Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Orde Baru lahir dari tekad untuk melakukan koreksi total atas kekurangan
sistem politik yang telah dijalankan sebelumnya. Dengan kebulatan tekad atau
komitmen dari segala kekurangan pada masa sebelumnya, Orde Baru
merumuskan tujuannya secara jelas yakni melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen. Sebagaimana diungkapkan oleh Soeharto dalam
salah satu pidatonya.
Sejak permulaan Pemerintahan Orde Baru tahun 1966, yang sejalan dengan
pergeseran pusat perhatian dari masalah pembinaan bangsa ke masalah
pembangunan ekonomi, muncul perhatian yang serius untuk menata kembali
suatu sistem politik yang diharapkan akan dapat menunjang kegiatan
pembangunan ekonomi tersebut (Manuel Kaisiepo, 1987: 14). Dalam membangun
sistem potitik yang dapat menjamin stabilitas sebagai prasyarat pembangunan
ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan sebagaimana tercermin dalam
pembangunan Nasional Jangka Panjang Pertama mulai di lakukan juga
serangkaian usaha untuk menyehatkan kembali birokrasi pemerintahan sebagai
instrumen penting yang akan menopang dan mempelancar usaha-usaha
pembangunan (ekonomi) tersebut. Ini berarti usaha menciptakan suatu sistem
birokrasi modern yang efisien dan efektif.
Rezim Orde Baru dibangun dengan dukungan penuh dari kelompokkelompok yang ingin terbebas dari kekacauan masa lalu, baik kekacauan politik,
ekonomi, maupun budaya pada masa Orde Lama dengan Soekarno sebagai
presiden.Pemerintahan Orde Baru adalah suatu penataan kembali seluruh
kehidupan bangsa dan negara serta menjadi titik awal koreksi terhadap
penyelewengan pada masa yang lalu. Orde Baru bisa diartikan sebagai orde yang
mempunyai sikap dan tekad mendalam untuk mengabdi kepada rakyat serta
mengabdi kepada kepentingan nasional yang didasari oleh falsafah Pancasila dan

menjunjung tinggi asas serta sendi Undang-undang Dasar 1945. Orde Baru juga
bisa diartikan sebagai masyarakat yang tertib dan negara yang berdasarkan
hukum, dimana terdapat keseimbangan antara kepentingan individu dan
masyarakat serta warga negara mempunyai pemimpin atau penguasa yang tunduk
kepada ketentuan yang berlaku Surat Perinttah 11 Maret 1966 atau Supersemar
itulah yg menjadi titik awal lahirnyya Orde Baru sebab dengan Supersemar
itulah kemudian Soeharto membubarkan PKI dan mengambil tidakan-tindakan
pembaharuan dan stabilisasi politik. Dan dengan Supersemar itulah sebenarnya
kekuasaan Soekarno dengan sistem politik Demokrasi Terpimpin menjadi lenyap.
Lenyapnya kekuasaan Soekarno kemudian diperkuat dengan ketetapan MPRS
yang melalui sidang istimewa pada tahun 1967 mengangkat Letjen Soeharto
sebagai Pejabat Presiden, sehingga sebagai simbol pun Soekarno tidak diakui
sebagai pemegang kekuasaan. Kemudian pada bulan Maret 1968 MPRS
menganggkat dan melantik Letjen Soeharto sebagai Presiden Keterlibatan militer
dalam penyusunan agenda Orde Baru yang memang untuk menyiapkan militer
memimpin rezim ini, berimbas besar terhadap berbagai lini kehidupan masyarakat
sepanjang masa Orde Baru. Militer dilibatkan dalam setiap institusi yang
dibangun Orde Baru untuk menunjang dan menjalankan kekuasaannya. Terutama
dalam bidang politik dan ekonomi, militer menjadi peran utama. Untuk
menyingkirkan sisa-sisa pengaruh Soekarno dan unsur PKI dalam pemerintahan,
maka usaha yang dilakukan Orde Baru adalah mengamankan agenda Politik
Pemilu yang direncanakan pada tahun 1968 dari partai-partai lama yang diduga
masih tersimpan sisa-sisa pengaruh Soekarno. Dari sini muncullah konsep
perombakan struktur politik oleh Ali Moertopo yang dikenal dengan istilah
Strategi Politik Nasional. Angkatan Darat Indonesia berbeda dengan
kebanyakan angkatan darat pada umumnya yang telah merebut kekuasaan politik,
karena tidak pernah sebelumnya menganggap diri sebagai suatu organisasi yang
tidak berpolitik. Dari awal sejarahnya dalam tahun 1945 sebagai tentara gerilya
yang memerangi kembalinya kekuasaan penjajah Belanda sampai konsolidasi
kekuasaan politiknya di bawah Orde Baru. Dengan keikutsertaan sepenuhnya
dalam perjuangan nasional melawan kekuasaan belanda itu, kebanyakan perwira

