PENDAHULUAN
kasus . Infeksi parainfluenza tipe 3 sering terjadi pada bayi dan anak-anak. Virus ini
bertanggung jawab atas 50% kasus penyakit saluran nafas bawa pada usia 1 tahun. Sedangkan
pada anak usia 1-5 tahun, infeksi saluran nafas bawah sering disebabkan oleh parainfluenza tipe
1.1,3
Komplikasi untuk Croup disease ini sendiri jarang terjadi. Menurut Defendi (2013) di
Amerika tercatat kurang 5% anak-anak penderita croup diperlukan rawat inap dan kurang dari
2% dari anak-anak tersebut membutuhkan perawatan dengan intubasi. Kematian karena penyakit
ini terjadi pada sekitar 0,5% anak yang harus dirawat dengan intubasi.1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi
Croup (laringotrakeitis) adalah suatu kondisi yang menyebabkan peradangan pada
saluran napas atas yaitu laring, trakea. Hal ini sering menyebabkan batuk menggonggong atau
suara serak, terutama ketika anak menangis.3
2.2.
Etiologi
Virus penyebab infeksi akut Croup disease menyebar melalui inhalasi langsung dari
batuk atau bersin, kontaminasi tangan yang menyentuh muntah, mukosa hidung ataupun mulut
penderita croup disease. Virus penyebab paling umum adalah virus parainfluenza. Tempat masuk
utama virus ini adalah hidung dan nasofaring. Infeksi menyebar dan melibatkan laring dan
trakea3,4.
Penyebab infeksi croup lainnya adalah sebagai berikut4:
Adenovirus
Enterrovirus
Coronavirus
Rhinovirus
Influenza A dan B
2.3.
Patogenesis
Infeksi virus menyebabkan radang dan edema laring serta trakea subglotis, terutama
daerah didekat kartilago krikoid. Secara histologi lokasi yang terinfeksi menampilkan gambaran
bengkak dengan infiltrasi sel yang terletak di lamina propria, submukosa, dan adventisia.
2
Infiltrasi tersebut mengandung limfosit, histiosit, sel plasma, dan neutrofil. Virus tersebut akan
mengaktifkan sekresi klorida dan menghambat penyerapan natrium di epitel trakea sehingga
akan terjadi edema saluran nafas. Pembengkakan yang terjadi secara signifikan akan mengurang
diameter saluran nafas, sehingga membatasi aliran udara. Hasil penyempitan inilah yang akan
bermanifestasi sebagai batuk mengonggong, stridor, dan retraksi dinding dada. Selain itu akan
teradi kerusakan endotel dan hilang fungsi silia sehingga terkumpul eksudat yang akan
menyumbat trakea. Timbulnya suara serak karena adanya edema pita suara.1,4,5
2.4.
dan demam. Lalu sebagian saluran udara bagian atas (laring dan trakea) menjadi lebih meradang
dan bengkak, anak mungkin menjadi serak dan batuk menggonggong. Batuk keras ini, yang
merupakan karakteristik dari croup, sering terdengar seperti gonggongan anjing laut. Jika saluran
napas bagian atas terus membengkak, hal itu akan mempersulit anak untuk bernapas, sehingga
akan terdengar suara bernada tinggi atau mencicit selama inhalasi (stridor). Seorang anak
mungkin juga bernapas sangat cepat dan/atau memiliki retraksi dinding dada. Dalam kasus yang
paling serius, seorang anak dapat tampak pucat atau memiliki warna kebiruan di sekitar mulut
karena kekurangan oksigen.6
Gejala croup sering lebih buruk pada malam hari dan ketika anak marah atau menangis.
Selain efek pada saluran napas bagian atas, virus yang menyebabkan croup dapat menyebabkan
peradangan jauh di bawah jalan napas dan mempengaruhi bronkus (laringotrakeobronkitis).
