Anda di halaman 1dari 29

Urgensi Reformasi Polisi

Irna Irmalina Daud


Senin, 9 Nopember 2009

Kasus rekayasa perkara dua pimpinan nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit Samad Rianto dan
Chandra M Hamzah, makin membuktikan dugaan masyarakat bahwa sistem hukum di Indonesia sangat amburadul.
Mafia peradilan, suap, pemerasan, dan rekayasa perkara merupakan bukti kebobrokan sistem hukum kita. Ini
sebagaimana yang dirasakan oleh Bibit dan Chandra.
Kasus ini sebenarnya merupakan puncak gunung es karena kasus sejenis ini sering menimpa rakyat jelata.
Karena itu, reformasi polisi menjadi sangat penting dan mendesak dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) dalam seratus hari ke depan. Political will SBY harus segera ditunjukkan dengan
melakukan reformasi total pada jajaran kepolisian dan lembaga penegak hukum lainnya. Tindakan ini
merupakan prakondisi untuk SBY dalam menjalankan pemerintahannya lima tahun ke depan.
Fungsi kepolisian pada hakikatnya adalah untuk menjamin tegaknya nilai-nilai demokrasi, yakni rule of law.
Sebab, fungsinya merupakan salah satu urusan pemerintahan dalam menegakkan hukum dan menciptakan
ketenteraman serta ketertiban (law and order). Karena sifat tugasnya ini, maka polisi harus dekat dengan
masyarakat, sebagaimana semboyan polisi yang mengayomi dan melindungi masyarakat. Artinya, polisi
harus responsif terhadap laporan dan keluhan masyarakat.
Struktur yang mengganggu peran dan fungsi polisi selama ini, antara lain, sentralisasi polisi dan
penyalahgunaan kekuatan polisi (abusing the police power) untuk kepentingan politik. Struktur ini telah
mengakibatkan rendahnya kapasitas polisi dalam merespons masalah-masalah yang ada pada masyarakat dan
keterbatasan kewenangan polisi yang berada di daerah. Kasus pengunduran diri Kapolda Jawa Timur dalam
menangani tindak pidana Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur Jawa Timur, beberapa waktu yang
lalu, merupakan contoh kentalnya sentralisasi polisi ini. Sedangkan kasus Bibit-Chandra merupakan bentuk
abusing the power.
Sentralisasi polisi juga telah mengakibatkan membengkaknya organisasi polisi. Akibatnya, kepangkatan
dalam polisi pun harus berjenjang dari pos polisi sampai dengan markas besar polisi di Jakarta. Keadaan ini
sungguh tidak efisien. Panjangnya hierarki mengakibatkan dibutuhkannya pangkat jenderal polisi.
Sentralisasi polisi dari sisi lainnya juga akan sangat membahayakan kehidupan bangsa. Struktur yang
sentralistis dan berada langsung di bawah presiden akan sangat rentan atas penggunaan polisi (abusing the
power) untuk kepentingan pribadi presiden. Adanya Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang
tercantum dalam Pasal 37 UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak akan
bisa mencegah penyalahgunaan ini. Sebab, komisi ini hanya memberikan masukan perihal anggaran, sumber
daya manusia, sarana, prasarana, dan perilaku polisi yang dilaporkan oleh masyarakat. Komisi kepolisian ini
tidak berwenang untuk memberikan masukan atas penyalahgunaan kekuatan polisi oleh pihak lain.
Selain itu juga terdapat tugas-tugas administratif yang menyangkut kepentingan penduduk yang seharusnya
tidak lagi ditangani oleh kepolisian, seperti penerbitan buku pemilik kendaraan bermotor (BPKB), surat tanda
nomor kendaraan bermotor (STNK), dan surat izin mengemudi (SIM). Pekerjaan tersebut merupakan urusan
administrasi yang seharusnya dikerjakan oleh instansi lain, bukan polisi.
Di negara lain, urusan kendaraan bermotor ditangani oleh Departemen Transportasi atau di Indonesia
semacam Departemen Perhubungan atau Dinas Perhubungan yang berada pada pemerintah daerah. Tugas
polisi adalah menangkap pengemudi yang mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak membawa STNK
dan SIM karena tindakan ini melanggar hukum.
Tidak dimungkiri bahwa upaya reformasi tentang polisi memang ada yang sudah pada jalur yang benar.
Misalnya, pemisahan Polri dari Tentara Nasional Indonesia (TNI), sehingga paradigma yang berlaku pada
polisi bukan lagi militer. Karena doktrin militer kill or to be killed tidak tepat diterapkan pada polisi.

Berbagai masalah yang belakangan ini menimpa polisi menyadarkan kita bahwa reformasi atau memformat
ulang peran, fungsi, dan kedudukan polisi merupakan upaya yang harus segera dilakukan. Pilihan yang
terbaik untuk organisasi polisi adalah desentralisasi polisi. Dengan demikian, pada setiap tingkatan
pemerintahan, nasional, provinsi, dan kabupaten atau kota, terdapat polisi yang berfungsi sesuai dengan
cakupan kewenangannya.
Di pusat ada polisi nasional yang bertugas untuk menciptakan ketenteraman dan ketertiban nasional, serta
menegakkan hukum yang memiliki yurisprudensi nasional. Di Amerika Serikat polisi semacam ini dinamai
FBI (Federal Bureau of Investigation). Tugas polisi nasional ini adalah menangani pelanggaran hukum yang
akan mengganggu keamanan dan ketertiban secara nasional.
Sementara itu, di tingkat provinsi dapat dibentuk polisi provinsi yang bertugas untuk menjaga ketertiban dan
keamanan serta penegakan hukum lintas kota dan kabupaten. Untuk mempermudah mobilisasi, satuan
Brigade Mobil (Brimob) bisa ditempatkan di markas polisi provinsi ini, semacam State Trooper di Amerika
Serikat. Sedangkan polisi yang berada di kabupaten atau kota adalah polisi lokal, yang bertanggung jawab
penuh kepada kepala daerah masing-masing dan bertugas untuk menciptakan ketenteraman dan ketertiban
serta penegakan hukum di tingkat lokal.
Selain desentralisasi polisi, upaya reformasi polisi juga harus dibarengi dengan upaya reward and
punishment. Artinya, kesejahteraan, terutama sistem penggajian polisi, perlu diperbaiki agar mereka terbebas
dari persoalan kekurangan pendapatan.
Dengan desentralisasi polisi dan upaya penerapan reward and punishment, maka diharapkan dihasilkan polisi
yang berfungsi untuk mengawal demokrasi, sekaligus menciptakan suasana yang aman dan tertib, dan
terhindar dari penyalahgunaan police power oleh mereka yang tidak bertanggung jawab. Dengan
desentralisasi polisi, hierarki yang militeristik akan dapat dihilangkan.
Untuk itu, kita harus segara merevisi peraturan undang-undang yang terkait dengan kepolisian. Dengan
reformasi polisi, maka peran, fungsi, dan kedudukan polisi akan sesuai dengan kaidah demokrasi yang
sedang kita bangun dan citra polisi sebagai penegak hukum dan pengayom masyarakat dapat segera pulih
kembali.***
Penulis adalah pemerhati politik, kandidat
doktor ilmu politik FISIP Universitas Indonesia

Peranan Komisi Pemberantas Korupsi dalam Memerangi


Korupsi di Indonesia
Ditulis oleh Azhar
ukuran huruf
Cetak
E-mail
Beri penilaian

1
2
3
4
5

(0 suara)
Pendahuluan
Perang terhadap korupsi merupakan fokus yang sangat signifikan dalam suatu negara
berdasarkan hukum, bahkan merupakan tolak ukur keberhasilan suatu pemerintahan. Salah satu
unsur yang sangat penting dari penegakan hukum dalam suatu negara adalah perang terhadap
korupsi, karena korupsi merupakan penyakit kanker yang imun, meluas, permanen dan merusak
semua sendi kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk perekonomian serta penataan ruang
wilayah .
Di Indonesia Korupsi dikenal dengan istilah KKN singkatan dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Korupsi sudah menjadi wabah penyakit yang menular di setiap aparat negara dari tingkat yang
paling rendah hingga tingkatan yang paling tinggi. Korupsi secara sederhana dapat diartikan
sebagai ??enggunaan fasiltas publik untuk kepentingan pribadi dengan cara melawan
hukum??[3].
Berdasakan laporan tahunan dari lembaga internasional ternama, Political and Economic Risk
Consultancy (PERC) yang bermarkas di Hongkong, Indonesia adalah negara yang terkorup
nomor tiga di dunia dalam hasil surveinya tahun 2001 bersama dengan Uganda. Indonesia juga
terkorup nomor 4 pada tahun 2002 bersama dengan Kenya. Sedangkan Pada tahun 2005 PERC
mengemukakan bahwa Indonesia masih menjadi negara terkorup di dunia [12]. Transparansi
Internasional menempatkan Indonesia sebagai negara sepuluh besar yang terkorup didunia dalam
hasil surveynya http://www.transparancy.org.
Korupsi di Indonesia bukanlah hal yang baru dan menjadi endemik yang sangat lama semenjak
pemerintahan Suharto dari tahun 1965 hingga tahun 1997. Penyebab utamanya karena gaji
pegawai negeri dibawah standar hidup sehari-hari dan sistem pengawasan yang lemah. Secara
sistematik telah diciptakan suatu kondisi, baik disadari atau tidak dimana gaji satu bulan hanya
cukup untuk satu atau dua minggu. Disamping lemahnya sistem pengawasan yang ada memberi