tersebut merasa bahwa suara mereka harus didengar dalam urusan politik di masa
sesudah kemerdekaan. Sesudah berlaku undang-undang keadaan perang tahun
1957, hak peran serta mereka itu diberi pengakuan resmi melalui pengangkatanpengangkatan dalam kabinet, parlemen dan administrasi. Semasa zaman
Demokrasi Terpimpin, Angkatan Darat menjadi salah satu dari dua kekuatan
politik penting yang terorganisasi, dan bersama dengan Presiden Soekarno
menguasai politik dewasa itu. Akhirnya pembersihan angkatan Darat terhadap
PKI tahun 1965 dan keberhasilannya dalam menurunkan Presiden Soekarno dari
kedudukannya, menjadikan Angkatan Darat sebagai kekuatan dominan satusatunya di atas punggung politik
Indonesia Dwifungsi ABRI menjadi dasar legitimasi bagi peran sosial politik
ABRI dimana Cikal- Bakal dari pemikiran itu ialah konsepsi Nasution tentang
Jalan Tengah ABRI pada 1985, yang intinya pemberian kesempatan kepada ABRI,
sebagai salah satu kekuatan politik bangsa, untuk berperan serta di dalam
pemerintahan atau dasar Asas Negara Kekeluargaan Atas dasar konsepsi tersebut
Dwifungsi ABRI memberikan pembenaran bagi ABRI tidak hanya berperan di
bidang hankam tetapi juga dibidang sosial politik. politik penyelenggaraan
kekuasaan negara,yang lahir pada masa perang kemerdekaan. Dari segi historis
tersebut ABRI merasa memiliki kewajiban dalam mempertahankan dan menjaga
Indonesia dengan ikut serta berperan disegala bidang kehidupan. Dimana fungsi
non-hankam ABRI ini lebih dikenal dengan peran sosial politik ABRI.Pada awal
Orde Baru keterlibatan militer secara aktif bertujuannya untuk memulihkan krisis
nasional yang terjadi akibat pemberontakan G30-S/PKI karena pada saat itu
kondisi atau situasi politik di Indonesia tidak menentu dan terjadi krisis ekonomi,
sehingga militer terut serta dalam usaha mempertahankan dan mengisi
pembangunan bangsa. Kemudian keterlibatan militer pun ikut menentukan status
kepengurusan dalam organisasi kemasyarakatan maupun sosial politik pada masa
Orde Baru. Pada masa pemerintahan Orde Baru keterlibatan militer tidak hanya
mendominasi peran sosial politik saja juga dibidang ekonomi. Dengan tujuan agar
dapat menjamin mengalirannya

dana tang tetap ke kas Angkatan Darat, sehingga banyak perwira AD yang
ditugaskan di berbagai sektor ekonomi, seperti perusahaan minyak negara yaitu
Pertamina yang merupakan
salah satu BUMN yang dipakai AD untuk mengisi kas mereka dan perusahaan
lainnya yaitu Bulog (Badan Urusan Logistik). Sehingga keterlibatan militer dalam
fungsinya sebagai kekuatan sosial politik dalam upaya membangun bangsa bukan
untuk memperoleh jabatan diluar bidangnya atau jabatan sipil
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana lahirnya orde baru?
2. Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan Orde Baru dilihat dari
aspek politik/ pemerintahan?
3. Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan Orde Baru dilihat dari
aspek sosial, ekonomi dan kebudayaan?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Lahirnya Orde Baru
Orde Baru lahir dari tekad untuk melakukan koreksi total atas
kekurangan sistem politik yang telah dijalankan sebelumnya. Dengan
kebulatan tekad atau komitmen dari segala kekurangan pada masa
sebelumnya, Orde Baru merumuskan tujuannya secara jelas yakni
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Pemerintahan Orde Baru adalah suatu penataan kembali seluruh
kehidupan bangsa dan negara serta menjadi titik awal koreksi terhadap
penyelewengan pada masa yang lalu. Orde Baru bisa diartikan sebagai
orde yang mempunyai sikap dan tekad mendalam untuk mengabdi kepada
rakyat serta mengabdi kepada kepentingan nasional yang didasari oleh
falsafah Pancasila dan menjunjung tinggi asas serta sendi Undang-undang
Dasar 1945. Orde Baru juga bisa diartikan sebagai masyarakat yang tertib
dan negara yang berdasarkan hukum, dimana terdapat keseimbangan
antara kepentingan individu dan masyarakat serta warga negara
mempunyai pemimpin atau penguasa yang tunduk kepada ketentuan yang
berlaku (Jenderal Soeharto, 1967:7).
Sejak permulaan Pemerintahan Orde Baru tahun 1966, yang
sejalan dengan pergeseran pusat perhatian dari masalah pembinaan bangsa
ke masalah pembangunan ekonomi, muncul perhatian yang serius untuk
menata kembali suatu sistem politik yang diharapkan akan dapat
menunjang kegiatan pembangunan ekonomi tersebut (Manuel Kaisiepo,
1987: 14).
Salah satu untuk mengatasi krisis ekonomi, pemerintah membentuk
panitia ad hoc, yang bertugas menyelidiki lebih menyeluruh pengaruh
kenaikan harga dan tarif barang barang jasa. Namun dengan adaya

