Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Alat penangkapan ikan (fishing gear) adalah sarana dan perlengkapan atau
benda-benda lainya yang dipergunakan untuk menangkap ikan. Sedangkan sarana
yang dimaksud merupakan sarana apung atau kapal/perahu yang digunakan untuk
mengoperasikan alat di suatu perairan.
Bubu adalah alat tangkap yang umum dikenal dikalangan nelayan, yang
berupa jebakan, dan bersifat pasif. Bubu sering juga disebut perangkap traps
dan penghadang guiding barriers .
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang

di atas maka rumusan masalah yang akan

dibahas pada makalah ini adalah :


1. Definisi alat tangkap bubu
2. Kalsifikasi alat tangkap bubu
3. Konstruksi alat tangkap bubu
4. Metode dan cara pengoperasian alat tangkap bubu
C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui lebih jauh
tentang pengertian dan klasifikasi alat tangkap bubu serta metode penangkapan
ikan pada alat tangkap bubu.

Adapun manfaat yang didapat dari penulisan makalah ini adalah kita dapat
mengetahui dan memahami pengertian dan klasifikasi alat tangkap bubu serta
metode penangkapan ikan pada alat tangkap bubu sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Alat Tangkap Bubu
Bubu adalah alat tangkap yang umum dikenal dikalangan nelayan, yang
berupa jebakan, dan bersifat pasif. Bubu sering juga disebut perangkap traps
dan penghadang guiding barriers. Alat ini berbentuk kurungan seperti ruangan
tertutup sehingga ikan tidak dapat keluar. Bubu merupakan alat tangkap pasif,
tradisional yang berupa perangkap ikan terbuat dari bubu, rotan, kawat, besi,
jaring, kayu dan plastik yang dijalin sedemikian rupa sehingga ikan yang masuk
tidak dapat keluar. Prinsip dasar dari bubu adalah menjebak penglihatan ikan
sehingga ikan tersebut terperangkap di dalamnya, alat ini sering diberi nama
ftshing pots atau fishing basket.(Brandt, 1984).
Bubu adalah perangkap yang mempunyai satu atau dua pintu masuk dan
dapat diangkat ke beberapa daerah penangkapan dengan mudah, dengan atau
tanpa perahu (Rumajar, 2002). Menurut Martasuganda, (2005) Teknologi
penangkapan menggunakan bubu banyak dilakukan di negara-negara yang
menengah maupun maju. Untuk skala kecil dan menengah banyak dilakukan di
perairan pantai, hampir seluruh negara yang masih belum maju perikanannya,
sedangkan untuk negara dengan sistem perikanan yang maju pengoperasiannya
dilakukan dilepas pantai yang ditujukan untuk menangkap ikan-ikan dasar,
kepiting, udang yang kedalamannya 20 m sampai dengan 700 m. Bubu skala kecil

ditujukan untuk menagkap kepiting, udang, keong, dan ikan dasar di perairan
yang tidak begitu dalam.
B. Klasifikasi Alat Tangkap Bubu
Subani dan Barus (1989), menyatakan bahwa Bentuk dari bubu bermacammacam yaitu bubu berbentuk lipat, sangkar (cages), silinder (cylindrical),
gendang, segitiga memanjakan (kubus), atau segi banyak, bulat setengah
lingkaran dan lain-lainnya. Secara garis besar bubu terdiri dari badan (body),
mulut (funnel) atau ijeb dan pintu. Badan bubu berupa rongga, tempat dimana
ikan-ikan terkurung. Mulut bubu (funnel) berbentuk corong, merupakan pintu
dimana ikan dapat masuk tapi tidak dapat keluar dan pintu bubu merupakan
bagaian temapat pengambilan hasil tangkapan.
Menurut Brandt (1984), klasifikasi bubu menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Berdasarkan sifatnya sebagai tempat bersembunyi / berlindung :
Perangkap menyerupai sisir (brush trap);
Perangkap bentuk pipa (eel tubes);
Perangkap cumi-cumi berbentuk pots (octoaupuspots).
2. Berdasarkan sifatnya sebagai penghalang :
Perangkap yang terdapat dinding / bendungan;
Perangkap dengan pagar-pagar (fences);
Perangkap dengan jeruji (grating);
Ruangan yang dapat terlihat ketika ikan masuk (watched chambers).

3. Berdasarkan sifatnya sebagai penutup mekanis bila tersentuh


Perangkap kotak (box trap);
Perangkap dengan lengkungan batang (bend rod trap);
Perangkap bertegangan (torsion trap).
4. Berdasarkan dari bahan pembuatnya
Perangkap dari bahan alam (genuine tubular traps);
Perangkap dari alam (smooth tubular);
Perangkap kerangka berduri (throrrea line trap).
5. Berdasarkan ukuran, tiga dimensi dan dilerfgkapi dengan penghalang
Perangkap bentuk jambangan bunga (pots);
Perangkap bentuk kerucut (conice);
Perangkap berangka besi.
Dalam operasionalnya, bubu terdiri dari tiga jenis, yaitu :
1.