kesempatan untuk melakukan korupsi. Sehingga hal ini mendorong para pegawai negeri untuk
mencari tambahan dengan memanfaatkan fasilitas publik untuk kepentingan pribadi walau
dengan cara melawan hukum.
Selain itu, sistem peradilan pidana Indonesia tidak berjalan efektif untuk memerangi korupsi.
Sehingga pelaku korupsi terbebas dari jeratan hukum. Menurut Bank Dunia bahwa korupsi di
Indonesia terjadi dimana-mana di berbagai level golongan pegawai negeri sipil, tentara, polisi
dan politisi bahkan sudah melanda beberapa kelembagaan seperti Kepolisian, Kejaksaan,
Peradilan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang seharusnya bertugas untuk memberantas
korupsi [8].
Kejadian tersebut di atas menyebabkan protes dan penolakan dari masyarakat luas terhadap
pemerintahan Suharto maupun para penggantinya. Adanya korupsi dimana-mana dan timbulnya
perasaan jengkel karena keadilan yang dinantikan masyarakat tak kunjung tiba, ditambah lagi
keadaan ekonomi rakyat kian parah. Indonesia Corruption Watch mengemukakan bahwa hal
tersebut di atas menghasilkan krisis ekonomi di Indonesia yang berujung dengan kejatuhan rezim
Suharto.
Reformasi nasional tahun 1998 yang berhasil menjatuhkan pemerintahan Suharto pada bulan
Mei 1998 tidak serta merta mengeliminasi korupsi. Walaupun Presiden berikutnya setelah era
Suharto berjanji untuk memerangi korupsi tetapi hanya sedikit sekali kemajuan yang dicapai
untuk memerangi korupsi. Bahkan para presiden pengganti Suharto telah tercemari skandal
korupsi seperti pengumpulan dana politik secara melawan hukum. Banyak para pejabat negara
telah terlibat dalam skandal korupsi termasuk para pejabat tinggi negara, petinggi Golkar,
anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) [43].
Dalam kampanye pemilihan Presiden pada tahun 2004 yang lalu Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono mengusung dan berjanji untuk memerangi korupsi sebagai tujuan utamanya.
Jawaban untuk memerangi korupsi merupakan harapan seluruh bangsa Indonesia minus
koruptor. Hal inilah yang menarik pemilih untuk memilihnya dan berhasil mengalahkan
Megawati.
Sebelumnya telah di bentuk Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) untuk memerangi korupsi
sekaligus untuk menjawab tantangan ketidak berdayaan sistem peradilan pidana di Indonesia.
KPK secara resmi dibentuk dengan adanya UU. Nomor 30 tahun 2002 dan setelah terpilihnya
pimpinan dan Ketua KPK pada tanggal 16 Desember 2003 [9]. Sebelum kita membahas peranan
KPK dalam memerangi korupsi di Indonesia, kita akan bahas dulu kondisi pemerintahan di
Indonesia
2. Pemerintahan
Pemerintahan yang baik adalah suatu pemerintahan yang berdasarkan hukum, meningkatkan
efisiensi dan akuntabilitas terhadap pelayanan pada masyarakat dan memerangi korupsi [2].
Pemerintahan yang baik masih merupakan suatu impian di Indonesia. Kita dapat lihat bagaimana
buruknya pelayanan umum di Indonesia. Masyarakat luas dan bahkan Presiden Susilo Bambang
Yudoyono sendiri sepulang dari Malaysia mengaku malu dan dipermalukan disuatu forum di

Kuala Lumpur karena seorang investor dari Thailand mengeluhkan aparat imigrasi Indonesia
mencari-cari masalah ketika dia akan berkunjung ke Indonesia. Belum lagi pejuang devisa (TKI
danTKW) Indonesia yang berada didalam dan diluar negeri diperas dan diperdagangkan oleh
aparat Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta aparat Imigrasi [16]. Awal tahun 2006,
terbongkarnya kasus pembobolan uang negara sebanyak Rp 150 milyar yang dilakukan
pengusaha dengan cara memalsukan dokumen ekspor/faktur bekerjasama dengan Faisal Siregar,
Kepala Kantor dan empat pejabat di Kantor Pelayanan Pajak dan aparat bea cukai mencairkan
restitusi pajak [24]. Hal ini telah mereka lakukan puluhan tahun yang lalu.
Nampaknya warisan kebobrokan dari pemerintahan Suharto masih dan mungkin akan terus
berlanjut di Indonesia. Walaupun ada juga sisi positipnya pada waktu pemerintahan Suharto
seperti stabilitas dan keamanan tetap terjamin pada waktu itu, tidak ada kelangkaan dan kenaikan
BBM yang membuat masyarakat sekarat. Selanjutnya, kita akan membahas beberapa institusi
pemerintah yang mempunyai peran penting dan tanggung jawab penuh untuk memerangi korupsi
seperti Peradilan, Kepolisian, Kejaksaan, Partai Politik dan DPR/Parlemen.
2.1. Peradilan
Sistem peradilan di Indonesia adalah salah satu lembaga yang terkorup yang dikenal dengan
mafia peradilannya. Jadi lembaga negara ini tidak bisa diharapkan untuk memerangi korupsi.
Jual beli perkara terhadap putusan telah terjadi di berbagai tingkat seperti Pengadilan Negeri
(PN), Pengadilan Tinggi (PT) dan bahkan terhadap benteng utama dan terakhir penjaga keadilan
yaitu Mahkamah Agung (MA). Memahami kebusukan yang terjadi di peradilan, maka pada
tanggal 20 Desember Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan reformasi peradilan
di MA. Acara ini dihadiri oleh seluruh unsur pimpinan MA, hakim agung, seluruh ketua
pengadilan tingkat pertama, banding, pejabat tinggi lainnya dan wakil dari negara sahabat.
Belum lagi hilang dari ingatan gong reformasi peradilan dicanangkan, terjadi pemerasan yang
dilakukan oleh Mathius B Situru, Panitia Pengganti di PN Jakarta Pusat dengan cara
memperlambat pemberian salinan putusan dan meminta uang agar salinan baru bisa diberikan
[26]. Kemudian, Jammes Darsan Tony dan komplotannya (Peneliti di Litbang dan staf di MA)
sedangkan panitera pengganti dan hakim PN Jakarta Selatan memeras saksi dalam kasus korupsi
P.T. Jamsostek [22],[25]. Kasus ini menyebabkan ditetapkan tersangka dan ditahannya panitera
pengganti, Andrian Jimmy Lumanauw dan Hakim Herman Alossitandi, Ketua Majelis Hakim
perkar P.T. Jamsostek [38]. Sebelumnya, penangkapan advokat Syafiudin Popon, Ramdhan
Rizal dan M. Sholeh, dua panitera PT Jakarta [23]. Kasus Probo Sutedjo yang melibatkan uang
milyaran rupiah dengan tersangka pengacara Harini Wijoso, pagawai MA, jaksa, hakim bahkan
melibatkan Hakim Agung [18]. Belum lagi banyaknya kasus illegal logging dan hutang terhadap
negara yang dikalahkan oleh pengadilan. Nampaknya transaksi uang dalam dunia peradilan
menunjukkan bahwa mafia peradilan memperdagangkan hukum dan kewenangan adalah realitas
yang tak perlu dibantah lagi. Hal tersebut membuat masyarakat curiga dan tidak menghormati
lembaga peradilan. Sulit untuk membuat masyarakat percaya bahwa peradilan adalah tempat
untuk mencari keadilan dan tidak memihak. Kalau kita lihat fakta-fakta dan khususnya terhadap
korupsi yang dilakukan oleh mantan presiden Suharto, keluarga, para pejabat seperti mantan
Jaksa Agung M Rachman, Ketua DPD Ginanjar Kartasasmita, kasus Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia (BLBI) seperti Syamsul Nursalim, Samadikun Hartono, Agus Anwar, Bambang
Sutrisno, Andrian Kiki Ariawan, Eko Adi putranto, Sherny Konjongiang, David Nusa Wijaya,

Sudjiono Timan dan Prayogo Pangestu.


Disadari bahwa gaji para hakim pada umumnya rendah dibanding dengan kekuasaan yang
mereka miliki. Sebagai contoh seorang yang baru diterima sebagai hakim hanya menerima gaji
lebih kurang dua juta rupiah. Namun, dari awal yang bersangkutan memulai karir sebagai hakim,
mereka didorong untuk melakukan praktek korupsi karena harus bermodal dulu untuk menjadi
hakim. Bukan rahasia umum bahwa untuk diterima menjadi hakim, mereka harus memberikan
uang sogokan yang besar. Bahkan dalam seleksi hakim agung pun telah beredar kabar isu suap
dikalangan DPR [17]. Begitu juga halnya dengan Kejaksaan, merupakan lembaga yang sering
mendapat tudingan yang sama. Disamping itu dalam hal penganan beberapa kasus Kejaksaan
Agung cenderung bertindak diskriminatif, seperti Kasus Dana Abadi Umat (DAU) hanya
difokuskan kepada Said Agil Husin Al Munawar (mantan Menteri Agama) diputus 5 tahun oleh
pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) [40], Taufik Kami (Direktur Jenderal di
Departeman Agama) dan empat auditor Badan Pemeriklasaan Keuangan (BPK) [27]. Sedangkan
dalam sidang dan surat dakwaan terungkap aliran dana kepada Sekretaris Jenderal BPK,
membiayai anggota Komisi VI DPR untuk memantau penyelenggaraan haji, dan pendidikan
hakim agama ke Mesir tidak diusut sama sekali.
Berbagai reformasi telah dilakukan untuk memperbaiki sistem peradilan. Telah beberapa hal
yang dilakukan untuk mereformasi MA dan pengadilan di Jakarta dengan berbagai mutasi.
Bahkan mantan Presiden Gus Dur (1999-2001), walaupun ditentang oleh DPR pada saat itu atas
calon yang diusulkan untuk Ketua dan Wakil ketua MA. Reformasi di MA dengan menggantikan
separuh hakim karir dengan profesional yang bersih dari korupsi [34].
Untuk mengatasi masalah tersebut diatas dalam rangka mengawasi perilaku para hakim telah
dibentuk Komisi Yudisial (KY) pada tanggal 8 Juni 2005 berdasarkan Undang-undang Nomor
22 tahun 2004 tentang KY. Para hakim mulai diawasi oleh KY semenjak Presiden melantik tujuh
anggotanya pada tanggal 2 Agustus 2005. Menurut KY bahwa kinerja para hakim masih berada
pada level yang rendah [20]. Hal ini berdasarkan jumlah laporan masyarakat yang telah
mencapai 400 laporan semenjak Komisi Judisial bekerja lebih kuran 3 hingga 4 bulan. Dari
jumlah tersebut 37 laporan telah selesai diperiksa dan sebagaian besar telah menghasilkan
rekomendasi tentang adanya pelanggaran kode etik oleh para hakim. Namun, laporan dari KY
belum diperhatikan oleh MA [30]. Komisi Yudisial juga mengusulkan untuk melakukan seleksi
ulang terhadap 49 hakim agung yang ada di MA. Karena Menurut Busyro Muqodas, Ketua
Mahkamah Yudisial bahwa MA merupakan puncak dari peradilan di Indonesia, sementara kasuskasus suap yang terjadi di MA merupakan representasi dari lemahnya manajemen serta
kepemimpinan di MA [21].
Nampaknya, usulan seleksi ulang hakim agung mendapat tanggapan positif dari presiden Susilo
Bambang Yuoyono, bahkan telah memerintahkan Menteri Hukum dan HAM untuk men-drive
tentang usulan dari KY. Praktisi hukum, Adnan Buyung Nasution ikut mendukung usulan KY
tersebut. Usulan KY merupakan revolusi besar di badan peradilan dan didukung oleh politisi dari
Ketua DPR, Fraksi PDI-P, Partai Keadilan Sejahtera. Namun, usulan seleksi ulang hakim agung
tersebut ditentang keras oleh Ikatan Hakim Indonesia dengan alasan pelecehan terhadap 49
hakim agung dan anggota DPR yang menyeleksi mereka. Penolakan seleksi ulang ini
menimbulkan kecaman dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta. Pada saat bersamaan Wakil

