Dinding bola mata yang teriri dari: sclera dan kornea. Kornea
kecuali sebagai dinding juga berfungsi sebagai jendela untuk jalannya
sinar.
- Saluran air mata yang menyalurkan air mata dari fornik konjungtiva ke
dalam rongga hidung
B. DEFINISI
Trauma tembus pada mata adalah suatu trauma dimana seluruh lapisan
jaringan atau organ mengalami kerusakan.
C. ETIOLOGI
Trauma tembus disebabkan benda tajam atau benda asing masuk kedalam
bola mata.
D. TANDA DAN GEJALA
1) Tajam penglihatan yang menurun
2) Tekanan bola mata rndah
3) Bilikmata dangkal
4) Bentuk dan letak pupil berubah
5) Terlihat adanya ruptur pada corneaatau sclera
6) Terdapat jaringan yang prolapsseperti caiaran mata iris,lensa,badan kaca
atau retina
7) Kunjungtiva kemotis
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiology pada trauma mata sangat membantu dalam
menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda asing .Pemeriksaan ultra
sonographi untuk menentukan letaknya, dengan pemeriksaan ini dapat
diketahui benda tersebut pada bilik mata depan, lensa, retina.
b. Pemeriksaan Computed Tomography (CT)
Suatu tomogram dengan menggunakan komputer dan dapat dibuat scanning
dari organ tersebut.
F. PENATALAKSANAAN
Bila terlihat salah satu tanda diatas atau dicurigai adanya perforasi bola mata,
maka secepatnya dilakukan pemberian antibiotik topical, mata ditutup, dan
segera dikirim kepada dokter mata untuk dilakukan pembedahan. Sebaiknya
dipastikan apakah ada benda asing yang masuk ke dalam mata dengan
membuat foto. Pada pasien dengan luka tembus bola mata selamanya
diberikan antibiotik sistemik atau intravena dan pasien dikuasakan untuk
kegiatan pembdahan. Pasien juga diberi antitetanus provilaksis, dan kalau
perlu penenang. Trauma tembus dapat terjadi akibat masuknya benda asing ke
dalam bola mata. Benda asing didalam bola mata pada dasarnya perlu
dikeluarkan dan segera dikirim ke dokter mata. Benda asing yang bersifat
magnetic dapat dikeluarkan dengan mengunakan magnet raksasa. Benda yang
tidak magnetic dikeluarkan dengan vitrektomi. Penyulit yang dapat timbul
karena terdapatnya benda asing intraokular adalah indoftalmitis, panoftalmitis,
ablasi retina, perdarahan intraokular dan ftisis bulbi.
G. PATOFISIOLOGI
Trauma tembus pada mata karena benda tajam maka dapat mengenai organ
mata dari yang terdepan sampai yang terdalam. Trauma tembus bola mata bisa
mengenai :
1) Palpebra
Mengenai sebagian atau seluruhnya jika mengenai levator apaneurosis
dapat menyebabkan suatu ptosis yang permanen
2) Saluran Lakrimalis
Dapat merusak sistem pengaliran air mata dai pungtum lakrimalis sampai
ke rongga hidung. Hal ini dapat menyeabkan kekurangan air mata.
3) Congjungtiva
Dapat merusak dan ruptur pembuluh darah menyebabkan perdarahan sub
konjungtiva
4) Sklera
Bila ada luka tembus pada sklera dapat menyebabkan penurunan tekana
bola mata dan kamera okuli jadi dangkal (obliteni), luka sklera yang lebar
dapat disertai prolap jaringan bola mata, bola mata menjadi injury.
5) Kornea
Bila ada tembus kornea dapat mengganggu fungsi penglihatan karena
fungsi kornea sebagai media refraksi. Bisa juga trauma tembus kornea
menyebabkan iris prolaps, korpusvitreum dan korpus ciliaris prolaps, hal
ini dapat menurunkan visus
6) Uvea
Ila luka dapat menyeabka pengaturan banyaknya cahay yang masuk
sehinggan muncul fotofobia atau penglihatan kabur
7) Lensa
Ila ada trauma akan mengganggu daya fokus sinar pada retina sehingga
menurunkan daya refraksi dan sefris sebagai penglihatan menurun karena
daya akomodasi tisak adekuat.