panitia ad hoc tidak mempunyai arti untuk dapat dijadikan pegangan,


karena adanya laju inflasi yang tinggi. Dalam situasi krisis itu, pemerintah
membentuk kembali suatu panitia yang diberi nama Fact Finding
Commissiion (KOTI) yang anggotanya terdiri dari pejabat pemrintah dan
pemimpin partai politik yang dipimpin oleh mentri dalam negeri Majen
D.R Sumarno, oei tjoe Taat (Partindo), Chalid mawardi (NU), dan
Brigdjen Sunarso (KOTI)

B. pertumbuhan dan perkembangan Orde Baru dilihat dari aspek politik/


pemerintahan
Di dalam perkembangan masa orde baru dari aspek politik yaitu untuk
melaksanakan Pancasila da UUD 1945 secara murni dan konsekuen, tata cara
kehidupan poltik harus kita kembalikan kepada kepribadian kita, yaitu demokrasi
pancasila. Dalam hubungan dengan bidang politik, kesadaran kehidupan politik
dan kenegaraan berdasarkan pancasila dan UUD 1945 bagi setiap warga negara
dimantapkan supaya kelancaran usaha mencapai tujuan nasional dapat terjamin.
Dalam

rangka

mencapai

sasaran

itu,

usaha-usaha

menciptakan,

mengonsolidasikan dan memanfaatkan kondisi-kondisi serta situasi yang


memungkinkan terlaksananya proses pembaharuan politik harus dilaksanakan
supaya keadaan dengan sistem poltik yang benar-benar demokratis, stabil,
dinamis, efektif, dan efisien dapat diciptakan. dan menjelaskan tentang stabiltas
politik dalam masaa transisi yaitu :
a. dalam masa transisi (1966-1967)
Dalam masa 1966-1967 terjadi dualisme dalam kepemimpinan nasional di
satu pihak presiden soekarno yang masih aktif, dan dipihak lain adanya tokoh
jendral soeharto yang memimpin pemerintahan. Suasana konflik politik amat
kondusif untuk terjadinya perpecahan Nasional.

Pada tanggal 2 mei 1966 presidium KAMI pusat menyampaikan nota


politik kepada DPR GR mengenai pemerintah UUD 1945 dengan konsekuen
terutama tentang pengangkatan anggota DPR/ MPRS dan mengesahkan SP
Sebelas Maret 1996 untuk mengamankan jalannya Refolusi dengan nada yang
sama KAMI, 11 orang anggota Front pancasila menandatangani pernyataan
kebulatan tekat. Dalam menanggapi suasana konflik itu, pimpinan ABRI pada 5
mei 1966 mengeluarkan pernyataan yang isinya menegaskan posisi ABRI dalam
suasana konflik politik itu.
Saran-saran untuk perbaikan politik dalam Negeri juga di ajukan oleh
Universitas Indonesia dalam kerjasama dengan KAMI dan KASI ( kesatuan Aksi
Sarjana Indonesia) pada simposium kebangkitan semangat 66 menjelajah
Tracee baru yang diselenggarakan pada tanggal 6-9 Mei 1966 khusus mengenai
bidang politik dalam negeri dengan tema Indonesia Negara Hukum, antara lain
diingatkan bahwa pada waktu yang lampau banyak sekali penyimpangan dari
asas-asas serta norma-norma yang berlaku dalam sustu negara hukum.
Mengenai saran-saran yang disampaikan kepada pemerintah untuk
mengembalikan kewibawaan negara republik Indonesia sebagai negara hukum di
usulkan pemurnian pelaksanaan UUD 1945, penghentian penpres-penpres baru
dan peninjauan kembali semua penpres yang telah dikeluarkan. Pada bulan Mei
1966 pemerintah disibukan oleh persiapan persidangan umum IV MPRS yang
akan diselenggarakan pada bulan juni-juli tahun 1966 sehingga membuat suasana
politik semakin memanas, selain itu usaha merintis jalan menuju kepada iklim
politik yang stabil berlangsung setelah keluarnya surat perintah sebelas maret
1966. MPRS bersidang dari tanggal 20 Juni 5 juli 1966 menghasilkan 24
ketetapan MPRS dan 1 keputusan NO 5/MPRS/196 menyadari funsinya selaku
lembaga yang menentukan garis besar haluan Negara, MPRS pada waktu yang
bersamaan ketetapan MPRS No.XII/MPRS/1966 tentaang pembentukana kabinet
Ampera kabinet ini dibentuk untuk memenehi dan melaksanakan Trituntutan
Rakyat dibidang ekonomi,keuangan,dan pembanguanan yang perlu di benahi.
Tugas membentuk kabinet ini diserahkan kepada letjen Soeharto sebagai

