Anda di halaman 1dari 5

Patofisiologi Sepsis secara luas dengan sitokin: Keuntungannya sebagai biomarker dari

kegawatan Penyakit

Sepsis merupakan tantangan besar bagi dunia kedokteran. Sepsis sering terjadi dan biasanya
dengan keadaan penyakit yang infeksius. Kejadian sepsis makin meningkat, dengan tingkat
kematian yang tingi disertai dengan pemberian dari antibiotic spesifik, disertai dengan tindakan
operasi yang aggresif, dukungan nutrisi dan terapi anti-inflamasi. Pasien sepsis meningkat
berbagai jenis, berdasarkan variable usia, berat, jenis kelamin, penyakit penyerta dan keadaaan
dari system imun dan beratnya infeksi. Sehingga kita membutuhkan penanda pasti dan dapat
dipercaya yang dapat digunakan pada berbagai derajat penyakit dari pasien sepsis dan mudah di
indetifikasi pasien dengan risiko paling tinggi dan hasil yang buruk. Penanda seperti ini menjadi
penting dalam pengambilan keputusan untuk terapi awal atau untuk desin percobaan klinis
mengani sepsis. Pada kerja, kami akan mengulas biomarker yang sesuai untuk beratnya sepsis
dan terutama penggunaan dari sitokin sebagai biomarker yang penting yang berperan pada proses
patofiologis.

Sepsis merupakan penyebab paling sering kematian penderita di Unit Perawatan Intensif secara
luas. Di Amerika Serikat saja, sekitar lebih kurang 700.000 orang terinfeksi dan dilaporkan
210.000 kematian (Anggus dan Wax,2001) Penderita sepsis umumnya mendapatkan perawatan
yang lebih lama dan umumnya peningkatan biaya yang sangat besar sekitar 50.000,00 dolar
amerika untuk tiap pasien (Chalfin et al. 1993). Dukungan obat-obatan bru dan antibiotic yang
lebih poten terkadang tidak dapat menyelamatkan dari kemarian, menyebabkan kematian 30
hingga 70% penderita (Wheeler & Bernard 1999) dan secara signifikan menyebabkan penurunan
kualitas hidup dari mereka yang mampu bertahan (Perl et al. 1995, Heyland et al. 2000). Definisi
dari sepsis adalah suatu keadaan dimana terjadi regulasi respon imun yang buruk karena adanya
infeksi mikroba(Glauser 2000).. Patofisiologi dari sepsis adalah sangat rumit dan merskipun
telah diketahui banyak hal pada decade terakhir, beberapa bagian penting belum dipahami.
Aktifasi sel secara luas dalam respon terhadap pathogen penyebab tidak dapat dikendalikan pada
inflamasi sistemik. Pengeluaran mediator inflamsi seperti sitokain (seperti TNF-, IL-1, MIF,
MCP-1, IL-6, IL-10), mediator lemak (seperti PAF, prostaglandins), dan spesies oksigen reaktif,
akan berkombinasi dan menyebabkan dilatasi vaskuler dan meningkatkan permeabilitas dari

kebocoran komponen plasma dan ekstravasasi dan aktifasi leukosit pada jaringan dan organ.
Sebagai tambahan, mediator inflmasi dan komponen pathogen juga akan mengaktifasi dari
system koagulasi menyebabkan koagulasi diseminta intravaskuler. Bersama, keadaan ini akan
menyebabkan terjadinya hipoperfusi dan hipoksia jaringan yang muncul sebagai penyebab utama
dari disfungsi organ yang menunjukkan tingkatan dari sepsis yang mematikan (Riedemann et al.
2003, Van Amersfoort et al. 2003). Pengendalian atau penyeimbangan respon inflamasi sistemik
dioerkirakan dapat secara penting mengatasi hasil dari sepsis. Karenanya selain menguatkan data
pre-klinis, tujuan penting dari percobaan klinis pada neutralisasi dari mediator inflmasi spesifik
menunjukkan hasil yang mengecewakan.
Salah satu penjelasan yang mungkin dari kegagalan dari percobaan klinis mengenai sepsis adalah
definisi pasti merkipun dibutuhkan tujuan yang valid dan penting untuk tujuan klinis, hal ini
terlalyi luas dan menyebabkan ketidak mampuan dalam menentukan kondisi pasti dan stadium
penderita pada kondisi ini. Pendekatan yang mungkin pada permasalahan ini adalah membuat
suatu system stadium untuk stratifikasi yang penting bagi pasien dengan risiko dasar dari hasil
lebih jauh dan penting untuk menunjukkan respon pada terapi. Salah satu contoh statifikasi
penyakit telah berkembang seperti pada onkologi, pada system TNM, yang dikembangkan oleh
Pierre Denoix (PX 1946). Pada keadaan ini, system baru, PIRO, telah diusulkan dapat
menjelaskan sepsis sebagai factor penyebab dan kondisi premorbid, penyebab infeksi,
karakteristik dari respon inang dan peningkatan hasil disfungsi pada ogan (Levy et al. 2003).
Penggunaan sistem stadium untuk pengerjaan secara adekuat, pentong untuk
mengidentifikasi profil respon sebagai biomarker untuk mengidentifkasi bahwa pasien dengan
risiko dari disfungsi organ dan pengobatan seperti apakah yang mampu untuk mengurangi
derajat disfungsi organ. Penanda bagi biomarker harusnya menghemat waktu dan murah dan
dapat berguna bagi pemindaian pasien sepsis. Pada ulasan ini kami akan menitik beratkan pada
biomarker pasti dengan peranan penting patofisiologi secara umum dan ketidakseimbangan dari
inflamasi dan menitik beratkan pada target dari intervensi obat yang baru.
Penggunaan tehnologi dari kuantitas dari sitokin berdasarkan secara flurosensi pada
mikrosfer berhubungan dengan system twolaser flow sitometri (Luminex) yang mampu
menyebabkan analisa beragam secara simultan pada sample tunggal, kami mampu secara
simultan menghitung tingkat dari 12 sitokin yang berbeda pada plasma pasien dengan sepsis