Bubu Dasar (Ground Fish Pots) yaitu bubu yang daerah operasionalnya
berada di dasar perairan. Untuk bubu dasar, ukuran bubu dasar bervariasi,
menurut besar kecilnya yang dibuat menurut kebutuhan. Untuk bubu kecil,
umumnya berukuran panjang 1m, lebar 50-75 cm, tinggi 25-30 cm. untuk
bubu besar dapat mencapai ukuran panjang 3,5 m, lebar 2 m, tinggi 75-100
cm. Hasil tangkapan dengan bubu dasar umumnya terdiri dari jenis-jenis ikan,
udang kualitas baik, seperti Kwe (Caranx spp), Baronang (Siganus spp),
Kerapu (Epinephelus spp), Kakap ( Lutjanus spp), kakatua (Scarus spp), Ekor
kuning (Caeslo spp), Ikan Kaji (Diagramma spp), Lencam (Lethrinus spp),
udang penaeld, udang barong, kepiting, rajungan, dll (Anonim. 2007).

2.

Bubu Apung (Floating Fish Pots) yaitu bubu yang dalam operasional
penangkapannya diapungkan. Tipe bubu apung berbeda dengan bubu dasar.
Bentuk bubu apung ini bisa silindris, bisa juga menyerupai kurung-kurung
atau kantong yang disebut sero gantung. Bubu apung dilengkapi dengan
pelampung dari bambu atau rakit bambu yang penggunaannya ada yang
diletakkan tepat di bagian atasnya. Hasil tangkapan bubu apung adalah jenisjenis ikan pelagik, seperti tembang, japuh, julung-julung, torani, kembung,
selar, dll. Pengoperasian Bubu apung dilengkapi pelampung dari bambu atau
rakit bambu, dilabuh melalui tali panjang dan dihubungkan dengan jangkar.
Panjang tali disesuaikan dengan kedalaman air, umumnya 1,5 kali dari
kedalaman air, (Anonim. 2007).

3.

Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots) adalah bubu yang dalam operasional
penangkapannya dihanyutkan. Bubu yang dalam operasional penangk
apannya dihanyutkan. Bubu hanyut atau pakaja termasuk bubu ukuran
kecil, berbentuk silindris, panjang 0,75 m, diameter 0,4-0,5 m. Hasil
tangkapan bubu hanyut adalah ikan torani, ikan terbang (flying fish). Pada
waktu penangkapan, bubu hanyut diatur dalam kelompok-kelompok yang
kemudian dirangkaikan dengan kelompok-kelompok berikutnya sehingga
jumlahnya banyak, antara 20-30 buah, tergantung besar kecil perahu/kapal
yang digunakan dalam penangkapan (Anonim. 2007).

Disamping ketiga bubu yang disebutkan di atas, terdapat beberapa jenis


bubu yang lain seperti :
1. Bubu Jermal.
Alat Tangkap Bubu dibuat dari bambu, dengan rotan cincin sebagai bingkai.
Ini berbentuk seperti tong tapi meruncing menjelang akhir menyerupai kerucut.
Mulutnya dilengkapi dengan saluran seperti pintu masuk yang memungkinkan
ikan atau udang untuk melewati dengan mudah dalam satu arah saja. Termasuk
jermal besar yang merupakan perangkap pasang surut (tidal trap).
2. Bubu Ambai.
Bubu ambai termasuk perangkap pasang surut berukuran kecil, panjang
keseluruhan antara 7-7,5 m. bahan jaring yaitu terbuat dari nilon
(polyfilament). Jaring ambai terdiri dari empat bagian menurut besar kecilnya
mata jaring, yaitu bagian muka, bagian tengah, bagian belakang dan bagian
kantung. Mulut jaring ada yang berbentuk bulat, ada juga yang berbentuk
empat persegi berukuran 2,6 x 4,7 m. pada kanan-kiri mulut terdapat gelang,
terbuat dari rotan maupun besi yang jumlahnya 2-4 buah. Gelang- gelang
tersebut dimasukkan dalam banyaknya jaring ambai dan dipasang melintang
memotong jurusan arus. Satu deretan ambai terdiri dari 10-22 buah yang
merupakan satu unit, bahkan ada yang mencapai 60-100 buah/unit. Hasil
tangkapan bubu ambai bervariasi menurut besar kecilnya mata jaring yang
digunakan. Namun, pada umumnya hasil tangkapannya adalah jenis-jenis
udang (Subani dan Barus, 1989).

