Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI MANGROVE

Oleh :
Hairunnisa
Dwi Agustina
Siti Nur Komariah
Fesi Mastriyona
Bayu Tri Atmaji

B1J011107
B1J011171
B1J012128
B1J012179
B1J012197

Kelompok 10
Rombongan I
Asisten : Devina Andayani

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2014

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI MANGROVE

Oleh:
Kelompok 10
Rombongan I
Hairunnisa
Dwi Agustina
Siti Nur Komariah
Fesi Mastriyona
Bayu Tri Atmaji

B1J011107
B1J011171
B1J012128
B1J012179
B1J012197

Laporan ini Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Mengikuti Ujian Akhir


Mata Kuliah Ekologi Mangrove di Fakultas Biologi
Universitas Jendral Soedirman
Purwokerto

Diterima dan Disetujui


Purwokerto, November 2014

Asisten

Devina Andayani
B1J011112

ii

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... v
I. Pendahuluan .................................................................................................. 1
A. Deskripsi Lokasi ....................................................................................... 1
B. Maksud dan Tujuan Praktikum ................................................................. 2
II. Materi dan Metode Praktikum .................................................................... 4
III. Hasil dan Pembahasan ................................................................................ 8
DAFTAR REFERENSI .....................................................................................19

iii

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Gastropoda yang ditemukan pada stasiun pertama .......................... 13
Tabel 2. Gastropoda yang ditemukan pada stasiun kedua ............................. 13
Tabel 3. Spesies mangrove yang ditemukan kelompok 10 di Segara
Anakan ............................................................................................ 17
Tabel 4. Data kerapatan dan frekuensi di stasiun 1 ....................................... 18
Tabel 5. Data kerapatan dan frekuensi di stasiun 2 ....................................... 18
Tabel 6. Data Dominansi dan Nilai Penting ................................................. 19

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Peta Stasiun Praktikum Ekologi Mangrove di Segara Anakan,
Cilacap .......................................................................................... 7
Gambar 2. Daun dan propagul Bruguiera gymnorrhiza ................................. 8
Gambar 3. Daun dan Propagul Ceriops decandra .......................................... 9
Gambar 4. Daun dan Propagul Ceriops tagal ................................................. 10
Gambar 5. Daun, bunga, dan propagul Rhizophora apiculata ........................ 11
Gambar 6. Daun, bunga, propagul Aegiceras corniculatum ............................ 12
Gambar 7. Telescopium telescopium ............................................................. 14
Gambar 8. Ceritidae alata ............................................................................... 14
Gambar 9. Nerita lineate ................................................................................. 15
Gambar 10. Casidulla nucleus ........................................................................ 15
Gambar 11. Chicoreus capicinus .................................................................... 16
Gambar 12. Nerita planospira ........................................................................ 16
Gambar 13. Littorina scabra ........................................................................... 16
Gambar 14. Littoraria luteola ......................................................................... 17
Gambar 15. Dendogram INP 1 X 1 ................................................................. 20
Gambar 16. Dendogram INP 5 X 5 ................................................................. 20
Gambar 17. Dendogram INP 10 X 10 ............................................................. 21

I.

PENDAHULUAN

A. Deskripsi Lokasi Praktikum


Segara Anakan merupakan sebuah teluk yang terletak di bagian selatan
pulau Jawa. Teluk ini memiliki kawasan hutan mangrove terluas, yakni 8.495
hektare. Selain itu, ada 28 jenis mangrove yang hidup di kawasan tersebut. Luas
ekosistem hutan mangrove Segara Anakan 22.329 ha yang terdiri atas perairan
(1.919 ha), hutan mangrove (8.39 ha), hutan non manrove (1.104 ha), sawah
(6.179 ha), sedimen (2.629 ha), warakas (1.469 ha) dan pemukiman (183 ha).
Lokasi kawasan Segara Anakan berdasarkan letak astronomis berada diantara
7o35 LS sampai 7o50 LS dan 108o45 BT sampai 109o3 BT. Berdasarkan lokasi
relatifnya berada di perbatasan antara kabupaten Ciamis Propinsi Jawa Barat
dengan kabupaten Cilacap, Propinsi Jawa Tengah. Secara administratif kawasan
ini tercakup ke dalam 4 kecamatan yaitu kecamatan Kawunganten, kecamatan
Gandrungmangu, kecamatan Sidareja dan kecamatan Kalipucang. Batas-batas
kawasan secara umum adalah disebelah barat perbatasan antara kabupaten Ciamis
dan kabupaten Cilacap, sebelah utara hingga hingga daerah dimana pasang surut
tidak mempengaruhi aliran sungai, sebelah timur adalah batas admiistratif Kota
Cilacap, sedangkan sebelah barat ke arah laut lepas hingga kedalaman 60 meter
(Mulyadi, 2009).
Segara Anakan memiliki perairan yang tenang karena gelombang dan
arunya sudah terendam. Meskipun demikian, sifat-sifat laut masih terlihat dengan
adanya kondisi pasang surut dan kadar garam. Karena itu, banyak yang menyebut
Segara Anakan sebagai Lagoon atau Laguna. Berdasarkan perspektif lingkungan
hidup, laguna tersebut merupakan suatu ekosistem unik yang terdiri dari badan air
(laguna) bersifat payau, hutan mangrove dan lahan rendah yang dipengaruhi
pasang surut. Ekosistem tersebut berfungsi sebagai tempat pemijahan udang dan
ikan, sebagai habitat burung-burung air migran dan non migran, berbagai jenis
reptil dan mamalia serta berbagai jenis flora (Arsip Segara Anakan, 2010)
Laguna Segara Anakan dan hutan mangrovenya disebut-sebut sebagai
ekosistem terunik di Asia Pasifik. Laguna Segara Anakan kian menyempit,
bahkan diperkirakan hanya tersisa 600 hektare. Pada tahun 1930, laguna masih