pengemban ketetapan MPRS No IX/MPRS/1966. Tugas pokok yang dibebankan


kepada kabinet ini ialah menciptakan kesetabilan politik dan ekonomi dengan
programnya antara lain : memperbaiki kehidupan rakyat, terutama dibidang
sandang dan pangan, serta melaksanakan pemilihan umum sesuai dengan
ketetapan MPRS No XI.
Dibidang politik dan konstitusional dirumuskan dasar-dasar demokrasai
pancasila seperti dimaksudkan dalam UUD 1945 yang berarti menegakkan
kembali asas negara hukum, dimana kepastian hukum dirasakan oleh seluruh
warga negara serta penyalah gunaan kekuasaan dapat dihindarkan secara
institusional. Lembaga-lembaga serta orde baru dilepaskan dari ikatan-ikatan
pribadi dan lebih diperlembagakan.
Selanjutanya sesuai dengan ketentuan UUD 1945 yang mengatur
desentralisasi teritorial, kepada pemerintah daerah diletakkan tanggung jawab
otomi ril yang seluas-luasnya. Kepada pemerintah daerah juga diberikan
kewenangan menjalankan politik dekonsentrasi sebagai komplemen fital dengan
menjalankan politik demikan, diharapkan dapat mendewasakan daerah menuju
swadaya dan swasembada dalam berbagai bidang.
Sementara itu masalah kepartaian, keormasan, dan kekaryaan. MPRS
menghasilkan

ketetapan

MPRS

NO.XII/1966

yang

mengatur

kepartaian,keormasan dan kekaryaan. Meteri yang digunakan membahas masalah


ini ialah penetapan presiden No.7/1959, peraturan presiden No.13/1960 dan
keputusan presiden No,2/1959 yang ditinjau kembali. Tujuan pengaturan
penetapan ini merupakan penerapan asas demokrasi berdasarkan UUD 1945.
Melalui resolusi MPRS No.III/Res/MPRS/1966 ditetapkan dalam pasal-pasalnya
mengenai penerapan sistem pendidikan pancasila dengan cara-cara :
1. mengintensifkan pendidikan Agama sebagai unsur mutlak untuk
nasional dan karaktaer Building disemu sekolah dan lembags
pendidikan, dengan memberikan kesempatan seimbang.

2. Melarang usaha penumbuhan dan pengembangan doktrin-doktrin


yang bertentangan dengan pancasiala antara lain

Marxisme-

leninisme (Komunisme).
Pertentangan politik didalam negeri berangsur-angsur menjadi reda setelah
presiden Soekarno pada tanggal 22 februari 1967 menyerahkan kekuasaan
pemerintahan negara kepada jendral Soeharto MPRS menyelenggarakan sidang
istimewa pada 7 samapi 12 Maret 1967 dengan mengangkat jendral Soeharto
selaku penjabat presiden. Pendekatan-pendekatan dengan organisasi politik
dengan organisasi masa oleh presiden tetap berlangsung guna mendapatkan
masukan mengenai kehendak mereka.
Memasuki fase terakhir masa transisi pemerintah menghadapi berbagai
masalah nasional. Mengingat pemilihan umum sesuai denga keputusan MPRS
harus diselenggarakan dalam tahun 1968 sedang UU yang mengaturya belum ada,
pejabat presiden didepan DPR GR-MPRS pada tanggal 29 Februari 198
memberikan penjelasan bahwa kemanfaatan dan tujuan pemilihan umum ialah
menciptakan stabilisasi politik untuk membangun wujud demokrasi yang sehat.
Tujuan pemilihan umum adalah untuk menyegarkan DPR GR dan MPRS
mendekatkan kedudukannya kepada masyarakat yang diwakilinya penyegaran
lembaga-lembaga perwakilan rakyat serta lembaga-lembaga eksekutif lainnya
merupakan kebutuhan yang mendesak agar tidak menhambat pelaksanaan
pembangunan nasional dengan penyegaran lembaga-lembaga eksekutif dan
legislatif berdasarkan ketentuan per undan-udangan yang berlaku, dimaksudkan
agar terencana pembangunan nasional mendapat dukungan luas dari lapisan
masyarakat.
Ada 3 masalah nasional selama tahun terakhir masa transisi (yang berlangsung
dari tanggal 1 januari sampi tanggal 26 maret 1968) yang diperhatikan oleh
pemerintah ore baru yakni