Ketua DPR, Zainal Ma??rif menyarakan sebaiknya Presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang (PERPU) sebagai dasar untuk menyeleksi ulang 49 hakim agung [31].
Kondisi peradilan di Indonesia betul-betul hancur dan pada titik yang paling rendah dan tidak
bisa diharapkan oleh masyarakat yang ingin mencari keadilan. Ini berarti negara hukum di
Indonesia hanyalah ilusi belaka, bilamana lembaga peradilan tidak dibenahi. Praktik korupsi dan
mafia peradilan di Indonesia sudah dalam kondidsi yang darurat. Untuk membersihkan peradilan
harus dilakukan dengan cara yang luar bisa seperti dengan PERPU untuk menyeleksi ulang
hakim agung di MA. Pemberantasan teroris yang hanya menimbulkan korban 180 dilakukan
dengan PERPU, maka koruptor juga perlu diatasi dengan PERPU, karena koruptor di peradilan
telah meluluh lantakan citra negara hukum, memiskinkan rakyat dan menghancurkan
perekonomian bangsa.
Belum selesai gonjang ganjing usulan Komisi untuk menguji ulang Hakim Agung, terbongkar
bahwa secara diam-diam, Bagir Manan, Ketua MA dengan SK Nomor KMA/119/SK/VI/2005
pada 20 Juni 2005, memperpanjang usia pensiun dirinya dan sembilan Hakim Agung (Susanti
Adi Nugroho, Titiek Nurmala Siagian, M Bahaudin Qoudry, Parman Suparman, Kaimuddin
Salle, Iskandar Kamil, Sudarno, dan German Hoediarto). Hal ini mengundang kritik dari
berbagai pihak, baik dari lembaga swadaya masyarakat maupun akdemisi. Karena dalam Pasal
13 Undang-undang No 22 tahun 2004 tetang KY diatur, bahwa kewenangan KY adalah
mengusulkan Hakim Agung. Selanjutnya Pasal 14 menyatakan ??alam hal berakhir masa jabatan
Hakim Agung, MA menyampaikan kepada KY daftar nama Hakim Agung yang bersangkutan
dalam jangka waktu paling lambat enam bulan sebelum berkahirnya masa jabatan
tersebut.??Disamping itu dalam pertimbangan perpanjangan pensiun disebut para hakim yang
diperpanjang mempunyai ??restasi kerja yang luar bisa.?? Sebaiknya di uji ulang para Hakim
Agung dan diganti ketua maupun wakil ketuanya. Lagi-lagi masyarakat Indonesia dikejutkan dan
dikecewakan dengan putusan Hakim PN Jakarta Selatan yang memvonis bebas mantan Direksi
Bank Mandiri, ECW Neloe, Iwayan Pugeg dan Sholeh Taspiran [29], yang kemudian diikuti
dengan vonis bebas direksi PT CGN, yakni Edyson, Saiful Anwar, dan Diman Ponijan.
Ada perkembangan terakhir yang menarik terhadap Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang
dilantik Presiden pada bulan Juli 2004 berdasarkan UU. No 30 tahun 2002 tentang Tindak
Pidana Korupsi. Putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor membuat gentar dan menciutkan
nyali para pelaku korupsi. Beberapa terdakwa korupsi yang mencoba mencari keadilan ke tingkat
pengadilan yang lebih tinggi justru mendapatkan hukuman lebih berat. Sebagai contoh Abdullah
Puteh, mantan Gubernur Nangroe Aceh Darussalam, pada pengadilan tingkat pertama dihukum
10 tahun dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan serta membayar ganti rugi
Rp3.687 miliar. Pada putusan banding menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama dan
menyebabkan tertangkap tangan Tengku Safiudin Popon, salah seorang pengacaranya dan
panitera PT DKI Jakarta Ramadhan Rizal, beserta uang suap Rp 250 juta. MA menjatuhkan
hukuman 10 tahun dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan serta uang pengganti sebesar Rp
6.654 miliar. Apabila tidak dilaksanakan Jaksa penuntut umum diperintahkan menyita harta
benda Puteh. Nasib yang sama dialami juga oleh Muhammad Harun Let Leta, mantan Kepala
Bagian Keuangan Dirjen Hubungan Laut dan Tarsisius Walla, mantan Sekretaris Dirjen
Perhubungan laut.

Fenomena baru ini menyebabkan terpidana korupsi yang kasusnya ditangani KPK kecut dan
gentar untuk mengajukan banding terhadap vonis pengadilan Tipikor. Sehingga Mulyana W
Kusuma yang telah memasukkan memori banding mengurungkan niatnya dan mencabut memori
banding dari PN Jakarta Pusat. Sikap ini pun diikuti oleh Hamdani Amin, Kepala Biro Keuangan
KPU, Susongko Suhardjo, Pelaksana Harian Sekretaris Jenderal KPU. Hal ini dilain pihak dapat
mendorong membangun keyakinan pencari keadilan, yang percaya bahwa putusan di Pengadilan
Tipikor memenuhi rasa keadilan dan kinerja pengadilan korupsi baik. Tapi bukan berarti gejala
ini menandai hilangnya mafia peradilan secara keseluruhan. Untuk itu diharapkan kepada seluruh
masyarakat untuk terus memberikan perhatian dan pengawasan pada Pengadilan Tipikor dan
peradilan pada umumnya
2.2. Kepolisian
Selama ini kepolisian berada dalam angkatan bersenjata, namun telah mandiri semenjak tahun
2000, dalam rangka untuk memperkuat fungsi menjaga kemanan dan ketertiban masyarakat.
Seperti peradilan, kepolisian mengalami krisis kepercayaan dimata masyarakat. Korupsi yang
berkembang dilembaga kepolisian dari hal yang terkecil seperti pengurusan Surat Izin
Mengemudi, Surat Tanda Nomor Kendaraan, pelanggaran lalu lintas, hingga illegal logging,
perjudian, pencurian, bisnis narkoba dan obat bius, penjambretan, perampokan, penyelundupan
pasir timah, BBM, kendaraan bermotor sudah biasa dilakukan oleh aparat kepolisian dari
pangkat yang paling rendah hingga pangkat yang tinggi. Masyarakat yang mengalami tindak
kejahatan memilih untuk tidak melaporkan ke polisi karena adanya rasa takut dari masyarakat
disebabkan prosesnya berbelit-belit, makan waktu dan bisa jadi megalami pemerasan oleh polisi.
Hal tersebut terjadi dilingkungan kepolisian karena para polisi yang melakukan tindak kriminal
bisa berkelit dan tidak ada suatu lembaga yang mengawasi para polisi. Dengan demikian, seperti
peradilan kepolisian bukanlah merupakan lembaga yang bisa diharapkan untuk memerangi
korupsi karena di dalam lembaga kepolisian sendiri penuh dengan korupsi. Bahkan pada
kenyataannya banyak aparat kepolisian yang terlibat dalam perjudian ilegal, premanisme dan
pelacuran di seluruh wilayah Indonesia.
Kondisi yang tidak kondusif di lingkungan kepolisian di atas mendorong Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono mengambil langkah mengganti pucuk pimpinan kepolisian, disamping
karena dituntut untuk mengatasi masalah kelangkaan BBM dikarenakan ulah penyelundup,
penimbun dan pengoblos [36]. Kelangkaan BBM sudah pada tingkat meresahkan masyarakat dan
membuat masyarakat panik. Kemudian, Presiden dalam pidato pelantikan Jenderal Sutanto
sebagai Kapolri baru menekankan tugas polisi untuk memerangi korupsi, perjudian, kejahatan
jalanan serta menyelesaikan masalah-masalah didaerah. Kapolri Sutanto dalam paparannya di
depan DPR mengakui wajah Polri masih jauh dari harapan masyarakat. Bahkan dia menegaskan
bahwa aparat penegak keamanan yang berwatak sipil yang melindungi, mengayomi, dan
melayani masyakat masih sebatas cita-cita. Dia juga menambahkan bahwa dimata masyarakat
sosok polisi masih tampil arogan, senang menggunakan kekerasan, diskriminatif, tidak responsif,
dan belum profesional [14]. Sehari setelah pelantikannya, dia memerintahkan jajarannya untuk
melakukan razia dan penutupan tempat-tempat perjudian dan peredaran gelap narkoba.
Di bawah kepemimpinan Jenderal Sutanto, David Nusa Widjaya, terpidana delapan tahun dalam