memiliki luasan 6.450 ha. Setiap tahunnya rata-rata laguna mengalami penyusutan
seluas 30 ha. Jika tidak ada upaya yang serius, maka 20 tahun mendatang laguna
Segara Anakan diperkirakan tidak bersisa lagi. Segara Anakan dan hutan
mangrove merupakan ekosistem unik dan merupakan tempat berkembangnya
biota laut. Bahkan, kawasan itu sebagai tempat pemijahan biota laut (Greeners,
2012).
Dari tahun ke tahun, areal mangrove yang masih dalam kondisi baik terus
menyusut. Habitat mangrove semakin terdesak bahkan banyak yang kondisinya
rusak. Salah satu indikator kerusakannya adalah ketika di areal mangrove tersebut
sudah banyak pohon nipah. Dominasi pohon nipah sudah tampak sejak beberapa
kilometer dari Dermaga Sleko, pelabuhan rakyat di Cilacap untuk menyeberang
ke Kecamatan Kampung Laut, yang merupakan perkampungan terdekat dari
Segara Anakan. Kerusakan hutan mangrove dipicu perubahan lingkungan dari
payau menjadi daratan. Selain penebangan liar mangrove, hal ini juga tak terlepas
dari sedimentasi lumpur yang terus terjadi di laguna. Hancurnya hutan mangrove
di sekitar laguna telah memperparah degradasi lingkungan. Selain menyebabkan
resapan air berkurang, berbagai biota laut juga tidak bisa berkembang karena
kehilangan habitatnya (Kompas Cilacap, 2013).

B. Maksud dan Tujuan Praktikum


Praktikum lapangan mata kuliah Ekologi Mangrove memuat beberapa acara
yang memiliki tujuan sebagai berikut:
Acara I. Ekosistem Analisis Vegetasi
Mengetahui struktur, komposisi, dan distribusi tumbuhan mangrove di
Segara Anakan, melalui densitas, frekuensi, distribusi, nilai penting, indeks
diversitas dan indeks similaritas.
Acara II. Identifikasi Makrobenthos Ekosistem Mangrove
1. Mengetahui keanekaragaman spesies makrobenthos yang hidup di
ekosistem mangrove Segara Anakan
2. Mengetahui karakter morfologi makrobenthos sebagai dasar identifikasi.
Acara III. Pembuatan Herbarium
Membuat spesimen vegetasi mangrove dari lokasi praktium.

II.

MATERI DAN METODE PRAKTIKUM

A. Materi
Bahan-bahan yang digunakan yaitu makrobenthos dan tumbuhan mangrove
di segara anakan, alkohol 70%, dan buku identifikasI.
Alat-alat yang digunakan yaitu plastik spesimen, botol spesimen, golok,
meteran baju, tali rafia, kertas kalkir, kamera, alat tulis dan papan ujian, serat
kertas dan plastik hebarium.

A. Metode
1.

Identifikasi vegetasi mangrove


1.1 Koleksi
Pengambilan sampel dilakukan bersama dengan pelaksanaan
sampling vegetasi mangrove. Spesimen segar yang didapat segera
diidentifikasi dan dicatat sifat-sifat morfologinya. Sebagian diawetkan
kemudian digambar penampakan umum, bunga dan buah; serta dibuat
kunci identifikasi dan deskripsikan.
1.2 Identifikasi
Identifikasi specimen tumbuhan mayor dan minor dilakukan
Laboratorium Pengajaran 1 Fakultas Biologi Usoed berdasarkan pustaka
yang menunjang.

2.

Identifikasi makrobenthos ekosistem mangrove


2.1 Koleksi
Koleksi dilakukan secara sensus bersama dengan pelaksanaan
sampling vegetasi mangrove (struktur komunitas). Spesimen segar yang
didapat segera diawetkan

dengan

alcohol

70%. Hasil

koleksi

diidentifikasi dan dicatat sifat-sifat morfologi di laboratorium. Sebagian


koleksi diawetkan kemudian spesies dideskripsikan dan digambar
penampakan morfologinya.
2.2 Identifikasi

Identifikasi spesies dilakukan di Laboratorium Pengajaran 1


Fakultas Biologi Usoed berdasarkan pustaka yang menunjang (Carpenter
and Volker, 1998 dan Jutting, 1956).

3.

Ekosistem - analisis vegetasi


Sampling vegetasi dilakukan dengan metode plot kuadrat, dimana
setiap stasiun dibuat tiga ulangan pada lokasi yang paling tinggi tingkat
keanekaragaman spesiesnya (diambil secara acak). Ukuran plot kuadrat
adalah 10 m x 10 m untuk pohon, 5 m x 5 m untuk semak, dan 1 m x 1 m
untuk seedling ( < 50 cm) dan herba. Ketiganya dapat terletak pada satu plot
kuadrat yang ukurannya 10 m x 10 m. Individu setiap spesies pada setiap plot
kuadrat dihitung untuk menentukan densitas, frekuensi, distribusi, nilai
penting, indeks diversitas dan indeks similaritas.
Kerapatan

jumlah individu suatu spesies


luas seluruh plot

Kerapatan Relatif (KR)

Frekuensi

jumlah plot yang ditempati suatu spesies


jumlah plot seluruh pengamat an

Frekuensi Relatif

Dominansi

kerapat an suatu spesies


x 100%
kerapat an seluruh spesies

frekuensi suatu spesies


x 100%
frekuensi seluruh spesies

jumlah basal area suatu spesies


luas seluruh plot

Dominansi Relatif

dominansi suatu spesies


x 100%
dominansi seluruh spesies

Nilai Penting (pohon dan pancang) KR FR DR


Nilai Penting (semai dan semak,herba) KR FR

Indeks similaritas Sorensen (index of similarity = IS)


2W
IS Sorensen = ------------- x 100%
A+B
Keterangan:
W = Jumlah nilai kuantitatif terkecil pada dua tegakan.
A = Jumlah semua nilai kuantitatif pada satu tegakan
B = Jumlah semua nilai kuantitatif pada tegakan lain.
Nilai indeks ketidaksamaan (index of dissimilarity) ID = 100 IS.

Indeks diversitas Shannon:


H = (m/N) log (m/N) atau
H = Pi log Pi.
Keterangan:
m = Nirai penting cacah individu untuk setiap spesies
N = Total nilai penting
Pi = m /N

Indeks diversitas Simpson:


N (N 1)
D = ---------------------n (n 1)
Keterangan:
D = indeks diversitas
N = Totaljumlah individu seluruh
n = JumIah cacah individu suatu spesies

4.

