VERTIGO
Pembimbing:
dr. Ananda Setiabudi, Sp.S
Disusun oleh:
Ricky Julianto, S.Ked
(030.10.236)
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT SARAF RSUD BUDHI ASIH
PERIODE 1 DESEMBER 2014 3 JANUARI 2014
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA 2014
LEMBAR PENGESAHAN
Nama Mahasiswa
: Ricky Julianto
NIM
: 030.10.236
Bagian
Judul Case
: Vertigo
Pembimbing
BAB I
PENDAHULUAN
Vertigo didefinisikan sebagai ilusi gerakan, yang paling sering adalah perasaan atau
sensasi tubuh yang berputar terhadap lingkungan atau sebaliknya, lingkungan sekitar kita
rasakan berputar. Vertigo juga dirasakan sebagai suatu perpindahan linear ataupun miring,
tetapi gejala seperti ini relatif jarang dirasakan. Secara etiologis, vertigo disebabkan oleh
adanya abnormalitas organ-organ vestibuler, visual, ataupun sistem propioseptif. Selain
anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang dapat dilakukan untuk menentukan diagnosis
dari kondisi ini.1
Vertigo merupakan subtipe dari dizziness. Dizziness sendiri mempunyai empat
subtipe, yaitu vertigo, disekuilibrium tanpa vertigo, presinkop, dan pusing psikofisiologis.
Dari keempat subtipe dizziness, vertigo terjadi pada sekitar 32% kasus, dan sampai dengan
56,4% pada populasi orang tua.2 Sementara itu, angka kejadian vertigo pada anak-anak tidak
diketahui, tetapi dari studi yang lebih baru pada populasi anak sekolah di Skotlandia,
dilaporkan sekitar 15% anak paling tidak pernah merasakan sekali serangan pusing dalam
periode satu tahun. Sebagian besar (hampir 50%) diketahui sebagai paroxysmal vertigo
yang disertai dengan gejala-gejala migren (pucat, mual, fonofobia, dan fotofobia). 3
Penatalaksanaan vertigo bergantung pada lama keluhan dan ketidaknyamanan akibat gejala
yang timbul serta patologi yang mendasarinya. 1
BAB II
LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Jenis kelamin
Pekerjaan
Alamat
Status Pernikahan
Pendidikan
Agama
Suku
No. RM
Tgl Masuk
Asuransi
II.
: Tn. S
: 59 tahun
: Laki-laki
: Pensiun
: Jl. Batu Merah No. 11 RT/RW 014/01 Pejaten Timur
: Menikah
:: Islam
: Jawa
: *5 *2 *3
: 15 12 2014 (09.30 WIB)
: BPJS
ANAMNESIS
Dilakukan anamnesis secara autoanamnesis pada hari Senin, 15 Desember 2014, pukul
09.45 WIB di Poli Syaraf RSUD Budhi Asih
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
kali mendapat serangan vertigo, pasien mengatakan bahwa beliau merasakan pusing disertai
lingkungan yang berputar. Keluhan pasien ini dirasa mendadak, hilang timbul dan disertai
mual hingga muntah hebat ( 5-6x dalam satu hari).
Riwayat Penyakit Dahulu dan Medikasi
Pasien sudah sering mengalami hal serupa sebelumnya ( sejak 8 tahun yang lalu) dan
sejak 4 bulan terakhir ini pasien rutin meminum betahistin (3x1) dan mecobalamin (2x1).
Pasien memiliki riwayat hipertensi dan pasien rutin meminum obat captopril 25 mg (3x1)
untuk mengontrol tekanan darahnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien dengan keluhan yang serupa.