(Bozza et al. data tidak dipublikasi). Data kami menunjukkan pada 17 sitokin, 9 (IL-1, IL-2, IL4, IL-6, IL-8, IL-10, IFN, GCSF,dan MCP-1) mampu dibedakan dari mereka yang mampu
bertahan dan yang tidak mampu bertahan. Sebagai pembanding jumlah TNF, IL-5, IL-7, IL-12,
IL-13, IL-17, MIP-1, dan GM-CSF tidak berbeda pada kedua kelompok. IL-8 dan IL-1 adalah
sitokin yang mampu menunjukkan prediksi hasil.
Dalam bagian ini, hal ini penting sebagai nilai prediktid dari sitokin yang kemudian
menjadi lebih baik pada nilai prototip prognosis klinis yang dapat digunakan pada unit perawatan
instensif, Acute Physiology and Chronic Health Evaluation Score (APACHE II). Yang menarik,
pendekatan yang sama digunakan untuk pasien penelitian dengan infeksi virus dengue yang
menarik seperti IL-1, IL-2, IL-4, IL-10, IL-13 dan GM-CSF dan secara signifikan meningkat
dibandingkan dengan pasien sepsis ataupun dengan control sehat (Bozza et aldata yang belum
terpublikasi).
Secara klasik, IL-6 merupakan sitokin yang penting dalam menilai prognosis pada sepsis.
Meski peranan dari IL-6 pada sindrom ini masih controversial, IL-6 dianggap sebagai sitokin
biomarker penting pada sepsis dan menyebabkan perlambatan dan pergerakan plasma yang stabil
dan IL-6 mudah dideteksi pada sample darah dan memiliki hubungan yang sesuai dengan respon
inflamasi. Penelitian yang berbeda secara umum menunjukkan (64-100%) penderita dengan
sepsis terjadi peningkatan IL-6 dan jumlah IL-6 berhubungan dengan derajat beratnya sepsis
(Gogos et al. 2000, Kox et al. 2000). Peningkatan yang menetap jumlah IL-6 berhubungn dengan
kegagalan organ multiple (Pinsky et al. 1993) dan kematian (Tanaka et al. 1996).
Pada populasi kami, IL-6 merupakan preddiktor yang berharga pada penderita dengan sepsis dan
syok septic. Semua pasian telah dideteksi adanya tingkat dan tingkat yang tinggi pada
keseluruhannya, seperti yang disebutkan diatas IL-8 dan IL-1 merupakan predictor yang lebih
baik. Faktor yang bepe ranan penting bagi sitokin faktor penghambat migrasi makrofag (MIF),
yang terdapat pada sepsis. MIF adalah protein yang dibentuk kelenjar hipofisis, di T-sel dan
makrofag dan dibentuk menanggapi rangsangan yang berbeda, termasuk infeksi dan stres
(Bernhagen et al. 1993, Calandra et al. 1994, Bacher et al. 1996). LPS menginduksi ekspresi
MIF di beberapa jaringan dan juga melepaskan sejumlah MIF

signifikan dalam sirkulasi

(Bernhagen et al. 1993, Bacher et al. 1997), dan MIF dengan LPS memperburuk keadaan tikus
(Bacher et al. 1997). Hal yang khas pada MIF adalah sekresi dari kekebalan sel sebagai respon