kasus pembobolan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang melarikan diri ditangkap
Tim Pemburu Koruptor di San Fransisco, Amerika [39]. Teroris bisa ditumpas dengan
tertembaknya tokoh utama teroris Indonesia Dr. Azhari dan tertangkapnya beberapa anggota
teroris. Kemudian perjudian kian menyusut di masyarakat. Begitu juga dengan premanisme kian
berkurang karena sikap tegas pucuk pimpinan kepolisian. Pemberantasan Narkoba melaju
dengan luar biasa dengan tertangkapnya para produsen dan tempat pembuatan narkoba di
beberapa kota di Indonesia. Selanjutnya penindakan perwira dilingkungan aparat kepolisian yang
nakal mampu menyentuh perwira tinggi. Dalam waktu tidak terlalu lama Kapolri melakukan
pergantian terhadap pejabat Polri yang diduga bermasalah yaitu Kapolwil Bogor, Kombes
Bambang Wasgito, Kombes Ciptono dan Inspektur Pengawasan Umum Polri Komisari Jenderal
Binarto yang diduga memberi perintah kepada Komisari Besar Toni Suhartono Kasat Polairud
Polda Jatim dalam kasus pelepasan kapal tongkan pengangkut 100 ton solar selundupan [32].
Kasus yang terbaru yang terjadi yaitu keterlibatan beberapa Jenderal Markas Besar Kepolisian
dalam kasus penyidikan BNI. Karena tersangka kasus pembobolan BNI sebanyak Rp1.7 triliun
menyebutkan adanya tiga jenderal yang terlibat [4]. Sehingga ditetapkan sebagai tersangka dan
ditahannya Komisaris Jenderal Suyitno Landung, mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal
Markas Besar Polisi Republik Indonesia (Kabareskrim Mabes POLRI), Brigadir Jenderal Samuel
Ismoko, mantan Direktur Ekonomis Khusus pada Bareskrim Mabes Polri, Komisari polisi Irman
Santoso, mantan Kanit II Perbankan Direktorat Ekonomi Khusus Bareskrim dan 16 penyidik di
Mabes Polri yang terlibat [5]. Namun, hal tersebut tidak membuat jera para polisi untuk
melakukan penyimpangan dimana satu perwira pertama dan dua bintara Polisi Sektor Setiabudi
Jakarta menggelapkan barang bukti sebesar 100.000 (seratus ribu) US dolar juta dari kasus yang
ditanganinya, membuat geger Polisi Daerah Metro Jaya, dan polisinya sudah diproses [24].
Walaupun demikian terobosan yang dilakukan pihak kepolisian terhadap debitor nakal BLBI
tanpa melalui proses hukum akan menjadi preseden buruk bagi koruptor lain. Alasan pemerintah
dengan mengatakan mereka debitor kooperatif tidak bisa diterima dengan akal sehat, karena
mereka melarikan uang bertahun-tahun keluar negeri dan menyebakan krisis ekonomi tahun
1998. Kedatangan ketiga debitor bernama James Januardi, Ulung Bursa dan Lukman Astanto
yang mewakili Atang Latief ke Istana Presiden yang diakui oleh Kepala Kepolisian Republik
Indonesia merupakan tanggung jawabnya menimbulkan banyak kecurigaan dan tanda tanya [40].
Menurut mantan Ketua MPR Amien Rais, dulu waktu Tommy Soeharto bertemu Gus Dur (KH
Abdurrahman Wahid) di Hotel Borobudur saja, orang gempar. Padahal pertemuan di tempat
netral. Bayangkan, sekarang tiga konglomerat hitam masuk ke pusat kekuasaan. Artinya, ada
orang-orang yang menjadi fasilitator [28]. Pihak kepolisian sangat diskriminatif dalam
menangani perkara korupsi. Karena koruptor kasus kecil langsung diproses hukum. Tapi, yang
merugikan negara hingga triliunan rupiah bisa dimaklumi dengan alasan ada niat mengembalikan
uang ke kas negara. Kalau yang kasusnya besar sampai triliunan, niat mengembalikan dulu baru
proses hukum. Tapi, yang kecil-kecil langsung diproses hukum. Dengan kedatangan ketiga
pengemplang BLBI yang diantar oleh pejabat Kepolisian yang berbintang itu bisa merusak citra
lembaga kepresidenan.
Alasan yang diberikan Jaksa Agung bahwa mekanisme penyelesaian perkara BLBI sudah jelas
karena ditangani oleh tiga Presiden dan Presiden Yudhoyono hanya melanjutkan saja kebijakan
yanga ada bahwa mereka yang kooperatif memperoleh Surat Keterangan Lunas (SKL) dan

selanjutnya Kejaksaan Agung mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3),


adalah sangat bertententangan dengan azas hukum pidana bahwa pengembalian dana BLBI tidak
menghapuskan perbuatan pidana oleh pelaku BLBI.
Sebaliknya tindakan dan keberanian Jenderal Sutanto membersihkan institusi kepolisian dari
pelaku korupsi sebelum menata perilaku masyarakat, merupakan suatu tindakan nyata yang patut
didukung oleh segenap masyarakat yang telah lama mengimpikan mempunyai aparat penegak
keamanan yang berwatak sipil yang melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. Hal ini
ternyata membawa angin segar dalam merebut kembali citra institusi yang dipimpinnya.
Diharapakan pembenahan di kepolisian terus membersihkan, memperbaiki diri dan
meningkatkan peningkatan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Usaha untuk membangun Kepala Polisi Republik Indonesia menjadi institusi penegak keamanan
yang berwatak sipil, melindungi, mengayomi, dan melayani masayarakat menjadi pudar setelah
terbongkarnya kasus pengintelan yang dilakukan aparat intel Polisi Daerah Metro Jaya terhadap
anggota DPR-RI dari Fraksi PKS dan Fraksi PDI-F yang ingin mengawasi proses impor beras
yang dilakukan oleh pemerintah dari negara Vietnam. Hal ini merupakan cara-cara yang keji dan
kotor Orde Baru dalam melibas lawan politik. Sudah barang tentu melewati dan menyalahi tugas
serta kewenangan dan juga penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang serius. Sayangnya
penyelesaian masalah ini berakibat Kombespol Sukamto Handoko, direktur Intelkam Polda
Metro Jaya, dicopot dari jabatannya. Padahal seharusnya ada pihak yang lebih tinggi perlu
dimintai pertanggung jawabannya [6].
2.3. Partai Politik dan Parlemen
Partai politik dapat diartikan sebagai alat untuk menyampaikan aspirasi dan kepentingan
masyarakat pada umumnya. Pada zaman Suharto, partai politik dibatasi hanya tiga partai dimana
GOLKAR yang mendominasi pemilihan umum dan partai lainnya hanya sebagai pelengkap atau
peramai serta tidak mempunyai peran apa-apa. Dengan adanya gelombang reformasi bulan Mei
1998, maka terjadilah perubahan yang revolusioner dalam bidang ketatanegaraan dan perubahan
undang-undang tentang partai politik. Hal ini memberikan kebebasan masyarakat untuk ikut
berpartisipasi dalam pemilihan umum dan mendirikan partai politik. Tingginya harapan
masyarakat terhadap peranan partai politik dan meningkatnya demokrasi dilengkapi dengan
transparansi, negara hukum dan akuntabilitas.
Sayangnya partai yang besar anggotanya masih didominasi oleh orang-orang yang karirnya dan
besarnya dari dalam lingkungan orde baru. Mereka terdiri dari mantat birokrat, mantan pengurus
GOLKAR, pensiunan militer dan polisi begitu juga dalam bidang bisnis dan politik. Momen
reformasi yang yang berhasil mendudukkan PDI-P menjadi mayoritas di parlemen dan Ketua
Umumnya, Megawati berhasil menjadi Presiden Indonesia yang ke empat tidak dimanfaatkan
secara optimal untuk memerangi korupsi. Bahkan Partai Golkar yang dulunya merupakan
GOLKAR telah menjadi partai terbesar yang mendapat kursi di parlemen pada pemilihan umum
anggota DPR tahun 2004. Partai-partai besar sudah dikenal masyarakat luas terlibat dalam
money politik dari pusat hingga ke daerah.
Media massa maupun Indonesian Corruption Watch telah memberitakan bahwa mayoritas
anggota DPR dari berbagai partai telah menerima suap dari lembaga pemerintah dan sektor

swasta untuk menentukan atau memasukkan anggaran [35]. Lebih lanjut komisi tertentu di DPR
yang berhubungan dengan anggaran dan pembangunan merupakan tempat basah yang bisa
terjadinya transaksi suap untuk meluluskan anggaran. Masih ingat bahwa tiga anggota DPR RI
dikenai sanksi oleh Badan Kehormatan (BK) DPR karena terlibat percaloan proyek dana bencana
alam yang dianggarkan pemerintah tapi mereka hanya dikenakan sanksi ditarik oleh fraksinya
dari anggota Panitia Anggaran DPR [15]. Pemborosan uang rakyat yang dilakukan 15 orang
anggota DPR RI yaitu melakukan kunjungan mubazir ke mesir dengan kedok studi banding
tentang perjudian mencengangkan rakyat karena diberbagai tempat rakyat Indonesia sedang
ditimpa musibah gempa, Tsunami yang belum selesai penanggulannya dan shock karena
kenaikan BBM yang lebih dari 100 persen [1].
Dalam hasil survei yang dilakukan Gallup International yang dilansir oleh Todung Mulya Lubis,
Ketua Dewan Transparancy International Indonesia, dalam rangka memperingati hari anti
korupsi bahwa partai politik merupakan lembaga terkorup sedangkan parlemen/DPR di
Indonesia menjadi lembaga terkorup kedua bersama polisi dan bea cukai [19].
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tidak kalah bersaing dalam mengikuti jejak DPR RI
melakukan money politik dan korupsi. Bahkan beberapa DPRD bersama-sama dengan
pemerintah daerah menjual aset pemerintah daerah ke pihak swasta dengan harga dibawa standar
(Nilai Jual Objek Pajak) begitu juga korupsi berjemaah yang dilakukan dalam menggunakan
dana operasional [33]. Jual beli suara dalam pemilihan kepala daerah telah dilakukan dari
dahulu. Namun, hal ini telah berubah semenjak diadakannya pemilihan langsung terhadap kepala
daerah.
Pada kenyataannya partai politik, DPRD dan DPRRI lembaga negara yang paling sarat dengan
korupsi dan money politic dibanding dengan institusi lainnya. Hal inipun diakui oleh Jusuf Kalla,
Agung Laksono yang merasa malu bahwa dua lembaga yang dipimpinnya oleh hasil survei yang
dilansir Transparancy Internasinal Indonesia dinyatakan sebagai lembaga terkorup rangking satu
dan dua [5]. Untuk itu diperlukan perhatian khusus oleh pemerintah maupun lembaga swadaya
masyarakat yang punya akuntabilitas untuk terus mengawasi dan mencemati partai politik dan
parlemen.
3. Peranan Komisi Pemberantas Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga negara yang dalam melaksakan tugas dan
wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun (Pasal 3 [41]).
Tujuan dibentuknnya KPK tidak lain adalah meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap
upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK dibentuk karena institusi (Kepolisian,
Kejaksaan, Peradilan, Partai Politik dan Parlemen) yang seharusnya mencegah korupsi tidak
berjalan bahkan larut dan terbuai dalam korupsi. Pemberantasan tindak pidana korupsi yang
terjadi sampai sekarang belum dapat dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu
pemberantasan korupsi perlu ditingkatkan secara professional, intensif, dan berkesinambungan.
Karena korupsi telah merugikan keuangan negara, perekonomian negara, dan menghambat
pembangunan nasional. Begitu parahnya maka korupsi di Indonesia sudah dikategorikan sebagai
tindak pidana luar biasa (extra ordinary crime). Cara penanganan korupsi harus dengan cara yang
luar biasa. Untuk itulah dibentuk KPK yang mempunya wewenang luar biasa, sehingga kalangan

hukum menyebutnya sebagai suatu lembaga super (super body).


