Anda di halaman 1dari 2

Kearifan Lokal Suku Baduy Terhadap Alam

Kategori: Suku | Ditulis oleh contributor


Ada hal yang menarik dari masyarakat Baduy yaitu kearifan lokal mereka mengenai
pandangan terhadap alam semesta. Masyarakat Baduy sangat menjaga
keseimbangan dan keselarasan dengan alam. Maka dari itu, masyarakat Baduy
(dalam) sangat menjaga ajaran tentang menjaga alam serta melestarikan. Hal
tersebut yang menciptakan masyarakat Baduy hidup berdampingan dengan alam
secara harmonis. Selain itu. masyarakat Baduy tidak mengeksploitasi alam, mereka
menggunakan seperlunya yang ada di alam dan disertai dengan pelestarian.
Masyarakat Baduy memiliki kepercayaan bahwa alam adalah salah satu titipan
maha kuasa yang harus dijaga dan dilestarikan. Hal itu sesuai dengan prinsip ajaran
dan filosofis masyarakat Baduy yaitu lojor teu meunang dipotong, pondok teu
meunang disambung. Ada pula prinsip hidup lain masyarakat Baduy yang selaras
dengan alam adalah petatah-petitih masyarakat ada Baduy yaitu:
Gunung tak diperkenankan dilebur
Lembah tak diperkenankan dirusak
Larangan tak boleh di rubah
Panjang tak boleh dipotong
Pendek tak boleh disambung
Yang bukan harus ditolak
Yang jangan harus dilarang
Yang benar haruslah dibenarkan
Nilai yang terkandung dalam aturan tersebut adalah konsep mengenai tanpa
perubahan apapun.
Banyak bukti yang memperlihatkan bahwa masyarakat Baduy hidup berdampingan
dengan alam secara harmonis yaitu masyarakat Baduy sangat menjaga air agar
selalu jernih dan bersih sehingga bisa dipakai untuk kehidupan sehari-hari. Saat
mandi atau bersih-bersih, tidak boleh ada bahan kimia yang dipakai oleh
masyarakat Baduy termasuk pengunjung. Hal itu untuk menjaga air agar tetap bersih
dan jernih. Aliran sungai yang melintasi perkampungan tanah adat suku Baduy amat
jernih, tidak ada sampah. Hal lain yang penting adalah masyarakat Baduy memiliki
kelembagaan sosial yang memberikan pedoman berperilaku bagi masyarakat lokal
maupun pendatang untuk mematuhi nilai-nilai adat. Masyarakat Baduy yang tidak
memiliki kamar mandi maupun WC dirumah panggungnya, memiliki aturan untuk
tidak membuang sampah, menggunakan sabun, deterjen dan bahan-bahan kimia
lain yang dapat mengotori sungai. Selain itu, pembagian area-area dalam
pemanfaatan sungai juga merupakan sebuah konsep dalam memperhatikan daya

pulih air. Setiap kampung telah memiliki area-area khusus dalam pemanfaatan
sungai. Area sungai untuk mandi, mencuci, buang air dan konsumsi memiliki
areanya masing-masing sehingga masyarakat memperoleh air yang berkualitas
sesuai dengan kebutuhan.
Praktik masyarakat Baduy yang menyesuaikan diri dengan alam juga terlihat
dari cara membangun rumah. Bagian paling bawah dari rumah adalah batu sebagai
penopang tiang-tiang utama rumah yang terbuat dari kayu. Tetapi, tidak seperti
rumah pada umumnya, masyarakat Baduy tidak menggali tanah untuk pondasi. Batu
hanya diletakan di atas tanah. Jika kontur tanah tidak rata, maka bukan tanah yang
menyesuaikan sehingga diratakan, tetapi batu dan tiang kayu yang menyesuaikan.
Jadi, panjang pendeknya batu mengikuti kontur tanah. Selain itu bahan bangunan
rumah yang lain adalah bahan bangunan yang ramah terhadap alam. Bahan
bangunan rumah masyarakat Baduy merupakan bahan yang bisa dan mudah diurai
oleh tanah. Bahan tersebut diantaranya dinding bilik bambu, atap dari ijuk dan daun
pohon kelapa dan rangka rumah dari kayu alam yaitu kayu jati, kayu pohon kelapa
dan kayu albasiah. Pada saat malam hari masyarakat Baduy tidak menggunakan
listrik dan alat teknologi yang lain sebagai penerangan. Untuk aktivitas bepergian
masyarakat Baduy lebih memilih berjalan kaki sesuai yang diajarkan.
Masyarakat Baduy menyimpan hasil panen padi huma di sebuah leuit, lumbung
padi. Leuit dibangun
di
pinggiran
tiap
kampung.
Setiap
keluarga
memiliki leuit. Leuit adalah wujud pemahaman masyarakat Baduy tentang ketahanan
pangan. Kondisi adanya leuit membuat masyarakat Baduy tidak kekurangan bahan
pangan. Selain itu, apabila masyarakat Baduy akan menggunakan kayu maka kayu
yang akan dipakai adalah kayu kayu yang telah kering dan tua. kayu bakar tersebut
diperoleh dari pohon yang sudah dimakan rayap atau batang pohon dan ranting
yang jatuh terserak. Masyarakat Baduy tidak menebang pohon untuk kayu bakar.
Kearifan lokal ini menjadikan Baduy dan hutan di sekitarnya hidup harmonis selama
ratusan tahun.

Anda mungkin juga menyukai