Riwayat Kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan merokok, gemar mengkonsumsi makanan berlemak dan bersantan
serta makan gorengan.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Kesadaran
: Compos Mentis
BB 62 kg
Kesan Sakit
TB 165 cm
Kesan Gizi
: Gizi baik
2. Tanda Vital
Tekanan Darah
: 140/80 mmHg
Nadi
: 82 x/menit
Laju Napas
: 20 x/menit
Suhu
: 36,5C
3. Status Generalis
Kepala
Mata
Telinga: Normotia
AD Nyeri tekan (-), nyeri tarik (-), liang telinga lapang, serumen (-),
membran timpani intak, refleks cahaya suram
5
AS Nyeri tekan (-), nyeri tarik (-), liang telinga lapang, serumen (+),
membran timpani dan refleks cahaya tidak dapat dinilai
Hidung
Mulut
Leher
Thorax
Inspeksi
Palpasi
: Pergerakan dinding dada saat pernapasan kiri dan kanan simetris, tidak
ada bagian yang tertinggal
Perkusi
Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/Bunyi jantung I-II normal, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi
: Datar
Perkusi
: Timpani
Ekstremitas
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah
4. Status Neurologis
GCS
: E4 V5 M6
Pupil
o N.II
Visus (kasar) : Kesan baik
o N. III, IV, dan VI
OD
OS
Kedudukan bola mata
Ortoforia
Ortoforia
Pergerakan bola mata
Baik
Baik
Namun pasien mengeluhkan adanya pusing saat mata diperintahkan untuk
melirik ke sebelah kanan selama 6 detik
Nistagmus (-)
o N.VII
Sudut mulut simetris
Dapat menutup mata
Simetris saat mengangkat dahi
Rangsangan sensoris kasar (+) dan simetris
o N.VIII
Tes Romberg (+) jatuh ke kanan bila mata ditutup
Tes Romberg yang dipertajam (+)
Tes Tandem Gait (+) jatuh ke kanan bila mata ditutup
o N.IX dan X
Motorik
Sensorik
o N.XI
Otot trapezius kesan baik
o N.XII
Lidah simetris baik dalam keadaan istirahat (dalam mulut) ataupun dalam
pergerakannya
Sistem Motorik
o Kekuatan motorik
5 5 5 5
5 5 5 5
5 5 5 5
5 5 5 5
o Trofik
: eutrofik
o Tonus
: normotonus
o Sistem sensorik
IV.
Kanan
Kiri
Refleks fisiologis
Bisep
Trisep
Lutut/Patela
Tumit/Achilles
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
Refleks Patologis
Babinski
Klonus kaki
(-)
(-)
(-)
(-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak ada data hasil pemeriksaan hematologi rutin terbaru.
Pada tanggal 10 Maret 2011, pasien menjalani foto cervical dengan kesan
spondiloartrosis cervicalis.
Pada tanggal 30 Maret 2011, pasien menjalani CT-Scan kepala dan didapatkan kesan
tidak tampak kelainan.
Pada tanggal 9 Juni 2011, pasien pernah menjalani MRI dan didapatkan kesimpulan
bahwa pada pasien terjadi atrofi cerebri dan tidak tampak infark, perdarahan maupun
SOL intrakranial.
V.
RESUME
Pasien, seorang laki-laki berusia 59 tahun, datang ke Poli RSUD Budhi Asih dengan
keluhan pusing berputar yang sudah dirasakan sejak 2 bulan SMRS. Pusing berputar ini
dirasakan timbul mendadak dan hilang timbul terutama pada saat pasien hendak berbaring ke
tempat tidurnya. Pusing berputar terjadi selama 1-5 menit. Menurut keterangan pasien,
pusing berputar ini juga dirasakan timbul pada saat pasien memiringkan kepalanya ke sebelah
kanan. Mual (+), muntah (-), riwayat trauma pada bagian kepala dan leher (-). Pasien juga
mengeluhkan adanya bunyi berdenging pada telinga kirinya. Bunyi ini sudah timbul dan
mengganggu pendengaran pasien sejak 8 tahun yang lalu. Nyeri telinga (-), gatal pada
telinga (-), riwayat keluar cairan dari telinga (-).Pasien sudah sering mengalami hal serupa
sebelumnya ( sejak 8 tahun yang lalu) dan sejak 4 bulan terakhir ini pasien rutin kontrol ke
poli saraf meminum betahistin (3x1) dan mecobalamin (2x1). Pasien juga memiliki riwayat
hipertensi dan rutin meminum obat captopril 25 mg (3x1) untuk mengontrol tekanan
darahnya.
Pada pemeriksaan fisik, pasien sadar penuh dan tampak sakit ringan dengan TD =
140/80 mmHg, lain-lain dalam batas normal. Pada pemeriksaan neurologi (Status Neurologi)
diperoleh GCS E4V5M6, tidak terdapat tanda rangsang meningeal, nervus cranialis dalam
batas normal namun untuk tes Romberg dan Tandem Gait (+) pada pasien, refleks fisiologis
(+) sedangkan refleks patologis (-), kesan kekuatan motorik baik.
