OLEH :
MADE KRISNA ADI JAYA
(0908505034)
(0908505072)
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2012
TUJUAN
1.1. Untuk mengetahui metode determinasi senyawa dugaan narkotika dan psikotropika
pada spesimen urin dengan menggunakan TLC-Spektrofotodensitometri.
1.2. Untuk mengetahui senyawa yang terdapat pada sampel urin.
II.
DASAR TEORI
2.1
2.1.1
2.1.1.1 Amphetamin
Amfetamin dikenal juga sebagai central stimulant. Amfetamin memiliki berat
molekul 135, 2 dengan struktur sebagai berikut:
Rf 75.
Penyemprot Dragendorff-positif; reagen FPN reagent-merah muda; larutan asam
iodoplatinat-positif, reagen marquist-coklat, ninhidrin-positif, larutan asam kalium
permanganat-positif.
dengan
2%
di
bawah
kondisi
alkali.
l-Methamphetamine
dibiotransformasi dalam cara yang sama dengan d-isomer tapi pada kecepatan yang
lebih lambat. Berdasarkan dosis oral 13.7 mg, urin 24 jam mengandung rata-rata 34%
dari dosis sebagai l-methamphetamine dan 1.7% dari dosis sebagai l-amfetamin
(Jenkins, et al, 1998).
Konsentrasi urin metamfetamin secara khusus 0.5 sampai 4 mg/L setelah dosis
oral 10 mg. Tetapi, konsentrasi urin methamphetamine dan amfetamin sangat berbeda
pada pengguna. Urin dengan pH yang asam akan meningkatkan proporsi ekskresi
metamfetamin dalam urin hingga mencapai 75%. Kecepatan ekskresi ikut meningkat
seirama dengan turunnya pH urin. Beberapa pengguna metamfetamin meminum cuka
untuk menghindari tes penyaring urin untuk metamfetamin. Keadaan sebaliknya juga
terjadi, bila pH urin meningkat hingga menjadi basa, maka proporsi metamfetamin
yang diekresikan lewat urin dapat turun hingga 2% (Kristanto et. al. 2009).
Konsentrasi terapetik dari metamfetamine di plasma berkisar antara 0,01-0,05
mg/L. berdasarkan penelitian pada pemakaian oral meta,fetamin hidrokloride dengan
dosis 12,5 mg pada sepuluh pasien, rata-rata puncak konsetrasi obat didalam darah
sebesar 0,02 mg/L (Moffat et al., 2005). Selain amphetamine metabolit mayor lainnya
dari metamphetamine adalah p-hidroxy methamphetamine, namun karena metabolit
ini bersifat lebih polar dari metamphetamine dan amphetamine maka metabolit ini
cenderung terektrak lebih sedikit dalam pelarut organik. Jadi, target analisis dari
Amphetamin
adalah
methamphetamine
(MA),
amphetamine
(A),
Sinonim :.
d-Deoxyephedrine;
Desoxyephedrine;
Methylamfetamine;
Methamphetamine;
methylamphetamine;
Phenylmethylaminopropane.
Gambar Struktur:
Gambar 3. Metamfetamin
Pemerian
Kelarutan
pKa
: 10,1
Sistem pelarut kromatografi : Sistem TARf 39; sistem TBRf 18; sistem TC
Rf 12; sistem TERf 42; sistem TLRf 17; sistem TAERf 10; sistem TAF
Rf 76. (larutan asam kalium permanganat positif)
dalam urin, sebagian besar dosis diubah (65% dalam 3 hari) sehingga target analisis
yang digunakan zat induk dalam urin. Metabolisme terjadi dengan sejumlah rute: Ndemetalasi komponen induk menjadi 3,4methylenedioxyamfetamine (MDA) (7%)
dengan selanjutnya O-demetilasi menjadi 3,4dihidoksimetamfetamin (HHMA) dan
3,4dihidroksiamfetamin (HHA). Baik HHMA and HHA selanjutnya mengalami Ometilasi oleh catechol-O-methyltransferase (COMT) terutama menjadi 4hydroxy3
Derivat amphetamine
3,4-Methylenedioxyamphetamin
Nama lain
MDA
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
3,4 MethylenedioxyMetamphetamin
,4 Methylenedioxyethylamphetamin
5 - Methoxy - 3,4 - Methylenedioxy amfetamin
4 Methoxyamphetamin
4 MethoxyMetamphetamin
2,5 Dimethoxyamphetamin
2,5 Dimethoxy 4 methylamphetamin
2,5 Dimethoxy 4 ethylamphetamin
3,4,5 Trimethoxyamphetamin
4 Bromo 2,5 dimethoxyamphetamin
MDMA,Ecstasy
3 MDE,MDEA
MMDA
PMA
PMMA
DMA
DOM,STP
DOET
TMA
DOB,Bromo-
: 369.4 g/mol
PKa
: 7,56
Log P
: 1,58
Organoleptis
: kristal putih, titik lebur 173. Dengan cepat dihidrolisis oleh basa.