Gejala Croup umumnya puncak 2 sampai 3 hari setelah gejala infeksi virus dimulai . Croup
disease karena virus ini biasanya berlangsung 3 sampai 7 hari.5,6
Sistem Skoring Croup telah dikembangkan untuk membantu dokter dalam menilai tingkat
gangguan pernapasan. Salah satu croup keparahan skor penilaian yang paling sering dikutip
adalah skor Westley. Meskipun banyak digunakan untuk tujuan penelitian dan evaluasi protokol
pengobatan, keuntungan klinisnya belum diteliti secara luas. Skor Westley mengevaluasi
keparahan croup dengan menilai 5 faktor berikut, dengan rentang skor 0 sampai 171:
a. Stridor inspirasi :
Tidak ada
0 poin
Setelah agitasi
1 poin
2 poin
b. Retraksi :
Tidak ada
0 poin
Ringan
1 poin
Sedang
2 poin
Berat
3 poin
c. Masuknya udara
Normal
0 poin
Penurunan ringan
1 poin
2 poin
d. Sianosis
Tidak ada
0 poin
Setelah agitasi
4 poin
5 poin
e. Tingkat kesadaran
Normal, termasuk tidur
0 poin
menurun
5 poin
4
Menurut skor Westley, skor kurang dari 3 merupakan penyakit croup ringan; skor 3-6
merupakan penyakit croup sedang; dan skor lebih besar dari 6 merupakan penyakit croup berat.
Penyakit croup ringan terdiri dari sesekali batuk menggonggong, tidak ada stridor saat istirahat,
retraksi suprasternal dan atau subkostal ringan atau tidak ada sama sekali. Penyakit croup ringan
termasuk sering batuk, stridor terdengar saat istirahat, dan retraksi terlihat, tetapi sedikit
kesusahan atau agitasi. Penyakit croup berat terdiri dari sering batuk, stridor menonjol saat
inspirasi dan kadang-kadang ekspirasi, retraksi mencolok, penurunan masuknya udara pada saat
auskultasi, dan kesusahan yang tampak sekali disertai agitasi. Adanya kelesuan, sianosis,
menurunnya frekuensi nafas merupakan tanda akan terjadinya gagal nafas.1
2.5.
Tatalaksana
Perawatan gawat darurat Croup disease ini tergantung pada derajat gangguan pernapasan.
Croup ringan memerlukan kontrol dari orang tua terhadap meminimalkan gangguan nafas,
pemberian oksigen, dan perhatikan status cairan anak. Namun setiap bayi/anak yang datang
dengan pernafasan distress jelas atau keluhan dengan stridor saat istirahat harus dievaluasi
klinisnya secara menyeluruh untuk menjamin patensi jalan napas, memelihara oksigenasi, dan
ventilasi yang efektif. Jauhkan anak-anak dari intervensi yang menyakitkan sehingga tidak
menyebabkan agitasi, gangguan nafas, dan meningkatnya kebutuhan oksigen. Selain itu anak
yang menangis terus-terusan dapat meningkatkan kebutuhan oksigen, kelelahan otot nafas, dan
memperburuk obstruksi.7
Bersamaan dengan itu, penting dilakukan pemantauan denyut jantung (takikardia), laju
pernapasan (takipnea ), mekanik pernapasan (retraksi dinding dada), dan analisis gas darah
(hipoksia ). Penilaian status hidrasi pasien juga dilakukan karena mengingat resiko peningkatan
insensible loss dari demam dan takipnea serta bersamaan dengan riwayat asupan oral yang
menurun. Bayi dan anak-anak dengan gangguan pernapasan berat memerlukan 100 % oksigenasi
dengan dukungan ventilasi, awalnya dengan perangkat bag-valve - mask. Jika jalan napas dan
pernapasan memerlukan stabilisasi lebih lanjut karena meningkatnya kelelahan pernapasan
sehingga memperburuk hiperkarbia, anak harus diintubasi dengan tabung endotrakeal. Setelah
stabilisasi jalan napas tercapai, pasien tersebut dirawat di unit perawatan intensif pediatrik.