Pembuatan hebarium kering


4.1.

Bagian tumbuhan secara lengkap, yaitu akar, batang, daun, dan bunga
dikumpulkan. Tumbuhan yang berukuran kecil dapat diambil
seluruhnya secara lengkap. Tumbuhan beukuran besar cukup diambil
sebagian saja, terutama ranting, daun, dan jika ada buah dan bunganya.

4.2. Seluruh bagian tumbuhan tersebut disemprot dengan alkohol 70%


untuk mencegah pembusukan oleh bakteri dan jamur.
4.3. Bagian tumbuhan diatur dan diletakkan di atas koran. Daun hendaknya
menghadap ke atas dan sebagian menghadap ke bawah. Agar posisinya
baik, dapat dibantu dengan mengikat tangkai atau ranting dengan
benang.
4.4. Tanaman yang sudah datur posisinya diatas kertas karton atau dupleks,
kemudian ditutup lagi dengan koran dan dapat dibuat beberapa lapisan.
4.5. Terakhir tutup lagi dengan koran, lalu jepit kuat-kuat dengan kayu atau
bambu kemudian diikat dengan tali. Hasil ini disebut spesimen.
4.6. Speimen disimpan di tempat kering dan tidak lembab.
Catatan:
Di udara lembab, specimen dijemur dibawah terik matahari atau
dioven.
Secara periodik kertas koran yang lembab atau basah diganti dengan
yang kering beberapa kali. Kertas yang lembab dapat dijemur untuk
digunakan beberapa kali.
Jangan menjemur dengan membuka kertas koran yang menutupinya.
Spesimen tidak boleh terlalu lama dijemur sebab proses pengeringan
yang terlalu cepat hasilnya kurang baik.
4.7

Jika tanaman telah kering, spesimen tumbuhan diambil dan ditempelkan


di atas kertas karton ukuran 32 48 cm. Caranya harus pelan-pelan dan
hati-hati. Bagian-bagian tertentu dapat diisolasi agar dapat melekat pada
kertas herbarium.

4.8

Buatlah tabel yang memuat: nama kolektor, nomor koleksi (jika


banyak), tanggal, nama specimen (ilmiah, daerah), nama suku atau
familia dan catatan khusus tentang bunga, buah atau ciri lainnya.

4.9

Tutup herbarium dengan plastik.

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Segara Anakan merupakan suatu laguna yang secara administratif terletak di


Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Secara geografis
laguna ini terletak pada koordinat 7035 7050 LS dan 108045 10903 BT dengan
batasan sebelah utara adalah Kecamatan Patimuan, Kecamatan Bantarsari, dan
Kecamatan Kawunganten; sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Cilacap
Utara, Kecamatan Cilacap Tengah, dan Kecamatan Cilacap Selatan; sebelah
selatan berbatasan dengan Pulau Nusakambangan dan Samudra Hindia; serta
sebelah barat berbatasan dengan Desa Pamotan, Kecamatan Kalipucang,
Kabupaten Ciamis. Laguna Segara Anakan ini mempunyai fungsi yang sangat
penting yakni sebagai muara dari Sungai Citanduy, Sungai Cibeureum, Sungai
Palindukan, Sungai Cikonde, dan sungai-sungai lainnya yang berpengaruh besar
terhadap kelancaran fungsi sistem drainase daerah irigasi Sidareja-Cihaur, Lakbok
Selatan, Lakbok Utara, dan sistem pengendalian banjir wilayah Sungai Citanduy
(Herawati, 2008).

Gambar 1. Peta Stasiun Praktikum Ekologi Mangrove di Segara


Anakan, Cilacap

Segara anakan merupakan salah satu kawasan hutan mangrove yang paling
luas di Pulau Jawa. Menurut Departemen Pekerjaaan Umum Dirjen Pengairan
(1996) pada tahun 1930 luas kawasan hutan mangrove Segara Anakan adalah
35.000 Ha dengan kondisi yang sangat baik tetapi saat ini hanya 12.000 Ha dan

sekitar 5.600 Ha dalam kondisi terganggu. Penurunan luas kawasan ini akibat
beralih fungsi lahan menjadi tambak dan lahan pertanian sehingga mengubah
struktur populasi maupun pola penyebaran mangrove. Kondisi tersebut masih
diperparah dengan tingginya tingkat sedimentasi dan invasi berbagai spesies dari
berbagai lokasi, dengan tingkat adaptasi yang berbeda-beda. Hal tersebut
menyebabkan perubahan habitat mangrove, sehingga komposisi dan struktur
vegetasi hutan ini dapat berubah-ubah (Suryono, 2006).
Menurut Kartijono (2004) dalam penelitiannya, struktur dan komposisi
vegetasi didasarkan pada stratifikasi vertikal dari strata herba, semak dan pohon.
Di Segara anakan struktur dan komposisi vegetasinya berupa Avicennia alba
(pohon), Acanthus illicifolius (semak), serta Paspalum sp., Fimbristylis
alboviridis, dan Bulbostylis puberula (herba). Sedangkan menurut Suryono (2006)
struktur populasi mangrove terdiri dari atas: Avecinnia marina, Avicennia alba,
Sonneratia caseolaris, Sonneratia alba, Rhizophora apiculata, Rhizophora
mucronata, Bruguiera cylindrica, Bruguiera gymnorhiza, Aegiceras corniculatum
dan Nypa fruticans. Mangrove tersebut terdistribusi (tersebar) mulau dari daerah
yang tidak tergenang saat pasang hingga ke daerah yang tergenang saat pasang.
Pengamatan vegetasi mangrove di stasiun A5 dan B5 didapatkan hasil
antara lain adalah sebagai berikut:
Bruguiera gymnorrhiza