Kelarutan
: (5,6)-7,8-Didehydro4,5epoxy17methylmorphinan
3,6diol monohydrate
Rumus molekul
: C17H19NO3,H2O
Massa molekul
: 303.4 g/mol
Titik lebur
: 254 2460C
pKa
Log P
: - 0,1
Gambar 9. Struktur dan Spektrum UV Morfin (Moffat et al., 2005; Camag, 1999)
2.1.2.3 Kodein
Nama sistematik
: (5,6)-7,8-Didehydro4,5epoxy3methoxy17
methylmorphinan6ol monohydrate
Rumus molekul
: C18H21NO3,H2O
Massa molekul
: 303.4 g/mol
pKa
: 8,2
Log P
: 0,6
Organoleptis
Kelarutan
Titik didih
: 1540-1560 C
Gambar 10. Struktur dan Spektrum UV Kodein (Moffat et al., 2005; Camag, 1999)
Tabel 2. Sifat Fisiko Kimia Senyawa Turunan Amphetamin (Moffat et al, 2005)
Senyawa
Amphetamin
Rumus Struktur
pKa
9,51
Kelarutan
Larut dalam 50
bagian air, larut
dalam etanol,
kloroform dan eter
Metamfetamin
10,1
Metilendioksi
9,41 (benzene),
Metamfetamin
8,69 (hexane),
(MDMA)
heksan.
Methylenedioxya
9,67
mphetamine
(MDA)
Methylenedioxye
thamphetamine
(MDEA)
Methoxymetamfetamine
(PMMA)
Dimethoxy-
amphetamine
(DMA)
DOM
TMA
PMA
Tabel 3. Sifat Fisiko Kimia Senyawa-senyawa dalam Reaksi Silang (Moffat et al, 2005)
Senyawa
Struktur
pKa
Kelarutan
Epedrien
9,6
Larut dalam 20
bagian air, larut
dalam kloroform,
Pseudoepedrin
9,8
Penilpropanolamin
9,4
Ketamine
7.5
eter
Larut dalam 4 bagian
air, 4 bagian etanol,
6 bagian ethanol, 6
bagian larut dalam
kloroform tidak larut
Quinin
dalam eter.
Sangat larut dalam
kloroform,
aspirin
3,5
7,9
Benzoic acid
4,2
alfatik.
Larut 1 bag dalam
kira-kira 350 air, 1
dalam 20 air
mendidih, 1 dalam 3
ethanol, 1 dalam 5
kloroform, dan 1
dalam 3 eter; sangat
mudah larut dalam
Oxalic acid
1,2; 4,2
aseton.
Larut 1 bag dalam 7
bag air, 1 dalam 2
bag air mendidih, 1
dalam 2,5 bag
etanol, dan 1 dalam
100 eter, praktis
tidak larut dalam
benzen, kloroform
Diazepam
3.3
Phenobarbital
7,4
Papaverin
6,4
termazapam
1,6
petroleum eter.
Sangat sedikit larut
dalam air, larut 1 bag
dalam 10 bag etanol
dan 1 bag dalam 10
bag kloroform,
sangat larut dalam
diklorometana.
(BNN, 2008).
2.1.3 Turunan Benzodiazepin
2.2.
Rf
Uji konfirmasi dilakukan dengan membandingkan nilai hRf analit dengan data
senyawa standar dan pustaka. Pada prakteknya, nilai hRf bervariasi karena pengaruh
faktor lingkungan seperti kejenuhan bejana kromatografi (chamber), pH medium,
suhu penguapan fase gerak pada plat, kadar analit yang ditotolkan (Sherma and Fried,
1996 ; Flanagan et al., 2007).