Awal pembentukan KPK dengan semangat yang tinggi untuk memberantas korupsi, namun
beberapa bulan terbentuk nampaknya KPK dibiarkan untuk mati suri. Hal tersebut terjadi karena
kesalahan pemerintah dan DPR pada waktu itu yang tidak serius memfasillitasi KPK untuk
membangun infra struktur yang kuat. Hal ini terbukti dengan KPK tidak punya penyidik sendiri,
tidak punya pegawai, tidak punya gedung yang representatif dan tidak punya peralatan serta infra
struktur untuk bergerak cepat.
Dalam tahun pertama menjalankan peranannya sebagai ujung tombak memerangi korupsi, KPK
menghadapi beberapa kendala yang klasik antara lain keterlambatan pencairan dana dari
pemerintah. Hal ini mengundang kritik miring dari berbagai pihak seperti Munarman, Ketua
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bahwa KPK hanya mencari-cari alasan
apabila ditagih tentang kinerja pimpinan KPK. Dia juga menambahkan bahwa sulitnya
memberantas korupsi karena pemerintah khususnya pejabat-pejabat yang berwenang dalam
memberantas korupsi sama sekali tidak memiliki kemauan politik (political will). Selanjutnya
Satya Arinanto, dosen Hukum Tata Negara Universitas Indonesia mengatakan tidak ada upaya
KPK dalam menjalankan peranannya memberantas korupsi bukan karena faktor keterlambatan
dana, karena KPK juga dapat dana dari luar negeri maupun bantuan asistensi dari partnership.
Tidak ada kinerja KPK karena semata-mata pemimpin KPK bukan orang yang terbaik [11].
Faktor lain yang menghambat adalah kosongnya posisi Sekretaris Jendera KPK hampir delapan
bulan setelah dibentuk, sehingga mengganggu jalannya roda administrasi. Sebenarnya hal ini
bisa ditanggulangi dengan mengangkat Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal.
Karena hampir setengah setahun tidak menunjukkan kinerjanya maka KPK menuai keritik tajam
dari pakar hukum Prof Dr. Achmad Ali, yang juga anggota Komisi Nasional HAM dan praktisi
hukum Bambang Widjayanto mengatakan bahwa KPK lebih menempatkan diri seperti
akademisi, dan menjadi institusi wacana yang terlalu mengada-ada [13]. Prof Dr. Andi Hamzah
menekankan bahwa dalam enam bulan pertama KPK baru mau mencari apa yang harus
dikerjakan [10].
Sebenarnya untuk melakukan peranannya KPK diberikan kewenangan yang luar biasa seperti
yang diatur dalam Pasal 6 butir b, c, d dan e UU. No. 30 tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi [41] bahwa lembaga ini dapat bertindak mulai dari:
1. mensupervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan tindak pidana korupsi;
2. melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi
3. melakukan tindakan pencegahan korupsi
4. memonitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dalam menangani kasus KPK diberi kewenangan memperpendek jalur birokrasi dan proses
dalam penuntutan. Jadi KPK mengambil sekaligus dua peranan yaitu tugas Kepolisian dan
Kejaksaan yang selama ini tidak berdaya dalam memerangi korupsi. Disamping itu KPK diberi
kewenangan untuk melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang
menjalankan tugas dan wewenang yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi dan instansi
yang dalam melaksanakan pelayanan publik (Pasal 8 Ayat (1) [41]). Selanjutnya KPK

mengambil alih kasus korupsi yang sedang ditangani kepolisian atau kejaksaan apabila:
1. laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditinjaklanjuti;
2. proses penanganan tindak pidana korupsi tidak ada kemajuan/berlarut-larut/ tetunda tanpa
alasan yang bisa dipertanggung jawabkan;
3. penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku korupsi yang
sesungguhnya;
4. penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi;
5. Adanya hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari eksekutif,
yudikatif atau legislatif; atau
6. keadaan lain yang menurut pertimbangnan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak
pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat
dipertanggung jawabkan.
KPK juga diberi kerwenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak
pidana korupsi yang (Pasal 11 [41]):
1. melibatkan aparat pengak hukum, penyelengara negara dan orang lain yang ada kaitannya
dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat
pengak hukum dan penyelengara negara;
2. mendapat perhatian dan meresahkan masyarakat; dan/atau
3. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Untuk memerangi tindak pidana korupsi yang dikategorikan sebagai tindak pidana luara biasa
(extra ordinary crime), maka KPK diberi tambahan kewenangan yang tidak dimiliki instititusi
lain yaitu:
1. melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan;
2. memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang berpergian keluar
negeri;
3. meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan
tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa;
4. memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang
diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa,
atau pihak lain yang terkait;
5. meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi terkait;
6. menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian
lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi
serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan
bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan
tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa;
7. meminta bantuan interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk
melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang
bukti diluar negeri;
8. meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan,
penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara

tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.


Melihat kewenangan KPK, maka tidak heran kalau kalangan hukum menyebutnya sebagai
lembaga super (superbody). Disamping itu, peranan KPK melebihi dari Kepolisian dan
Kejaksaan dimana Kepolisian dan Kejaksaan dapat mengeluarkan Surat Perintah Penghentian
Penyidikan dan Penuntutan (SPPP) dalam perkara tindak pidana korupsi, sebaliknya berdasarkan
Pasal 40 UU No 30/2002, KPK tidak berwenang mengeluarkan SPP untuk menghindari adanya
main mata antara tersangka dan aparat KPK. Dengan kewenangan yang super tersebut KPK
mampu mengeliminasi korupsi secara konseptual dan sistematis. Masyarakat tidak mau tahu
akan keluh kesah KPK bekait dengan kurangya personil maupun kesendirian KPK dalam
menangani tindak pidana korupsi.
Komisi Pemberantas Korupsi mulai memainkan perannya dengan membawa mantan Abdullah
Puteh, mantan Gubernur Nangroe Aceh Darussalam menjadi tersangka korupsi pengadaan
helikopter. Tahun 2005 merupakan kejutan dari pelaksanaan peran KPK dalam memerangi
korupsi yaitu berhasil menangkap Mulyana Wira Kusuma, anggota Komisi Pemilihan Umum
(KPU) yang mencoba menyuap salah seorang auditor BPK. Kasus ini sekaligus mengungkap
praktik korupsi di tubuh KPU yang menyeret Nazarudin Syamsudin, Ketua, Rusadi
Kantaprawira anggota KPU dan Pejabat Sekreris Jenderal KPU serta stafnya.
Dalam waktu tidak beberapa lama KPK menangkap pengacara Abdulah Puteh dan panitera
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Dilanjutkan dengan tindakan KPK menangkap pengacara
Probosutejo dan lima pegawai MA yang terlibat transaksi penerimaan uang suap sebanyak 6
miliar. Hal ini menyebabkan KPK menggeledah dan memeriksa tiga hakim agung, termasuk
ketuanya Bagir Manan. Kemudian Suratno, direktur Administrasi dan Keuangan RRI dibawa
kepengadilan begitu juga dengan rekanan RRI, Fahrani Husaini.
Lagi-lagi masyarakat dikejutkan dengan perlakuan diskriminasi KPK sewaktu memeriksa Bagir
Manan karena tidak memanggil Bagir Manan di kantor KPK tapi malah datang kekantor dan
diruangan Bagir Manan di MA. Hingga kini kasusnya tidak jelas dan terkesan menguap ditelan
awan. Ketua KPK mengakui dalam kata sambutannya memperingati dua tahun berdirinya
lembaga tersebut bahwa perang terhadap korupsi yang dilakukannya bagaikan ??esunyian dan
kesendirian??karena tidak ada kemauan yang serius ditingkat kekuasaan, kecuali kepura-puraan
belaka. Bahkan beberapa kasus di atas tanpa rasa malu tak jarang koruptor dilindungi dengan
kekuasaan dan cara-cara invisible hand. Dia menegaskan bahwa ditengah upaya semu perang
terhadap korupsi yang dilakukan KPK, semua jadi penonton baik eksekutif, legislatif maupun
yudikatif tetap diam terpaku mesti satu persatu fakta dipertontonkan. Tidak ada satupun instansi
yang mencoba memperbaiki sistemnya [37].
KPK tidak akan bisa melaksanakan perannya secara optimal bilamana tidak didukung oleh
keinginan dan tindakan nyata pemerintah dalam penegakan hukum, terutama perang terhadap
korupsi. Hal ini terlihat bahwa perombakan kabinet yang baru-baru ini dilakukan oleh presiden
sama sekali tidak menyentuh sekali bidang penegakan hukum. Bukankah untuk sudah disindir
oleh Prof Dr. Azyumardi Azra bahwa ikan membusuk dari kepala, jadi untuk memerangi korupsi
mulailah dari pimpinan tertinggi di lembaga atau departemen tersebut. Selama itu tidak
dilakukan maka perang terhadap korupsi tak ubahnya dengan berperang melawan angin dan

hanya retorika semata-mata


5. Kesimpulan
Dari uraian di atas nampak jelas bahwa sistem peradilan pidana Indonesia dalam hal ini
Kepolisian, Kejaksaan, Peradilan gagal total memerangi korupsi dan tidak dapat diharapkan
untuk memerangi korupsi. Karena mereka justru terlibat dan terbuai oleh korupsi. Korupsi sudah
merupakan penyakit yang kronis hampir di setiap institusi pemerintah hingga disebut dengan
extra ordinary crime. Untuk itu diperlukan suatu lembaga yang super body memerangi korupsi di
Indonesia. Namun, sayangnya lembaga super body yang ada seperti KPK tidak didukung oleh
eksekutif, legislatif maupun yudikatif sehinga kesendirian dan kesepian. Instansi yang
seharusnya memerangi korupsi hanya jadi penonton belaka dan tidak berusaha memperbaiki diri.
Sedangka lembaga negara lainnya masih terus terbuai dengan korupsi.
Dalam melaksanakan perannya memerangi korupsi, KPK masih diskriminatif karena tidak
adanya kemauan di tingkat kekuasaan, kecuali kepura-puraan. Bahkan tanpa rasa malu tak jarang
koruptor dilindungi dengan kekuasaan dengan cara-cara invisible hand. Di samping, tidak
adanya keinginan untuk memanfaatkan momen untuk memperbaiki sistem masing-masing
instansi walaupun sudah dipertontonkan fakta demi fakta oleh KPK. Hal ini terbukti tidak
dilakukannya pergantian pimpinan institusi di bidang penegakan hukum. Bukankah kita dapat
melihat pergantian pucuk pimpinan Kepolisian berhasil memperbaiki kinerja, citra, pengayoman,
perlindungan dan pelayanan masyarakat. Dari beberapa fakta sejarah kejatuhan beberapa
presiden terdahulu karena masyarakat melihat bahwa perang melawan korupsi yang dicanangkan
hanya retorika belaka/angin surga sehingga hilangnya simpati masyarakat yang mengimpikan
negara yang bersih, pelayan umum yang baik dan terbebas dari praktek korupsi. Hal ini
mengakibatkan pil pahit dan terasa sakit bagi presiden terdahulu. Akan kah pisang berbuah dua
kali?, akan kah keledai akan terperosok pada lobang yang sama untuk kedua kali ? Jawabannya
dapat kita lihat langkah nyata yang akan dilakukan oleh pucuk pimpinan negara tercinta ini.
Daftar Pustaka
[1] Antara, Desember 2005, http://www.antara.co.id
[2] Camdessus, Michel. 1999. Good Governance: The IMF?? Role. http://www.imf.org/
[3] Hamilton-Hart, Natasha. 2001. Anti Corruption Startegies in Indonesia. Bulletin of
Indonesian Economic Studies 37 (1):65:82.
[4] Jawa Pos, 29 Desember 2005, http://www.jawapos.com
[5] Jawa Pos, 8 Januari 2006, http://www.jawapos.com
[6] Jawa Pos, 12 Februari 2006, http://www.jawapos.com
[7] Kompas, 5 Maret. 2003, http://www.kompas.com
[8] Kompas, 21 Oktober 2003, http://www.kompas.com
[9] Kompas, 17 Desember 2003, http://www.kompas.com
[10] Kompas, 7 Mei. 2004, http://www.kompas.com
[11] Kompas, 24 Mei 2004, http://www.kompas.com
[12] Kompas, 19 Maret, 2005, http://www.kompas.com
[13] Kompas, 29 April, 2005, http://www.kompas.com
[14] Kompas, 4 Juli 2005, http://www.kompas.com