Gambar 2. Daun dan propagul Bruguiera gymnorrhiza

Klasifikasi Bruguiera gymnorrhiza menurut Chapman (1976) adalah


sebagai berikut :
Kingdom

: Plantae

Class

: Magnoliopsida

Order

: Malpighiales

Family

: Rhizophoraceae

Genus

: Bruguiera

Species

: Bruguiera gymnorrhiza

Perawakan pohon, tinggi dapat mencapai 20 m, kulit kayu abu-abu


kehitaman, kasar, berlenti sel dan bercelah. Daun tunggal, permukaan hijau tua,
permukaan bawah hijau kekuningan, tulang daun kadangkala berwarna kemerahmerahan, tersusun berlawanan, ujung runcing, bentuk elip sampai bulat panjang,
ukuran panjang 8-15 cm, lebar 4-6 cm. Bunga soliter, terletak di ketiak daun,
kelopak berjumlah 10-14, bentuk genta, warna merah sampai merah muda,
mahkota runcing dan sedikit pendek dari kelopak, benangsari berpasang-pasangan
dan melekat pada daun mahkota. Buah bulat, diameter 1,5-2 cm, hipokotil halus,
mirip cerutu, berwarna hijau tua sampai ungu kecoklatan, ujung tumpul, panjang
7-15 cm, diameter 1,5-2 cm. Akar akar papan yang melebar, disertai akar lutut,
dan biasanya hidup di tanah basah, yang sedikit berpasir (Ashton, 1988).
Ceriops decandra

Gambar 3. Daun dan Propagul Ceriops decandra

Klasifikasi Ceriops decandra menurut Ding-Hou (1958) adalah sebagai


berikut :
Kingdom

: Plantae

Phylum

: Tracheophyta

Class

: Magnoliopsida

Order

: Malpighiales

Family

: Rhizophoraceae

Genus

: Ceriops

Spesies

: Ceriops decandra

Perawakan perdu sampai pohon, tinggi dapat mencapai 3 m, kulit batang


relatif halus, warna abu-abu kekuningan. Daun tunggal, letak berlawanan,
permukaan atas licin, warna hijau muda sampai tua, ujung membulat, bentuk elip
9

bulat memanjang, ukuran panjang 4-6 cm, lebar 2-3 cm. Karangan bunga
bergerombol, berjumlah 5-10 bunga, dengan tangkai bunga pendek, terletak di
ketiak daun, kelopak 5, warna hijau , daun mahkota 5, warna putih kecoklatan.
Buah bulat, warna merah kecoklatan, hipokotil mirip pensil, panjang 9-15 cm,
halus, beralur, dan sedikit berbintil pada bagian ujungnya. Akar sedikit tampak
adanya akar papa dan biasanya hidup pada tanah agak kering dan sedikit berpasir
(Tomlinson, 1986).
Ceriops tagal

Gambar 4. Daun dan Propagul Ceriops tagal

Klasifikasi Ceriops tagal menurut Ding-Hou (1958) adalah sebagai berikut:


Kingdom

: Plantae

Phylum

: Tracheophyta

Class

: Magnoliopsida

Order

: Malpighiales

Family

: Rhizophoraceae

Genus

: Ceriops

Spesies

: Ceriops tagal

Perawakan perdu sampai pohon, tinggi dapat mencapai 3 m, kulit batang


bagian bawah sedikit mengelupas, warna abu-abu kecoklatan. Daun tunggal, letak
berlawanan, warna hijau muda sampai tua, bagian tepi daun seringkali
melengkung ke dalam, ujung membulat, bentuk bulat telur terbalik sampai elips,
ukuran panjang 4-8 cm, lebar 2-3 cm. Karangan bunga bergerombol di ujung
tandan, berjumlah 5-10 bunga, dengan tangkai bunga panjang, terletak di ketiak
daun, kelopak 5, berwarna hijau, daun mahkota 5, berwarna putih kecoklatan,
tangkai benangsari lebih panjang dari kepala sarinya. Buah bulat, warna merah
kecoklatan, hipokotil mirip pensil, panjang 9-18 cm, diameter 8-12 mm, beralur,
dan sedikit berbintil pada permukaannya. Akar sedikit tampak adanya akar papan.

10

Tumbuhan ini hidup pada tanah liat yang agak kering dan sedikit berpasir.
Biasanya berdampingan dengan Ceriops decandra (Backer, 1963).
Rhizophora apiculata

Gambar 5. Daun, bunga, dan propagul Rhizophora apiculata

Klasifikasi Rhizophora apiculata menurut Chapman (1976) adalah sebagai


berikut:
Kingdom

: Plantae

Class

: Magnoliopsida

Order

: Malpighiales

Family

: Rhizophoraceae

Genus

: Rhizophora

Species

: Rhizophora apiculata

Perawakan pohon, tinggi dapat mencapai 15 m, batang berkayu, silindris,


kulit luar batang berwarna abu-abu kecoklatan dengan celah vertikal, muncul akar
udara dari percabangannya. Daun permukaan halus mengkilap, ujung runcing
dengan duri, bentuk lonjong, ukuran panjang 3-13 cm, pangkal berbentuk baji,
permukaan bawah tulang daun berwarna kemerahan, tangkai pendek. Karangan
bunga terletak di ketiak daun, umumnya tersusun atas 2 bunga, yang bertangkai
pendek, kelopak 4, berwarna coklat kekuningan, mahkota 4, berwarna keputihan,
putik 1 berbelah 2, panjang 0,51 mm. Buah warna coklat, ukuran 2-3 cm, bentuk
mirip buah jambu air, hipokotil silindris berdiameter 1-2 cm, panjang dapat
mencapai 20 cm, bagian ujung sedikit berbintik-bintik, warna hijau keunguan.
Akarnya tunjang. Habitat tanah basah, berlumpur, berpasir (Ashton, 1988)
Aegiceras corniculatum
Klasifikasi Aegiceras corniculatum menurut Chapman (1976) adalah sebagai
berikut:
Kingdom