8) Retina
Dapat menyebabkan perdarahan retina yang dapat menumpuk pada rongga
badan kaca, hal ini dapat muncul fotopsia dan ada benda melayang dalam
badan kaca bisa juga teri oblaina retina.
atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata. Alat rumah tangga sering
menimbulkan perlukaan atau trauma mata.
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak disengaja yang
menimbulkan perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata.
Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan
kebutaan bahkan kehilangan mata.
Trauma tumpul, meskipun dari luar tidak tampak adanya kerusakan yang
berat, tetapi transfer energi yang dihasilkan dapat memberi konsekuensi cedera
yang fatal. Kerusakan yang terjadi bergantung kekuatan dan arah gaya, sehingga
memberikan dampak bagi setiap jaringan sesuai sumbu arah trauma. Trauma
tumpul dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
1. Kontusio, yaitu kerusakan disebabkan oleh kontak langsung dengan benda dari
luar terhadap bola mata, tanpa menyebabkab robekan pada dinding bola mata
2. Konkusio, yaitu bila kerusakan terjadi secara tidak langsung. Trauma terjadi pada
jaringan di sekitar mata, kemudian getarannya sampai ke bola mata.
Baik kontusio maupun konkusio dapat menimbulkan kerusakan jaringan
berupa kerusakan molekular, reaksi vaskular, dan robekan jaringan. Menurut
Duke-Elder, kontusio dan konkusio bola mata akan memberikan dampak
kerusakan mata, dari palpebra sampai dengan saraf optikus.
Pasien Dengan Trauma Tumpul Mata dapat mengakibatkan hifema.
Hifema adalah darah dalam bilik mata depan sebagai akibat pecahnya pembuluh
darah pada iris, akar iris dan badan silia.
2.3 Etiologi
Gejala yang ditimbulkan tergantung jenis trauma serta berat dan ringannya
trauma, Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan
penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan didalam bola mata,
terlepasnya selaput jala (retina) atau sampai terputusnya saraf penglihatan
sehingga menimbulkan kebutaan menetap.
Trauma Tumpul, misalnya: terpukul, kena bola tenis, atau shutlecock,
membuka tutup botol tidak dengan alat, ketapel.
2.4 Tanda dan gejala
1. subyektif yaitu: Penderita mengeluh nyeri disertai penglihatan yang menurun.
2. obyektif yaitu: (1) pelebaran pembuluh darah perikornea, (2) visus menurun,
(3) hifema, (4) darah yang menempel pada endotel kornea, dan (5) tes fluoresin
dapat (+) atau (-).
2.5 Manifestasi Klinis
Berbagai Kerusakan Jaringan Mata Akibat Trauma diantaranya:
1. Orbita
Trauma tumpul orbita yang kuat dapat menyebabkan bola mata terdorong
dan menimbulkan fraktur orbita. Fraktur orbita sering merupakan perluasan
fraktur dari maksila yang diklasifikasikan menurut Le Fort, dan fraktur tripod
pada zygoma yang akan mengenai dasar orbita. Apabila pintu masuk orbita
menerima suatu pukulan, maka gaya-gaya penekan dapat menyebabkan fraktur
dinding inferior dan medial yang tipis, disertai dengan prolaps bola mata beserta
jaringan lunak ke dalam sinus maksilaris (fraktur blow-out). Mungkin terdapat
cedera intraokular terkait, yaitu hifema, penyempitan sudut, dan ablasi retina.
Enoftalmos dapat segera terjadi setelah trauma atau terjadi belakangan setelah
edema menghilang dan terbentuk sikatrik dan atrofi jaringan lemak.