Terdapat metode yang digunakan untuk mengurangi variasi hRf tersebut,
Deutshe Forschungsgemeinschaft (DFG) dan The International Association of
Forensic Toxicologist (TIAFT) menggunakan harga hRf terkoreksi (hRfc) yang relatif
konstan untuk masing-masing senyawa pada tiap sistem TLC tertentu (Zeeuw et al,
1992). Harga hRfc suatu analit dapat dihitung dengan menggunakan metode korelasi
poligonal. Metode ini membutuhkan minimal empat senyawa standar pembanding
yang harga hRfc tersebar di antara harga hRfc sampel. Perhitungan poligonal untuk
menentukan harga hRfc analit dapat dilihat seperti pada gambar di bawah ini.
Gambar 11. Grafik penghitungan hRfc secara Poligonal (Zeeuw et al., 1992)
Keterangan: Sumbu x = Harga hRf analit; sumbu y = harga hRfc senyawa 4
pembanding A, B, C, dan D adalah senyawa standar.
Berdasarkan gambar 2.1 di atas, hRf senyawa X berada di antara hRfc
senyawa-senyawa standar dimana harga hRfc analit dapat diperoleh dengan memplot
ke sumbu X.
c hR cf ( D ) - hR cf (C ) ..........................................................................................(5a)
hR f ( D) - hR f (C ) ..........................................................................................(5b)
Disamping menggunakan kurva diatas, harga hRfc analit langsung dapat dihitung
menggunakan rumus berikut:
hR cf (X) hR cf (C)
C
hR f (X) hR f (C), dimana.............................................(5)
(Zeeuw et al.,1992).
Bila harga hRfc analit yang didapat dapat dibandingkan dengan database harga
hRfc di pustaka, maka akan diperoleh beberapa kemungkinan senyawa yang sesuai,
hal ini akan memunculkan banyak senyawa yang dicurigai sebagai analit. Untuk
lebih
spektrum analit. Dari kombinasi 2 variabel ini akan diperoleh deretan senyawasenyawa yang berurutan, dimana senyawa yang korelasinya paling sesuai dengan
analit disebut dengan senyawa hit factor. Hit factor umumnya memunculkan lebih
dari 1 senyawa, sehingga untuk mendapatkan kepastian identitas analit maka perlu
dilakukan analisis lebih lanjut.
Tabel 5. Sistem Fase gerak yang direkomendasikan untuk beberapa senyawa narkotika dan
psikotropika
47
37
33
75
43
33
31
30
33
TB
15
00
06
27
20
24
28
05
54
TC
38
09
18
73
09
13
05
04
TE
49
20
35
76
43
39
42
25
17
TL
04
01
03
59
18
05
01
63
TAE
26
18
21
82
12
08
09
10
09
TAF
33
23
22
85
75
63
64
TAJ
25
00
10
67
03
00
00
TAK
05
00
48
17
03
01
01
TAL
64
15
26
96
57
45
29
30
TAEA
44
16
15
07
65
TB
TC
TD
TE
TL
: aseton, silika-KOH
TAE
: metanol, silika
TAF
TAJ
: kloroform-metanol (90:10)
TAK
TAL
2.4
Fase diam
Mekanisme silika gel sebagai adsorben pada plat KLT adalah dengan mengadakan
ikatan hidrogen dengan senyawa senyawa melalui gugus Si O (silanol). Agar
mendapatkan hasil yang baik, maka plat silika perlu diaktivasi selama 30 menit pada
suhu 100C (Fifield and Kealey, 2000). Kondisi yang ideal bagi pemisahan dengan
plat KLT silika gel adalah dengan adanya 11% 12% air b/b karena sebagian besar
sisi aktif silika akan berikatan dengan air (Sherma and Fried, 1994).
b. Fase gerak
Sangat sedikit fase gerak yang terdiri dari satu jenis pelarut, yang baik untuk
memisahkan suatu campuran. Beberapa sistem pengembang diperlukan untuk
pemisahan suatu campuran. Dalam suatu pemisahan, setiap sistem dipilih karena
mempunyai nilai Rf cukup berbeda antar senyawa satu dengan yang lainnya dan
reprodusibilitas tinggi (Moffat et al, 2005).