: Plantae

11

Phylum

: Tracheophyta

Class

: Magnoliopsida

Order

: Primulales

Family

: Myrsinaceae

Genus

: Aegiceras

Spesies

: Aegiceras corniculatum

Gambar 6. Daun, bunga, propagul Aegiceras corniculatum

Semak atau pohon kecil yang selalu hijau dan tumbuh lurus dengan
ketinggian pohon mencapai 6 m. Akar menjalar di permukaan tanah. Kulit kayu
bagian luar abu-abu hingga coklat kemerahan, bercelah, serta memiliki sejumlah
lentisel. Daun berkulit, terang, berwarna hijau mengkilat pada bagian atas dan
hijau pucat di bagian bawah, seringkali bercampur warna agak kemerahan.
Kelenjar pembuangan garam terletak pada permukaan daun dan gagangnya.
Gagang memiliki tata letak sederhana dan bersilang. Daunnya berbentuk bulat
telur maupun elips dengan ujung membundar dengan ukuran 11 x 7,5 cm. Dalam
satu tandan terdapat banyak bunga yang bergantungan seperti lampion, dengan
masing-masing tangkai/gagang bunga panjangnya 8-12 mm. Letak di ujung
tandan/tangkai bunga dan memiliki 5 daun mahkota berwarna putih - hijau,
ditutupi rambut pendek halus; 5-6 mm. Buah berwarna hijau hingga merah jambu
(jika sudah matang), permukaan halus, membengkok seperti sabit. Dalam buah
terdapat satu biji yang membesar dan cepat rontok. Ukuran panjang 5-7,5 cm dan
diameter 0,7 cm (Ashton, 1988).
Selain vegetasi mangrove, pada ekosistem mangrove juga ditemukan biota
asosiasi, salah satunya Moluska dari kelas Gastropoda. Gastropoda merupakan
kelompok hewan yang dominan dalam ekosistem hutan mangrove. Ada sekitar
50.000 jenis/spesies Gastropoda yang masih hidup dan 15.000 jenis yang telah
menjadi fosil. Sebagian besar Gastropoda mempunyai cangkok (rumah) dan

12

berbentuk kerucut terpilin (spiral). Bentuk tubuhnya sesuai dengan bentuk


cangkok. Akan tetpai pada fase larva, bentuk tubuhnya simetri bilateral. Namun
ada pula Gastropoda yang tidak memiliki cangkok, sehingga sering disebut siput
telanjang (vaginula). Hewan ini terdapat di laut dan ada pula yang hidup di darat.
Gastropoda adalah hewan yang bertubuh lunak, berjalan dengan perut yang dalam
hal ini disebut kaki. Gerakan Gastropoda disebabkan oleh kontraksi-kontraksi otot
seperti gelombang, dimulai dari belakang menjalar ke depan. Pada waktu
bergerak, kaki bagian depan memiliki kelenjar untuk menghasilkan lendir yang
berfungsi untuk mempermudah berjalan, sehingga jalannya meninggalkan bekas.
Hewan ini dapat bergerak secara mengagumkan, yaitu memanjat ke pohon tinggi
atau memanjat ke bagian pisau cukur tanpa teriris (Dharma, 1988).
Gatropoda yang didapat di Segaran Anakan pada stasiun 1 sebanyak 20
dari 8 spesies dan 5 family yang berbeda sedangkan pada stasiun 2 sebanyak 8
dari 5 spesies dan 3 family yang berbeda yang disajikan pada table 1. dan table 2.
Tabel 1. Gastropoda yang ditemukan pada stasiun pertama
Spesies

Family

Jumlah

Telescopium telescopium

Potamididae

Cerithidea alata

Potamididae

Nerita lineate

Neritidae

Cassidula nucieus

Ellobiidae

Chicoreus capicinus

Muricidae

Nerita planospira

Neritidae

Littorina conica

Littorinidae

Littoraria luteola

Littorinidae

Tabel 2. Gastropoda yang ditemukan pada stasiun kedua


Spesies

Family

Jumlah

Nerita lineate

Neritidae

Chicoreus capicinus

Muricidae

Nerita planospira

Neritidae

Littoraria liteula

Littorinidae

Littorina conica

Littorinidae

Stasiun pertama ditemukan Gastropoda dari suku Potamididae berjumlah 2


spesies yaitu Telescopium telescopium dan Cerithidea alata. Suku Neritidae
13

berjumlah 2 spesies yaitu Nerita lineata dan Nerita planospira, dari suku
Ellobiidae ditemukan satu spesies yaitu Cassidula nucieus. Kemudian dari suku
Muricidae ditemukan satu spesies Gastropoda yaitu Chicoreus capicinus, dan
ditemukan 2 spesies Gastropoda dari suku Littorinidae yaitu Littorina conica dan
Littoraria luteola. Selain itu pada stasiun kedua ditemukan 2 spesies dari suku
neritidae yaitu Nerita lineata dan Nerita planospira.

Gastropoda dari suku

Littorinidae didapat 2 spesies yaitu Littoraria liteula dan Littorina conica dan
suku muricidae didapat satu jenis Chicoreus capicinus.
Telescopium telescopium
Telecopium telescopium termasuk salah satu Gastropoda yang paling umum
ditemukan di atas substrat atau di antara serasah daun mangrove. Mudah dikenali
karena bentuknya yang khas seperti kerucut. Cangkang hewan ini berbentuk
kerucut, panjang, ramping dan agak mendatar pada bagian dasarnya. Warna
cangkang coklat keruh, coklat keunguan dan coklat kehitaman, lapisan luar
cangkang dilengkapi dengan garis-garis spiral yang sangat rapat dan mempunyai
jalur-jalur yang melengkung ke dalam. Panjang cangkang berkisar antara 7.5-11
cm (Dharma, 1992). Klasifikasi Burungo (Telescopium telescopium) menurut
Linnaeus (1758) dalah sebagai berikut:
Phylum

: Mollusca

Class

: Gastropoda

Order

: Mesogastropoda

Family

: Potamididae

Genus

: Telescopium

Species

: Telescopium telescopium

Gambar 7. Telescopium
telescopium

Ceritidae alata
Ceritidae alata dalah spesies siput laut , moluska gastropoda laut di keluarga
Potamididae. Klasifikasi Marine snails (Ceritidae alata) menurut Philippi (1849)
adalah sebagai berikut:
Phylum