1. Memperkuat pelaksanaan sistem konstitusional,menegakkan


hukum, dan menumbuhkan kehidupan demokrasi yang sehat
seagai sarat untuk mewujudkan stabilisasi politik
2. Melaksanakan pembangunan 5 tahun yang pertama sebagai
usaha untuk memberi isi kepada kemerdekaan
3. Tetap waspada dan sekaligus memberantas sisa-sisa kekuatan
laten PKI.
Masalah nasional lainnya yang ditanggulangi ialah peningkatan mutu
pegawai serta pemberantasan korupsi. Pemerintah tidak melakukan pengurangan
pegawai secara drastis karena hal ini dapat menimbulkan masalah sosial yang
baru.
Selanjutnya

guna

menanggulangi

masalah

korupsi,

pemerintah

membentuk tim pemberantasan korupsi (TPK). Pada mulanya tim ini bekerja
dengan pola yang sederhana yaitu: mengadakan penyelidikan kepada para pejabat
yang meurut masyarakat melakukan korupsi. Terhadap penyelewengan yang
menurut hukum tidak dapat ditindak, pemerintah telah mengambil tindakantindakan administratif.
b. Peralihan kekuasaan dari presiden Soekarno
Pada sidang umum MPRS tahun 1966, presiden selaku mandat taris MPRS
diminta oleh MPRS untuk memberikan pertanggungjawaban mengenai kebijakan
yang dilakukan, kususnya mengenai pemberontakan G30/SPKI masalah
G30/SPKI merupakan msalah nasional yang menyangkut kebijakan presiden tidak
di singgung dalam nawaskara, nawaskara artinya 9 pokok masalah. Pada tanggal
10 januari 1967 presiden menyampaikan naskah untuk melengkapai pidato
pertanggung jawabannya ( NAWASKARA), naskah itu disebut pelangkap
nawaskara di singkat PEL NAWASKARA isinya pada pokoknya tidak merdakan
keadaan tetapi situasi konflik semakin menajam pel nawaskara mendapat
tanggapan dari seluruh rakyat, dengan pendapat bahwa presiden soekarno

berusaha untuk menambah gawatnya situasi politik. Dewan pimpinan daerah PNI
sulawesi selatan menyatakan bahwa pel nawaskara bukan saja menambah
gawatnya keadaan, bahkan mengarah kepada mala petaka nasional yang baru.
Kordinator pemuda sekertariat bersama golongan karya menolak pel nawaskara
dan mengusulkan agar MPRS mengadakan sidang istimewa.
Sehubungan dengan masalah pel nawaskara dan bertambah gawatnya
situasi konflik, pada tanggal 9 febuari 1967 DPR GR mengajukan resolusi dan
memorandum kepada MPRS agar MPRS mengadakan sidang istimewa. Pada
tanggal 7 febuari 1967 jendral soeharto menerima surat rahasia dari presiden
soekarno dengan perantaran hardi, S.H surat tersebut dilampiri sebuah konsep
(daraf) surat penugasan mengenai pimpinan pemerintah sehari-hari kepada
pemegang surat perintah sebelas maret 1966. Pada tanggal 8 febuari 1967, jendral
soeharto konsep tersebut dibahas dan dibicarakan bersama ke empat panglima
angkatan bersenjata. Jendral soeharto dan para panglima berkesimpulan bahwa
konsep surat tersebut tidak dapat diterima karena penugasan semacam itu tidak
akan membantu menyelesaikan konflik politik yang ada. Pada tanggal 13 febuari
panglima berkumpul untuk membicarakan konsep yang telah disusun sebelum di
ajukan kepada presiden, dalam pertemuan ini tidak dapat kesepakatan pendapat
karena presiden masih menuntut perubahan-perubahan yang tidak munkin dapat
dipenuhi. Pada tanggal 19 febuari kembali di adakan pertemuan di istana bogor
dalam pertemuan itu presiden tetap menolak untuk menanda tangani konsep yang
di ajkan jendral soeharto namun kemudian konsep itu di tanda tangani pada
tanggal 20 febuari 1967
c. Masa konsolidasi sejak tahun 1968
Memasuki tahun ke 2 repelita 1 pemerintah bersama DPR GR
menyelesaikan berbagai macam UU yang berkaitan dengan pemerintahan salah
satinya adalah UU yang mengatur antara pusat dan daerah sesuai dengan
ketetapan MPRS. Sementara itu untuk melancarkan jalannya pembangunan
berhasil dirintis hubungan kerja yang konstitusional antara lembaga-lembaga