Pada pasien telah dilakukan foto cervical dengan kesan spondiloartrosis cervicalis, CTScan kepala dan didapatkan kesan tidak tampak kelainan, MRI dengan kesimpulan bahwa
pada pasien terjadi atrofi cerebri dan tidak tampak infark, perdarahan maupun SOL
intrakranial.
VI.
DIAGNOSIS
1. Diagnosa Klinis
VII.
2. Diagnosa Etiologis
3. Diagnosa Topis
: N.vestibularis
4. Diagnosis Patologis
:-
PENATALAKSANAAN
Non-medikamentosa
Rawat Jalan
Edukasi pasien untuk beristirahat cukup, hindari gerakan perubahan kepala yang
cepat seperti dari posisi jongkok/tidur lalu berdiri, latihan menoleh ke sebelah
kanan, rencanakan fisioterapi
9
Hindari makanan berlemak bersantan gorengan dan makanan yang terlalu asin
Konsul ke dokter spesialis THT untuk Tinitus AS ec susp. serumen prop
Medikamentosa
Betahistin 6 mg 3xTabI
Mecobalamin 500 mg 2xTabI
Captopril 25 mg 3xTabI
VIII.
ANJURAN PEMERIKSAAN
Hematologi rutin, Profil lipid, Gula Darah Puasa dan 2 jam Post Prandial, Asam urat,
Hemostasis (PT, APTT, D-dimer, Fibrinogen), Fungsi ginjal dan fungsi hepar
Tes Garpu Tala, Audiometri
IX.
PROGNOSIS
Ad vitam
Ad functionam
Ad sanationam
: Bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
10
BAB III
ANALISA KASUS
Pasien Tn. S, seorang laki-laki berusia 59 tahun, datang ke Poli RSUD Budhi Asih
dengan keluhan pusing berputar yang sudah dirasakan sejak 2 bulan SMRS. Pasien juga
mengeluhkan adanya bunyi berdenging pada telinga kirinya yang dirasa hilang timbul sejak
8 tahun yang lalu. Dari keluhan utama dan keluhan tambahan yang membawa pasien, dapat
disimpulkan bahwa ini adalah kasus dalam bidang neurologi. Berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik, serta beberapa pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan terhadap
pasien, diagnosis kerja untuk pasien ini adalah vertigo vestibular tipe perifer.
Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan igo yang
berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari dizziness yang secara definitif merupakan
ilusi gerakan, dan yang paling sering adalah perasaan atau sensasi tubuh yang berputar
terhadap lingkungan atau sebaliknya, lingkungan sekitar yang dirasakan berputar. Vertigo juga
dirasakan sebagai suatu perpindahan linear ataupun miring, tetapi gejala seperti ini lebih
jarang dirasakan. Kondisi ini merupakan gejala kunci yang menandakan adanya gangguan
sistem vestibuler dan kadang merupakan gejala kelainan labirin. Namun, tidak jarang vertigo
merupakan gejala dari gangguan sistemik lain (misalnya karena obat, hipotensi, penyakit
endokrin, dan sebagainya).1-4
Keseimbangan diatur oleh integrasi beberapa sistem yaitu sistem vestibular (sistem
statokinetik), sistem visual (visio-okulomotorik), sistem proprioseptif dan serebellum. Sistem
vestibular terdiri dari labirin, bagian vestibular nervus kranialis VIII, dan nuclei vestibularis di
batang otak, dengan koneksi sentralnya. Labirin terdiri dari utrikulis, sakulus, dan tiga kanalis
semisirkularis. Utrikulus, sakulus dan ampula mengandung organ reseptor keseimbangan.5,6
Masing-masing dari tiga kanalis semisirkularis mempunyai pelebaran yang disebut
ampula yang berisi organ reseptor sistem vestibular yaitu, krista ampularis. Rambut-rambut
sensorik krista tertanam pada salah satu ujung massa gelatinosa yang memanjang disebut
kupula, yang tidak mengandung otolit. Pergerakan endolimf di kanalis semisirkularis
menstimulasi rambut sensorik krista, yang merupakan reseptor kinetik.6
Utrikulus dan sakulus mengandung organ reseptor lainnya yang disebut macula
utrikularis dan macula sakularis. Macula sakularis terletak vertikal di dinding medial sakulus,
11
manakala macula utrikularis terletak di dasar utrikulus parallel dengan dasar tengkorak. Selsel rambut macula tertanam di membran gelatinosa yang mengandung kristal kalsium
karbonat yang disebut statolit. Membran gelatinosa mengandung CaCO3 yang disebut otolith /
otoconia / statolith. Membran gelatinosa ini yang peka terhadap gerakan percepatan linier
gaya horizontal atau vertikal (misalnya pada saat tubuh tergelincir, jatuh, menggunakan lift
atau pada saat kepala yang menunduk secara tiba-tiba). Dalam keadaan statis, macula
utrikulus terangsang minimal bila otoconia berada diatas dan terangsang maksimal bila
otoconia berada dibawah. Makula mulai merasakan perubahan bila kepala miring 1,5 derajat.