Amfetamin merupakan obat dengan gugus fungsi yang beragam dan memerlukan
kombinasi sistem pelarut TLC yang berbeda untuk memisahkan obat dalam golongan
tersebut. Sistem yang umumnya digunakan adalah Metanol : amoniak pekat (100 : 1,5
v/v) (BNN, 2008).
Opiat merupakan obat dengan gugus fungsi yang beragam dan memerlukan
kombinasi sistem pelarut TLC yang berbeda untuk memisahkan obat dalam golongan
tersebut. Sistem yang umumnya digunakan adalah Metanol : amoniak pekat (100 : 1,5
v/v) (BNN, 2008).
Syarat yang telah ditentukan untuk diameter spot yaitu 2 mm untuk volume
sampel 0,5 L; konsentrasi sampel 0,02 0,2%; banyaknya sampel 0,1 1 g untuk
KLT-KT (Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi) dan 1- 10 g untuk KLT
konvensional (Gandjar dan Rohman, 2008). Sedangkan untuk suhu dan lama
pemanasan plat harus dijaga konstan dan dikontrol agar hasil yang diperoleh
mempunyai reprodusibilitas yang tinggi (Sherma and Fried, 1994).
2.4.2 Tinjauan Spektrofotodensitometri
Penentuan Rf dapat dilakukan dengan merajah (scan) permukaan plat KLT. Tujuan
perajahan tersebut untuk mengkonversikan spot pada plat ke dalam bentuk kromatogram
sehingga dapat diketahui puncak puncak pada kromatogram. Posisi dari puncak
puncak yang direkam menunjukan jarak migrasi senyawa pada plat (Rf) sedangkan luas
area di bawah puncak (AUC) berkaitan dengan konsentrasi senyawa dalam spot tersebut
(Sherma and Fried, 1994).
Prinsip kerja spektrofotodensitometri berdasarkan interaksi antara radiasi
elektromagnetik dari sinar UV-Vis dengan analit yang merupakan noda pada plat. Radiasi
elektromagnetik yang datang pada plat diabsorpsi oleh analit, ditransmisi atau diteruskan
jika plat yang digunakan transparan. Radiasi elektromagnetik yang diabsorbsi oleh analit
atau indikator plat dapat diemisikan berupa fluoresensi atau fosforesensi (Sherma and
Fried, 1994). Dalam analisis kualitatif dengan spektrofotodensitometer, sistem CAMAG
menawarkan pemanfaatan Spektrum Library Street Drug untuk uji pemastian yaitu
dengan cara membandingkan spektrum analit insitu dengan spektrum pustaka. Sistem
TAEA merupakan sistem standar yang ditawarkan oleh CAMAG (CAMAG, 1999).
Evaluasi visual kromatogram sebelum derivatisasi hanya mampu memberikan
hasil kualitatif sedangkan evaluasi optikal secara langsung (insitu) pada plat
menggunakan suatu instrumen dapat memberikan hasil kualitatif dan hasil kuantitatif.
Alat optis yang dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif ini adalah
spektrofotodensitometer atau sering disebut dengan TLC Scaner. Spektrofotodensitometer
digunakan dengan menghubungkan pada suatu perangkat komputer (PC) yang
dikendalikan dengan suatu program evaluasi. PC akan menampilkan hasil kalkulasi,
protokol pendukung, menyediakan data dari semua parameter dari peralatan dan program
evaluasi serta data hasil yang berupa angka dan grafik (Deinstrop, 2007).
Gambar
12.
yang dihubungkan ke
Prinsip kerja
TLC
scaner
PC (Camag,1999)
Sistem TAEA
digunakan
lampu
busur
merkuri
bertekanan
tinggi.
Instrumen
sistem TLC terstandarkan untuk keperluan analisis toksikologi forensik (Zeeuw et al.,
1992). DFG dan TIAFT (1992) menawarkan sistem dengan plat TLC Silika Gel dan 10
sistem fase gerak, dimana dalam masing-masing sistem fase gerak terdapat 4 senyawa
pembanding. Harga hRf yang diperoleh dikoreksi menjadi harga hRf terkoreksi yang
dihitung dengan metode poligonal atau rumus hRfc (Zeeuw et al., 1992).
