAB sembarangan (bisa di sungai, kebun, sawah dan
sebagainya).
Desa Pandanblole dan desa Kedung dowot sudah bisa dikategorikan dalam Desa Siaga
tahap kembang karena sudah memiliki Forum Masyarakat Desa, Yankes dasar (sarkes desa
dengan nakes), UKBM yang berkembang, dibina Puskesmas PONED, surveilans berbasis
masyarakat, sistem kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana berbasis masyarakat, dan
Lingkungan sehat. Sedangkan yang belum dimiliki oleh kedua desa tersebut adalah sistem
pembiayaan kesehatan berbasis masyarakat dan masyarakat ber PHBS.
Mengacu pada pengertian pada tingkatan Desa Siaga paripurna yaitu semua indikator
dalam kriteria Desa Siaga sudah terpenuhi. Masyarakat sudah hidup dalam lingkungan sehat
serta berprilaku hidup bersih dan sehat. Masyarakatnya sudah mandiri dengan siaga.
Pendampingan dari tim kecamatan sudah tidak diperlukan lagi.
Terwujudnya masyarakat yang sudah mandiri dengan siaga sudah mulai terlihat pada
desa Kedung dowo dimana sistem pembiayaan berbasis masyarakat seperti arisan jamban
sudah mulai digalakan, bahkan dari hasil wawancara didapatkan bahwa warga desa juga
berupaya merenovasi POLINDES dengan uang hasil iuran mereka. Namun kenyataan lain
yang ada di lapangan tidak sesuai dengan sasaran pengembangan Desa Siaga yaitu semua
individu dan keluarga di desa, diharapkan mampu melaksanakan hidup sehat serta peduli dan
tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayah desanya. Terbukti dengan adanya
kesadaran warga desa akan PHBS (Prilaku Hidup Bersih dan Sehat), yang menurut tokoh
masyarakat disebutkan bahwa sebagian besar warga desa telah defekasi di jamban.

Anda mungkin juga menyukai