5
Pengobatan steroid telah terbukti bermanfaat untuk Croup disease dan bahkan antibiotik
tidak diresepkan pada sebagian besar penyakit ini. Antibiotik baru diberikan saat kurangnya
perbaikan atau memburuk gejala. Kortikosteroid bermanfaat karena aksi anti inflamasi, sehingga
edema laring mukosa akan menurun. Pengobatan croup dengan kortikosteroid belum
menunjukkan efek samping yang signifikan, tapi meskipun berisiko rendah, penggunaannya
harus hati-hati dievaluasi untuk anak-anak dengan diabetes, keadaan immunocompromised, atau
mereka baru-baru ini terkena atau didiagnosis dengan varicella atau TBC, karena potensi risiko
memperburuk proses penyakit sistemiknya.7
Dosis tunggal deksametason telah terbukti efektif dalam mengurangi keparahan croup,
jika diberikan dalam 4-24 jam pertama setelah onset penyakit. Waktu paruh panjang
deksametason (36-54 jam) sering memungkinkan untuk suntikan tunggal. Penelitian telah
menunjukkan bahwa deksametason dosis sebesar 0,15 mg / kg seefektif 0,3 mg/ kg atau 0,6 mg/
kg (dengan dosis harian maksimal 10 mg) dalam mengurangi gejala croup ringan sampai sedang.
Meskipun begitu dokter masih cenderung memakai dosis 0,6 mg/kg untuk pengobatan awal
croup padahal dari penelitian dosis ini lebih efektif untuk pasien yang didiagnosis dengan croup
berat.7
Pasien diberi dosis oral tunggal prednisolon (1 mg/kg ) didapatkan sering berulang
kembali dibanding pasien yang diberi dosis tunggal deksametason (0,15 mg/kg). Hal ini
disebabkan potensi prednisolon yang lebih rendah untuk mengurangi peradangan dan pendeknya
waktu paruh prednisolon (18-36 jam) bila dibandingkan dengan deksametason (36-54 jam).7
Nebulasi epinefrin adalah campuran 1:1 dari dextro (D) dan isomer levo (L) dari
epinefrin isomer dengan bentuk L (L - epinefrin) sebagai komponen aktifnya . Penggunaannya
biasanya diberikan untuk pasien di rumah sakit dengan gangguan pernapasan sedang sampai
berat. Epinefrin bekerja dengan stimulasi adrenergik yang menyebabkan penyempitan arteriol
prekapiler, sehingga mengurangi tekanan hidrostatik kapiler. Hal ini menyebabkan terjadinya
reasorbsi cairan dari interstitium dan terjadi perbaikan dari edema mukosa laring. Aktivitas beta
2 adrenergik epinefrin akan menyebabkan relaksasi otot polos bronkus dan bronkodilatasi.
Efektivitasnya langsung terbukti dalam 30 menit pertama dan kemudian berlangsung 90-120
menit.7
Pasien yang menerima nebulasi epinefrin rasemat di unit gawat darurat harus diamati
selama setidaknya 3 jam pengobatan terakhir karena kekhawatiran terjadinya fenomena rebound
berupa bronkospasme yang akan memperburuk gangguan pernapasan, serta munculnya
takikardia persisten. Pasien hanya dapat dipulangkan jika sudah tampak tenang, masuknya udara
dalam saluran nafas lebih baik, dan tidak ada stridor saat istirahat dan telah menerima dosis
kortikosteroid.
2.6.
Komplikasi
Sebagian besar anak-anak sembuh dari croup tanpa komplikasi. Jarang penyakit croup
memancing infeksi sekunder (infeksi bakteri) pada saluran nafas atas atau pneumonia.
Munculnya dehidrasi lebih disebabkan oleh asupan cairan yang tidak memadai saat anak sakit.
Anak-anak yang lahir prematur atau yang memiliki riwayat penyakit paru-paru (seperti asma)
atau penyakit neuromuskuler (seperti cerebral palsy) lebih mungkin untuk berkembang menjadi
gejala croup yang lebih berat dan sering memerlukan rawat inap. Namun, croup disease jarang
menyebabkan komplikasi jangka panjang.