Dalam keadaan gerak, makula akan terangsang bila perubahan gravitasi mencapai 0,01 g.5
Rangsang posturial dari utrikulus dan sakulus dihantarkan ke batang otak. Struktur ini
juga memberikan pengaruh kepada tonus otot. Impulse yang berasal dari reseptor labirin
membentuk bagian aferen lengkung reflex yang berfungsi mengkoordinasikan otot
ekstraokuler, leher dan tubuh sehingga keseimbangan tetap terjaga di setiap posisi dan setiap
jenis pergerakan kepala. Impulse kemudian dihantar ke nervus vestibulocochlearis. Ganglion
vestibular terletak didalam canalis auditorik interna. Nervus ini akan melewati subarachnoid
space di cerebellopontine angle, dan memasuki batang otak di pontomedullary junction.
Kemudian serabut sarafnya akan menuju ke nuclei vestibular yang terletak di lantai ventrikel
4.5,6
Sistem non vestibular terdiri atas system visual dan proprioseptif. Bagian perifer dari
visual ialah retina, sedangkan bagian perifer dari proprioseptif ialah reseptor di tendon dan
sendi serta sensibilitas dalam.
Adapun pembagian vertigo menjadi vertigo vestibular dan non vestibular, untuk
vertigo vestibular dibagi menjadi vertigo vestibular sentral dan perifer. Vertigo Non Vestibular
memiliki gangguan pada sistem proprioseptif (tabes dorsalis atau neurosifilis) dan sistem
visual (diplopia, kelainan lensa berat, gerakan optokinetis). Pusing pada vertigo ini bersifat
seperti hilang keseimbangan (melayang), bersifat kontinu, dan biasanya dicetuskan oleh
gerakan obyek atau benda sekitar atau dapat pula dicetuskan oleh situasi yang ramai. Pada
Vertigo Vestibular Sentral yang terjadi adalah kelainan di otak, batang otak, serebellum (infark
batang otak, perdarahan serebellum, neoplasma, multiple sclerosis, meningitis tuberkulosa,
trauma batang otak, trauma servikal). Pusing pada vertigo ini bersifat pusing berputar yang
12
dirasakan terus menerus (tidak ada fase latensi) dan biasanya disertai nistagmus spontan.
Sedangkan untuk Vertigo Vestibular Perifer biasanya terjadi gangguan pada labirin (BPPV,
Meniere disease, fistula perilymph, obatan ototoksik, labirintitis), nervus vestibularis (neuritis
vestibularis, neuroma akustikus) atau terjadi gangguan di ganglion vestibular. Fistula
perilymph ialah rupture round/oval window labirin yang menyebabkan cairan perilymph
keluar. Rupture biasanya didahului dengan riwayat peningatan tekanan intrakranial. Pusing
pada vertigo ini bersifat pusing berputar yang dirasakan mendadak dan hilang timbul, serta
disertai mual hingga muntah. Nistagmus (+) bila dirangsang dengan beberapa pemeriksaan
khusus. Pada pasien di kasus kali ini, dari anamnesis, didapatkan gejala yang masuk dalam
gejala vertigo vestibular perifer.