(11)
.(12)
Persyaratan pemilihan senyawa pembanding dalam sistem TLC yang terstandarkan
harus memenuhi persyaratan:
a) analit harus dikerjakan (dipisahkan) menggunakan sistem TLC
b) harga Rf dari analit dan senyawa pembanding harus terdistribusi di sepanjang rentang
Rf
c) dapat memberikan reprodusibilitas antarlab yang tinggi
Berdasarkan harga hRfc ini dari masing-masing spot dilakukan interpretasi
indentitas analit. Uji identifikasi kualitatif analit secara sistematis dilakukan dengan
memanfaatkan pemisahan analit (harga hRfc analit) pada sistem TLC terstandarkan
(Zeeuw et al., 1992). Keuntungan hRfc dibandingkan dengan harga hRf adalah nilai hRfc
lebih konsisten dengan variasi faktor-faktor lingkungannya, sehingga dapat digunakan
sebagai data yang lebih akurat dari senyawa yang dianalisis.
TLC terstandarkan memungkinkan melakukan identifikasi analit berdasarkan
data-base hRf terkoreksi (hRfc) dari analit. Keuntungan hRfc dibandingkan dengan harga
hRf adalah nilai hRfc lebih reprodusibel dengan variasi faktor-faktor lingkungannya,
sehingga dapat digunakan sebagai data sidik jari kimia yang lebih akurat dari senyawa
yang dianalisis.
Sistem TLC terstandarkan memiliki beberapa persyaratan seperti : a) analit harus
dapat dipisahkan menggunakan sistem TLC, b) hRf dari analit/senyawa standar
pembanding harus terdistribusi di antara rentang hRf 0-100, c) harga hRf terstandarkan
sehingga memberikan reprodusibilitas antar lab yang tinggi, d) jika menggunakan lebih
dari satu sistem maka harus dipilih sistem yang memberikan korelasi harga antar sistem
yang terendah.
Sistem TB merupakan salah satu diantara 10 fase gerak yang diteliti Zeeuw
(1992) yaitu sistem dengan campuran pelarut sikloheksan : toluena : dietilamin (75:15:10
v/v). Sistem ini merupakan metode skrining umum untuk senyawa basa nitrogen dan mampu
menghasilkan pemisahan yang baik untuk campuran derivat amfetamin.
2.7
metode analisis memenuhi persyaratan sesuai dengan tujuan analisis dan menjamin
kehandalan metode selama penggunaan secara rutin (Snyder et al., 2010).
Parameter validasi yang dibutuhkan dalam metode kualitatif untuk analisis obat, yaitu
spesifisitas/selektivitas, batas deteksi (Limit of Detection/LOD), presisi (keterulangan
dan/atau ketertiruan), dan stabilitas. Parameter validasi yang dibutuhkan dalam metode
kuantitatif untuk analisis obat, yaitu spesifisitas/selektivitas, batas deteksi (Limit of
Detection/LOD), presisi (keterulangan dan/atau ketertiruan), linearitas serta rentang metode,
akurasi, ketidapastian pengukuran, dan stabilitas. Batas kuantitasi terendah (Lower Limit of
Quantitation/LLOQ), kekasaran (ruggedness), dan ketahanan (robustness) juga merupakan
parameter validasi yang umum ditentukan (UNODC, 2009).
2.3.1
Spesifisitas
Rs
2t R
.............................................(9)
(W1 W2 )
Nilai Rs harus lebih dari atau sama dengan 1,5 karena akan memberikan pemisahan puncak
yang baik (base line resolution) (Gandjar dan Rohman, 2007).
Uji spesifisitas untuk memastikan tidak terjadi koelusi dari analit target dapat dilakukan
dengan pengujian kemurnian puncak, dimana apabila spektrum yang dihasilkan pada
beberapa titik pada puncak yang dianalisis sama, maka dapat disimpulkan bahwa puncak
tersebut mengandung senyawa tunggal (Dong, 2006).