[15] Kompas, 14 Desember, 2005, http://www.kompas.com


[16] Kompas, 15 desember 2005., http://www.kompas.com
[17] Kompas, 15 Desember 2005, http://www.kompas.com
[18] Kompas, 21 November 2005, http://www.kompas.com
[19] Kompas, 23 Desember 2005, http://www.kompas.com
[20] Kompas, 30 Desember 2005, http://www.kompas.com
[21] Kompas, 4 Januari 2006, http://www.kompas.com
[22] Kompas, 9 Januari 2006, http://www.kompas.com
[23] Kompas, 11 Januari 2006, http://www.kompas.com
[24] Kompas, 13 Januari 2006, http://www.kompas.com
[25] Kompas, 16 Januari, 2006, http://www.kompas.com
[26] Kompas, 18 Januari 2006, http://www.kompas.com
[27] Kompas, 23 Januari 2006, http://www.kompas.com
[28] Kompas, 14 Pebruari 2006, http://www.kompas.com
[29] Kompas, 20 Pebruari 2006, http://www.kompas.com
[30] Kompas, 30 Desember 2006, http://www.kompas.com
[31] Media Indonesia, 10 Januari 2006, http://www.mediaindo.co.id
[32] Republika, 9 Desember 2005
[33] Sriwijaya Post, 3 Januari 2005, http://www.indomedia.com
[34] StraitTimes, 26 Agustus 2000, http://www.straitstime.asial.com.sg/
[35] StraitTimes, 29 November 2001, http://www.straitstime.asial.com.sg/
[36] Suara Pembaharuan, 8 Juli 2005, http://www.suarapembaharuan.com
[37] Suara Pembaharuan, 4 Januari 2006, http://www.suarapembaharuan.com
[38] Suara Pembaharuan, 9 Januari 2006, http://www.suarapembaharuan.com
[39] Suara Pembaharuan, 19 Januari 2006, http://www.suarapembaharuan.com
[40] Suara Pembaharuan, 7 Februari 2006, http://www.suarapembaharuan.com
[41] Undang-undang No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
[42] Undang-undang No 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.
[43] Tempo, 23-29 April, 2002

Berpikir Kembali Tentang Energi Alternatif


REP | 03 April 2012 | 08:34 Dibaca: 18 Komentar: 0 Nihil
Penulis: Agung Pambudi (Mahasiswa Fakultas Hukum UNS)
BBM bersubsidi batal naik per 1 April 2012. Pada Sabtu dini hari (30/3), melalui voting,
sebanyak 356 anggota DPR menyetujui opsi kedua, yaitu menerima penambahan pasal 7 ayat 6a
UU APBNP 2012 yang isinya memperbolehkan pemerintah mengubah harga BBM jika harga
minyak mentah (Indonesia Crude/ICP) mengalami kenaikan atau penurunan rata-rata 15% dalam
waktu enam bulan (Solopos 1April 2012). Kenaikan BBM bersubsidi memang tidak terjadi pada
1 April 2012, akan tetapi dalam enam bulan kedepan dari pengesahan UU APBNP 2012, ada
kemungkinan pemerintah menaikkan BBM bersubsidi. Sehingga kenaikan BBM bersubsidi
sebenarnya hanya ditunda. Sangat menarik mencermati reaksi masyarakat dalam menyikapi
rencana kenaikan BBM bersubsidi akhir-akhir ini. Mahasiswa, buruh, bahkan ibu rumah tangga
turun ke jalan untuk menolak kenaikan BBM bersubsidi ini. Unjuk rasa yang sering berujung
rusuh pun kerap terjadi. Harga-harga sembako pun sudah ada yang beranjak naik sebelum
kenaikan BBM bersubsidi benar-benar terjadi. Banyak penimbun-penimbun BBM bersubsidi
mulai diciduk polisi. Modus pun beragam, dari yang menggunakan jerigen besar dan bahkan
memakai bus yang sudah dimodifikasi. Tapi satu yang pasti, Indonesia benar-benar kacau akibat
rencana kenaikan BBM bersubsidi ini! Sudah sering rasanya Indonesia kacau gara-gara minyak.
Rupanya Indonesia tidak sendiri dalam kekacauan gata-gara minyak. Beberapa negara tercatat
pernah kacau dan bahkan perang, sebut saja Iran, Mesir. Libya dsb. Bahan bakar dari fosil ini
benar-benar biang masalah! Road map energi yang tidak jelas BBM bersubsidi adalah salah satu
hasil produksi energi. Namun, energi ini lah yang paling sering mengguncang Indonesia.
Kedudukannya yang langsung bersentuhan dengan rakyat, menjadikannya sebagai komoditas
yang sensitif. Setiap kenaikan dan rencana menaikkan harga energi ini sudah cukup untuk
membuat rakyat panik dan harga-harga kebutuhan lainnya melambung. Oleh karena itu
diperlukan peran pemerintah untuk mengelola energi ini demi kepentingan rakyat.. Sampai
sekarang, kita tentunya masih bingung mengenai bagaimana road map kebijakan energi di
Indonesia. Pemerintah seharusnya sangat sadar kalau sumber daya alam (terutama minyak bumi)
sangat terbatas jumlahnya. Namun di UU Migas dan UU APBNP 2012, pemerintah
menyerahkan dan sempat menyerahkan harga minyak kepada pasar. Sehingga, semakin sering
terjadi fluktuasi harga minyak di pasaran, semakin sering pula harga BBM bersubsidi
berfluktuatif ria. Ujung-ujungnya APBN pula yang kena. Sudah saatnya Indonesia mempunyai
road map energi yang jelas. Dari Sabang sampai Merauke dan Miangas sampai Pulau Rote
tersimpan energi yang melimpah. Ada gas alam, minyak jarak, energi sinar matahari yang
melimpah, batu bara, air untuk menggerakkan generator listrik melimpah, termasuk minyak
bumi. Perlu ditegaskan lagi bahwa minyak bumi bukan satu-satunya energi yang bisa
dimanfaatkan di indonesia. Masih banyak energi alternatif yang bisa dimaksimalkan.
Ketidakpastian hukum pasal 7 ayat 6a UU APBNP 2012. Pasa1 33 ayat 3 UUD 1945 berbunyi:
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Energi, bisa diproduksi dari
kekayaan alam yang ada di indonesia. Berdasarkan amanat UUD tersebut, seharusnya energi
harus dikuasai oleh negara dan digunakan untuk kemakmuran rakyat. Namun agak aneh jika
membaca pasal 7 ayat 6a UU APBNP 2012. Menurut logika hukum, pasal 7 ayat 6a UU APBNP

2012 tidak mengandung kepastian hukum. Dikarenakan ketentuan pasal 7 ayat 6a berada dalam
ranah fluktuatif. Sederhananya mekanisme pasar lah yang bakal berpengaruh dominan terhadap
harga BBM bersubsidi di Indonesia. Disaat seperti itu timbullah pertanyaan. Dimana kah peran
negara dalam pengelolaan energi? Apa negara benar-benar tidak mampu mengelola energi?
Secaa sederhana, bentuk hukum salah satunya berupa undang-undang. Tujuan hukum keadilan,
kemanfaatan, kepastian hukum. Kepastian hukum hukum berada dalam hierarki tujuan hukum
paling bawah (paling mudah dicapai). Namun. justru didalam pasal 7 ayat 6a UU APBNP 2012
tidak tercipta kepastian hukum. Kalau kepastian hukum tidak tercapai, apakah mungkin UU
APBNP bisa mewujudkan keadilan dan kemanfaatan? Judicial review sudah menanti untuk UU
ini. Energi alternatif Sudah saatnya kita berpikir untuk mencari energi alternatif. Dahlan Iskhan
melontarkan ide segar untuk memaksimalkan energi listrik. Hal tersebut muncul seiring dengan
semakin terbatasnya sumber daya alam (terutama minyak bumi) yang ada. Selain itu, menurut
beliau energi listrik belum dimanfaatkan secara maksimal. Orientasi pemanfaatan energi listrik
pun sudah mulai dilirik oleh produsen mobil di Jepang. Masak Indonesia mau ketinggalan lagi?
Momentum ditundanya kenaikan BBM bersubsidi per 1 April harus ditindak lanjuti untuk
menggagas energi alternatif. Tidak selamanya kita bakal bergantung kepada minyak. Perubahan
paradigma masyarakat pun harus diubah, untuk menggunakan bahan bakar alternatif. Pemerintah
pun harus membuat kebijakan yang bersifat meringankan bagi bahan bakar alternatif.
Kalangan perguruan tinggi pun harus ikut berperan untuk mencipta sesuatu yang baru bagi
masyarakat. Inovasi dari kaum akademisi menjadi penting, bukankah perguruan tinggi terikat
oleh Tri Dharma perguruan tinggi? Pengabdian kepada masyarakat salah satunya. Semoga tidak
lupa! Dan tanpa kita sadari, di Surakarta, mahasiswa UNS pun tak mau ketinggalan membuat
produk bagi negeri ini. Mahasiswa teknik mesin membuat Mobil Semar T berjenis city car.
Semar T dijalankan menggunakan batrei 36 volt 100 ampere yang menghasilkan tiga tenaga
kuda atau 3 horse power yang diklaim memiliki kecepatan rata-rata 50 km/jam (Solopos, 18
Maret 2012). Di tengah isu mobil nasional dari Esemka. Alangkah indahnya, jika geliat Esemka
dan Semar T berkolaborasi. Indonesia mempunyai mobil nasional bertenaga listrik. Jika mau
untuk berpikir kreatif, selalu ada jalan untuk keluar dari permasalahan. BBM naik tak masalah,
hla wong ada listrik. Minyak bumi adalah salah satu jenis energi fosil. Energi fosil termasuk
energi yang tidak dapat diperbaharui sehingga terbatas jumlahnya. BBM bersubsidi adalah hasil
pengolahan dari minyak bumi. Sehingga BBM bersubsidi terbatas jumlahnya! Energi alternatif
harus segera dicari. Peranan masyarakat, akademisi, DPR dan pemerintah pun wajib hukumnya
untuk memecahkan masalah BBM bersubsidi ini. Tanpa ada kerja sama yang baik para pihak
tersebut, Indonesia bakal selalu kisruh gara-gara BBM. mari beralih ke energi