: Mollusca

Class

: Gastropoda

Order

: Sorbeoconcha

Family

: Potamididae
Gambar 8. Ceritidae alata

14

Genus

: Cerithidea

Species

: Ceritidae alata

Nerita lineata
Familia neritidae dikenali melalui bentuk cangkang dengan body whorl yang
sangat besar, unit whorl yang menggulung dan pendek. Salah satu jenis
Gastropoda yang masuk dalam familia Neritidae adalah Nerita lineata. Jenis ini
mempunyai spire berjumlah banyak, membentuk garis berwarna coklat tua (linea
= garis), dengan inner lip pada sisi aperture berwarna kuning. Nerita lineata agak
jarang dijumpai, biasanya jenis ini hanya menempel pada akar atau batang
mangrove. Klasifikasi Nerita lineata adalah sebagai berikut:
Phylum

: Mollusca

Class

: Gastropoda

Order

: Cycloneritimorpha

Family

: Neritidae

Genus

: Nerita

Species

: Nerita lineata

Gambar 9. Nerita lineata

Casidulla nucleus
Casidulla nucleus masuk ke dalam famili dari Ellobiidae. Panjang cangkang
berkisar antara 2-3cm, memiliki tempurung yang tebal dan oval, dengan warna
coklat gelap terang dan merah muda ungu spiral pita pada permukaan tempurung.
Klasifikasi Casidulla nucleus menurut Gmelin (1791) adalah sebagai berikut:
Phylum

: Mollusca

Class

: Gastropoda

Order

: Panpulmonata

Family

: Ellobiidae

Genus

: Cassidula

Species

: Casidulla nucleus

Gambar 10. Casidulla nucleus

Chicoreus capicinus
Chicoreus capucinus masuk dalam familia muricidae dan sangat dikenal
dengan bentuk cangkangnya. Jenis ini memiliki saluran siphon relatif pendek,
spina pendek dalam beberapa barisan, membentuk aksis ke arah apex. Warna

15

Comment [a1]: Klasifikasi nerita lineata menu


siapa? Dikasih pustakanya yaa

coklat capucino merupakan karakter khas jenis tersebut. Klasifikasi Chicoreus


capicinus menurut Lamarck (1822) adalah sebagai berikut:
Phylum

: Mollusca

Class

: Gastropoda

Order

: Neogastropoda

Family

: Muricidae

Genus

: Chicoreus

Species

: Chicoreus capicinus

Gambar 11. Chicoreus capicinus

Nerita planospira
Nerita merupakan siput dengan bentuk primitive. Secara morfologi
gastropoda terdiri dari cangkang yang berbentuk asimetri. Klasifikasi Marine
Snails (Nerita planospira) menurut Anton (1839) adalah sebagai berikut:
Phylum

: Mollusca

Class

: Gastropoda

Order

: Cycloneritimorpha

Family

: Neritidae

Genus

: Nerita

Species

: Nerita planospira

Gambar 12. Nerita planospira

Littorina conic
Panjang cangkang 3 cm, dengan ukuran sedang. Bentuk cangkang gulungan
benang. Warna cangkang putih kuning sampai coklat. Mulut cangkang berbentuk
lonjong sempit denga posterior kanal. Jumlah suture tiga. Garis aksial halus dari
puncak ke bawah. Tidak terdapat duri. Permukaan cangkang halus. Puncak
cangkang lancip. Klasifikasi Littorina conic menurut Pechenik (2000) adalah
sebagai berikut:
Phylum

: Mollusca

Class

: Gastropoda

Order

: Mesogastropoda

Family

: Littorinaceae

Genus

: Littorina

Species

: Littorina conic

Gambar 13. Littorina conic

Littoraria luteola

Gambar

21.

Littorina

21.

Littorina

scabra
16

Gambar
scabra

Littoraria luteola merupakkan spesies dari famili Littorinidae yang banyak


ditemukkan di mangrove Avicennia sp. Distribusi meliputi Afrika Selatan sampai
Polysenia Timur. Siput ini sangat beragam jenis warna cangkang dan
operculumnya lebar namun tipis (Karmana, 2011).
Klasifikasi Littoraria luteola menurut Karmana (2011) adalah sebagai
berikut:
Phylum

: Mollusca

Class

: Gastropoda

Order

: Mesogastropoda

Family

: Littorinidae

Genus

: Littoraria

Species

: Littoraria luteola

Gambar 14. Littoraria luteola

Gambar

22.

luteola
Analisis vegetasi merupakan cara Littoraria
mempelajari
susunan dan bentuk
(struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Analisis vegetasi biasanya
menggunakan metode kuadrat yaitu memanfaatkan pengukuran jarak antar
individu tumbuhan atau jarak dari pohon yang dipilih secara acak terhadap
individu-individu tumbuhan yang terdekat dengan asumsi individu tumbuhan
menyebar secara acak (Soerianegara, 1972 dalam Martono 2012).
Hasil yang diperoleh pada kelompok 10 dalam analisis vegetasi mangrove
di Segara Anakan yaitu didapat 5 jenis mangrove pada stasiun 1 dan stasiun 2
dengan masing-masing 3 plot. Stasiun 1 didapat Aegiceras corniculatum,
Bruguiera gymnorrhiza, Ceriops tagal, Rhizophora apiculata, dan Nypa fruticans
sedangkan stasiun 2 didapat 3 spesies mangrove yaitu Ceriops tagal, Rhizophora
apiculata, dan Bruguiera gymnorrhiza. hal tersebut membuktikan bahwa
mangrove dibagi menjadi 4 zona berdasarkan tipe vegetasi mangrove yaitu zona
mangrove terbuka, tengah, payau, dan mangrove daratan (Rusila et al., 1999),
pada stasiun 2 termasuk zona mangrove tengah karena terdapat spesies Ceriops
tagal, Rhizophora apiculata, dan Bruguiera gymnorrhiza

stasiun 1 terdapat

spesies tersebut tetapi adanya Nypa fruticans stasiun ini cenderung menuju zona
payau.
Table 3. spesies mangrove yang ditemukan kelompok 10 di Segara Anakan
Stasiun