2.3.2
Keseksamaan/Presisi
SD
x x
n 1
........................................(10)
RSD
SD
x
100 % ........................................(11)
Keterangan :
n
: jumlah sampel
LOD didefinisikan sebagai konsentrasi terkecil analit yang memberikan respon yang
dapat dideteksi. LOD sering didasarkan pada rasio signal to noise (S/N), dimana
direkomendasikan nilai S/N sebesar 3 (Snyder et al., 2010). LOD dihitung dengan persamaan
(12) berikut.
LOD
3 Sb
...........................................(12)
Sl
Keterangan:
Sb : simpangan baku respon analitik dari blangko
Sl : Slope, arah garis linear (kepekaan arah) dari kurva antara respon terhadap konsentrasi (b pada persamaan
garis y = a+bx)
Ketahanan (Robustness)
III.
IV.
PROSEDUR KERJA
1. Penyiapan Larutan
a. Pembuatan Fase Gerak
- Sistem TB (sikloheksana-toluena-dietilamin (75:15:10))
2. Penyiapan Sampel
Disiapkan seluruh fraksi hasil SPE (4 fraksi), dengan rincian 1 fraksi SPE single asam,
1 fraksi SPE single basa, 1 fraksi SPE multistep asam, dan 1 fraksi SPE multistep basa.
Seluruh fraksi direkonstitusi dengan 25 l metanol sebelum ditotolkan.
3. Pelaksanaan TLC-Spektrofotodensitometri
Uji konfirmasi dilakukan dengan menggunakan 2 sistem fase gerak yaitu system TB
(Sikloheksana-Toluena-Dietilamin (75:15:10)) dan system TE (etilasetat-metanolamonia pekat (85:10:5). Fase diam yang digunakan yaitu plat silika GF254.
Prosedur uji dengan KLT adalah sebagai berikut :
1. Dua buah plat KLT silika GF254 ukuran 9 x 10 cm disiapkan dan dberi tanda
batas.
2. Plat dicuci dengan metanol dan diaktivasi pada suhu 1200 C selama 30 menit.
3. Salah satu plat diimpregnasi dengan KOH 0,1 M untuk penggunaan sistem TB,
kemudian plat yang telah diimpregnasi dikeringkan.
4. Disiapkan 2 chamber untuk elusi dan masing masing dijenuhkan dengan fase
gerak TB dan TE selama 30 menit higga chamber jenuh.
5. Blanko, standar, standar reference, dan fraksi ditotolkan masing-masing 2 l pada
plat.
9 cm
1 cm
8cm
1 cm
1 cm
1
7
2
8
3
4
5
10
11
6
12
Blanko (metanol)
DAFTAR PUSTAKA
BNN. 2008. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Narkotika, Psikotropika dan Obat
Berbahaya. Jakarta: Badan Narkotika Nasional Bekerjasama dengan Departemen
Kesehatan
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Dong, Michael W. 2006. Modern HPLC For Practicing Scientist. America: Library of
Congress Cataloging.
Effendy. 2004. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Dalam Bidang Farmasi. (Cited on 18 April
2012).
Available at
: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3616/1/farmasieffendy2.
Elliot, S.P. and K.A. Hale. 1998. Applications of an HPLC-DAD Drug-Screening System
Based on Retention Indices and UV Spectra. J. Anal. Toxicol., 5: 279-289.
Fifield, F. W. and D. Kealey. 2000. Principles and Practice of Analytical Chemistry 5th ed.
London: Blackwell Science. p. 118.
Flanagan, R. J., A. Taylor., I. D. Watson, and R. Whelpton. 2007. Fundamentals of Analytical
Toxicology. Hoboken: John Wiley and Sons, Ltd. p. 178-223.
Gandjar dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Heyden, Y.V., A.Nijhuis, J. Smeyers-Verbeke, B.G.M. Vandeginste, and D.L. Massart. 2006.
Guidance for Robustness/Ruggedness Tests in Method Validation. Vlaardingen:
Unilever Research Vlaardingen. p. 2-7.
Kristanto, Erwin, Wibisana Widiatmaka, Tjahjanegara Winardi. Deteksi Methamphetamine
Pada Pemeriksaan Kedokteran Forensik (cited Oct 24, 2010).
Available from : http://www.freewebs.com/erwin_k/deteksimethamphetamin.htm
Kurnia, T. Uji Konfirmasi Senyawa Golongan Opioid Menggunakan HPLC DAD (Skripsi).