2.7.
Prognosis
Prognosis untuk croup disease termasuk baik dan pemulihan biasanya lengkap . Sebagian
besar pasien berhasil dikelola sebagai pasien rawat jalan tanpa perlu rawat inap rumah sakit.
Kurang dari 2 % dari anak-anak dengan croup disease yang dirawat di rumah sakit memerlukan
intubasi. Penggunaan epinefrin nebulasi untuk pengobatan pasien dengan croup bisa mengurangi
kebutuhan untuk intubasi.7
BAB 3
ILUSTRASI KASUS
3.1.
Identitas Pasien
Nama
: NH
MR
: 864398
Umur
: 4 dari 4 bersaudara
3.2.
Anamnesis
Demam sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, demam tinggi, terus menerus, tidak
menggigil, tidak berkeringat, tidak disertai kejang.
Sesak nafas sejak 2 hari SMRS, sesak terus menerus, makin lama makin sesak. Sesak
tidak dipengaruhi cuaca, makanan, atau aktivitas.
Pasien terdengar mendengkur saat terbangun dan saat tidur sejak 2 hari SMRS.
Riwayat kontak dengan penderita batuk-batuk lama, batuk berdarah, atau minum obat
paket 6 bulan disangkal.
Sebelumnya pasien telah dibawa berobat ke RS swasta 2 hari yang lalu. Pasien diasap
satu kali dan dipulangkan serta diberi obat paracetamol 3x1 cth dan amoxicillin 3x1 cth.
Oleh karena pasien masih sesak, pasien dibawa kembali ke RS swasta lalu di asap
sebanyak 3 kali dengan selang 15 menit lalu dirujuk ke RSUP dr. M. Jamil.
Tidak ada anggota keluarga yang menderita rhinitis alergi, asma, ataupun alergi makanan
atau debu.
Riwayat Kehamilan Ibu: Pemeriksaan kehamilan teratur ke bidan dan dokter spesialis
kandungan. Kesan: tidak ada kelainan selama kehamilan
Riwayat Persalinan: anak lahir dengan operasi sectio caessarea atas indikasi lewat waktu lahir
(2 minggu), berat badan lahir 3800 gram, panjang badan lahir 52 cm, langsung menangis kuat.
Riwayat Makanan dan Minuman: ASI 0 bulan sampai sekarang. MP ASI berupa susu formula
5 bulan sampai sekarang, bubur susu 6 bulan, nasi tim sejak usia 7 bulan sampai sekarang yang
terdiri dari nasi, telur, sayur, dan buah.
Riwayat Imunisasi: Imunisasi dasar tidak lengkap. Anak hanya mendapat imunisasi DPT 1
usia 11 bulan dan DPT 2 usia 12 bulan di posyandu karena daerah tempat tinggal pasien sedang
dijangkiti difteri.
Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan:
Pertumbuhan anak sesuai dengan pertumbuhan anak seusianya.
Perkembangan anak juga sesuai dengan anak seusianya: Tertawa 3 bulan; miring 4 bulan;
tengkurap 4 bulan; duduk 6 bulan; merangkak 9 bulan; berdiri 10 bulan; gigi pertama 11 bulan;
bicara 11 bulan.
Riwayat Lingkungan dan Perumahan: kesan higiene dan sanitasi baik
3.3.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
: sakit berat
Kesadaran
: CMC
Tekanan Darah
:90/60 mmHg
Nadi
: 112x/menit
Nafas
: 58x/menit
Suhu
: 38,50C
Tinggi Badan
: 75 cm
Berat badan
: 8 kg
BB/U
: 90%
TB/U
: 81,6%
BB/TB
: 84,23%
10
Kesan
a. Kulit
: gizi kurang
: tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis
b. Kelenjar getah bening : tidak teraba pembesaran KGB di leher, aksila, inguinal
c. Kepala : bentuk normosefal, ukuran 44 cm (normal berdasarkan standar nellhaus) , ubunubun besar sudah menutup
d. Rambut : warna hitam, tidak mudah rontok
e. Mata
: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, reflek cahaya (+/+), pupil isokor
k. Thorax :
- cor
: ictus cordi tidak terlihat; teraba 2 cm medial LMCS RIC V; perkusi batas
jantung tidak dilakukan; irama jantung reguler; bising tidak ada.