'Pemerintah Harus Gunakan Bahasa Rakyat'

Republika Sab, 31 Mar 2012

id="yui_3_3_0_1_1333786637816534"

Email
Cetak

Berita Lainnya

PKS Kumpulkan Kader Bajabar Bicarakan Koalisi


TRIBUNnews.com

Sepanjang Jalan Dakwah, Sebuah Rekam Jejak Tifatul Sembiring


Republika

Tifatul: Posisi PKS Jangan Disamakan dengan Golkar


TRIBUNnews.com
Lainnya
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kekisruhan seputar isi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak
(BBM) menuai banyak tanggapan. Tiba-tiba menaikkan harga BBM tanpa kejelasan apapun
tentu membingungkan rakyat.
"Pemerintah sudah seharusnya bicara dengan bahasa rakyat, buat mereka mengerti," kata
Komjen Pol (Purn) Drs. Togar M. Sianipar di Gedung Pancagatra, Lehamnas, Sabtu (31/03).
Pemerintah bisa menggunakan bantuan insan pers untuk keperluan ini. Edukasi tidak cukup
hanya dilakukan sesekali, tapi harus terus-menerus sampai rakyat ini mengerti. Politikus, lanjut
dia, juga harus hati-hati dalam berbicara, jangan asal sambung komentar yang membuat suasana
panas.
Togar menambahkan kemungkinan polisi kini dianggap pro-pemerintah untuk sebagian orang.
Sebagai aparat negara, polisi memang harus patuh kepada perintah. Namun, sebagai penegak
hukum, polisi harus menjaga diri agar tetap bersikap independen. "Bagaimanapun tugas polisi
adalah mengawal," tambahnya.
Kekerasan yang dilakukan aparat terhadap demonstran, menurutnya adalah situasional. Namun,
jelas polisi tidak punya kewenangan untuk menembak sembarangan. "Mereka bukan sniper, ada
aturan yang jelas untuk itu," ujar Togar.

Menkeu : Masyarakat Harus Tahu Alasan


BBM Naik
Iwan Supriyatna - Okezone
Minggu, 25 Maret 2012 16:52 wib

9 66 Email0

Menkeu Agus Martowardojo. (Foto: okezone)

JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo menuturkan masyarakat harus


mengerti mengapa harga BBM subsidi dinaikkan. Untuk itu, pemerintah akan berusaha
memberikan fakta yang ada agar masyarakat mengerti.
"Kita harus lebih memaparkan fakta kenapa BBM naik kepada masyarakat, agar masyarakat tahu
kenapa BBM naik," ungkapnya. di Ruang Banggar DPR, Senayan, Jakarta, Minggu (25/3/2012).
Sementara Menteri ESDM Jero Wacik berupaya meyakinkan masyarakat agar segera
meninggalkan BBM. Strategi yang akan diusulkan Jero Wacik diantaranya adalah geotermal
harus diperbanyak, energi matahari harus di mulai, dan energi gas harus segera diterapkan.
"Kita harus sesegera mungkin meninggalkan BBM, karena di negara-negara lain sudah beralih
ke gas," ujar Jero Wacik.
"Sebanyak 2,5 juta orang saat ini yang ingin pasang listrik itu harus terlayani tahun ini, sehingga
energi gas harus segera dioptimalkan," tambahnya. (wdi)

Tiga Alasan Kenapa Harga BBM (Tak) Perlu


Naik
Berbagai argumen dikeluarkan untuk memperkuat
pendapat, baik pro maupun kontra BBM naik.
Selasa, 27 Maret 2012, 11:19 WIB
Hadi Suprapto
Berbagai argumen dikeluarkan untuk memperkuat pendapat, baik pro maupun kontra kenaikan
harga BBM. (VIVAnews/ Muhamad Solihin)
BERITA TERKAIT

Peta Pendukung dan Penolak BBM Naik di DPR


Ibas: Dukung BBM Naik Karena Berpihak Rakyat
Tolak Kenaikan BBM, Demonstran Kurung Jakarta
Ibas: Waspadai Provokator di Demo BBM
Subsidi BBM Ditetapkan Rp137 Triliun

VIVAnews - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah memastikan akan menaikkan harga
bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dalam waktu dekat. Pemerintah telah mengajukan
Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan agar
bisa menaikkan harga BBM.
Berbagai argumen dikeluarkan untuk memperkuat pendapat, baik yang pro maupun kontra atas
rencana kenaikan harga BBM.
Berikut tiga alasan mengapa harga bahan bakar minyak perlu dinaikkan:
1. Minyak mentah dunia membubung
Kenaikan harga minyak mentah dunia menjadi salah satu alasan mengapa pemerintah perlu
menaikkan harga BBM. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah mengatakan, asumsi harga
minyak dalam APBN 2012 harus disesuaikan. Pemerintah tidak mungkin lagi menetapkan
asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) US$90 per barel, sebab harga ICP saat ini sudah
melampaui US$115 per barel.
2. Subsidi salah sasaran
Dengan harga BBM murah, justru yang mendapatkan subsidi besar adalah orang yang
menggunakan mobil. Bukan penduduk yang selayaknya mendapatkan subsidi, seperti tukang
ojek dan sopir Bajaj.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, langkah menaikkan harga
BBM merupakan solusi pemberian subsidi yang tepat sasaran. "Jadi, ini baik, masyarakat

menengah kita yang sebelumnya menikmati 70 persen (BBM bersubsidi) bisa membayar
kenaikan itu," ujar Hatta.
3. Lebih baik untuk infrastruktur
Bank Dunia mengungkapkan pemerintah harus menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi.
Lebih baik subsidi BBM dialihkan untuk membangun infrastruktur listrik yang masih tertinggal
dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara.
Manajer Pembangunan Berkelanjutan Bank Dunia untuk Indonesia, Franz R Drees-Gross,
menjelaskan, jika pemerintah terus mensubsidi bahan bakar besar-besaran, Indonesia kehilangan
kesempatan membangun di sektor lain.
"Setiap rupiah yang dikeluarkan untuk subsidi BBM, sebenarnya bisa digunakan untuk sesuatu
yang lebih berguna," kata Franz di Jakarta, Senin 12 Maret 2012.
Sementara itu, bagi kubu yang menolak kenaikan harga BBM memiliki alasan:
1. APBN tak bakal jebol
PDI Perjuangan tak sepakat dengan rencana pemerintah menaikkan harga BBM. Partai
berlambang kepala banteng itu berpendapat asumsi pemerintah keliru jika menganggap APBN
bakal jebol saat harga BBM tak dinaikkan.
Subsidi BBM dari tahun ke tahun memang turun. Jadi, asumsi pemberian subsidi BBM akan
membuat jebol APBN itu tak masuk akal, ujar Sekretaris Fraksi PDIP, Bambang Wuryanto, di
Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 29 Februari 2012.
Sekadar informasi, pada APBN 2005, subsidi BBM mencapai Rp95,6 triliun. Sementara itu,
pada APBN 2012 membengkak menjadi Rp123,6 triliun. Bahkan dalam APBN-P 2012
ditetapkan Rp137 triliun.
2. Subsidi sudah tepat sasaran
Anggapan pemerintah bahwa subsidi BBM selama ini tidak tepat sasaran, menurut PDIP juga
tidak benar. Subsidi BBM sudah benar. Jadi, jangan pakai alasan salah sasaran untuk
mengurangi subsidi, tegas Bambang.
Politisi PDIP, Daryatmo Mardiyanto, mengatakan, sebagian besar subsidi premium dikonsumsi
oleh masyarakat kelas menengah dan bawah. Catatan PDIP, dari total premium yang dikonsumsi
oleh rumah tangga, 64 persennya dikonsumsi oleh sepeda motor, sedangkan yang untuk mobil
hanya 36 persen.
Mengingat sebagian besar pemilik sepeda motor adalah masyarakat kelas menengah ke bawah,
maka berarti selama ini bagian terbesar subsidi premium sebanyak 64 persen dikonsumsi oleh
kelas menengah dan bawah, dan itu bukan kelompok kaya, kata Daryatmo.
3. Pindah kantong
Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera, Anis Matta, mengatakan, jika pemerintah

menaikkan harga BBM lalu membuat kompensasi untuk rakyat miskin, itu artinya hanya pindah
kantong kanan ke kantong kiri. "Lebih bagus tidak menaikkan dan tidak perlu ada kompensasi,"
kata Anis, di gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta, Rabu 21 Maret 2012. (art)

VIVAnews | Share :

Rating

Komentar
moondisco
28/03/2012
buat apa sih demo2 tolak kenaikan harga BBM?bego amat pemikirannya ya orang2 jaman skrg apa lagi mahasiswa,,daripada demo2 ga ada gunanya hanya
merengek2 kepada pemerintah,,mending kalian pikirin bagaimana caranya menambah penghasilan kalian!!!

Balas

Laporkan

bimasunang
28/03/2012
Rakyat Indonesia seharusnya senang dan bisa menikmati keuntungan dari kenaikan harga minyak dunia, karena Negara kita punya banyak minyak.