Nistagmus adalah gerak bolak-balik bola mata yang involunter dan ritmik. Nistagmus
vestibuler adalah nistagmus yang disertai rasa puyeng (vertigo). Pada kerusakan di labirin,
terjadi nistagmus dengan komponen cepat kearah kontralateral dari lesi. Nistagmus vestibuler
biasanya tidak menetap, menghilang beberapa waktu. Sedangkan nistagmus sentral dapat
menetap atau berlalu (menghilang setelah beberapa waktu). Nistagmus vestibuler dapat
bersifat horizontal dan horizontal rotatoar. Nistagmus sentral dapat bersifat horizontal,
vertikal, atau rotatoar. Nistagmus vertikal menunjukkan adanya lesi di batang otak
(mesensefalon atau medulla oblongata). Nistagmus horizontal dapat terlihat pada lesi di
tegmentum pons dan mesensefalon. Nistagmus horizontal rotatoar atau rotatoar dapat
dijumpai pada lesi di medulla oblongata. 7 Pada pemeriksaan nistagmus yang dilakukan
terhadap pasien saat datang ke poli (15/12/2014) didapatkan hasil (-).
Pada pasien ini juga didapatkan adanya bunyi berdenging pada telinga kirinya, hal
dapat diakibatkan karena adanya gangguan yang mengenai telinga luar, telinga tengah, telinga
dalam, ganglion spiralis Corti dan N.VIII. Misalnya pada sumbatan akibat serumen, otitis
media, gangguan fungsi tuba eustachius, otosklerosis pada stapes, meniere disease, degeratif
sel semsorik akibat intoksikasi obat-obatan, diabetes melitus, hipertensi, lues dan neuroma
akustikus.5 Pada pasien kemungkinan terbesar akibat adanya sumbatan karena serumen prop
dan hipertensi.
Tinitus dapat bersifat unilateral maupun bilateral. Tinitus yang bersifat unilateral bisa
diakibatkan karena neuroma akustik ataupun trauma kapitis. Sedangkan apabila tinitus terjadi
13
yang
terjadi
pada
diskus
menyebabkan
fungsi
diskus
sebagai shock
absorber menghilang, yang kemudian akan timbul osteofit yang menyebabkan penekanan
pada radiks, medulla spinalis dan ligamen yang pada akhirnya timbul nyeri dan menyebabkan
penurunan mobilitas/toleransi jaringan tehadap suatu regangan yang diterima menurun
sehingga tekanan selanjutnya akan diterima oleh facet joint. Degenerasi pada facet joint akan
diikuti oleh timbulnya penebalan subchondral yang kemudian terjadi osteofit yang dapat
mengakibatkan terjadinya penyempitan pada foramen intervertebralis. Hal ini akan akan
menyebabkan terjadinya kompresi/penekanan pada isi foramen intervertebral ketika gerakan
ekstensi, sehingga timbul nyeri yang pada akhirnya akan menyebabkan penurunan
mobilitas/toleransi jaringan terhadap suatu regangan yang diterima menurun.9
14
3. Histaminergik
Obat kelas ini diwakili oleh betahistin yang digunakan sebagai antivertigo di beberapa
negara Eropa, tetapi tidak di Amerika. Betahistin sendiri merupakan prekrusor
histamin. Efek antivertigo betahistin diperkirakan berasal dari efek vasodilatasi,
perbaikan aliran darah pada mikrosirkulasi di daerah telinga tengah dan sistem
vestibuler. Pada pemberian per oral, betahistin diserap dengan baik, dengan kadar
puncak tercapai dalam waktu sekitar 4 jam. Efek samping relatif jarang, termasuk
diantaranya keluhan nyeri kepala dan mual.
4. Antidopaminergik
Antidopaminergik biasanya digunakan untuk mengontrol keluhan mual pada pasien
dengan gejala mirip-vertigo. Sebagian besar antidopaminergik merupakan neuroleptik.
Efek antidopaminergik pada vestibuler tidak diketahui dengan pasti, tetapi
diperkirakan bahwa antikolinergik dan antihistaminik (H1) berpengaruh pada sistem
vestibuler perifer. Lama kerja neuroleptik ini bervariasi mulai dari 4 sampai 12 jam.
Beberapa antagonis dopamin digunakan sebagai antiemetik, seperti domperidon dan
metoklopramid. Efek samping dari antagonis dopamin ini terutama adalah hipotensi
ortostatik, somnolen, serta beberapa keluhan yang berhubungan dengan gejala
ekstrapiramidal, seperti diskinesia tardif, parkinsonisme, distonia akut, dan sebagainya.