Pada soft-tissue dapat menyebabkan perdarahan disertai enoftalmus dan
paralisis otot-otot ekstraokular yang secara klinis tampak sebagai strabismus.
Diplopia dapat disebabkan kerusakan neuromuskular langsung atau edema isi
orbita. Dapat pula terjadi penjepitan otot rektus inferior orbita dan jaringan di
sekitarnya. Apabila terjadi penjepitan, maka gerakan pasif mata oleh forseps
menjadi terbatas.
2. Palpebra
Meskipun bergantung kekuatan trauma, trauma tumpul yang mengenai
mata dapat berdampak pada palpebra, berupa edema palpebra, perdarahan
subkutis, dan erosi palpebra.
3. Konjungtiva
Dampak trauma pada konjungtiva adalah perdarahan sub-konjungtiva atau
khemosis dan edema. Perdarahan subkonjungtiva umumnya tidak memerlukan
terapi karena akan hilang dalam beberapa hari. Pola perdarahan dapat bervariasi,
dari ptekie hingga makular.
Bila terdapat perdarahan atau edema konjungtiva yang hebat, maka harus
diwaspadai adanya fraktur orbita atau ruptur sklera.
4. Sklera
Ruptur sklera ditandai oleh adanya khemosis konjungtiva, hifema total,
bilik depan yang dalam, tekanan bola mata yang sangat rendah, dan pergerakan
bola mata terhambat terutama ke arah tempat ruptur. Ruptur sklera dapat terjadi
karena trauma langsung mengenai sklera sampai perforasi, namun dapat pula
terjadi pada trauma tak langsung.
5. Koroid dan korpus vitreus
Kontusio dan konkusio bola mata menyebabkan vitreus menekan koroid
ke belakang dan dikembalikan lagi ke depan dengan cepat (contra-coup) sehingga
dapat menyebabkan edema, perdarahan, dan robekan stroma koroid. Bila
perdarahan hanya sedikit, maka tidak akan menimbulkan perdarahan vitreus.
Perdarahan dapat terjadi di subretina dan suprakoroid. Akibat perdarahan dan
eksudasi di ruang suprakoriud, dapat terjadi pelepasan koroid dari sklera.
Ruptur koroid secara oftalmoskopik terlihat sebagai garis putih berbatas
tegas, biasanya terletak anterior dari ekuator dan ruptur ini sering terjadi pada
3) Hifema ringan tidak mengganggu visus, tetapi apabila sangat hebat akan
mempengaruhi visus karena adanya peningkatan tekanan intra okuler.
Tanda dan gejala hifema, antara lain:
1) Pandangan mata kabur
2) Penglihatan sangat menurun
3) Kadang kadang terlihat iridoplegia & iridodialisis
4) Pasien mengeluh sakit atau nyeri
5) Nyeri disertai dengan efipora & blefarospasme
6) Pembengkakan dan perubahan warna pada palpebra
7) Retina menjadi edema & terjadi perubahan pigmen
8) Otot sfingter pupil mengalami kelumpuhan
9) Pupil tetap dilatasi (midriasis)
10) Tidak bereaksi terhadap cahaya beberapa minggu setelah trauma.
11) Pewarnaan darah (blood staining) pada kornea
12) Kenaikan TIO (glukoma sekunder )
13) Sukar melihat dekat
14) Silau akibat gangguan masuknya sinar pada pupil
15) Anisokor pupil
16) Penglihatan ganda (iridodialisis)
Hifema primer dapat cepat diresorbsi dan dalam 5 hari bilik mata depan
sudah bersih. Komplikasi yang ditakutkan adalah hifema sekunder yang sering
terjadi pada hari ke-3 dan ke-5, karena viskositas darahnya lebih kental dan
volumenya lebih banyak. Hifema sekunder disebabkan lisis dan retraksi bekuan
darah yang menempel pada bagian yang robek dan biasanya akan menimbulkan
perdarahan yang lebih banyak.