Balas

Laporkan

| 28/03/2012 | Laporkan
tp sayang naiknya harga minyak dunia tidak mensejahterahterakan rakyat, soalnya kita ngimpor
minyak om. Bnyaknya minyak di Indonesia bukan berarti orang Indonesia sndiri yg
mengolahnya...
nuswa

simba_yk
27/03/2012
itu analisanyasalah, kalau dihitung memang benar banyakan motor daripada mobil, tapi satu mobil setara dengan 10 motor. Jadi konsumsi BBM itumobil
minum 10x lipat drpd motor. Tanyakan Professor seluruh dunia,mrk pasti tertawa kalau subsidi BBM sdh TEPAT!

Balas

Laporkan

mickymouse
27/03/2012
INDONESIA TANAH AIRKU, TANAH TUMPAH DARAHKU. DISANALAH AKU BERDIRI....

Balas

Laporkan

massul
27/03/2012
Ini pasti ada yang salah urus. Dan bagaimana bisa, yang menikmati BBM bersubsidi dinggap lebih banyak orang kaya, padahal mereka bayar pajak lebih
besar. Apa yang ngurus negara sebetulnya gak becus berhitung.

Balas

Laporkan

purple.luck
27/03/2012
Ini maunya apa sih??? Iya-iya, nggak-nggak? Bikin bingung masyarakat aja! Tolong jangan politisasi kepentingan hajat hidup orang banyak!!!

Balas

Laporkan

error_bandit
27/03/2012
pdip = partai plinplan.. penunggang seluruh aksi kekacauan di Indonesia, marii kita seluruh rakyat Indonesia bersatu menumpas antek2 pdip, karena pdip
lebih hina & berbahaya daripada PKI!!

Balas

Laporkan

viollet
27/03/2012
indonesia...

Balas

Laporkan

igur
27/03/2012
negeri yang di limpahi dengan minyak bumi dan minyak sawit, tapi keteteran mengurus minyak sendiri.

Balas

Laporkan

lgen.abraham
27/03/2012
"Turun kan APBN 2012 dengan sisa penurunan tersebut di alokasikan ke subsidi BBM, sehingga otomatis APBD di Kabupaten / Kota turut turun, sehingga
peluang Pejabat didaerah utk membangun yg non-prioritas ditiadakan (penurunan angka korupsi pejabat)"

Balas

Laporkan

Polri Minta Perguruan Tinggi Jelaskan


Alasan BBM Naik ke Masyarakat
Andri Haryanto - detikNews
Kamis, 22/03/2012 15:31 WIB
Jakarta Aksi penolakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) mendapat penolakan keras
dari masyarakat, khususnya mahasiswa. Polri meminta perguruan tinggi ikut turun tangan
membantu pemerintah menjelaskan kepada masyarakat soal alasan kenaikan BBM per 1 April
nanti.
"Diharapkan kepada civitas akademika supaya menjelaskan kenapa BBM naik, apa dampaknya
kalau ini dinaikan dan apa dampaknya kalau tidak dinaikkan. Sehingga, masyarakat tahu persis
pemerintah mengambil langkah-langkah yang sudah tepat," kata Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen
Saud Usman Nasution, di Jakarta, Kamis (22/3/2012).
Saud mengatakan, pihaknya khawatir bila kelak terjadi bias informasi di masyarakat terkait
kenaikan BBM, terlebih ditunggangi pihak tertentu maka akan terjadi konflik di tengah
masyarakat.
"Tapi sepanjang tidak tahu mengapa naik apalagi sudah ditungangi pihak tertentu otomatis
masyarakat mendapat informasi keliru. Kita berharap pihak terkait, jelaskanlah kepada
masyarakat ini. Ini bukan tangungjawab Polri saja, tapi semua pihak," terangnya.
Catatan Mabes Polri, terdapat 3 aksi unjukrasa menolak kenaikan BBM yang berakhir ricuh
kemarin. Selain aksi dorong antar polisi dan demonstran, di Makassar dan juga Sumatera Utara
demo berakhir chaos.
Di Makassar, massa melempar dan membakar kendaraan dinas polisi hutan, merusak kaca depan
mobil pembawa BBM, lalu menyandera mobil yang membawa tabung gas elpiji dan
membagikannya kepada orang yang melintas.
Tidak hanya itu, massa juga merusak dua kendaraan pembawa minuman soda, merusak kantor
SPBU di Tamalanrea, dan juga merusak Alfamart. Selain itu, massa yang beringas menganiaya
aparat yang tengah mengamankan demo, Bripka Idris, dan mengambil kamera dari AKP Daniel
yang tengah mendokumentasikan aksi unjuk rasa.

Di Sumut, massa memaksa masuk kantor DPRD Sumut dengan merubuhkan pagar gedung. 4
polisi terluka, salah satunya perwira yang tengah memimpin pengamanan aksi unjuk rasa.
(ahy/gun)

Politik Kasus Teroris Bali, Skenario Gagal Pemerintah Alihkan Isu BBM
Kasus Teroris Bali, Skenario Gagal Pemerintah Alihkan Isu BBM
Font Size
Penulis: Pambudidoyo
Selasa, 20 Maret 2012 17:26

Kadiv Humas Polri, Irjen Saud Usman Nasution Ketika Jumpa Pers Mengenai Teroris Bali (Foto: Istimewa)

4 Alasan Bank Dunia Mengapa Pemerintah Harus Hapus BBM Bersubsidi


Amini Bantuan Pengamanan dari AS, MA Buka Kedoknya Sendiri
AS Nyatakan JAT Teroris, Itu Cuma Pernyataan Sepihak
Awas, Kelompok "Krisna"Susupi Demo BBM Rusuh
Bantuan AS Amankan Sidang Teroris Lecehkan Kedaulatan Indonesia

itoday- Kesimpangsiuran informasi mengenai siapa sebenarnya lima orang yang ditembak mati
dalam operasi penyergapan lima tersangka teroris Bali oleh Densus 88 dan Polda Bali, Minggu
(18/3), mendapat kritikan tajam dari pengamat intelijen, Herman Y. Ibrahim.
Ini sumber kebohongan. Kebohongan yang tidak diatur dengan tertib. Kalau bohong berjamaah ya
bohong ramai-ramai, tuding Herman ketika dihubungiitoday, Selasa (20/3).
Herman juga mempertanyakan, kenapa perampok harus dihadapkan dengan Densus? Lebih baik
dihadapi polisi saja, karena tugas polisi bukan membunuh, melainkan menangkap, memeriksa dan
dibawa ke pengadilan.
Sikap main gulung yang dilakukan Densus dapat memperburuk citra Indonesia. Sehingga negara
tidak memiliki akuntabilitas. Komisi III DPR RI harus melakukan audit kepolisian dalam

mengatasi terorisme, jelasnya.


Pengamat intelijen ini menilai, adanya operasi penggerebekan Densus 88 di Bali adalah upaya
pemerintah dalam mengalihkan isu kenaikan BBM. Dimana Mabes Polri yang merancang
skenarionya, tetapi karena tidak ada koordinasi dengan pihak Polda Bali, justru yang terjadi
kesimpangsiuran.
Kalau mau merancang pengalihan isu, ya cerdas sedikit. Ini akan memunculkan kecurigaan
masyarakat terhadap kasus terorisme, sindirnya.
Tidak hanya masalah buruknya koordinasi dan kebiasaan tembak mati tersangka teroris oleh
Densus, Herman juga mengkritisi masalah pengecekan DNA tersangka teroris yang selalu
dilakukan polisi, setelah sang tersangka menjadi mayat.
Tes DNA itu terkait dengan keturunan. Kalau teroris itu diurutkan berdasarkan keturunan, apa
maksudnya? tanyanya.
Atau jangan-jangan teroris itu binaan negara, kemudian ada tes DNA untuk mengetahui yang
tewas itu adalah teroris binaan negara? Negara biasa membina teroris, agar bisa dijadikan korban,
tuturnya.
Kepada itoday, pengamat intelijen ini berpendapat, seharusnya Densus menggali orang-orang yang
diduga sebagai teroris, siapa jaringannya. Tetapi Densus langnsung menggerebek dan membunuh.
Dalam menanggulangi teroris, main bunuh, ini negara apa? membasmi teror dengan cara teror,
sindir Herman.
Dalam pemikirannya, Herman melihat peran negara terlalu kuat untuk main bunuh orang-orang
yang dituduh teroris, padahal belum tentu orang yang dibunuh itu anggota kelompok terorism.
Padahal aparat diberi peralatan untuk menangkap dan mengorek keterangan.
Ketika ditanya mengenai adanya kemungkinan isu terorisme kembali mencuat karena ada pesanan
dari Amerika Serikat (AS), Herman langsung mengiyakan adanya kemungkinan tersebut.
Ada kepentingan AS dalam memerangi terorisme. Ini perang AS terhadap terorisme. kita diminta
tunduk untuk kepentingan AS. Dan Indonesia ikut memerangi teror versi AS, yakni memerangi
umat Islam, pungkasnya.
Kontroversi teroris Bali mulai terlihat sejak adanya perbedaan pengidentifikasian tersangka,
dimana Polda Bali menyebut kelima orang yang tewas digerebek di Denpasar adalah tersangka
perampokan, sedangkan Mabes Polri dan BNPT menyebutkan kelima orang itu terkait dengan
jaringan terorisme.
Tidak hanya itu, Kadiv Humas Polri, Irjen Saud Usman Nasution dalam jumpa pers di Mabes Polri,
Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Senin (19/3) mengatakan tidak perlu tes DNA untuk membuktikan
kelima orang tersebut sebagai teroris. Namun, tadi siang kelima jenazah tersangka teroris Bali

justru dibawa ke RS Polri di kawasan Kramat Jati, Jakarta Timur, untuk diperiksa DNAnya.*
Reporter: Achsin

inShare

4
Peristiwa Lainnya:
07/04/2012
Wow, Dana Kampanye Hidayat-Didik Rp53 Miliar
07/04/2012
Tifatul: di Koalisi, PKS Berkeringat dari Awal
07/04/2012
Dinilai Gagal Oleh Demokrat, Tifatul Obral Kisah Heroik
07/04/2012
Demokrat: Tifatul Gagal Sosialisasikan Kenaikan BBM
07/04/2012
Staf Khusus Presiden: Komnas HAM Over Acting

Disqus
Like
Dislike

Login

Add New Comment

Showing 1 comment

Andi Tenrie
(barangkali) si herman y. ibrahim ini pentolan teroris dan perampok makanya pakai ngamukngamuk, kalau yang pada dibunuhi oleh teroris kronimu itu, emangnya ente bisa ganti
nyawa mereka dan ngempani keluarga yang ditinggal?????
Like
Reply
2 weeks ago

M Subscribe by email
S RSS

back to top

Anda mungkin juga menyukai