5. Benzodiazepin
Benzodiazepin merupakan modulator GABA, yang akan berikatan di tempat khusus
pada reseptor GABA. Efek sebagai supresan vestibuler diperkirakan terjadi melalui
mekanisme sentral. Namun, seperti halnya obat-obat sedatif, akan memengaruhi
kompensasi vestibuler. Efek farmakologis utama dari benzodiazepin adalah sedasi,
hipnosis,
penurunan
kecemasan,
relaksasi
otot,
amnesia
anterograd,
serta
antikonvulsan. Beberapa obat golongan ini yang sering digunakan adalah lorazepam,
diazepam, dan klonazepam.
6. Antagonis kalsium
Obat-obat golongan ini bekerja dengan menghambat kanal kalsium di dalam sistem
vestibuler, sehingga akan mengurangi jumlah ion kalsium intrasel. Penghambat kanal
16
kalsium ini berfungsi sebagai supresan vestibuler. Flunarizin dan sinarizin merupakan
penghambat kanal kalsium yang diindikasikan untuk penatalaksanaan vertigo; kedua
obat ini juga digunakan sebagai obat migren. Selain sebagai penghambat kanal
kalsium, ternyata flunarizin dan sinarizin mempunyai efek sedatif, antidopaminergik,
serta antihistamin-1. Flunarizin dan sinarizin dikonsumsi per oral. Flunarizin
mempunyai waktu paruh yang panjang, dengan kadar mantap tercapai setelah 2 bulan,
tetapi kadar obat dalam darah masih dapat terdeteksi dalam waktu 2-4 bulan setelah
pengobatan dihentikan. Efek samping jangka pendek dari penggunaan obat ini
terutama adalah efek sedasi dan peningkatan berat badan. Efek jangka panjang yang
pernah dilaporkan ialah depresi dan gejala parkinsonisme, tetapi efek samping ini lebih
banyak terjadi pada populasi lanjut usia.
7. Simpatomimetik
Simpatomimetik, termasuk efedrin dan amfetamin, harus digunakan secara hati-hati
karena adanya efek adiksi.
8. Asetilleusin
Obat ini banyak digunakan di Prancis. Mekanisme kerja obat ini sebagai antivertigo
tidak diketahui dengan pasti, tetapi diperkirakan bekerja sebagai prekrusor
neuromediator yang memengaruhi aktivasi vestibuler aferen, serta diperkirakan
mempunyai efek sebagaiantikalsium pada neurotransmisi. Beberapa efek samping
penggunaan asetilleusin ini diantaranya adalah gastritis (terutama pada dosis tinggi)
dan nyeri di tempat injeksi.
9. Lain-lain
Beberapa preparat ataupun bahan yang diperkirakan mempunyai efek antivertigo
diantaranya adalah ginkgo biloba, piribedil (agonis dopaminergik), dan ondansetron.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Wahyudi KT. Vertigo. CDK-198 2012:39(10):738-41.
2. Huang Kuo C, Phang L, Chang R. Vertigo. Part 1-Assesement in General Practice.
Australian Family Physician 2008; 37(5):341-7.
3. MacGregro DL. Vertigo. Pediatric in Review 2002:23(1):9-19.
4. Troost BT. Dizziness and Vertigo in Vertebrobasilar Disease. Part I: Pheripheral and
Systemic Causes Dizziness. Stroke 1980:11:301-03.
5. Sjahrir H. Nyeri Kepala & Vertigo. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press. 2008. p. 188-211.
6. Baehr M, Frotscher M. Duus' Topical Diagnosis in Neurology: Anatomy, Physiology,
Signs, Symptoms. 4th edition. Jakarta: EGC. 2007. p.164-72.
7. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI. 2011. p. 50-1.
8. Wreksoatmodjo BR. Vertigo: Aspek Neurologi. Cermin Dunia Kedokteran 2004; 144: 416.
9. Nyeri Leher. Available at: https://dhaenkpedro.wordpress.com/nyeri-leher/. Accessed on
December, 17th 2014 at 5:30 PM.
10. Baloh RW. Vertigo. The Lancet 1998;352:1841-46.
11. Rascol O., Hain TC., Brefel C., et al. Antivertigo Medications and Drugs-Induced Vertigo.
A Pharmacological Review. Drugs 1995;50(5):777-91.
18