terhadap kenaikan fisiologis dalam glukokortikoid tingkat, dan sekali dirilis, MIF dapat kontramengatur anti-inflamasi efek steroid pada produksi sitokin
(Calandra & Bucala 1995). Peran penting dimainkan oleh MIF endogen dalam respon host
terhadap gram negative dan racun gram-positif ditegaskan oleh pengamatan bahwa pengobatan
dengan menetralisir anti-MIF antibodi atau gangguan sasaran gen dilindungi MIF tikus dari
LPS dan superantigen-kematian yang disebabkan (Calandra et al 1998,. Bozza et al. 1999).
Peningkatan konsentrasi dari MIF telah terdeteksi di bagian alveolar pasien dengan sindrom
gangguan pernapasan akut (ARDS) (Donnelly et al 1997,. Lai et al. 2003) dan kami telah
menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat sirkulasi MIF 6 jam pasca operasi bypasscardiopulmonary dikaitkan perburukan hasil pasca operasi paru (Mendona Filho et al. 2004).
Baru-baru ini, kami juga menunjukkan bahwa tingkat sirkulasi dari MIF dini dapat mendeteksi
sepsis dengan budaya positif pada pasien diajukan untuk operasi jantung (Mendona Filho et al
2004.).
Walaupun peran penting sebagai pro-inflamasi

sitokin, defisiensi gen MIF meningkatkan

kemampuan tikus untuk menghapus Pseudomonas aeruginosa yang terdapat dalam paru-paru
(Bozza et al 1999.). Hasil ini dikonfirmasi dan diperpanjang dengan temuan bahwa MIF
netralisasi dengan antibodi menyebabkan kelangsungan hidup lebih baik dalam model tikus
lethal syok septik disebabkan oleh ligasi cecal dan masuk (CLP) dan infeksi peritoneal dengan E.
coli (Calandra et al 2000.).
Baru-baru ini, telah ditunjukkan bahwa MIF mengatur ekspresi reseptor Tol seperti 4 (TLR4),
sinyal transducing molekul kompleks reseptor LPS (Roger et al. 2001). Ekspresi mengurangi
TLR-4 di MIF makrofag kekurangan berkaitan dengan TNF dikurangi produksi oleh sel-sel jika
dirangsang oleh LPS. studi klinis sebelumnya telah menunjukkan peningkatan MIF tingkatan
dalam pasien dengan SIRS, sepsis dan syok sepsis (Calandra et al 2000, Gando et al.. 2001).
MIF tidak menunjukkan tingkat keparahan akut kritis penyakit dalam studi et al Lehman. (2001),
tapi dua studi yang berbeda tingkat tinggi berkorelasi dari MIF pada pasien dengan SIRS (et al
Gando 2001.) dan dalam pasien dengan syok septik (Beishuizen et al 2001.). Selain itu, kita
baru-baru ini menunjukkan bahwa, pada pasien sepsis, baik MIF dan-6 IL tingkat perbedaan
yang signifikan antara selamat dan meninggal dan bahwa tingkat MIF menunjukkan lebih baik
diskriminatif kekuasaan di prediksi sepsis terkait kematian dari IL-6, sebagaimana dinilai oleh

operasi penerima kurva karakteristik analisis. Oleh karena itu, peningkatan MIF konsentrasi
tampaknya menjadi indikator awal dari miskin hasil dari pasien sepsis dalam perawatan intensif
(Bozza et al. 2004). Peran merugikan diamati MIF endogen infeksi bakteri sistemik
menunjukkan bahwa anti-MIF pengobatan mungkin merupakan strategi terapeutik penting untuk
pasien dengan sepsis dan syok septik (Riedemann & Ward 2003). Dengan demikian, di samping
tempat tidur dokumentasi MIF ditinggikan mungkin tingkat kriteria masuk untuk studi masa
depan terapeutik intervensi yang bertujuan pada netralisasi MIF.
Kesimpulan Yang Harus di ingat
Hingga kini, patofisiologi dari sepsis telah diketahui. Karenanya penelitian dari sepsis telah
mencapai suatu point penting. Untuk meningkatkan pengetahuan keita melalui teori yang
konsisten mengenai penyakit ini untuk prognosis yang adekuat dan terapi efektif untuk
diberikan. Untuk dapat di aplikasi secara klinis dari hasil penelitian mengenai mekanisme dasar
dari penyakit namun sayangnya gagal. Setelah berbagai pengobatan dosis tunggal dan percobaan
antimediator gagal, hal ini kemudian menunjukkan bahwa sepsis merupakan proses yang rumit
dan tidak linier. Definisi sepsis yang tersedia kini yang terdapat secara umum oleh populasi
penderita penelitian klinis tidak di serupai oleh model eksperimental. Perkembangan dari
peralatan diagnositik yang baik dan bentuk yang secara klinis lebih mudah diterima sehingga
menyebabkan determinasi yang tepat dari status dari imunitas/inflamasi dari penderita sepsis dan
secara signifikan berperan pada cara terapi yang tepat. Penggunaan tehnologi bru seperti
Luminec mampu secara stimultan mendetekssi biomarker dari multiple, seperti sitokin,
tersedianya profil Biomarker bagi tiap pasien. Profil ini dapat secara penting untuk memprediksi
prognosis dan untuk menjelaskan penelitian klnik untuk terapi awitan dan spesifik. Secara
signifikan penelitian untuk biomarker dalam peranananya pada patofisiologi dari sepsis
merupakan bagian baru pada pengembangan klinis.

Anda mungkin juga menyukai