tertinggi. Dengan adanya hubungan kerja yang konstitusional ini koordinasi


berlangsung dengan baik dan lancar.
Memasuki tahun 1971, suasana politik lebih banyak dicurahkan kepada
kegiatan kampanye menghadapi pemilihan umum yang kedua dalam sejarah
republik Indonesia yang berarti pemilihan umum pertama pada zaman orde baru.
Pemilihan umum yang ke 2 yang dilangsungkan pada tanggal 3 juli menghasilkan
perhitungan kursi di DPR RI dengan urutan sebagai berikut, golkar sebagai
pemenang pertama memperoleh 227 kursi, Nu 58 kursi, dan PNI 20 kursi.
Mengenai masalah kehidupan kepartaian pada tahun 1971 pemerintah
melemparkan

gagasan

penyederhanaan

partai-partai

dengan

mengadakan

pengelompokan partai. Pengelompokan partai ini menganut sistem dwi partai.


Kelompok patai-partai politik Islam seperti : NU, Parmusi,PSII, dan PERTI
kemudian bergabung dalam kelompok persatuan pembangunan sedangkan partaipartai politik, partai katolik,parkindo, pni, Ipki bergabung dengan kelompok
demokrasi pembangunan. Selain kedua partai ini terdapat pula kelompok
golongan karya yang semula bernama sekerrtariat bersama atau Sekber menjado
golkar.
Memasuki tahun 1973 usaha membina stabilisasi politik berhasil dicapai
karena partai-partai politik mengadakan Fusi. Kelompok persatuan pembanguanan
sejak 5 januari 1973 mengubah namanya menjadi partai persatuan pembangunan
(PPP). Perubahan nama ini kemudian di ikuti oleh cabang-cabang partai tersebut
di daerah. 5 partai politik yang semula tergabung dalam demokrasai
pembangunan, pada taggal 10 januari 1973 telah berfusi dalam satu wadah yang
bernama paratai demokrasi Indonesia (PDI). Fusi ini merupakan klimaks dari
penyederhanaan yang telah dijlani oleh kedua kelompok organisasi politik ini
selama 3 tahun.
Organisasi

masyarakat

berdasarkan

kekaryaan

atau

profesinya

di

konsolidasikan dalam bentuk organisasi-organisasi gabungan seperti: pegawai

negeri (KORPRI) buruh (Federasi Buruh Seluruh Indonesi), Tani (Himpunan


Kerukunan Tani Indonesia), dan pemuda (Komite nasional pemuda Indonesia)
C. Pertumbuhan dan Perkembangan Orde Baru (Aspek Sosial, Ekonomi, dan
Kebudayaan)
1. Aspek SoSial dan budaya
Dalam GBHN 1983 ditegaskan bahwa nilai budaya Indonesia yang
mencerminkan nilai luhur bangsa, harus dibina dan dikembangkan guna
memperkuat penghayatan dan pengalaman pancasila, memperkuat kepribadian
bangsa, mempertebal rasa harga diri dan kebanggaan nasional serta memperkokoh
jiwa kesatuan. Kebudayaan nasional terus dibina dan diarahkan pada penerapan
nilai-nilai kepribadian bangsa yang berlandasankan pancasila.
Dengan tumbuhnya kebudayaan bangsa yang berkepribadian dan
berkesadaran nasional maka sekaligus dapat dicegah nilai-nilai sosial budaya yang
bersifat feodal dan kedaerahan yang sempit serta yang ditanggulangi pengaruh
kebudayaan asing yang negatif, sedang di lain pihak ditumbuhkan kemampuan
masyarakat untuk menyaring dan menyerap nilai-nilai dari luar yang positif dan
yang memang diperlukan bagi pembaharuan dalam proses pembangunan.
Tanggung jawab sosial dan disiplin nasional dibina dan dikembangkan
secara lebih nyata, dan lebih menanamkan sikap mental tenggang rasa, hemat dan
sederahana, jujur, dan kesatria. Usaha-usaha pembaharuan bangsa perlu
ditingkatkan disegala bidang kehidupan baik di bidang ekonomi maupun sosial
budaya dalam rangka usaha memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa serta
memantapkan ketahanan nasional.
Pembinaan bahasa daerah dilakukan dalam rangka pengembangan bahasa
Indonesia dan untuk memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia dan khasanah
Kebuadayaan nasional sebagai salah satu saran identitas nasional.