Penanganan: Istirahat, dan apabila karena peningkatan tekanan intra okuli
yang di sertai dengan glaukoma maka perlu adanya operasi segera dengan di
lakukannya parasintesis yaitu membuat insisi pada kornea dekat limbus, kemudian
di beri salep mata antibiotik dan di tutup dengan verband.
Gambar 2: hifema
8. Lensa
2)
3)
4)
5)
kedap air. Iris atau korpus siliaris yang mengalami inkarserasi dan terpajan kurang
dari 24 jam dapat dimasukkan ke dalam bola mata dengan viskoelastik. Sisa-sisa
lensa dan darah dapat dikeluarkan dengan aspirasi dan irigasi mekanis atau
vitrektomi. Luka di sklera ditutup dengan jahitan 8-0 atau 9-0 interrupted yang
tidak dapat diserap. Otot-otot rektus dapat secara sementara dilepaskan dari
insersinya agar tindakan lebih mudah dilakukan.
Prognosis pelepasan retina akibat trauma adalah buruk, karena adanya
cedera makula, robekan besar di retina, dan pembentukan membran fibrovaskular
intravitreus. Vitrektomi merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah kondisi
tersebut.
Pada hifema, bila telah jelas darah telah mengisis 5% kamera anterior,
maka pasien harus tirah baring dan diberikan tetes steroid dan sikloplegik pada
mata yang sakit selama 5 hari. Mata diperiksa secara berkala untuk mencari
adanya perdarahan sekunder, glaukoma, atau bercak darah di kornea akibat
pigmentasi hemosiderin.
Penanganan hifema, yaitu :
1. Pasien tetap istirahat ditempat tidur (4-7 hari ) sampai hifema diserap.
2. Diberi tetes mata antibiotika pada mata yang sakit dan diberi bebat tekan.
3. Pasien tidur dengan posisi kepala miring 60 diberi koagulasi.
4. Kenaikan TIO diobati dengan penghambat anhidrase karbonat. (asetasolamida).
5. Di beri tetes mata steroid dan siklopegik selama 5 hari.
6. Pada anak-anak yang gelisah diberi obat penenang
7. Parasentesis tindakan atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan dilakukan
bila ada tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema penuh dan
berwarna hitam atau bila setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda hifema akan
berkurang.
8. Asam aminokaproat oral untuk antifibrinolitik.
9. Evakuasi bedah jika TIO lebih 35 mmHg selama 7 hari atau lebih 50 mmH
selama 5 hari.
10. Vitrektomi dilakukan bila terdapat bekuan sentral dan lavase kamar anterior.
11. Viskoelastik dilakukan dengan membuat insisi pada bagian limbus.
12. anastesi lokal dengan pentocain tetes mata 2% tiap menit selama 5 menit.
13. kelopak mata atas dan bawah dibuka dengan spekulum untuk mencari benda
asing.
14. pengeluaran benda sing dengan: kapas lidi steril, ujung jarum suntik tumpul
15. salep mata antibiotik 3 kali perhari dan mata dibebat selama 2 hari.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas
Nama, Umur,
jenis
kelamin,TB,BB, Alamat,
status
perkawinan,
Agama, Suku, Pendidikan, Pekerjaan.
2. Riwayat Penyakit
1) Keluhan Utama (saat masuk Rumah Sakit)
Keluhan utama pada pasien dengan trauma tumpul pada mata
adalah Nyeri pada matanya
2) Riwayat Kesehatan sekarang
Selama kurang lebih 3 hari sebelum masuk rumah sakit, klien merasa nyeri
pada kedua matanya, Kemudian klien memberi obat tetes tetapi tidak ada efeknya
juga.