3. Bubu Apolo.
Bahan jaring dibuat dari benang nilon halus yang terdiri dari bagian mulut,
bagian badan, kaki dan bagian kantung. Panjang jaring keseluruhan mencapai
11 m. Mulut jaring berbentuk empat persegi dengan lekukan bagian kiri dan
kanan. Panjang badan 3,75 m, kaki 7,25 m dan lebar 0,60 m. pada ujug kaki
terdapat mestak yang diikuti oleh adanya dua kantung yang panjangnya 1,60 m
dan lebar 0,60 m. Hasil tangkapan bubu apolo sama dengan hasil tangkapan
dengan menggunakan bubu ambai, yakni jenis-jenis udang (Subani dan Barus,
1989).
C. Konstruksi Bubu

Bentuk bubu bervariasi. Ada yang seperti sangkar (cages), silinder


(cylindrical),gendang, segitiga memanjang (kubus) atau segi banyak, bulat
setengah lingkaran, dll. Bahan bubu umumnya dari anyaman bambu (bamboo`s
splitting or-screen).
Secara umum, bubu terdiri dari bagian-bagian badan (body), mulut (funnel)
atau ijeh, pintu.

Badan (body) yaitu berupa rongga, tempat dimana ikan-ikan terkurung.

Mulut (funnel), berbentuk seperti corong, merupakan pintu dimana ikan


dapat masuk tidak dapat keluar.
Pintu yaitu bagian tempat pengambilan hasil tangkapan

D. Teknik Operasi (Sitting dan Hunting)


1. Bubu Dasar (Ground Fish Pots)
Dalam operasional penangkapannya bisa tunggal (umumnya bubu
berukuran besar), bisa ganda (umumnya bubu berukuran kecil atau sedang) yang
dalam pengoperasiannya dirangkai dengan tali panjang yang pada jarak tertentu
diikatkan bubu tersebut. Bubu dipasang di daerah perairan karang atau diantara
karang-karang atau bebatuan. Bubu dilengkapi dengan pelampung yang
dihubungkan dengan tali panjang. Setelah bubu diletakkan di daerah operasi, bubu
ditinggalkan, untuk kemudian diambil 2-3 hari setelah dipasang, kadang hingga
beberapa hari.
2. Bubu Apung (Floating Fish Pots)
Bubu apung dilengkapi pelampung dari bambu atau rakit bambu, dilabuh
melalui tali panjang dan dihubungkan dengan jangkar. Panjang tali disesuaikan
dengan kedalaman air, umumnya 1,5 kali dari kedalaman air.
3. Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots)
Pada waktu penangkapan, bubu hanyut diatur dalam kelompok-kelompok
yang kemudian dirangkaikan dengan kelompok-kelompok berikutnya sehingga
jumlahnya menjadi banyak, antara 20-30 buah, tergantung besar kecil
perahu/kapal yang akan digunakan dalam penangkapan.
Operasi penangkapan dilakukan sebagai berikut :
a. Pada sekeliling bubu diikatkan rumput laut.
b. Bubu disusun dalam 3 kelompok yang saling berhubungan melalui tali
penonda (drifting line).

c. Penyusunan kelompok (contohnya ada 20 buah bubu) : 10 buah diikatkan


pada ujung tali penonda terakhir, kelompok berikutnya terdiri dari 8 buah
dan selanjutnya 4 buah lalu disambung dengan tali penonda yang langsung
diikat dengan perahu penangkap dan diulur sampai + antara 60-150 m.
4. Bubu Jermal
Pada bubu jermal, operasi penangkapan dilakukan dengan menekan galah
yang terdapat pada kanan/kiri mulut jaring ke bawah sampai di dasar sehingga
mulut kantung jaring terbuka. Bubu kemudian diangkat setelah dibiarkan 20-30
menit. Pengambilan hasil tangkapan dilakukan dengan menutup mulut jaring
dengan cara mengangkat bibir bawah ke atas, kemudian diikuti mengangkat
bagian-bagian tengah kantong melalui katrol-katrol. Pengambilan hasil dilakukan
dengan membuka ikatan tali pada ujung belakang kantong.
5. Bubu Ambai
Penangkapan dengan bubu ambai dilakukan pada waktu air pasang maupun
surut. Arah dari mulut jaring dapat dibolak-balik dihadapkan darimana datangnya
arus. Setelah 15-20 dari pemasangan, dapat dilakukan pengambilan hasil, yaitu
dengan

mengangkat

bagian

bawah

mulut

ke

permukaan

air

dengan

mempertemukan bibir atas dan bawah. Demikian seterusnya dilakukan hingga


seluruh deretan ambai selesai dikerjakan, kemudian dilakukan pembukaan tali-tali
pengikat pada ujung belakang kantung. Operasi penangkapan dilakukan 2-3 orang
untuk tiap kali penangkapan, tergantung banyak sedikitnya unit atau jaring yang
dipakai.