Tradisi dan peninggalan sejarah yang mempunyai nilai perjuangan bangsa


kebangsaan serta kemanfaatan nasional tetap dipelihara dan dibina untuk
memupuk, memperkaya dan memberi corak khas kepada kebudayaan nasional.

2. Aspek Ekonomi
Pada awal Orde baru program pemerintah (Kabinet Ampera) semata-mata
diarahkan kepada usaha penyelamatan Ekonomi Nasional terutama berupa usah
memberantas Inflasi, penyelamatan keuangan Negara, dan pengaman kebutuhan
pokok rakyat. Kenaikan harga pada awala tahun 1966 yang menunjukan tingkat
inflasi sekitar 650% setahun mengharuskan pemerintah mempriyoritaskan
stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi.
Stabilisasi

berarti pengendalian inflasi, supaya harga-harga tidak

melonjak terus secara cepat, sedangkan Rehabilitasi secara fisik prasarana,


rehabilitasi Ekspor serta Rehabilitasi alat-alat produksi yang banyak mengalami
kerusakan. Contoh rehabilitasi secara prasarana dengan perbaikan jalan yang
sudah ada dan memanfaatkan sepunuhnya pabrik yang ada. Rehabilitas di bidang
Ekspor seperti : dalam tahun 1950 Ekspor Indonesia di luar minyak bumi adalah
sekitar 500 juta dolar samapi 1 miliar dolar. Ekspor tahun 1966 adalah kurang dari
500 juta dolar tanpa minyak bumi adanya kemrosotan Ekspor terus menerus
memerlukan rehabilitasi mengingat bertambahnya penduduk dan kebutuhan
Impor. Adanya kemrosotan Ekspor yang terus menerus diperlukan rehabilitasi
yang mengingat bertambahnya penduduk dan kebutuhan Impor, kemudian Majelis
permusyawaratan rakyat sementara ( MPRS) perlu di adakannya landasanlandasan baru seperti ketetapan No.XXIII/MPRS/1966 tentang pembaharuan
kebijksanaan landasan Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan pada hakikatnya
merupakan suatu konsepsi strategis yang tepat untuk menanggulangi kemrosotan
ekonomi yang terjadi sejak tahun 1955. Ketetapan MPRS terdiri dari 10 Bab dan
71 pasal sebagai berikut:

1. Landasan dan prinsip kebijaksanaan ekonomi, keuangan,


dan pembangunan
2. Kebijakan ekonomi
3. Skala prioritas Nasional
4. Peran Pemerintah
5. Peran Koprasi
6. Peran Swasta Nasional
7. Kebijaksanaan Pembiyayaan
8. Hubungan Ekonomi luar negeri
9. Prasarat
10. Penutup
MPRS menyadari bahwa kemrosotan Ekonomi yang berlarut-larut di sebabkan
oleh:
a) Tidak adanya pengawasan yang efektif dari DPRD terhadap kebijakan
Ekonomi
b) Kepentingan ekonomi di kalahkan oleh kepentingan politik
c) Pemikiran ekonomi yang rasional untuk memecahkan masalah-masalah
ekonomi di kesampingkan
Selanjutnya MPRS menggariskan 3 macam program yang harus diselesaikan
pemerintah secara bertahap. Program itu dalah:
a) Program penyelamatan
b) Program stabilisasi dan rehabilitasi
c) Program pembangunan

Sesuai dengan ketetapan MPRS No.XXIII peran pemerintah dalam stabilisasi


dan rehabilitasi Ekonomi lebih menekankan pengawasan arah kegiatan Ekonomi
dengan Debirokratisasi dari sistem pengawasan dan dekontrol menejemen
perusahaan-perusahaan negara.