Family

spesies

17

Rhizophoraceae

Ceriops tagal

Rhizophoraceae

Rhizophora apiculata

Rhizophoraceae

Bruguiera gymnorrhiza
Aegiceras corniculatum
Nypa fruticans

Rhizophoraceae

Ceriops tagal

Rhizophoraceae

Rhizophora apiculata

Rhizophoraceae

Bruguiera gymnorrhiza

Dengan menggunakan metode kuadran pengukur vegetasi mangrove dibagi


menjadi 3 pengukuran yaitu pohon(10 x 10), semak (5 x 5), dan seedling (1 x 1).
Hal tersebut untuk mendapatkan perhitungan densitas atau kerapatan, kerapatan
relatif, frekuensi, frekuensi relatif dan nilai pentingnya. Hasil yang diperoleh
disajikan dalam table sebagai berikut :
tabel 4. Data kerapatan dan frekuensi di stasiun 1
Plot 5m x 5m
Spesies

Jumlah

KR (%)

FR (%)

Bruguiera gymnorrhiza

0,12

33,33

33,33

Ceriops tagal

0,0267

7,40

0,67

22,22

Aegiceras corniculatum

15

0,2

55,55

33,33

Rhizophora apiculata

0,0133

3,70

0,33

11,11

Jumlah

27

0,36

Spesies

Jumlah

KR (%)

FR (%)

Aegiceras corniculatum

11

3,67

73.33

0,33

33,33

Ceriops tagal

1,33

26,67

0,67

66,67

Jumlah

15

Plot 1m x 1 m

2,667

Table 5. Data kerapatan dan frekuensi di stasiun 2


Plot 5m x 5m
Spesies

Jumlah

KR (%)

FR (%)

Rhizophora apiculata

0,067

31,25

0,33

33,33

Ceriops tagal

0,067

31,25

0,33

33,33

Bruguiera gymnorrhiza

0,08

37,5

0,33

33,33

Jumlah

16

2,21
Plot 1m x 1m

18

Spesies

Jumlah

KR (%)

FR (%)

Ceriops tagal

24

72,72

50

Rhizophora apiculata

2,33

21,21

0,67

33,33

Bruguiera gymnorrhiza

0,67

6,06

0,33

16,67

Jumlah

33

11

Table 6. Data Dominansi dan Nilai Penting


stasiun

2.

Spesies

DR (%)

NP (%)
(5x5) m2

(1x1)

Bruguiera gymnorrhiza

0,01137

29,71

96,379

Ceriops tagal

0,00167

4,35

33,981

93,33

Aegiceras corniculatum

0,02218

57,92

146,814

106,67

Rhizophora apiculata

0,00306

8,01

22,825

Rhizophora apiculata

0,00701

34,44

99,028

54,545

Ceriops tagal

0,00377

18,55

83,134

122,727

Bruguiera gymnorrhiza

0,00957

47,003

117,837

22,727

Keterangan:
F

: Frekuensi

: Dominansi

FR : Frekuensi Relati

DR : Dominansi Relatif

NP : Nilai Penting

: Kerapatan

KR : Kerapatan Relatif

Hasil perhitungan menujukkan bahwa tingkat frekuensi relatif tinggi pada


stasiun 1 di plot 5x5 adalah Aegiceras corniculatum (33,33%) dan Bruguiera
gymnorrhiza (33,33%) serta di plot 1x1 adalah Ceriops tagal (66,67%). Stasiun 2
tingkat frekuensi tertinggi pada plot 5x5 sama besar di antara 3 spesies (Ceriops
tagal, Bruguiera gymnorrhiza, dan Rhizophora apiculata) yaitu 33,33% dan plot
1x1 adalah Ceriops tagal (50%). Menurut Supardjo (2008), menyatakan tingginya
nilai FR pada suatu spesies dikarenakan adanya kompetisi dalam memperoleh
unsur hara.
Hasil perhitungan dominansi relatif tertinggi pada stasiun 1 adalah
Aegiceras corniculatum sebesar 57,92 % dan stasiun 2 adalah Bruguiera
gymnorrhiza sebesar 47,003 %. Menurut Noor et al. (2006) dalam Supardjo
(2008) tingkat dominansi dapat mencapai 99% dari vegetasi yang tumbuh di suatu
lokasi yang sama dalam suatu areal. Hasil perhitungan nilai penting tertinggi pada
satasiun 1 plot 5x5 m adalah Aegiceras corniculatum sebesar 146,814 % dan pada

19

plot 1x1 m adalah Aegiceras corniculatum 106,67%. Stasiun 2 nilai penting pada
plot 5x5 m adalah Bruguiera gymnorrhiza sebesar 117,837% dan plot 1x1 m
adalah Ceriops tagal sebesar 122,727%. Berdasarkan data tersebut nilai penting
terbesar adalah Aegiceras corniculatum sebesar 146,814 %. Menurut Rusila et al.
(1999) Aegiceras corniculatum merupakan tumbuhan yang umum ditemukan dan
seringkali tumbuh dalam kelompok besar. Tumbuhan ini memiliki toleransi yang
tinggi terhadap salinitas, tanah dan cahaya yang beragam. Mereka umum tumbuh
di tepi daratan daerah mangrove yang tergenang oleh pasang naik yang normal,
serta di bagian tepi dari jalur air yang bersifat payau secara musiman.

Gambar 15. Dendogram INP 1m X 1m

Gambar 16. Dendogram INP 5m X 5m

Gambar 17. Dendogram INP 10 X 10

Dendrogam pada gambar 15. menunjukkan similaritas vegetasi mangrove di


Sagara Anakan Cilacap. Keragaman vegetasi mangrove pada stasiun B4 dan B5
menunjukan bahwa stasiun B4 dan B5 memiliki kekerabatan yang sangat dekat
dengan tingkat kesamaan 74,98% dibandingkan stasiun A3 dan A5. Tingkat
kekerabatan paling jauh yaitu terdapat pada stasiun stasiun A1, A2 dengan stasiun
B2, A3, B5 dan stasiun B3, B1, A4, B4 dengan tingkat kesamaan 36,06%.
Keragaman vegetasi mangrove di Segara Anakan berdasarkan gambar 16.
bahwa keragaman vegetasi mangrove pada stasiun A4 dan B4 menunjukan
hubungan kekerabatan yang paling dekat dengan tingkat kesamaan 84,61%.
Tingkat kekerabatan paling rendah yaitu terdapat pada stasiun A1, B1 dan stasiun
A2, A3, B3 dengan stasiun A5, B2 dan B5 dan juga stasiun A4, B4 dengan tingkat
kesamaan 60,9 %. Sedangkan keragaman vegetasi mangrove pada gambar 17.
hanya memiliki satu kekerabatan paling dekat yaitu pada stasiun A1 dan B1
dengan tingkat kesamaan 26,04 %.