- pulmo : retraksi dinding dada (+) di suprasternal dan epigastrium; fremitus sama kiri dan
kanan; perkusi tidak dilakukan; suara nafas vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing
tidak ada, stridor inspirasi (+)
l. Abdomen
- inspeksi
:
: tidak membuncit, simetris, vena-vena kulit tidak terlihat, hernia
: nyeri tekan tidak ada, supel, hati teraba 1/3-1/3, lien tidak teraba.
- perkusi
: timpani
- Auskultasi
11
o. Anggota Gerak
555
555
555
Reflek fisiologis (+) normal, reflek patologis tidak ada, klonik tidak ada.
3.4.
Pemeriksaan laboratorium
Darah: Hb
: 10,5 g/dl
Leukosit
: 2.800/mm3
3.5.
Diagnosis Kerja
Croup Disease (Laringotrakeitis)
3.6.
Pemeriksaan Penunjang
Analisis gas darah
Rontgen Thorax
3.7.
Terapi
Oksigen 1 l/menit
Paracetamol 3x80 mg
12 tetes/menit
5 mg IV
12
Follow Up
7 April 2014
S/
O/
13
8 April 2014
S/
O/
: pasien dipulangkan
14
BAB 4
DISKUSI
Diketahui bahwa seorang anak perempuan usia 13 bulan menderita croup disease.
Berdasarkan epidemiologi didapatkan kesesuaian umur pasien dengan rentang umur yang sering
dijangkiti croup disease yaitu rentang umur 6-36 bulan. Pada anamnesis didapatkan bahwa
pasien awalnya demam tinggi yang terus menerus dan tidak menggigil serta tidak disertai kejang.
Setelah itu mulai tampak pasien sesak nafas dan batuk menggonggong. Selain itu orang tua
pasien pun menyadari bahwa pasien menjadi mendengkur ketika tidur. Gejala-gejala ini
merupakan gejala dari croup disease yaitu batuk seperti suara anjing laut dan timbulnya stridor
akut pada anak yang demam. Selain itu keluarga juga mengeluhkan anak yang kurang mau
makan dan minum sejak sakit dan hal ini merupakan masalah yang harus diatasi agar tidak
terjadi dehidrasi akibat asupan cairan yang kurang.
Dilihat dari pemeriksaan fisiknya, didapatkan bahwa terdapat nafas cuping hidung pada
anak, retraksi dinding dada di suprasternal dan epigastrium, terdapat suara nafas tambahan
berupa stridor inspirasi. Akan tetapi anak tidak sampai mengalami sianosis yang bisa dilihat di
sekitar mulut. Dari keluhan dan pemeriksaan fisik didapatkan bahwa derajat keparahan croup
disease anak tersebut berada pada tingkat berat dan hal ini sesuai dengan sistem skoring Westley.
Oleh karena itu anak diberikan deksamethason IV 0,6 mg/kgBB
didapatkan mengalami gangguan makan dan minum, tapi tidak sampai mengalami dehidrasi
sehingga dipilihlah cairan infus KAEN 1 B yang terdiri dari Dextrose 37,5 g/dl; Natrium 38,5
mEq/L dan Clorida 38,5 mEq/L. pada pemeriksaan penunjang dianjurkan diperiksa analisis gas
darah untuk melihat apakah anak mengalami hipoksia atau tidak, lalu diperiksa juga rontgen
thorax untuk melihat adakah infeksi sekunder oleh bakteri yang dapat melibatkan bronkus.
15