Dengan adanya dekontrol ini, campur tangan

secara langsung dalam menejemen perusahaan-perusahaan dihindarkan sehingga


pimpinan perusahaan dapat menjalankan tugasnya berdasarkan prinsip-prinsip
yang rasional.
Pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan penting pertama adalah peraturan 3
oktober 1966, yang memuat pokok-pokok usaha antara lain tentang:
1) Anggaran belanja yang berimbang untuk meniadakan salah satu sebab
bagi inflasi, yaitu defisit dalam anggaran belanja
2) Pengekangan ekspansi kredit untuk usaha-usaha produktif, khususnya di
bidang pangan, ekspor, prasarana,dan industri
3) Penundaan pembayaran utang-utang luar negeri dan usaha mendapat kredit
baru
4) Penanaman modal asing guna membuka kesempatan pada luar egeri untuk
turut serta membukak alam Indonesia, membukak kesempatan kerja, serta
membantu usaha peningkatan pendapan nasional
Demikian pula untuk menanggulangi kemrosotan Ekonomi pemerintah
mengesahkan dan menetapkan UU No 1 tahun 1967 yang menyangkut modal
asing dan dibentuknya badan pertimbangan modal asing akan tetapi badan ini
tidak berlangsung lama dan di bubarkan pada tahun 1968, sebagai gantinya di
bentuk panitia tehnis penanaman modal. Tugasnya adalah mengadakan penelitianpenilitian dan penilaian terhadap syarat-syarat permintaan izin yang berhubungan
dengan penanaman modanl baik asing maupun dalam negeri dan memberikan
pertimbangan dan saran kepada pemerintah serta melakukan langkah-langkah
teknis.

Adapun tindakan-tindakan pemerintah untuk menekankan inflasi dan mengurangi


folume uang serta mengarahkannya kepada bidang yang produktif meliputi:
1) Mengadakan operasi pajak, terutama di kota-kota besar untuk meneliti
samapi seberapa jauh perusahaan-perusaan besar milik negara dan swasta
memenuhi kewajiban membayar pajak.
2) Penghematan di bidang pengeluaran pemerintah, khususnya pengeluaran
yang konsumtif dan ruti. Subsidi untuk perusahaan-perusahaan di
hapuskan.
3) Kredit bang di batasi, kredit impor dihapuskan. Kredit ekspor diberikan
apabila bang yakin akan terlaksananya ekspor. Kebijakan kredit ketat dari
pemerintah ini merupakan kredit yang selektif dan ter arah
Struktur ekonomi yang seimbang dimana terdapat kemampuan dan kekuatan
industri yang maju yang didukung oleh kekuatan dan kemampuan pertanian yang
tangguh, dengan prinsip bahwa Repelita yang terdahulu mempunyai sasaran untuk
menaikkan tingkat hidup dan kesejahteraan rakyat banyak serta untuk
menciptakan landasan bagi Repelita berikutnya, maka struktur ekonomi yang
seimbang itu akan dapat dicapai secara bertahap melalui pelaksanaan serangkaian
repelita-repelita yaitu sebagai berikut :
1) Meletakan titik berat pada sektor pertanian dan industri yang mendukung
sektor pertanian
2) Meletakan titik berat pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri
mengolah bahan mentah menjadi bahan baku
3) Meletakan titik berat pada sektor pertanian menuju swasembada pangan
dan meningkatkan industri yang mengoalh bahan baku menjadi bahan jadi
4) Meletakan titik berat pada sektor pertanian untuk melanjutkan usahauasaha menuju swasembada pangan dengan meningkatkan industri yang
dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri baik industri berat

maupun industri ringan yang akan terus dikembangkan dalam repelitarepelita selanjtnya.
Dengan meningkatkan bidang indstri dan bidang pertanian secara bertahap
seperti diatas, akan terpenuhilah kebutuhan pokok rakyat dan akan tercapailah
struktur ekonomi yang seimbang, ialah struktur ekonomi dengan titik berat
kekuatan indstri yang didukung oleh bidang pertanian yang kuat.

BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan
Pemerintahan Orde Baru adalah suatu penataan kembali seluruh kehidupan
bangsa dan negara serta menjadi titik awal koreksi terhadap penyelewengan pada
masa yang lalu. Orde Baru bisa diartikan sebagai orde yang mempunyai sikap dan
tekad mendalam untuk mengabdi kepada rakyat serta mengabdi kepada
kepentingan nasional yang didasari oleh falsafah Pancasila. Sejak permulaan
Pemerintahan Orde Baru tahun 1966, yang sejalan dengan pergeseran pusat
perhatian dari masalah pembinaan bangsa ke masalah pembangunan ekonomi,
muncul perhatian yang serius untuk menata kembali suatu sistem politik yang
diharapkan akan dapat menunjang kegiatan pembangunan ekonomi tersebut
(Manuel Kaisiepo, 1987: 14).
Dalam

rangka

mencapai

sasaran

itu,

usaha-usaha

menciptakan,

mengonsolidasikan dan memanfaatkan kondisi-kondisi serta situasi yang


memungkinkan terlaksananya proses pembaharuan politik harus dilaksanakan
supaya keadaan dengan sistem poltik yang benar-benar demokratis, stabil,
dinamis, efektif, dan efisien

Anda mungkin juga menyukai