IV.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan praktikum ekologi mangrove dapat


disimpulkan sebagai berikut :
1.

Distribusi tumbuhan mangrove di Segara Anakan dimulai dari daerah yang


tidak tergenang saat pasang hingga ke daerah yang tergenang saat pasang.
Berdasarkan Distribusi tersebut didapat struktur dan komposisi vegetasi
mangrove melalui densitas, frekuensi, distribusi, nilai penting, indeks
diversitas dan indeks similaritas di Segara anakan yaitu Aegiceras
corniculatum, Ceriops tagal, Rhizophora apiculata, Bruguiera gymnorrhiza,
dan Nypa fruticans. Aegiceras corniculatum memiliki nilai penting paling
tinggi yaitu 146,814 %.

2.

Kekerabatan yang paling dekat di Segara Anakan berdasarkan dendrogam


yang didapat, yaitu pada pohon (10x10)m memiliki tingkat kesamaan 26,04%
di stasiun A1 dan B1, semak (5 x 5) memiliki tingkat kesamaan 84,61% di
stasiun A4 dan B4, dan seedling (1 x 1) memiliki tingkat kesamaan 74,98% di
stasiun B4 dan B5.

3.

Gatropoda yang didapat di Segaran Anakan dari kedua stasiun sebanyak 28


dari 8 spesies yaitu Telescopium telescopium, Cerithidea alata, Nerita
lineate, Nerita planospira, Cassidula nucieus, Chicoreus capicinus, Littorina
conica, dan Littoraria luteola dengan 5 family yaitu Potamididae, Neritidae,
Ellobiidae, Muricidae, dan Littorinidae

DAFTAR REFERENSI

Departemen Pekerjaaan Umum Dirjen Pengairan. 1996. Program konservasi dan


pengembangan Segara Anakan. Proyek induk pengembangan wilayah
Sungai Citandui-Ciwulan. Dirjen Pengairan. Jawa Barat: Proyek
Pengembangan dan konservasi sumberdaya air Citandui-Ciwulan Pp 73.
Ashton, P.S. 1988. Manual of the Non-Dipterocarp Trees of Sarawak Volume II.
Kuala Lumpur: Dewan Bahsa dan Pustaka Sarawak Branch For Forest
Department Sarawak.
Backer, C.A. & R.C.B.v.d. Brink, JR., 1963. Flora of Java 1. Noordhoof,
Groningen.
Chapman, V.J. 1976. Mangrove Vegetation, dalam Panduan Pengenalan
Mangrove di Indonesia, Noor, R.Y., M. Khazali, dan I.N.N. Suryadiputra.
1999. PHKA/WI-IP, Bogor.
Dharma B., 1992. Siput dan Keong. Indonesia. Indonesia Shells I. PT. Sarana
Graha. Jakarta Indonesia.
Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia I. PT. Sarana Graha, Jakarta.
Ding Hou. 1958. Rhizophoraceae. Flora Malesiana, dalam Panduan Pengenalan
Mangrove di Indonesia, Noor, R.Y., M. Khazali, dan I.N.N. Suryadiputra.
1999. PHKA/WI-IP, Bogor.
Herawati, V.E. 2008. Analisis Kesesuaian Perairan Segara Anakan sebagai Lahan
Budidaya Kerang Totok (Polymesoda erosa) Ditinjau dari Aspek
Produktifitas Primer Menggunakan Penginderaan Jauh. Seminar tesis.
Semarang : Universitas Diponegoro.
Karmana, O. 2011. Clasifikasi of bentoz on the segara anakan. Journal off
mangrove, FAO wetlands international, ISBN: 789-986-76-3.
Kartijono, N.E. 2004. Suksesi Sekunder Pada Lahan Tambak Terlantar Di
Kawasan Hutan Mangrove Segara Anakan Cilacap Jawa Tengah. Berk.
Penel. Hayati 9 (1) pp. 131-137.
Lamarck, J.B.P.A. 1822. Histoire naturelle des animaux sans vertebres. Veuve
Agasse. Paris.
Linnaeus. 1758. Klasifikasi (Gastropoda: Potamididae ). FAO Fisheries Synopsis,
no. 156. Roma.

Noor, Y.R., M. Khazali, dan I N.N Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan


Mangrove di Indonesia. Bogor: Wetlands International Indonesia
Programme.
Martono, S.D. 2012. Analisis Vegetasi Dan Asosiasi Antara Jenis-Jenis Pohon
Utama Penyusun Hutan Tropis Dataran Rendah Di Taman Nasional Gunung
Rinjani Nusa Tenggara Barat. Jurnal Agritek Vol. 13 (2) : 18-27
Pechenik, J. 2000. Biology of The Invertebrates. Four Edition. Mc Graw Hill.
Cambridge. University Press.
Rusila Noor, Y., M. Khazali, dan I N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan
Pengenalan Mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP, Bogor.
Soerianegara, I . 1972. Ekologi Hutan Indonesia. Departemen Management Hutan
Fakultas Kehutanan IPB. Bogor
Supardjo, M. N. 2008. Identifikasi Vegetasi Mangrove di Segoro Anak Selatan,
Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur. Jurnal Saintek
Perikanan, 3(2): 9-15.
Suryono C.A. 2005. Struktur Populasi Vegetasi Mangrove di Laguna Segara
Anakan Cilacap, Jawa Tengah. Ilmu Kelautan 11(2), pp. 112-118.
Tomlinson, P.B. 1986. The Botany of Mangroves. Cambridge: Cambridge
University Press.

Anda mungkin juga menyukai