Jurusan Farmasi-Fakultas MIPA-Universitas Udayana, Jimbaran. hal. 28-35.
Lambert, W.E, J.F. Van-Bocxlaer, and A.P. De-Leenheer. 1997. Potential of HighPerformance Liquid Chromatography with Photodiode Array Detection in Forensic
Toxicology. J. Chromatogr. B, 689: 45-53.
Meyer, V.R. 2010. Practical High-Performance Liquid Chromatography 5th ed. St. Gallen:
John Wiley and Sons, Ltd. p. 23-25.
Moffat, C Anthony, David Osselton, Brian Widdop. 2004. Clarkes Analysis of Drugs and
Poisons in Pharmaceutical, Body Fluids, and Post-Mortem Material. 3rd Edition.
London: The Pharmaceutical Pres
Mulja, M. dan Sukarman. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya : Airlangga University
Press.
Schoenberg, V. L. 2008. Development of a Screening System for the Determination of
Compounds in Urine by Automated On-line Extraction HPLC-DAD for
Toxicological Analysis (Dissertation). Natural Sciences I/Life Sciences-MartinLuther University, Halle-Wittenberg. p. 2, 89.
Snyder, L.R., J.J. Kirkland, and J.W. Dolan. 2010. Introduction to Modern Liquid
Chromatography 3rd ed. Hoboken: John Wiley and Sons Inc. p. 25-26, 165-166, 516518.
Soares, M.E., V. Seabra, and M.D.L.A. Bastos. 1992. Comparative Study of Different
Extractive Procedures to Quantify Morphine in Urine by HPLC-UV. J. Liq.
Chromatogr. Related Technol., 15 (9): 1533-1541.
Sturm, S. 2005. A General Unknown Screening for Drugs and Toxic Compounds in Human
Serum (Thesis). Faculty of Natural Sciences-University of Basel, Basel. p. 39-47.
United Nation Office on Drugs and Crimes. 2009. Guidance for The Validation of Analytical
Methodology and Calibration of Equipment Used for Testing of Illicit Drugs in Seized
Materials and Biological Specimens. Vienna: United Nations. p. 8-12, 37.
Watson, D.G. 2005. Analisis Farmasi 2 ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. hal.
316, 326, 331.
Wirasuta, M.A. Gelgel. 2008. Analisis Toksikologi Forensik Dan Interpretasi Temuan
Analisis. Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2008; 1(1):47-55.
Yokchue, T. 2004. Analysis of 15 Benzodiazepines in Blood by HPLC (Thesis). Forensic
Science-Faculty of Graduate Studies-Mahidol University, Bangkok. p. 1-4.
Zeeuw, D. R. A., Jan P. F., Fritz D., Gunther M., Harald S., and Jaap W. 1992. DFG
(Deutsche Forschungsgemeinschaft) and TIAFT (The International Association of Forensic
Toxicologist), Thin-Layer Chromatographic Rf Values of Toxicologically Relevant
Substances on Standardized Systems, Second, Revised and Enlarged Edition, Report XVII of
the DFG Commission for Clinical-Toxicological Analysis and Special Issue of the TIAFT
Bulletin. Weinheim : VCH Verlagsgesellschaft.
SKEMA KERJA
TLC-Spektrofotodensitometri
Penyiapan larutan KOH 0,1 M dan fase gerak untuk sistem TB dan TE masingmasing sebanyak 10 ml
Penyiapan sampel dengan melakukan rekonstitusi pada fraksi hasil SPE dengan 25 l
metanol
Pelaksanaan TLC-Spektrofotodensitometri
Plat dicuci dengan metanol dan diaktivasi pada suhu 1200 C selama 30 menit
Salah satu plat diimpregnasi dengan KOH 0,1 M untuk penggunaan sistem TB,
kemudian plat yang telah diimpregnasi dikeringkan
Disiapkan 2 chamber untuk elusi dan masing masing dijenuhkan dengan fase gerak
TB dan TE selama 30 menit higga chamber jenuh.
Larutan sampel dan blanko ditotolkan 2 l pada plat dan dielusi, Plat
dikeringkan dalam oven suhu 60OC selama 10 menit.