6. Bubu Apolo
Pengoperasian bubu apolo dilakukan baik siang ataupun malam hari pada
waktu air pasang maupun surut. Pengoperasian apolo ini memerlukan 2-3 orang.
Tempat melakukan operasi penangkapan, yakni 1-2 mil dari pantai.
Operasi penangkapan dilakukan sebagai berikut :
1. Pada sekeliling bubu diikatkan rumput laut;
2. Bubu disusun dalam 3 kelompok yang saling berhubungan melalui tali penonda
(drifting line).
E. Teknik Pengoperasian Alat Tangkap Bubu
Menurut BPPI (1996), alat tangkap bubu lebih cocok dioperasikan di
perairan dangkal, berkarang clan berpasir dengan keadalaman 2-7 m karena
umumnya terbuat dari bambu. Bubu diletakkan pada celah karang untuk
menghadang ikan yang keluar dari celah karang clan posisi mulutnya harus
menghadap ke hilir mudik ikan yang berada di perairan karang.
Metode pengoperasian untuk semua jenis bubu biasannya sama, yaitu
dipasang di daerah penangkapan yang sudah diperkirakan adanya stok ikan seperti
ikan dasar, udang, kepiting, keong, cumi-cumi dan biota lainnya yang bisa
ditangkap oleh bubu. Pemasangan bubu ada yang dipasang secara tunggal dan
juga ada yang beruntai (seperti pemasangan, rawai). Ditambahkan menurut
Direktorat Jendral Perikanan (1997), cara pengoperasiaan bubu dapat dimulai
antara lain pemberian umpan, selanjutnya perahu berangkat menuju daerah
operasi (fishing Xrouncl) sambil mengamati kondisi perairan. Bubu dipasang di

perairan karang dan merupakan habitat ikan karang. Kemudian pengangkatan


bubu harus dilakukan dengan perlahan-lahan untuk memberikan kesempatan ikan
dalam beradaptasi terhadap perbedaan tekanan air dalam perairan. Cara pertama,
bubu dipasang secara terpisah (umumnya bubu berukuran besar), satu bubu
dengan satu pelampung. Cara kedua dipasang secara bergandengan (umumnya
bubu ukuran kecil sampai sedang) dengan menggunakan tail utama, sehingga cara
ini dinamakan "longline trap". Untuk cara kedua ini dapat dioperasikan beberapa
bubu sampai puluhan bahkan ratusan bubu. Biasanya dioperasikan dengan
menggunakan kapal yang bermesin serta dilengkapi dengan katrol. Tempat
pemasangan bubu dasar biasanya dilakukan di perairan karang atau diantara
pemasangan bubu dasar biasanya dilakukan di perairan karang atau diantara
karang-karang atau bebatuan.
Menurut Martasuganda (2002), waktu pemasangan (setting) dan
pengangkatan (hauling) ada yang dilakukan pagi hari, siang hari, sore hari,
sebelum matahari tenggelam. Lama perendaman bubu di perairan ada yang hanya
direndam beberapa jam, ada yang direndam satu malam, ada juga yang direndam
tiga sampai dengan empat hari.

E. Alat Bantu Penangkapan


Dalam operasi penangkapan, terdapat alat bantu penangkapan yang
bertujuan untuk mendapatkan hasil tangkapan yang lebih banyak.
Alat bantu penangkapan tersebut antara lain :
1.

Umpan
Umpan diletakkan di dalam bubu yang akan dioperasikan. Umpan yang
dibuat disesuaikan dengan jenis ikan ataupun udang yg menjadi tujuan
penangkapan.

2.

Rumpon.
Pemasangan rumpon berguna dalam pengumpulan ikan.

3.

Pelampung.
Penggunaan pelampung membantu dalam pemasangan bubu, dengan
tujuan agar memudahkan mengetahui tempat-tempat dimana bubu
dipasang.

4.

Perahu.
Perahu digunakan sebagai alat transportasi dari darat ke laut (daerah
tempat pemasangan bubu).

5.

Katrol.
Membantu dalam pengangkatan bubu. Biasanya penggunaan katrol
pada pengoperasian bubu jermal.

DAFTAR PUSTAKA

http://nandawulandari23.blogspot.com/2012/09/alat-tangkap-tradisionalbubu.html

Alat Penangkapan Ikan Dan Udang Laut di Indonesia.Nomor 50 Th. 1988/1989.

Edisi khusus. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Balai Penelitian Perikanan Laut.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta.

http://makaira-indica.blogspot.com/2011/11/v-bubu.html

Anda mungkin juga menyukai