3) Riwayat penyakit dahulu
Pasien belum pernah menderita penyakit tersebut
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga tidak memiliki penyakit seperti yang di alami klien
3. Pengkajian Fungsional
1) Pola persepsi-pemeliharaan kesehatan
Ketika pasien merasa pusing,sesak nafas,jantung berdebar-debar pasien
langsung pergi berobat ke pukesmas
2) Pola nutrisi dan metabolic
Sebelum sakit, intake makanan : frekuensi 3x sehari dan minum : 6-8 gelas
/hari tetapi selama sakit, intake makanan berkurang menjadi : 2x sehari dengan
syarat bebas lemak/kolesterol dan Minum : 5-7 gelas /hari
3) Pola eliminasi
Eliminasi Buang Air Besar (BAK) dan Buang Air Besar (BAB) tidak ada
perubahan yaitu Frekuensi BAK : 4-5x sehari dan BAB : 2x sehari. Tidak ada
keluhan terkait dengan pola eliminasi
4)
Mata
Hidung
Mulut
tidak Caries
Leher
Dada
kelainan
Abdomen
Ekstremitas
Anus
Tanda-tanda Vital
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak disengaja yang
menimbulkan perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata.
Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan
kebutaan bahkan kehilangan mata.
Pasien Dengan Trauma Tumpul Mata (Hifema). Hifema adalah darah dalam
bilik mata depan sebagai akibat pecahnya pembuluh darah pada iris, akar iris dan
badan silia.
Trauma Tumpul, misalnya: terpukul, kena bola tenis, atau shutlecock,
membuka tutup botol tidak dengan alat, ketapel.
Tanda subyektif yaitu: Penderita mengeluh nyeri disertai penglihatan yang
menurun dan tanda obyektif yaitu: (1) pelebaran pembuluh darah perikornea, (2)
visus menurun, (3) hifema, (4) darah yang menempel pada endotel kornea, dan (5)
tes fluoresin dapat (+) atau (-).
Penanganan: Istirahat, dan apabila karena peningkatan tekanan intra okuli
yang di sertai dengan glaukoma maka perlu adanya operasi segera dengan di
lakukannya parasintesis yaitu membuat insisi pada kornea dekat limbus, kemudian
di beri salep mata antibiotik dan di tutup dengan verband.
4.2 Saran
Dari kesimpulan diatas organ mata merupakan organ yang penting bagi
manusia karena dengan mata kita dapat mengetahui apa saja yang kita lihat dan
melakukan sesuatu yang kita inginkan diantaranya belajar, membaca, lihat TV dll.
Untuk itu penulis menyarankan agar kita selalu menjaga alat indra kita.
Sebagai mahasiswa keperawatan kita harus mengetahui tentang kegawat daruratan
mata agar kita dapat melakukan tindakan untuk mengatasi hal tersebut terutam
trauma tumpul pada mata.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2. Jakarta :
EGC
Doengoes, Marylin E., 1989, Nursing Care Plans, USA Philadelphia: F.A Davis Company.
Darling, V.H. & Thorpe, M.R. (1996). Perawatan Mata. Yogyakarta : Yayasan Essentia
Media.
Ilyas, Sidarta. (2000). Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI Jakarta.
Wijana, Nana. (1983). Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI Jakarta
Colby K. Blunt injuries to the eye. The Merck Manuals.2007 (diakses dari website
www.merckmanuals.com, pada tanggal 8 Juli 2009
Rubsamen PE. 2004.Trauma in Ophthalmology. Edisi II. Editor: Yanoff M, Duker JS,
Augsburger JJ. Mosby,
Sidarta, Ilyas. 1998.Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cet. 5. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
Tucker, Susan Martin et al. 2003. Standar Perawatan Pasien : proses keperawatan,
diagnosis dan evaluasi. Alih bahasa Yasmin Asih dkk. Ed. 6. Jakarta : Egc
Asbury T, Sanitato JJ. 2000. Trauma dalam Oftalmologi Umum edisi 14. Editor
Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Alih Bahasa: Tambajong J, Pendit BU.
Jakarta: Widyamedika,
Sjukur BA, Yogiantoro M. Lensa. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/UPF
Ilmu Penyakit Mata. Surabaya, RSUD Dokter Soetomo: 1994; 37 4
Prihatno AS. Cedera Mata. 2007 (Diakses dari website www.medicastore.com,
pada tanggal 8 Juli 2009)
Hilman H. Setyowati EE, Hamdanah. Ilmu Penyakit Mata I. SMC press, 1998.
Jalilah NH. Hifema. STIKES Ngudi Waluyo, Ungaran 2007 (diakses dari website
www.indoskripsi.com, pada tanggal 8 Juli 2009)
Khaw PT, Shah P, Elkington AR. 2004.Injury to the eye. Br Med J;328:36-8
Berke SJ. 2004.Post-traumatic glaucoma in Ophthalmology. Edisi II. Editor: Yanoff M,
Duker JS, Augsburger JJ. Mosby,
H. PENGKAJIAN
Hal hal yang perlu diperhatikan:
a. Bagaimana terjadinya trauma mata
Tanggal, waktu dan lokasi kejadian trauma perlu dicatat. Hal ini perlu
untuk mengetahui apakah trauma ini terjadi pada waktu seseorang sedang
melakukan pekerjaan sehari-hari. Perlu juga ditanyakan apakah alat-alat
yang digunakan waktu terjadi trauma, apakah penderita waktu menggunakan
kacamata pelindung atau tidak, kalau seandainya memakai kacamata, apakah
kacamata itu turut pecah sewaktu terjadinya trauma.
b. Menentukan obyek penyebab trauma mata.
Menanyakan secara terperinci komposisi alat sewaktu terjadinya trauma.
Apakah alat berupa paku, pecahan besi, kawat, pisau, jenis kayu, bambo dll.
Perlu juga ditanyakan apakah alat tersebut berupa benda tajam atau tumpul,
atau ada kemungkinan bercampurnya dengan debu dan kotoran lain.
c. Menentukan lokasi kerusakan intra okuler.
Untuk menentukan lokasi kerusakan pada mata, perlu diketahui jarak dan
arah penyebabnya trauma mata, posisi kepala, dan arah penderita melihat
pada waktu terjadi trauma.
d. Menetukan kesanggupan sebelum trauma.
Pada pengkajian ditanyakan apakah ada penyakit mata sebelumnya, atau
operasi mata sebelum terjadi trauma pada kedua matanya. Perlu ditanyakan
apakah perubahan visus terjadi secara tiba-tiba atau secara berangsur-angsur
sebagai akibat ablasio retina, atau vitrium hemorrage.
I.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ansietas
b/d
Kaji tingkat ansetas, derajat pengalaman nyeri / timbulnya gejala tibatiba dan pengetahuan kondisi saat ini.
Mandiri
Tekankan
dioperasi.
pentingnya
tidak
menyentuh/menggaruk
mata
yang
DAFTAR PUSTAKA
Prof.Dr.Sidarta Ilyas . Penuntun ilmu penyakit mata. Jakarta; FK UI. 1993
Dr.Waliban. Dr Bondan Hariono.
Jakarta 1992
Drs Med Parmono. Diagnosa Pengelolaan dan Prognosa Trauma Tembus
pada Mata, Jakarta; EGC. 1987
Marilynn E. Doenges,Mary Frances Moorhous,Alice C . Geissler, Rencana
Asuhan Keperawatan Edisi 3 ,Cetakan I: Jakarta. EGC 2000
www.berita19.wordpress.com
Pathway :
Trauma Tembus
Palpebra
Levator
apaneurosis
Sal. Lakrimalis
Sindroma
kekurangan
air mata
Conjunctiva
Ruptur
Pembuluh
darah
Ptosis
Perdarahan
Nyeri
Cemas
Sklera
Penurunan
Tekanan
Bola Mata
Uvea
Ggn
pengaturan
cahaya
Prolap jar.
Bola mata
Cemas
Luka
Gangguan Penglihatan
Kornea
Lensa
Prolaps
pd iris
Ggn fokus
sinar pd
retina
Penurunan
visus
Penurunan
refraksi
Nyeri
Akomodasi
tdk adekuat
Retina
Perdarahan
Fotopsia